Anda di halaman 1dari 13

Karya tulis ilmiah _dispepsia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari
nyeri ulu hati, mual, kembung, muntah, rasa penuh atau cepat kenyang dan
sendawa. Dyspepsia merupakan masalah yang sering ditemukan dalam
praktek sehari hari. Keluhan ini sangat bervariasi, baik dalam jenis gejala
yang ada maupun intensitas gejala tersebut dari waktu ke waktu. Bahkan pada
satu kasus saja keluhan ini dapat berganti-ganti dominasinya. (Dharmika,
2001 ; Hernomo 2003)
Menurut Talley 1995, dispesia dapat dibagi 2 kelompok berdasarkan
ada tidaknya gejala, yakni dispepsia organik ( Ulkus ) dan dispepsia
fungsional (non ulkus). Dispepsia ulkus adalah sindroma pada pencernaan
atas yang disebabkan karena adanya kerusakan organ lambung , hal ini
diketahui melalui pemeriksaan klinis USG atau endoskopi, sedangkan
dispepsia fungsional adalah sindroma gangguan pada pencernaan atas tetapi
tidak ditemukan adanya kerusakan lambnung.
Berdasarkan data yang diperoleh dari kunjungan rawat jalan maupun
rawat inap Puskesmas Tawang rejo dyspepsia masuk dalam 10 penyakit
terbanyak, yang mana pada rawat jalan dyspepsia urutan ke 5 , pada. Jumlah
pasien rawat jalan pada 3 bulan terakhir ini ( oktober- desember 2015)
sebanyak 188 orang atau 16,9% . rawat inap dyspepsia merupakan urutan
pertama dengan
Sebagai suatu gejala / sindrom ataupun kumpulan dari sindroma
dyspepsia bervariasi dari keluhan anoreksia, mual sampai dengan gejala yang
lebih berat seperti nyeri epigastrium , muntah, perdarahan / hematemesis
melena. Kumpulan keluhan ini berdampak pada perubahan nutrisi kurang dari

1
Karya tulis ilmiah _dispepsia

kebutuhan tubuh, resiko kekurangan volume cairan, nyeri dan kurang


pengetahuan, tentang penatalaksanaan diet dan proses penyakit.
Penyebab yang paling mendekati dari sindroma ini adalah penyakit
gastritis dan ulkus peptikum. Penyakit dasar ini menunjukkan gejala dalam
bentuk keluhan dispepsia yang diakibatkan oleh pola makan / diet tidak
teratur.
Mengingat dampak dan penyebab dispepsia, maka klien / pasien perlu
diberi penjelasan untuk dapat mengenali dan menghindari keadaan yang
potensial mencetuskan serangan dispepsia. Penekanan lebih ditunjukkan
untuk menghindari jenis makanan yang dirasakan sebagai faktor pencetus.
Pada diet porsi kecil tapi sering, makanan rendah lemak, hindari / kurangi
makanan yang spesifik ( kopi, alkohol, pedas, dll) akan banyak mengurangi
gejala terutama gejala setelah makan.

1.2 TUJUAN PENULISAN


 TUJUAN UMUM
Karya tulis ini dibuat sebagai kelengkapan persyaratan kenaikan Pangkat dan
Golongan
 TUJUAN KHUSUS
Merefresh kembali mengenai dispepsia di dalam praktek sehari-hari

1.3 MANFAAT
Karya tulis ini dapat memberi manfaat, yaitu ;
1. Manfaat teoritis, merefresh kembali mengenai gejala, pemeriksaan,
penegakkan diagnosa dan penatalaksaan dispepsia
2. Manfaat praktis:
dapat mengetahui penyebab dispepsia fungsional, yang bermanfaat dalam
praktek sehari-hari

2
Karya tulis ilmiah _dispepsia

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Dispepsia


Dispepsia adalah perasaan tidak nyaman atau nyeri pada abdomen bagian
atas atau dada bagian bawah . Salah cerna ( Indigestion ) mungkin digunakan
oleh pasien untuk menggambarkan dispepsia, gejala regurgitasi atau flatus
( Grace & Borley, 2006). Menurut Tarigan 2003, dispepsia merupakan
kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak diperut bagian atas
yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh saat
makan, cepat kenyang, kem bung, sendawa, anoreksia, mual, muntah,
heartburn, regurgitasi. Untuk dispepsia fungsional keluhan tersebut berlangsung
setidaknya selama tiga bulan terakhir dengan awitan gejala enam bulan sebelum
diagnosis ditegakkan.
Menurut Annisa ( 2009, dikutip dari Yaser 2004) prevalensi dispepsia
bervariasi antara 3% sampai 40 %. Variasi dalam angka prevalensi ini berkaitan
dengan perbedaan dalam definisi dispepsia pada penelitian tersebut.

