Anda di halaman 1dari 119

LAPORAN DISKUSI TUTORIAL

BLOK 13 SKENARIO B

Disusun oleh : Kelompok A4


Tutor : dr. Ziske Maritska, M.Si., Med.

Kemas Muhammad Alif 04011181924018


RA Fadila Septiany 04011181924019
Muhammad Faiz Rizani 04011181924028
Emmeralda Pancanitha 04011181924032
Annisa Zahra Kamilah 04011181924034
Riqqah Salsabila 04011181924035
Berlian Adellia 04011381924037
Qori Maha Rani 04011181924229
Herton Aguel Nabaho 04011181924061
Muhammad Rafi Arrasyid 04011181924073

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA PALEMBANG
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan karunia-Nya yang menyertai kami sehingga kami dapat menyelesaikan laporan
tutorial untuk pleno dari skenario B pada blok 13 ini. Laporan ini bertujuan untuk
memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian dari sistem pembelajaran KBK di
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada tutor kami, dr. Ziske
Maritska, M.Si., Med., yang telah meluangkan waktunya untuk mengarahkan dan
membimbing kami dalam menyelesaikan laporan tutorial ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan yang juga sudah
memberi kontribusi baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan,
serta menjaga keharmonisan saat menjalani proses tutorial. Kami mengucapkan pula
rasa terimakasih yang paling dalam kepada orangtua kami yang selalu mendukung
segala hal yang kami kerjakan berkenaan dengan pengembangan diri kami.
Kiranya laporan pleno ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.
Dalam penyusunan laporan pleno ini, kami menyadari masih banyak kekurangan dari
laporan ini, mengingat pengetahuan dan pengalaman kami masih sangat terbatas.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan. Terima
kasih.

Kelompok A4

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
KEGIATAN DISKUSI................................................................................................. 1
SKENARIO B BLOK 13 TAHUN 2021...................................................................... 2
I. KLARIFIKASI ISTILAH......................................................................................3
II. IDENTIFIKASI MASALAH................................................................................ 5
III. ANALISIS MASALAH........................................................................................ 6
IV. KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN................................................... 36
V. LEARNING ISSUES.......................................................................................... 38
VI. SINTESIS............................................................................................................ 39
6.1 Anatomi dan fisiologi jantung...................................................................39
6.2 Hipertensi.................................................................................................. 49
6.3 Congestive Heart Failure...........................................................................57
6.4 Pemeriksaan Fisik..................................................................................... 66
6.5 Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang...............................................78
6.6 Tatalaksana dan Prognosis………………………………………………99

VII. KERANGKA KONSEP.................................................................................... 110


KESIMPULAN......................................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 112

ii
KEGIATAN DISKUSI

Tutor : dr. Ziske Maritska, M.Si., Med.


Moderator : M. Faiz Rizani
Sekretaris Papan : Annisa Zahra Kamilah
Sekretaris Meja : Emmeralda Pancanitha
Presentan : Herton Aguel Nabaho
Pelaksanaan : 01 dan 03 Maret 2021

Peraturan Tutorial Skenario B Blok 13 Tahun 2021

1. Aktif dalam berdiskusi.


2. Dilarang berbicara diluar topik.
3. Makan tidak diperbolehkan, minum diperbolehkan.
4. Boleh izin ke WC.
5. Hp hanya digunakan saat klarifikasi istilah.
6. Menghargai pendapat orang lain.

