Anda di halaman 1dari 18

IMPLEMENTASI TEORI-TEORI PEMBELAJARAN

DALAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BERDASARKAN


PARADIGMA PEMBELAJARAN ABAD KE-21

Disusun Guna Memenuhi Ujian Akhir Semester Teori-teori


Pembelajaran

Dosen Pengampu: Dr. Rahmat Hariyadi,M.Pd

Oleh :

MUHAMAD IMAM AHYARUDIN

NIM : 12010200043

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Era globalisasi dewasa ini dan di masa datang terus mempengaruhi
perkembangan sosial dan budaya masyarakat muslim Indonesia umumnya
atau pendidikan Islam secara khusus. Secara tidak langsung hal ini menuntut
masyarakat muslim untuk survive dan berjaya di tengah perkembangan dunia
yang kian kompetetif di masa kini dan abad ke 21. Milenium 21 adalah
peradaban yang banyak didominasi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Mengutip istilah Azyumardi Azra tanpa harus menjadikan sains
sebagai ”pseudo-religion” maju mundurnya masyarakat di masa kini dan
mendatang sangat bergantung kepada sains. hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi masyarakat muslim secara spesifik untuk mengembangkan
sains dan teknologi khususnya terkait muatan Pendidikan Agama Islam.1
Salah satu aspek kehidupan yang mendapat terpaan globalisasi yang paling
kuat adalah aspek ekonomi.2 Menjelang tahun 1980-an hingga 1990-an dunia
tercengang saat negara-negara berkembang (China Dan India) yang
sebelumnya menutup diri dari dunia luar justru membuka pintu ekonomi ke
dunia luar yang ditunjukan dengan aktifitas ekspor.
Rendahnya tingkat pendidikan akan menjadi salah satu penyebab
cepatnya masyarakat terseret oleh arus globalisasi dengan menghilangkan
identitas diri atau bangsa. Seiring berjalanya waktu pendidikan mengalami
transformasi yang sangat pesat. Menurut Adi sudrajat.3 Pendidikan
mengalami perubahan secara bertahap dimulai pada zaman penjajahan
belanda dengan konsep pendidikan agama berbasis pesantren yang
pembelajarannya dilakukan di surau atau masjid. Perkembangan dalam dunia

1
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Milenium III,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), hlm. 41.
2
Dolar David. Globalization, Poverty and Inequality since 1980. Dalam david held & ayse kaya (ed.),
Global Inequality, (Cambridge: polity, 2007), hlm. 73-103.
3
Adi Sudrajat. Pesantren sebagai Transformasi Pendidikan di Indonesia, (Vicratina: Jurnal Pendidikan
Islam. (2) 2017), hlm 64

1
pendidikan bisa diketahui semakin membaik. Di era abad 21 ini pendidikan
telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Pembelajaran abad 21
memberikan suatu konsep bahwa keterampilan harus di terapkan kepada
siswa karena nanti akan berpengaruh pada siswa ketika ada di dunia kerja.
Berkaca pada sistem pendidikan sebelumnya, peserta didik yang hanya
berpacu pada kemampuan akademik saja akan tertinggal di abad 21. Era
globalisasi memiliki banyak tantangan terutama dalam hal persaingan peluang
kerja. Penerapan keterampilan abad 21 dalam pembelajaran merupakan
tantangan bagi pendidik. Selain keterampilan, pentingnya penerapan dan
kolaborasi model, alat, media, strategi, serta metode yang modern serta
memudahkan pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Media dan alat pembelajaran yang digunakan juga modern
terutama di peradaban saat ini, semua hal serba online atau daring. Pemilihan
metode, model, strategi, serta metode dalam pembelajaran juga sangat penting
disesuaikan dengan lingkungan dan karakteristik peserta didik. Sebagaimana
dijelaskan oleh Asfiyak.4
Keterampilan pembelajaran abad 21 memiliki keterkaitan yang sangat
erat dengan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Pendidikan
Agama Islam merupakan mata pelajaran yang memiliki ruang lingkup sangat
luas dan memiliki konteks yang tergolong ambigu/rancu sehingga
memungkinkan peserta didik dapat bertanya, menganalisa hukum, syari’at
yang terdapat dalam pembelajaran. Hal tersebut bisa dilakukan dengan cara
menerapkan keterampilan berfikir secara kritis, mampu menumbuhkan sikap
kreatif dan komunikatif serta mampu berkolaborasi dengan teman sejawat.
Dalam hal evaluasi, guru menilai peserta didik menggunakan penilaian
autentik yang merupakan pengembangan dari kurikulum 2013. Dalam
mengevaluasi guru, kepala sekolah juga sering mengadakan supervisi untuk
pengecekan proses pembelajaran oleh pendidik dan peserta didik. Pendidikan
Nasional abad 21 bertujuan untuk mewujudkan citacita bangsa, yaitu