2.2 Epidemiologi
Prevalensi pasien dispepsia di pelayanan kesehatan mencakup 30% dari
pelayanan dokter umum dan 50 % dari pelayanan dokter spesialis
gastroenterologi.
Mayoritas pasien Asia dengan dispepsia yang belum diinvestigasi dan
tanpa tanda bahaya merupakan dispepsia fungsional . Berdasarkan hasil
penelitian di negara – negara Asia ( Cina, Hongkong, Indonesia, Korea,
Malaysia, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam ). Didapatkan 43 –
79,5% pasien dengan dispepsia adalah dispepsia fungsional

3
Karya tulis ilmiah _dispepsia

Dari hasil endoskopi yang dilakukan pada 550 pasien dispepsia dalam
beberapa senter di Indonesia pada Januari s/d Juni 2015, didapatkan 44,7%
kasus kelainan minimal pada gastritis dan duodenitis, 6,5 % kasus dengan ulkus
gaster, dan normal 8,2 5 kasus.
Di Indonesia , data prevalensi infeksi Hp pasien ulkus peptikum ( tanpa
riwayat pemakaian obat-obatan anti inflamasi non steroid / OAINS ) bervariasi
dari 90-100% dan untuk pasien dispepsia fungsional sebanyak 20-40% dengan
berbagai metode diagnostic pemeriksaan serologi, kultur, dan histopatologi.
Prevalensi infeksi Hp pada pasien dispepsia yang mengalami pemeriksaan
endoskopik di berbagai rumah sakit pendidkan kedokteran di Indonesia tahun
2014 sebesar 10, 6 %.

2.3 Etiologi Dispepsia


Sebagai suatu gejala atau sindrom dispepsia dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit, Tarigan 2003. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan
dispepsia dapat dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1 Penyebab Dispepsia

Dalam lumen saluran cerna Pankreas


 Tukak peptik - Pankreatitis
 Gastritis - keganasan
 Keganasan keadaan sistemik

Gastroparese - Diabetes Militus

Obat-obatan - Penyakit Tiroid

 Anti Inflamasi Non steroid - Gagal Ginjal

4
Karya tulis ilmiah _dispepsia

 Teofilin - Kehamilan
 Digitalis - Penyakit jantung
 Antibiotik Gangguan Fungsional

Hepatobilier - Dispepsia Fungsional

 Hepatitis - Sindrom Kolon Iritatif


 Kolesistisis
 Kolelitiasis
 Keganasan
 Disfungsi spinkter oddi

Sumber ; Annisa ( 2009, dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
2001)

Tabel 2. Mekanisme terjadinya gejala dispepsia pada dispepsia fungsional


 Hipersensitivitas viseral
Meningkatnya persepsi distensi
Gangguan persepsi asam
Hipersensitivitas viseral sebagai konsekuensi inflamasi kronik
 Gangguan motilitas
Hipomotilitas antral post prandial
Menurunnya relaksasi fundus gaster
Gangguan pengosongan lambung
Refluks gastro esofageal
Refluk duodeno gaster
 Perubahan sekresi asam
Hyperasiditas

5
Karya tulis ilmiah _dispepsia

 Infeksi kuman helicobacter pylori


 Stress
 Gangguan dan kelainan fisiologis
 Predisposisi genetik

2.4 Klasifikasi Dispepsia

Berdasarkan ada tidaknya penyebab dan gejala maka dispepsia dibagi atas
dispepsia organik dan dispepsia fungsional. Dispepsia organik adalah apabila
penyebab dispepsianya sudah jelas. Misalnya ada ulkus peptikum, karsinoma
lambung, kholelitiasis, yang bisa ditemukan secara mudah. Dispepsia
fungsional adalah apabila penyebab dispepsianya belum jelas atatu tidak
didapati adanya kelainan pada pemeriksaan gastroenterologi konvensional atau
tidak ditemukannya adanya kerusakan organik dan penyakit-penyakit sistemik (
Tarigan 2003 )

Menurut Calcaneus 2010, klasifikasi klinis praktis didasarkan atas


keluhan / gejala yang dominan. Dengan demikian dispepsia dapat dibagi
menjadi 3 tipe yaitu dispepsia dengan keluhan seperti ulkus ( ulcus- like
dyspepsia ) dengan gejala yang dominan adalah nyeri ulu hati, dispepsia dengan
gejala seperti dismotilitas ( dysmotility like dyspepsia ) dengan gejala yang
dominan adalah kembung, mual, cepat kenyang, dan dispepsia non spesifik
yaitu dispepsia yang tidak bisa digolongkan dalam satu kategori diatas.