1
SKENARIO B BLOK 13 TAHUN 2021
Mrs NS 60 years old came to the emergency department with acute onset
shortness of breath. She felt those symptoms since 2 days ago and getting
worsened since 5 hours before. She has night cough and nausea,
This lady has the history of untreated-longstanding hypertension, high cholesterol
blood-level, diabetes, and by-pass surgery for coronary artery disease at 55
She has no fever, chest pain, palpitation, cough with sputum, nausea, and
diarrhoea.
His father was died at 40 because of stroke, and his uncle has the history of stable
angina pectoris
She didn’t smoke, does a little exercise walking 3 km per hour once a week.
Physical Exam:
General Consideration:
GCS E4M6V5 Orthopnea ,BP 140/90 mmHg, PR 104 bpm, regular, RR 32 x/min,
height 162 cm, body weight 75 kg.
Specific Consideration
JVP (5+2) cmH2O, HR 104 bpm regular, grade 3/6 systolic murmur best heard in
left mid- clavicular line radiating to mid-axillary line, S3 gallop (+), bilateral
basal fine wet crackles (+), wheezing (-), liver: palpable 2 cm below the costal
arch,bilateral ankle edema (+).
Laboratory results:
Hemoglobin: 13,0 g/dl, WBC: 5600/mm3, Platelet: 230.000/mm3.
Total cholesterol 220 mg/dl, LDL 190 mg/dl, HDL 29mg/dl, Triglyceride
230mg/dl, fasting blood glucose 130 mg/dl. Ureum 40 mg/dl, Creatinine 0,7
mg/dl. Sodium 137 mmol/L, Potassium 3,8 mmol/L.
Urinalysis: normal finding.
Additional examinations:
ECG: Sinus Rhythm, Left Axix Deviation, HR 104 bpm, slow progression of R
wave, pathological Q wave in V1-V3, LV strain (+)
Chest X-ray: CTR 65%, shoe-shaped cardiac, Kerley’s B line (+), signs of
cephalization (+), flattening of cardiac waist.

2
I. KLARIFIKASI ISTILAH

No Istilah Pengertian
1 Nausea Sensasi tidak menyenangkan yang samar pada
epigastrium dan abdomen, dengan kecendrungan untuk
muntah. (Dorland)
2 Orthopnea Dispnea yang mereda pada posisi tegak. (Dorland)
3 Sinus Rhytm Irama jantung normal yang dimulai dari nodus
sinoatrial; pada orang dewasa sehat kecepatannya 60-90
denyut / menit (Farlex Partner Medical Dictionary ©
Farlex 2012)
4 S3 gallop Bunyi jantung ketiga dengan frekuensi lemah ditambah
dengan getaran pada awal diastole. (NCBI)
5 Murmur sistolik Murmur yang terjadi pada fase sistol; biasnaya karena
regurgitasi mitral atau trikuspid atau obstruksi aorta atau
arteri pulmonal, ini sering dibedakan sebagai ejection
atau regurgitation murmur dan berdasarkan waktu siklus
jantung. (Dorland)
6 Kerley's B line Refleksi penebalan dari kompartemen subpleural
intertitial yang merupakan karakteristik dari penyakit
katup mitral, gagal jantung ventrikel kiri sub-akut dan
kronik. (Chest Radiology 7th edition)
7 Untreated- Hipertensi yang tidak diobati terkenal dapat
longstanding meningkatkan risiko kematian dan sering digambarkan
hypertension sebagai silent killer. ( Medscape)
8 Stable angina pectoris Akibat dari iskemia miokard yang disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara suplai darah miokard dan
kebutuhan oksigen, dapat dipicu oleh aktivitas fisik dan
stres emosional (Medscape)
9 LV strain Elemen dimana depresi R-ST yang khas diikuti oleh
segmen ST cekung yang berakhir pada gelombang T

3
terbalik secara asimetris (NCBI)

10 Shoe shaped cardiac Temuan radiografi konvensional pada pasien dengan


TOF, dengan jari kaki sepatu dibentuk oleh apeks
jantung. (Radiological Society of North America)
11 Bilateral basal fine Suara paru-paru adventif yang terputus-putus, meledak,
wet crackles dan nonmusik yang biasanya terdengar saat inspirasi
dan kadang-kadang selama ekspirasi. (NCBI)
12 Cephalization Pembuluh di dada bagian atas lebih menonjol sebagai
manifestasi dari hipertensi vena paru. (NCBI)

II. IDENTIFIKASI MASALAH

No Kalimat Kesesuaian Prioritas


1 Mrs NS 60 years old came to the Tidak sesuai VVVV
emergency department with acute onset
shortness of breath.She felt those
symptoms since 2 days ago and getting
worsened since 5 hours before.