4
Asfiyak. Kajian Filosofis Dan Antropologis Tentang Fenomena Ikhtilaf Dalam tradisi pemikiran
muslim. (Vicratina: Jurnal Pendidikan Islam (2) 2016). hlm. 10

2
masyarakat bangsa Indonesia yang sejahtera dan bahagia, dengan kedudukan
yang terhormat dan setara dengan bangsa lain dalam dunia global, melalui
pembentukan masyarakat yang terdiri dari sumber daya manusia yang
berkualitas, yaitu pribadi yang mandiri, berkemauan dan berkemampuan
untuk mewujudkan cita-cita bangsanya.
Dalam perjalanan sejarah, peradaban umat manusia tidak terlepas dari
peran pendidik. Nabi Muhammad Saw dalam melaksanakan fungsinya
sebagai pendidik utama tidak hanya dibekali oleh Al-Qur’an semata sebagai
petunjuk dalam menjalankan kehidupan melainkan dibekali juga dengan
kepribadian dan karakter istimewa. Beliau adalah orang yang suka melakukan
refleksi dan merenung tentang alam lingkungan, masyrakat sekitar dan Tuhan.
Pendidikan Islam ialah pendidikan yang bertujuan untuk mengarahkan,
membimbing peserta didik dalam perkembangannya, baik dari segi jasmani
maupun rohani untuk menuju terbentuknya suatu kepribadian yang baik pada
peserta didik nantinya yang didasarkan pada hukum-hukum Islam.
Pendidikan Islam juga harus mampu menyesuaikan sistem dan
pengelolaannya sesuai dengan perkembangan zaman. Hal ini ditujukan demi
kepentigan tidak hanya pendidik dan peserta didik saja, akan tetapi semua
pihak yang terkait demi meningkatkan tata kelola dunia pendidikan Islam di
Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana paradigma pembelajaran abad ke-21 dalam konteks PAI?
2. Apa saja macam-macam teori pembelajaran yang relevan bagi
pembelajaran PAI?
3. Bagaimana penerapan teori pembelajaran dalam pembelajaran PAI
berdasarkan paradigma pembelajaran abad ke-21?

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Paradigma Pembelajaran Abad Ke-21 Dalam Konteks PAI
Tokoh yang mengembangkan istilah paradigma dalam dunia ilmu
pengetahuan adalah Thomas S. Khun, menurutnya paradigma adalah suatu
asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang umum. Secara singkat dapat dikatakan
paradigma adalah “carapandang, kerangka berfikir, nilai-nilai atau cara
memecahkan sesuatu masalah yang dianut oleh suatu masyarakat pada masa
tertentu”.5 Paradigama tidaklah mesti statsis sebaliknya harus dinamis,
terlebih menyangkut pendidikan yang mana sangat erat kaitannya dengan
berbagai aspek kehidupan masyarkat yang senantiasa berubah dan
berkembang khususnya di era globaliasasi. Perubahan paradigma menurut
Harefa melalui dua cara yakni: 1) inside out, yakni dilakukan secara sadar dan
sukarela. 2) outside in, yakni sifatnya lebih memaksa, dimana seseorang
mengubah atau menggeser paradigmanya agar dapat terhindar dari berbagai
bentuk abnormalitas dan deviasi lainnya.6 Perubahan paradigma dalam
pendidikan ini dihimpun oleh Surakhmad dalam Pendidikan Islam yang
berorientasi ke masa silam menjadi berorientasi ke masa depan: 1) peralihan
dari pendidikan yang mngutamakan nilai kehidupan budaya feudal
aristokrasi ke pendidikan yang mengalahkan kehidupan nilai budaya
demokratis, 2) peralihan pendidikan yang memihak kepada kepentingan
penguasa menuju kepentingan masyarakat, 3) pengalihan pendidikan yang
terpusat sentralistik beralih kepada pengelolaan pendidikan berbasis
kekuatan masyarakat, 4) peralihan sikap kependidikan yang mengutamakan
keseragaman ke sikap pendidikan yang menghargai keberagaman7.
Kedatangan Islam ke Indonesia pada abab ke-6 M telah mengambil
peran yang sangat signifikan dalam kegiatan pendidikan. Hal tersebut

5
Azra, Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Milenium III. (Bandung: PT
Rosda Karya. 2010). Hlm. 52
6
Ibid., hlm. 54
7
Ibid., hlm. 57

4
dilatarbelakangi oleh beberapa factor sebagaimana yang diungkapkan oleh
Abuddin Nata.8
1. Islam memiliki karakter sebagai agama dakwah dan pendidikan.