2.5 Patofisiolofi
Menurut Laksono 2011, terdapat hubungan antara skor keparahan
dispepsia dengan tingkat kerusakan mukosa lambung. Oleh karena itu, penting
untuk memahami fungsi motorik dan sekresi lambung untuk mengetahui
patogenesis dari sindroma dispepsia. Fungsi motorik lambung terdiri atas

6
Karya tulis ilmiah _dispepsia

penyimpanan , pencampuran dan pengosongan kimus ( makanan yang


bercampur dengan sekret lambung ) ke dalam duodenum ( Price & Wilson,
2006 ).
Dalam keadaan normal, makanan yang masuk ke dalam lambung
menimbulkan rangsangan taktil yang memulai terjadinya refleks vagal yang
mengakibatkan tonus otot dinding lambung berkurang secara progesif sehingga
makanan dapat ditumpuk lebih banyak lagi didalam lambung, sampai mencapai
limit kira-kira 1,5 liter. Makin banyak jumlah makanan didalam lambung,
makin hebat pula derajat distensi yang dialami oleh dinding lambung sehingga
menimbulkan reflek mienterik lokal dan refleks vagal yang lebih kuat.
Akibatnya aktivitas pompa pilorus meningkat dan aktifitas spingter pilorus
dihambat, sehingga sfingter pilorus berelaksasi, artinya sfingter membuka lebih
besardan kimus yang berada dalam pilorus dengan mudah masuk kedalam
duodenum. Jadi semakin banyak isi gaster semakin cepat pula pengosongannya
( Herman, 2004 ) Pengosongan lambung tergantung pada jenis makanan.
Biasanya berlangsung sekitar 1-4 jam, makanan yang mengandung protein,
lemak, makanan yang kental
Patofisiologi dispepsia terutama dispepsia fungsional dapat terjadi karena
bermacam-macam penyebab dan mekanisme. Penyebab dan mekanismenya
dapat terjadi sendiri atau kombinasinya. Pembagian dispepsia berdasarkan
gejalanya, seperti tercantum diatas, adalah untuk panduan manajemen awal
terutama untuk dispepsia yang tidak terinvestigasi .
patofisisologi yang dapat dibahas disini adalah:
a. Sekresi asam lambung dan konsumen duodenum.
Asam lambung dapat berperan dalam timbulnya keluhan dispepsia
fungsional . hal ini didasari pada efektifitas terapi anti sekreyorik asam dari
berbagai penelitian pasien dispepsia fungsional. Data penelitian mengenai
sekresi asam lambung masih kurang, dan laporan di Asia masih
kontroversial

7
Karya tulis ilmiah _dispepsia

b. Infeksi Helycobacter pylori


Prevalensi infeksi Hp pasien dspepsia fungsional bervariasi dari 39 %
sampai 87 %. Hubungan infeksi Hp dengan gangguan motilitas tidak
konsisten namun eradikasi Hp memperbaiki gejala-gejala dispepsia
fungsional
c. Perlambatan pengosongan lambung
20-40% pasien dispepsia fungsional mempunyai perlambatan waktu
pengosongan lambung yang singnfikan. Walaupun beberapa penelitian kecil
gagal untuk menunjukkan hubungan antara perlambatan waktu pengosongan
lambung dengan gejala dispepsia. Sebaliknya yang besar menunjukkan
adanya perlambatan waktu pengosongan lambung dengan perasaan penuh
setelah makan, mual dan muntah
d. Gangguan akomodasi lambung
Gangguan lambung proksimal untuk relaksasi saat makanan memasuki
lambung ditemukan sebanyak 40% pada pasienfungsional dispepsia yang
akan menjadi transfer prematur makanan menuju lambung distal. Gangguan
dari akomodasi dan transfer prematur makanan menuju lambung distal.
Gangguan dari akomodasi dan maldistribusi tersebut berkorelasi dengan
cepat kenyang dan penurunan berat badan.
e. Gangguan fase kontraktilitas saluran cerna
Gangguan fase kontraksi lambung proksimal terjadi setelah makan dan
dirasakan oleh pasien sebagai dispepsia fungsional. Hubungannya memang
belum jelas tetapi mungkin berkontribusi terhadap gejala pada sekelompok
kecil pasien.
f. Hypersensitivitas lambung
Hipersensitvitas viseral berperan penting dalam patof isiologi dispepsa
fungsional, dan sentrerutama peningkatan sensitivitas saraf sensorik perifer
dan sentral terhdap rangsangan reseptor kimiawi dan reseptor mekanik

