Anda di halaman 1dari 7

x

Nama : Anita Dewi Permatasari Komarudin


NPM : 260110190081
Tugas Good Laboratory Practice
Shift C 2019

1. Seorang praktikan sedang melanjutkan pekerjaan temannya di laboratorium. Temannya


sudah menyiapkan 3 jenis reagen sebelumnya akan tetapi tidak diberi label pada gelas
beaker karena terburu-buru saat akan pergi. Sehingga praktikan tersebut membuka satu-
satu gelas beakernya. Tiba-tiba seluruh ruangan menjadi bau menyengat. Selain itu pada
beaker lainnya volume menjadi berkurang karena menguap. Posisi gelas beaker tersebut
dekat dengan kompor dan terjadilah ledakan yang menyebabkan labortaorium tersebut
terbakar. Karena panik maka praktikan tersebut meninggalkan laboratorium untuk
mencari bantuan. Dari kejadian tersebut bagaimana tindakan pertama yang harus
dilakukan? Analisis akar masalah dari kejadian tersebut! Rancanglah tindakan
keselamatan kerja di labortaorium dalam menggunakan bahan-bahan mudah terbakar.
Jawab:
Tindakan pertama yang harus dilakukan adalah jangan panik. Selain itu, untuk
memadamkan api akibat kebakaran, terdapat 3 cara yang bisa dilakukan untuk
mengatasinya, yaitu:
a. Cara penguraian yaitu cara memadamkan dengan memisahkan atau menjauhkan
bahan/benda-benda yang mudah terbakar.
b. Cara pendinginan yaitu cara memadamkan kebakaran dengan menurunkan panas atau
suhu. Bahan airlah yang paling dominan digunakan dalam menurunkan panas dengan
cara menyemprotkan atau menyiramkan air ke titik api.
c. Cara isolasi/lokalisasi yaitu cara memadamkan kebakaran dengan mengurangi
kadar/persentase O2 pada benda-benda yang terbakar.
(Redjeki, 2016)
Menurut saya, akar masalah dari kejadian tersebut adalah penggunaan reagen
yang tidak diberi label. Padahal, pelabelan dalam reagen ini sangat penting agar praktikan
dapat tahu bagaimana penanganan dari bahan yang akan digunakannya. Apabila reagen
sudah dilabeli, maka praktikan akan tahu apakah reagen tersebut bersifat flammable,
explosive, dan sebagainya. Seharusnya, praktikan juga lebih memperhatikan kembali
keadaan di sekitar, seperti tidak menaruh reagen di dekat kompor. Kemudian, sebaiknya
reagen tersebut diberi plastic wrap agar tidak menguap karena bisa saja reagen tersebut
mudah menguap lalu teroksidasi dan jika reagen tersebut bersifat explosive, bisa saja
terjadi ledakan karena berada di dekat kompor yang merupakan sumber panas
sebagaimana yang terjadi pada kasus. Selain itu, perlu diperhatikan juga apakah
laboratorium yang digunakan memiliki ventilasi atau tidak. Ventilasi yang ada ini
berguna dalam sirkulasi udara. Menurut saya, reagen yang dimaksud mungkin adalah
etanol karena reagen tersebut memiliki bau yang menyengat, mudah menguap, dan
bersifat explosive. Bahan kimia dengan sifat explosive mudah meledak jika terkena

ss
x

benturan, gesekan pemanasan, api, dan sumber nyala lain (Wardiyah, 2016).
Tindakan keselamatan kerja di laboratorium yang dapat dilakukan yaitu:
a. Selalu melabeli reagen yang digunakan agar memudahkan seseorang dalam
penanganan bahan yang digunakan
b. Untuk mengurangi risiko kebakaran, pelajari terlebih dahulu sifat kemudahan bakaran
dan ledakan bahan yang digunakan. Baca label pelarut, lembar data keselamatan
bahan (MSDS) atau sumber informasi lainnya untuk mengetahui titik nyala, tekanan
uap, dan ambang ledakan di udara dari masing-masing bahan kimia yang ditangani.
c. Menggunakan bahan - bahan yang mudah terbakar di ruang dingin dan berventilasi
d. Memisahkan atau menjauhkan bahan/benda-benda yang mudah terbakar.
e. Gunakan pemadam api di dekat tempat eksperimen yang sesuai dengan bahaya
kebakaran tertentu. Pasang nomor telepon yang dapat dihubungi jika terjadi keadaan
darurat atau kecelakaan di tempat yang mudah terlihat.