Dengan karakternya tersebut maka Islam mengajak dan


membimbing manusia menuju kepribadian yang sesuai dengan
ajaran agama Islam. Hal ini yang mendorong umat Islam
membangun system pendidikan melalui pesantren, hingga lembaga-
lembaga pendidikan yang bersifat formal. Upaya umat Islam dalam
membangun lembaga pendidikan didasari motivasi keagamaan
akan kewajiban belajar dan mengajar sebagai bagaian dari ajaran
Islam. Membangun dan memajukan pendidikan termasuk ke dalam
tugas dan tanggung jawab pemeluk agama Islam.
2. Terdapat hubungan simbiotik fungsional antara ajaran agama Islam

dengan kegiatan pendidikan. Hal ini tergambar dalam kesatuan visi,


misi serta tujuan pendidikan tidak terlepas dari pondasi utamanya
yakni sumber ajaran Islam. Dengan dasar ajaran Islam maka
pendidikan yang dikembangkan memiliki watak humanism
theosentris, yakni pendidikan yang disadarkan kepada hasil cita,
rasa dan karsa manusia yang bersumber dari ajaran agama. Dengan
bantuan usaha pendidikan dengan berbagai macam corak dan
tingkatannya menyebabkan ajaran Islam membumi dan diamalkan
oleh masyarakat.
3. Islam melihat pendidikan sebagai sarana yang paling strategis untuk

mengangkat harkat dan martabat manusia dalam berbagai macam


bidang kehidupan. Hal ini diisyaratkan dalam ayat yang pertama
kali turun, yakni perintah membaca.
Sesuai dengan perkembangan dan tuntunan zaman, pendidikan Islam
telah menampilkan dirinya sebagai pendidikan yang fleksibel, responsive,
dan sesuai dengan perkembangan zaman, berorientasi kepada masa depan,

8
Abuddin Nata. Kapita Selekta Pendidikan Islam, 1st ed. (Depok: PT Raja Grafindo Persada, 2012),
hlm. 11

5
seimbang, berorientasi pada mutu yang unggul, egaliter, adil, demokratis,
dinamis. Sejarah menunjukan bahwa pendidikan Islam senantiasa mengalami
inovasi dari waktu ke waktu. Melalu inovasi inilah pendidikan Islam saat ini
muncul dengan berbagai model yang beragam. Bagi umat Islam sendiri, era
globalisasi dalam arti tukar menukar dan transmisi ilmu pengetahuan,
budaya, dan peradaban bukanlah hal yang baru. Sejuah ini sejarah mencatat
tedapat tiga fase dimana era globalisasi telah dilalui dan dijalankan dalam
pendidikan dunia Islam. Fase pertama, pada zaman klasik (abad ke 6-13M)
umat Islam telah membangun hubungan dan komunikasi yang intens dan
efektif dengan berbagai macam pusat peradaban dan ilmu pengetahuan yang
ada di dunia. Fase kedua, zaman pertengahan (abad ke 13-18M) Umat Islam
membangun hubungan dengan Eropa dan Barat. Umat Islam memberikan
kontribusi yang besar bagi kemajuan Eropa. Fase ketiga, di zaman modern
abad ke-19 hingga saat ini dimana muncul kesadaran umat Islam untuk
kembali membangun peradabannya melalui ilmu pengetahuan, budaya dan
teknologi dengen berbagai kajian dan penelitian. Umat Islam mulai
memperlajari berbagai kemajuan yang dicapai oleh Eropa dan Barat dengan
senatiasa mengedepankan nilai-nilai estetika dan moral sebagai cerminan
dari karakteristik Islami. Untuk menangkal pengaruh negatif dari globalisasi
tersebut salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui jalur pendidikan,
terutama pendidikan agama Islam.
Dampak era globalisasi mempengaruhi peran dan fungsi guru yang
mengalami perubahan secara drastis dan mendasar akibat dari kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya global yang cenderung
mengutamakan rasio, panca indara, dan materi yang berbasis pada anthropo-
centris yang pada akhirnya mengarah kepada sikap hidup materialisti,
hedonistik, sekuleristik, dan pargmatis. Penggunaan sains dan teknologi yang
memberi kemanfaatan bagi kehidupan manusia di satu sisi menyebabkan
semakin mengecilnya peran dan fungsi guru, bahkan dimensi sakralitas
seorang guru semakin tergeser. Melihat tugas guru sebagai agen perubahan
yang dapat menciptakan generasi-generasi unggul, hal ini tidaklah mudah.