8
Karya tulis ilmiah _dispepsia

intraluminal lambung bagian proximal. Hal ini dapat menimbulkan atau


memperberat gejala dispepsia.
g. Disritmia mioelektrikal dan dismotilitas antro- duodenal
h. Intoleransi lipid intra duodenal
i. Aksis otak – saluran cerna
j. Faktor psikososial
Gangguan psikososial merupakan salah satu faktor pncetus yang berperan
dalam dispepsia fungsional . derajat beratnya gangguan psikososial sejalan
dengan tingkat keparahan dispepsia. Berbagai penelitian menunjukkan
bahwa depresi dan ansetas berperan pada terjadinya dispepsia fungsional
k. Dispepsia fungsional pasca infeksi

2.6 Diagnosa Dispepsia


Untuk menegakkan diagnosa dispepsia, diperlukan anamnesa,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium sederhana, dan pemeriksaan
tambahan, seperti pemeriksaan radiologis, dan endoskopi. Pada anamnesa ada
tiga kelompok besar pola yang dikenal, yaitu:
 Dispepsia tipe ulkus ( gejalanya seperti terbakar, nyeri epigastrium
terutama saat lapar / epigastric hunger pain yang reda dengan pemberian
antasida dan obat anti sekresi asam
 Dispepsia type dismotility ( dengan gejala yang menonjol yaitu mual,
kembung dan anoreksia )
 Dispepsia non spesifik

Tidak semua pasien dispepsia dilakukan pemeriksaan endoskopi dan


banyak pasien yang ditatalaksana dengan baik tanpa pengobatan sehingga
diagnosis secara klinis agak terbatas kecuali bila ada alarm sign, seperti terlihat
pada tabel 4. Bila ada salah satu atau lebih pada tabel tersebut ada pada pasien,
sebaiknya dilakukan pemeriksaan endoskopi.

9
Karya tulis ilmiah _dispepsia

Tabel 4. Gambaran alarm sign untuk dispepsia

 Umur ≥ 45 tahun ( onset baru )


 Perdarahan dari rektal atau melena
 Penurunan berat badan ≥ 10 %
 Anoreksia
 Muntah yang persisten
 Anemia atau perdarahan
 Massa di abdomen atau limfadenopati
 Disfagia yang progresif atau odinofagia
 Riwayat keluarga keganasan saluran cerna bagian atas
 Riwayat keganasan atau operasi saluran cerna sebelumnya
 Riwayat ulkus peptikum
 Kuning ( jaundice )

Ulkus peptikum ditemukan hampir 5-15% pasien dengan dispepsia di


Amerika Utara. Ulkus duodenum yang kronik biasanya disebabkan oleh kuman
Helicobakter Pylori ( hampir 90% pasien terinfeksi ) dan ulkus gaster kronik
juga umumnya disebabkan kuman yang sama atau penggunaan OAINS
termasuk juga aspirin dosis rendah.

Dispepsia fungsional didefinisikan dengan adanya riwayat dispepsia


paling tidak minimal 3 bulan dan tidak ada bukti kerusakan struktural secara
nyata yang dapat menjelaskan gejalanya. Kategori diagnostik ini mencakup
hampir 60 % pasien dispepsia.

10
Karya tulis ilmiah _dispepsia

2.7 Manajemen Dispepsia


Manajemen optimal dispepsia terutama pasien baru dengan dispepsia yang
belum teridentifikasi serta tidak ada gambaran alarm, didominasi oleh
pengobatan H. Pylori secara empiris dengan anti bakteri. Pada pengobatan
tingkat pertama, terapi antisekretori secara empiris juga masih popular.
Manajemen dispepsia tanpa gambaran alarm meliputi :
1. Supresi asam secara empiris
2. Pemeriksaan H. Pylori non invasif dengan urea breath test
serologi, pemeriksaan antigen faeses dan pemeriksaan endoskopi
untuk kasus yang positif
3. Pemeriksaan H pylori non invasif dan eradikasi bila positif
4. Terapi eradikasi empiris H pylori tanpa pemeriksaan
5. Endoskopi dini

Pada dispepsia dengan gambaran alarm, diperlukan manajemen awal


dengan pemeriksaan endoskopi. Manajemen selanjutnya tergantung dari hasil
endoskopi tersebut.

Pada dispepsia fungsional, manajemennya hampir sama dengan dispepsia


tanpa gambaran alarm, antara lain dengan penekan asam secara empiris,
prokinetik, eradikasi H.pylori dan terapi psikologis.

11
Karya tulis ilmiah _dispepsia

Dyspepsia ( uninvestigated)

Age ≥ 55 or alarm features Age ≤ 55 or alarm features

HP ≤ 10 % HP ≥ 10 %

EGD
Test and treat for
St H.pylori
PPI trial

Test and treat for PPI trial


H.pylori

Re evaluate the history consider


other causes

PPI: Proton Pump Inhibitor

EGD: EosophagoGastro Duedenoscopy


Consider EGD

12
Karya tulis ilmiah _dispepsia

13

Anda mungkin juga menyukai