(Harjanto dkk., 2011; Redjeki, 2016)


Selain itu, perlu juga diperhatikan kondisi ruangan, susunan ruangan,
kelengkapan peralatan keselamatan (termasuk kotak P3K dan pemadam kebakaran),
nomor telepon penting (pemadam kebakaran, petugas medis) dan lain sebagainya. Di
setiap ruangan sebaiknya disediakan denah yang menjelaskan mengenai tempat-
tempat penyimpanan bahan kimia. Hal ini akan memudahkan dalam pencarian.
Sosialisasi tentang cara penggunaan alat pemadam api dan tata tertib laboratorium
juga perlu dipahami dengan baik oleh seluruh pengguna laboratorium. Laboratorium
harus memiliki jalur evakuasi yang baik. Bahan kimia yang berbahaya harus
ditempatkan di rak khusus dan dipisahkan dengan bahan kimia yang dapat
menimbulkan ledakan bila bereaksi (Rahmantiyoko dkk., 2019).

2. Seorang praktikan sedang melakukan titrasi yang banyak menyiapkan reagen dan sampel
akhirnya ada yang tumpah di meja dengan volume sedikit. Akibat tidak meyadari,
praktikan tersebut duduk dengan posisi tangan berada di meja kerja dan melepaskan
masker. Lama kelamaan terasa panas seperti terkena api. Praktikan juga merasakan
pusing dan lemas. Bagaimana tindakan pertama yang harus dilakukan? Analisis akar
masalah dari kecelakaan tersebut! Rancanglah tindakan keselamatan kerja di
laboratorium dalam menggunakan asam-asam kuat! Jelaskan simbol dan jenis asam kuat

ss
x

dalam bahan-bahan berbahaya di lab!


Jawab:
Kemungkinan reagen yang tumpah adalah asam kuat. Tindakan pertama yang
harus dilakukan adalah membilas bagian kulit yang terkena menggunakan air mengalir.
Pembilasan dilanjutkan selama 10 - 15 menit untuk mendinginkan jaringan disekitar luka
yang disebabkan cairan asam (Laboratory and Chemical Safety Committee, 2012).
Menurut saya, akar masalah dari kecelakaan yang terjadi adalah ketidakhatian
praktikan dalam melakukan titrasi sehingga volume reagen dan sampel ada yang tumpah
serta ketidaklengkapan APD (Alat Pelindung Diri) yang digunakan oleh praktikan.
Praktikan harusnya memperhatikan apa bahan yang ditanganinya. Menurut saya, volume
yang tumpah itu merupakan asam kuat karena sifatnya mengiritasi dan korosif. Apabila
praktikan telah mengetahui dan memperhatikan apa saja bahan yang digunakan, praktikan
bisa mencegah tangannya yang terasa panas, pusing, dan lemas. Hal ini dikarenakan
penanganan untuk bahan irritant adalah menghindarkannya untuk kontak langsung
dengan kulit (Wardiyah, 2016). Maka dari itu, seharusnya praktikan menggunakan glove
atau sarung tangan dan tetap memakai masker agar meminimalisisr bau dari reagen yang
terhirup.
Tindakan keselamatan kerja di laboratorium dalam menggunakan asam – asam
kuat, yaitu:
a. Menggunakan alat pelindung diri (APD) dengan lengkap
• Kacamata/goggles
• Jas laboratorium.
• Menggunakan pelindung muka waktu bekerja untuk menangani bahan yang
mudah meledak dan sangat berbahaya
• Memakai sepatu tertutup sampai mata kaki tidak memakai sandal atau sepatu
terbuka atau sepatu berhak tinggi
• Memakai masker yang bisa digunakan saat bekerja dengan gas yang korosif dan
beracun.
• Sarung tangan/gloves:
o Cek bahan dan ketebalannya. Semakin tebal bahan, semakin aman bagi
sarung tangan.
o Sering mengganti sarung tangan, makin baik.
o Jangan memegang/menyentuh gagang pintu, pena telepon saat masih
menggunakan sarung tangan)
b. Menghindarkan kontak langsung antara bahan dengan kulit
c. Jika kulit terkena bahan kimia jangan digaruk agar tidak tersebar
d. Jika bahan terkena kulit segera dialiri dengan air sekitar 10 - 15 menit
e. Hindari untuk menghirup bahan yang digunakan
f. Jangan sampai terpercik ke mata
(Mucharidi, 2009; Wardiyah, 2016)
g. Untuk pencegahan terhadap bahaya asam kuat dapat dihindari dengan bekerja pada
lemari asam (fume hood) yang berfungsi untuk mengisolasi senyawa berbahaya dan
ss
x