6
Terlebih sebagai guru agama yang mana manusia moderen lebih
menggunakan rasionalitasnya dan cenderung mengabaikan dimensi
spiritualitasnya. Era globalisasi dengan segala dinamika yang ada menjadi
peluang dan tantangan bagi pendidik atau guru maka diperlukan
profesionalisme sebagaimana yang telah termaktub dalam UU No.14 tahun
2015 tentang guru dan dosen sehingga eksistensinya tidak lekang oleh zaman.
Pendidikan Agama Islam di era globalisasi menjadikan peluang untuk
mengisi kekosongan moral dan spiritual manusia modern disatu sisi sebagai
tantangan ketika ketidakmampuannya menjawab berbagai krisis serta
pembahruan yang dihadapi. Era globalisasi dengan segala unsur yang ada di
dalamnya, melahirkan berbagai paradigma baru dalam Pendidikan Agama
Islam melalui berbabagai macam kompenen pendidikan, sehingga
pendidikan Agama Islam bisa memberikan jawaban yang tepat atas berbagai
tantangan sesuai dengan zamannya. Oleh karenanya Pendidikan Agama
Islam membutuhkan SDM yang handal dan berkualitas. Melalui pendidik
yang profesional serta memiliki etos kerja dan komitmen yang tinggi,
menejemen berbasis sistem dan infrastuktur yang kuat, sumber daya yang
memadai, serta standar yang unggul. Dengan usaha yang sungguh-sungguh
dan mengembangkan berbagai model pembelajaran serta pemanfaatan
teknologi Pendidikan Agama Islam akan tetap pada eksistensinya, serta dapat
merubah tantangan menjadi peluang. Dengan adanya pendidikan agama
diharapkan peserta didik memiliki kepribadian yang yang baik guna
menghadapi arus globalisasi yang semakin berkembang pesat. Akhlak dan
budi pekerti harus ditekankan pada kehidupan manusia karena dengan
memiliki akhlak yang baik seseorang tidak mudah terpengaruh hal-hal
negatif yang datang dari budaya luar. Pendidikan agama bertujuan untuk
membentuk insan kamil yang bermuara pada pendekatan diri kepada Allah
dan kebahagiaan dunia dan akhirat.

7
B. Macam-Macam Teori Pembelajaran Yang Relevan Bagi Pembelajaran PAI
di Abad ke-21
Dalam dunia Pendidikan telah berkembang berbagai jenis teori belajar
yang dianggap paling sesuai untuk diimplementasikan di sekolah. Namun
seiring berkembangnya zaman, sudut pandang praktisi dan pakar
pendidikan juga mengalami pergeseran paradigma tentang konsep dan
tujuan pembelajaran yang hendak dicapai siswa. Teori belajar behavioristik
merupakan salah satu teori pembelajaran paling tua. Meski terdengar kolot
dan sudah semakin berkembang menjadi teori-teori baru yang dianggap lebih
baik untuk digunakan, teori behavioristik ini pun nyatanya masih banyak
digunakan dalam implementasi dunia pendidikan kita.
Teori Behavioristik adalah teori yang mempelajari perilaku manusia.
Perspektif behavioral berfokus pada peran dari belajar dalam menjelaskan
tingkah laku manusia dan terjadi melalui rangsangan berdasarkan stimulus
yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif respons hukum-hukum
mekanistik. Asumsi dasar mengenai tingkah laku menurut teori ini adalah
bahwa tingkah laku sepenuhnya ditentukan oleh aturan, bisa diramalkan,
dan bisa ditentukan. Menurut teori ini, seseorang terlibat dalam tingkah laku
tertentu karena mereka telah mempelajarinya, melalui pengalaman-
pengalaman terdahulu, menghubungkan tingkah laku tersebut dengan
hadiah. Seseorang menghentikan suatu tingkah laku, mungkin karena
tingkah laku tersebut belum diberi hadiah atau telah mendapat hukuman.
Karena semua tingkah laku yang baik bermanfaat ataupun yang merusak,
merupakan tingkah laku yang dipelajari.9 Teori ini berkembang dan
cenderung mengikuti aliran psikologi belajar, lantas menjadi dasar
pengembangan teori pendidikan dan pembelajaraan saat ini. Ciri dari
implementasi sukses teori belajar behavioristik ini adalah adanya perubahan
perilaku yang ditunjukkan seseorang setelah mengalami kejadian di masa
lampau. Seseorang dinyatakan belajar jika telah merespon suatu kejadian dan

9
Eni Fariyatul Fahyuni, Istikomah. Psikologi Belajar & Mengajar. (Sidoarjo. Nizamia Learning Center.
2016). Hlm. 27

8
menjadikan pembelajaran untuk tidak menggunakan respon yang sama di
masa depan, guna menghindari akibat yang pernah dialaminya.10
Implementasi teori belajar behavioristik dalam dunia pendidikan ini
dapat dilihat dari beberapa contoh. seperti penerapan hukuman
membersihkan halaman bagi siswa yang datang ke sekolah terlambat, siswa
disuruh lari lapangan jika tidak mengerjakan tugas atau PR. Teori ini cukup
menakutkan karena penekanan prinsip pemberian hukuman, akan tetapi
teori ini tak selamanya buruk. Pada kondisi tertentu siswa juga akan
mendapatkan penguatan berupa pujian, hadiah atau penghargaan lainya jika
menunjukkan sikap positif dalam pembelajaran. Sehingga, teori behaviorisme
dianggap merupakan pilihan metode pembelajaran yang tepat dan dianggap
mampu menghasilkan output yang diharapkan.11
Teori behaviorisme ini hingga sekarang masih banyak ditemui di
Indonesia. Hal ini nampak mulai dari pembelajaran di Kelompok Bermain,
Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Menengah, bahkan sekolah tinggi.
Pembentukan perilaku siswa dengan pembiasaan disertai reinforcement dan
punishment masih sering ditemui. Secara teori dan praktek yang telah
dilaksanakan, teori ini kurang menekankan aktivitas secara kognitif pada
anak. Sehingga anak cenderung belum dapat mengeksplorasi pegetahuan
secara optimal. Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak
mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel
atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan belajar yang dapat
diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak
mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam
hubungan stimulus dan respon. Selain itu, berdasarkan teori behavioristik ini,
potensi alami yang dimiliki oleh seorang anak seakan tidak dianggap bahkan
cenderung diabaikan. Hal inilah yang menyebabkan teori ini ditinggalkan

10
Freddy widya. Teori belajar abad 21: behaviorisme vs kognitivisme. Pendidikan guru sekolah dasar
(2018). hlm. 30.
11
Ibid., hlm 32

9
kemudian mengalami pergeseran dari teori behaviorisme ke teori belajar
kognitivisme.
Teori kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar
tanpa meremehkan faktor eksternal atau lingkungan sehingga pengetahuan
itu bersifat non-objektif, temporer, serta selalu berubah. Belajar merupakan
pemaknaan pengetahuan, sedangkan mengajar itu menggali makna. Pada
teori ini, otak berfungsi sebagai alat menginterpretasi sehingga muncul
makna yang unik, sehingga bisa memiliki pemahaman yang berbeda
terhadap pengetahuan yang dipelajari. Teori ini pun mengenal konsep bahwa
belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan
lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Jadi dengan adanya teori
kognitivisme seorang siswa akan memiliki pengetahuan dan pengalaman
yang lebih luas sehingga pengetahuan yang mereka dapatkan tetap setia
dalam ingatan.12
Pada teori kognitivisme seorang peserta didik dilatih untuk berpikir
secara cerdas untuk menyelelesaikan masalahnya. Peserta didik harus dapat
menggali pengetahuannya sendiri. Menurut tokoh psikologi Pendidikan Jean
Piaget menyatakan bahwa, teori belajar kognitivisme adalah suatu proses
belajar melalui interaksi antara individu dengan lingkungannya dengan
melibatkan proses berpikir atau bernalar.13 Jadi dalam teori ini lebih
menekankan pada pemaknaan dalam belajar, sehingga belajar tidak hanya
menghafal tetapi yang lebih penting adalah seorang peserta didik harus
menangkap makna dari proses belajar yang dia lakukan. Dengan adanya teori
kognitivisme peserta didik akan memiliki pengetahuan yang lebih luas.
Namun, pada teori kognitivisme peserta didik akan memiliki kemampuan
yang berbeda-beda. Perbedaan ini akan dapat menimbulkan kesenjangan
antar peserta didik, apabila seorang guru tidak dapat mengontrol perbedaan

12
Freddy widya. Teori belajar abad 21: behaviorisme vs kognitivisme. Pendidikan guru sekolah dasar
(2018): hlm. 35.
13
Jean Piaget. Tingkat Perkembangan Kognitif.(Jakarta: Gramedia, 2002). hlm 89