memompanya keluar dari laboratorium sebelum senyawa tersebut terhirup oleh


praktikan (Sisunandar, 2015)
Simbol dan jenis asam kuat dalam bahan – bahan berbahaya di laboratorium:
No. Simbol Keterangan
1. Corrosive (korosif)
Lambang: C
Produk ini bisa merusak jaringan hidup, mengiritasi kulit, gatal
– gatal bahkan dapat menyebabkan kulit mengelupas
Contoh: HCl, H2SO4

2. Oxidizing (pengoksidasi)
Lambang : O
Bersifat pengoksidasi, dapat menyebabkan kebakaran
melalui penghasilan panas saat kontak dengan bahan
organic dan pereduksi
Contoh : H2O2 dan KClO4

3. Explosive (mudah meledak)


Lambang : E
Bahan kimia ini mudah meledak jika terkena benturan,
gesekan pemanasan, api, dan sumber nyala lain bahkan
tanpa oksigen atmosferik. Ledakan akan dipicu oleh
suatu reaksi keras dari bahan.
Contoh: KClO3, TNT, NH4NO3
4. Irritant (mudah mengiritasi)
Lambang: I
Bahan dengan simbol ini bisa menyebabkan iritasi, gatal
– gatal, atau terbakar. Sebaiknya hindarkan kontak
langsung dengan kulit.
Contoh: NaOH, Cl2, dan C6H5OH

5 Flammable (mudah terbakar)


Lambang: F
Bahan ini memiliki titik nyala rendah, mudah terbakar
dengan api bunsen, permukaan metal panas atau dengan
loncatan bunga api.
Contoh: minyak terpentin
6 Harmful (berbahaya)
Lambang: Xn
Bahan ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan jika
terhitup, tertelan, atau kontak dengan kulit
Contoh: etilen glikol, diklorometan

ss
x

7 Toxic (Beracun)
Lambang: T
Bahan ini dapat menyebabtkan sakit yang serius jika
terhirup, tertelan, dan terabsorbsi melalui kulit bahkan
kematian. Sebaiknya hindari kontak langsung dengan
kulit
Contoh: methanol, benzene
8 Dangerous for the Environment (berbahaya bagi
lingkungan)
Lambang: N
Bahan kimia yang berbahaya bagi satu atau beberapa
komponen lingkungan serta dapat menyebabkan
kerusakan ekosistem. Hindari kontak atau bercampur
dengan lingkungan yang dapat membahayakan makhluk
hidup
Contoh: Tributil timah klorida, Tetraklorometan,
Petroleum bensin
(Wardiyah, 2016)

3. Seorang praktikan telah selesai melaksanakan praktikum dengan metode titrasi asam
basa. Praktikan membuang seluruh bahan yang tersisa dari praktikum tersebut ke wastafel
sambil mencuci alat-alat yang telah dipakai. Label yang ditempelkan pada alat-alat pun
ikut tercuci di bak wastafel sehingga seluruh limbah dan sampah masuk ke dalam lubang
wastafel. Pada keesokan harinya, terdapat kabar bahwa pipa saluran pembuangan mampat
sehingga wastafel untuk sementara tidak bisa digunakan. Analisis akar masalah dari
kejadian tersebut! Bagaimana pembagian pembuangan limbah yang seharusnya
dilakukan?
Jawab:
Menurut saya, akar dari permasalahan kejadian tersebut adalah kecerobohan
praktikan yang langsung mencuci alat – alat termasuk labelnya secara langsung dan tidak
melepaskan label terlebih dahulu sehingga seluruh limbah dan sampah masuk ke dalam
lubang wastafel sehingga membuat pipa saluran pembungan menjadi mampat.
Pembagian pembuangan limbah yang seharusnya dilakukan adalah dalam
laboratorium tempat sampah kertas, sarung tangan karet/plastik, dan tabung plastik harus
dipisahkan dari tempat sampah gelas/kaca/botol (Mardiana dan Rahayu, 2017). Menurut
saya, sebelum limbah – limbah dibuang ke lubang wastafel kita juga perlu mengetahui
apakah limbah - limbah tersebut memang tidak akan menimbulkan reaksi apapun jika
dibuang secara bersamaan.
Selain itu, adapun beberapa poin penting mengenai penanganan dan penampungan
limbah, yaitu:
a. Penanganan
Prinsip pengelolaan limbah berupa pemisahan dan pengurangan volume. Jenis
limbah harus diidentifikasi dan dipilah agar mengurangi keseluruhan volume limbah
secara berkesinambungan. Memilah dan mengurangi volume limbah klinis
merupakan syarat keamanan yang penting untuk petugas pembuangan sampah,
ss
x