10
yang terjadi. Sehinggga, siswa yang pandai akan semakin pandai dan yang
kurang pandai akan semakin tertinggal.
Dari semua teori apabila dianalisis dan dilihat dapat bergeser dari satu
teori meuju ke teori yang lain, maka didalam dunia pendidikan tidak ada teori
yang abadi, dan dapat mendominasi sepanjang zaman. Karena teori dapat
bergeser sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan pemakainya.
Oleh karena itu, sebaiknya seorang pendidik tidak boleh mengatakan jika
salah satu dari teori ini dalah teori yang paling benar dan yang paling baik,
karena pada dasarnya masing-masing teori memiliki kelebihan dan
kelemahanya masing-masing. Tentunya akan lebih baik, jika seorang
pendidik dapat mengkombinasikan dari setiap teori belajar ini, untuk
menciptakan pembelajaran yang bermakna, apabila dari setiap teori kita
ambil segi positifnya kemudian kita padukan dengan segi positif dari teori
lain maka tujuan pembelajaran akan tercapai dengan efektif. Pendidik harus
dapat menciptakan suatu teori baru dengan kekuataan yang lebih baik, tetapi
juga jangan lupa untuk tetap memperhatikan kondisi dan kesiapan peserta
didik. Jadi, inilah sebenarnya yang dinamakan inovasi dalam pembelajaran.
Seorang guru harus dapat menciptakan inovasi baru. Sehingga guru tidak
hanya menggunakan teori belajar yang sudah ada dan menggganti nama teori
belajar lain agar terlihat baru. Namun, pendidik ketika akan menciptakan
inovasi pembelajaran akan lebih penting untuk memperbaiki substansinya
dengan tujuan pembelajaran yang terukur dan dapat dicapai dengan baik dan
optimal.
C. Penerapan Teori Pembelajaran Dalam Pembelajaran PAI Berdasarkan
Paradigma Pembelajaran Abad Ke-21.
P a d a era globalisasi ini pembelajaran menuntut kita untuk memiliki
keterampilan dalam dunia nyata serta peserta didik diharuskan mampu
untuk berfikir secara kritis mengingat pada abad ke-21 ini tantangan
pendidikan semakin tinggi seiring dengan kencangnya arus globalisasi.
Keterampilan ini sangat krusial bagi manusia dari segi negara maupun
budaya yang berbeda-beda untuk berinteraksi dalam dunia. Dalam hal ini

11
pendidikan agama islam sangatlah penting bagi peserta didik, dengan
adanya pembelajaran PAI diharapkan mampu menumbuhkan atau
menciptakan akhlak dan budi pekerti yang mulia terhadap peserta didik
sebagai bekal mereka dalam menghadapi arus globalisasi, dengan
dibekali ilmu agama yang benar kedepanya mereka dalam memilah dan
memilih tidak akan keluar dari koridor agamnya serta mereka mampu
berfikir kritis, kreatif dan mampu berkomunikasi dengan baik.
Pelaksanaan Pembelajaran Abad 21 dalam proses pembelajaran
Pendidikan Agama Islam memiliki banyak komponen mulai dari model
pembelajaran, metode pembelajaran, sumber belajar dan sebagainya. Salah
satu faktor yang mempengaruhi dalam pemilihan metode belajar adalah
faktor siswa, berkaitan dengan karakteristik siswa baik secara umum maupun
khusus atau personal dikarenakan karakter peserta didik sangat berpengaruh
dalam pembelajaran. Maka dari itu, guru harus mengetahui karakter peserta
didiknya sebelum memilih metode pembelajaran. Selain metode
pembelajaran guru juga harus kreatif dalam pwmilihan sumber belajar
supaya murid tidak mudah bosan dan dapat menerima pelajaran dengan
baik, salah satu sumber belajar yang dapat menunjang siswa dalam
pembelajaran diataranya internet, gagdeg, komputer dan lain-lain.
Gadget dan komputer juga termasuk sumber belajar dikarenakan dapat
memberikan sebuah informasi dalam proses belajar mengajar sesuai yang
dipaparkan oleh Abidin bahwa sumber belajar adalah segala suatu hal yang
dapat memberikan informasi atau pemaparan berupa teori, definisi, konsep,
dan pemaparan terkait pembelajaran.14 Sumber belajar juga diartikan sebagai
sesuatu yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran, baik secara
langsung maupun secara tidak langsung, sebagian atau secara keseluruhan.
Sumber belajar harus dikolaborasikan dan dilihat dari kondisi dan karakter
peserta didik, dikarenakan tidak ada sumber belajar yang efektif dan efisien

14
Abidin, Z. Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah, Pembelajaran Berbasis Proyek Literatur,
dan Pembelajaran Inkuiri dalam Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis. Profesi Pendidikan Dasar,
7(1), (2020). hlm. 52