petugas emergensi, dan masyarakat. Adapun hal – hal yang harus dipertimbangkan
dalam memilah dan mengurangi volume limbah, yaitu:
1) Kelancaran penampungan serta penanganan limbah
2) Pengurangan jumlah limbah yang memerlukan perlakuan khusus dengan
pemisahan limbah B3 dan non-B3.
3) Diusahakan sebisa mungkin menggunakan bahan kimia non B3.
4) Pengemasan serta pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk
mengurangi biaya, tenaga kerja, serta pembuangan.
Kunci pembuangan yang baik adalah dengan memisahkan langsung limbah
berbahaya dari semua limbah di tempat penghasil limbah. Masing-masing jenis
limbah ditempatkan ke dalam kantong atau kontainer yang sama untuk penyimpanan,
pengangkutan, serta pembuangan. Hal ini bertujuan untuk mengurangi kemungkinan
kesalahan petugas dan penanganannya.
b. Penampungan
Sarana penampungan limbah harus memadai, berada pada tempat yang pas,
aman, serta higienis. Cara yang efisien untuk penyimpanan limbah yang bisa dibuang
dengan landfill adalah pemadatan. Namun pemadatan tidak boleh dilakukan untuk
limbah infeksius dan limbah benda tajam.
c. Pemisahan limbah
Gunakan kantong berkode (umumnya menggunakan kode warna) untuk
memudahkan mengenal berbagai jenis limbah yang akan dibuang. Namun
penggunaan kode tersebut perlu perhatian secukupnya untuk tidak sampai
menimbulkan kebingunan dengan sistem lain yang mungkin juga menggunakan kode
warna.
(Mardiana dan Rahayu, 2017)
Berikut adalah contoh kode warna yang disarankan untuk limbah klinis

(Mardiana dan Rahayu, 2017)


Adapun warna kemasan atau wadah limbah B3, yaitu:
• Coklat → Limbah bahan kimia kadaluwarsa, sisa kemasan, dan limbah farmasi
• Merah → Limbah radioaktif
• Kuning → Limbah infeksius dan limbah patologis
• Ungu → Limbah sitotoksik
(Kemenkes RI, 2019)

ss
x

DAFTAR PUSTAKA

Harjanto, T., Suliyanto., dan Sukesi, E. 2011. Manajemen Bahan Kimia Berbahaya dan
Beracun sebagai Upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja serta Perlindungan
Lingkungan. BATAN: Pusat Teknologi Bahan Bakar Nuklir.
Kemenkes RI. 2019. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2019
Tentang Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta : Kemenkes RI.
Laboratory and Chemical Safety Committee. 2012. Laboratory Safety Manual. Tersedia
secara online di https://ehs.unc.edu/wp-
content/uploads/sites/229/2015/07/lab_safety_manual.pdf [Diakses pada 9 September
2021]
Mardiana dan Rahayu, Ira Gustira. 2017. Pengantar Laboratorium Medik. Jakarta:
Kemenkes RI
Muchtaridi. 2009. Keselamatan Kerja di Laboratorium. Tersedia secara online di:
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/06/keselamatan_laboratorium.pdf
[Diakses pada 9 September 2021]
Rahmantiyoko, A., Sunarmi, S., Rahmah, K., dan Slamet. 2019. Keselamatan dan Keamanan
Kerja Laboratorium. IPTEK Journal of Proceedings Series No. (4). ISSN (2354-6026).
Redjeki, Sri. 2016. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Kemenkes RI
Sisunandar.2015. Perencanaan, Pengembangan, dan Safety Laboratorium IPA. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Wardiyah. 2016. Praktikum Kimia Dasar. Jakarta : Kemenkes RI.

ss

Anda mungkin juga menyukai