12
dalam segala bentuk dan jenis materi pembelajaran serta dalam segala situasi.
Ada juga sumber belajar yang penggunaannya masih terbatas oleh kondisi
lingkungan belajar. Pembelajaran Abad 21 memiliki ciri khas dalam konsep
pembelajarannya yaitu beberapa kecakapan abad 21 yang harus di kuasai
peserta didik. terdapat 4 macam yang harus dikuasai oleh peserta didik yaitu,
(communication, collaboration, critical thinking, dan creative). Maka dari itu
konsep berfikir kritis harus dilakukan secara continue atau terus menerus
sesuai dengan paparan Fisher yang menyebutkan berpikir kritis ini sebagai
berpikir reflektif dan mendefinisikannya sebagai pertimbangan yang aktif,
terus-menerus, teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan
yang diterima.15 Kreatifitas juga harus diterapkan oleh guru dengan
mengkolaborasikan model pembelajaran berbasis proyek. Guru memberikan
penugasan di akhir semester berupa pembuatan film pendek berbasis PAI
yang mengandung hikmah kehidupan, sehingga peserta didik dapat
berkreasi dengan menuangkan ide masing-masing.
Haryono mengemukakan bahwa guna mewujudkan model
pembelajaran yang relevan dan kondusif untuk menyiapkan siswa menjadi
warga negara masyarakat gobal yang melek informasi dan pengetahuan abad
21, maka diperlukan strategi pembelajaran sebagai berikut. 16
1. Fokus pembelajaran pada praktik belajar lebih dalam (deeper
learning) dan belajar kemitraan baru. Belajar lebih dalam adalah
proses dimana individu menjadi mampu mengambil intisari apa
yang dipelajari dari satu situasi dan mengamplikasikannya pada
situasi lain. Belajar lebih dalam melibatkan lintas kompetensi
kognitif, interpersonal, dan intrapersonal.
2. Strategi pembelajaran mengaplikasikan strategi pedagogi yang

mendukung praktik deeper learning dan kemitraan baru. Hal ini


dimaksudkan untuk menyiapkan siswa agar mampu mencapai

15
Alec Fisher. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. (Jakarta: Erlangga. 2014). hlm. 87
16
Haryono. Model Pembelajaran Berbasis Peningkatan Keterampilan Proses Sains. Jurnal Pendidikan
Dasar. 7(1). (2006). Hhlm. 14-22.

13
kesuksesan di masyarakat yang berpengetahuan dengan kondisi
ekonomi dinamis yang dicirikan dengan kompleksitas, tidak
terprediksi, keterhubungan global, perubahan yang sekaligus
peluang, pembelajaran harus bergeser dari model
3. Pembelajaran langsung ke arah model pembelajaran penemuan
(inquiry based model). Pembelajaran berbasis masalah merupakan
salah satu strategi yang dapat dikembangkan pembelajar karena
pembelajaran ini tidak hanya mempresentasikan informasi tetapi
dalam jangka panjang juga menjadikan siswalebih terampil dalam
memecahan masalah).
4. Pemanfaatan teknologi diarahkan pada upaya membantu siswa
dalam mengembangkan keterampilan teknologis sebagai bagian dari
kompetensi abad 21. Pemanfaatan teknologi dalam dimensi produk
maupun proses diarahkan untuk meningkatkan keterlibatan
siswadalam proses belajar dan peningkatan pecapaian prestasi.
Teknologi memungkinkan individu oleh memperoleh akses
informasi (real-time data), memberikan simulasi tentang suatu objek
sebagaimana adanya (real world), dan mendapatkan peluang untuk
terkoneksi dengan berbagai objek belajar sesuai minat. Teknologi
dapat membantu dalam asesmen perkembangan performansi siswa,
serta memfasilitasi proses komunikasi dan kolaborasi.
5. Pendidikan informal dan belajar pengalaman berperan penting
dalam mengembangkan kompetensi peserta didik. Artinya
pembelajaran yang dikembangkan dan diterapkan kepada siswa
harus mempertimbangkan pengalaman belajar yang diperoleh di
luar kelas, oleh karena itu perlu mengembangkan berbagai aktivitas
untuk memperkaya pengalaman belajar siswa di luar kelas.
6. Assesmen dilakukan dengan pendekatan pedagogik
transformatif. Assesmen yang dikembangkan dimaksudkan untuk
mendukung keberhasilan proses pembelajaran yang berorientasi

14
pada pencapaian kompetensi abad 21 yaitu mampu menjangkau
seluruh aspek capaian pembelajaran.
7. Dukungan infrastruktur pembelajaran berperan penting dalam
pencapaian kompetensi abad 21. Ruang fisik dimana dan kapan
siswa melakukan proses belajar menjadi faktor pendukung yang
signifikan. Ruang fisik (physical space) mencakup aspek desain yang
fleksibel, memfasilitasi keterhubungan yang konstruktif, konfigurasi
perpustakaan yang menjadi pusat belajar, dan desain yang
memudahkan berhubungan dengan dunia luar yaitu dengan
komunitas yang lebih luas.

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kedatangan Islam ke Indonesia pada abab ke-6 M telah mengambil
peran yang sangat signifikan dalam kegiatan pendidikan. Sesuai dengan
perkembangan dan tuntunan zaman pendidikan Islam telah menampilkan
dirinya sebagai pendidikan yang fleksibel, responsive, dan sesuai dengan
perkembangan zaman, berorientasi kepada masa depan, seimbang,
berorientasi pada mutu yang unggul, egaliter, adil, demokratis, dinamis.
Pendidikan Agama Islam di era globalisasi menjadikan peluang untuk
mengisi kekosongan moral dan spiritual manusia modern disatu sisi sebagai
tantangan ketika ketidakmampuannya menjawab berbagai krisis serta
pembaharuan yang dihadapi. Era globalisasi dengan segala unsur yang ada
di dalamnya, melahirkan berbagai paradigma baru dalam Pendidikan
Agama Islam melalui berbabagai macam kompenen pendidikan, sehingga
pendidikan Agama Islam bisa memberikan jawaban yang tepat atas berbagai
tantangan sesuai dengan zamannya.
P a d a era globalisasi ini pembelajaran menuntut kita untuk memiliki
keterampilan dalam dunia nyata serta peserta didik diharuskan mampu
untuk berfikir secara kritis mengingat pada abad ke-21 ini tantangan
pendidikan semakin tinggi seiring dengan kencangnya arus globalisasi.
Keterampilan ini sangat krusial bagi manusia dari segi negara maupun
budaya yang berbeda-beda untuk berinteraksi dalam dunia. Mengingat hal
itu pendidikan agama islam sangatlah penting bagi peserta didik,
dengan adanya pembelajaran PAI diharapkan mampu menumbuhkan
atau menciptakan akhlak dan budi pekerti yang mulia terhadap peserta
didik sebagai bekal mereka dalam menghadapi arus globalisasi, dengan
dibekali ilmu agama yang benar kedepanya mereka dalam memilah dan
memilih tidak akan keluar dari koridor agamnya serta mereka mampu
berfikir kritis, kreatif dan berkomunikasi dengan baik serta mampu
bersaing dalam hal TIK.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2020. Pelaksanaan Pembelajaran Berbasis Masalah, Pembelajaran


Berbasis Proyek Literatur, dan Pembelajaran Inkuiri dalam
Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematis. Profesi Pendidikan
Dasar, 7(1). Diakses pada tanggal 15 Juni Pukul 08:00
http://doi.org/10.23917/ppd.v1i1.10736

Abuddin Nata. 2012. Kapita Selekta Pendidikan Islam, 1st ed. Depok: PT
Raja Grafindo Persada.

Adi Sudrajat (2017). Pesantren sebagai Transformasi Pendidikan di


Indonesia, Vicratina: Jurnal Pendidikan Islam. Diakses Pada 15 Juni
2021 Pukul 10:00 http://riset.unisma.ac.id.
/index.php/fai/article/view/824/813

Alec Fisher. 2014. Berpikir Kritis: Sebuah Pengantar. Jakarta: Erlangga. 2014.

Asfiyak , K. (2016). Kajian Filosofis Dan Antropologis Tentang Fenomena


Ikhtilaf Dalam tradisi pemikiran muslim. Vicratina: Jurnal
Pendidikan Islam (2). Diakses Pada Tanggal 15 Juni Pukul 09:00
http://riset.unisma.ac.id. /index.php/fai/article/view/163/167

Azra, 2010. Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah


Tantangan Milenium III. Jakarta: PT. Rosda Karya.

Azyumardi Azra. (2012). Pendidikan Islam Tradisi Dan Modernisasi Di


Tengah Tantangan Milenium III. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.

Dolar David. (2007). Globalization, Poverty and Inequality since 1980.


Dalam david held & ayse kaya (ed.), Global Inequality. Cambridge:
polity.

Eni Fariyatul Fahyuni. 2016. Istikomah. Psikologi Belajar & Mengajar.


Sidoarjo: Nizamia Learning Center.

Freddy widya. 2018. Teori belajar abad 21: behaviorisme vs kognitivisme.


Pendidikan guru sekolah dasar Diakses pada 14 juni 2021 Pukul 12:00
dari Binus university faculty of humanity

Haryono. 2006. Model Pembelajaran Berbasis Peningkatan Keterampilan


Proses Sains. Jurnal Pendidikan Dasar. 7(1).

Jean Piaget, 2002. Tingkat Perkembangan Kognitif. Jakarta: Gramedia.

17

Anda mungkin juga menyukai