2 She has night cough and nausea. Tidak Sesuai VVV


3 This lady has the history of untreated- Tidak Sesuai VV
longstanding hypertension, high
cholesterol blood-level, diabetes, and by-
pass surgery for coronary artery disease at
55.His father was died at 40 because of
stroke, and his uncle has the history of
stable angina pectoris.
4 She has no fever, chest pain, palpitation, Tidak Sesuai VV
cough with sputum, nausea, and diarrhoea.
5 She didn’t smoke, does a little exercise Tidak Sesuai VV
walking 3 km per hour once a week.

4
6 Physical Exam: Tidak Sesuai V
General Consideration:
GCS E4M6V5 Orthopnea ,BP 140/90
mmHg, PR 104 bpm, regular, RR 32
x/min, height 162 cm, body weight 75 kg.
7 Specific Consideration Tidak Sesuai V
JVP (5+2) cmH2O, HR 104 bpm regular,
grade 3/6 systolic murmur best heard in
left mid- clavicular line radiating to mid-
axillary line, S3 gallop (+), bilateral basal
fine wet crackles (+), wheezing (-), liver:
palpable 2 cm below the costal
arch,bilateral ankle edema (+).
8 Laboratory results: Tidak Sesuai V

Hemoglobin: 13,0 g/dl, WBC: 5600/mm3,

Platelet: 230.000/mm3.
Total cholesterol 220 mg/dl, LDL 190
mg/dl, HDL 29mg/dl, Triglyceride
230mg/dl, fasting blood glucose 130
mg/dl. Ureum 40 mg/dl, Creatinine 0,7
mg/dl. Sodium 137 mmol/L, Potassium 3,8
mmol/L.
Urinalysis: normal finding.
9 Additional examinations: Tidak Sesuai V
ECG: Sinus Rhythm, Left Axix Deviation,
HR 104 bpm, slow progression of R wave,
pathological Q wave in V1-V3, LV strain
(+)
Chest X-ray: CTR 65%, shoe-shaped
cardiac, Kerley’s B line (+), signs of
cephalization (+), flattening of cardiac

5
waist.

*Alasan pemilihan prioritas : karena terdapat keluhan utama pasien dan


penyebab pasien datang ke emergency department

III. ANALISIS MASALAH


1. Mrs NS 60 years old came to the emergency department with acute onset
shortness of breath.She felt those symptoms since 2 days ago and getting
worsened since 5 hours before.
a. Bagaimana mekanisme dari sesak napas?
Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti
vaskular paru yang mengurangi kelenturan paru. Meningkatnya tahanan
aliran udara juga menimbulkan dispnea. Seperti juga spektrum kongesti
paru yang berkisar dari kongesti vena paru sampai edema interstisial dan
akhirnya menjadi edema alveolar, maka dispnea juga berkembang progresif.
Dispnea saat beraktivitas menunjukkan gejala awal dari gagal jantung kiri.
Ortopnea (atau dispnea saat berbaring) terutama disebabkan oleh
redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh yang di bawah ke arah
sirkulasi sentral. Reabsorpsi cairan interstisial dari ekstremitas bawah juga
akan menyebabkan kongesti vaskular paru-paru lebih lanjut. Dispnea
nokturnal paroksismal (paroxysmal nocturnal dyspnea, PND) atau
mendadak terbangun karena dispnea, dipicu oleh timbulnya edema paru
interstisial. PND merupakan manifestasi yang lebih spesifik dari gagal
jantung kiri dibandingkan dengan dispnea atau ortopnea.
b. Bagaimana tatalaksana sesak napas pada kasus?
 Ventilatory support
 Oksigen
 Ventilasi non-invasif
 ETT dan ventilasi invasive

6
Biasa mulai dengan 40-60% oksigen, titrasi sampak SpO2>90%. Hati-hati
pada pasien dengan retensi CO2.
c. Mengapa gejala yang dialami Mrs. NS semakin memburuk?
Karena Mrs. NS mengalami gagal jantung akut dimana gagal jantung
akut adalah serangan cepat/rapid onset adau adanya perubahan mendadak
gejala atau tanda gagal jantung, perburukan dapat terjadi dalam hitungan
hari ataupun minggu tapi beberapa berkembang dalam waktu jam sampai
menit.
d. Apakah sesak napas pada pasien berhubungan dengan gangguan struktural
dan fungsional jantung?
Pada gagal jantung, masalah utamanya adalah kerusakan dan kekakuan
serabut miokard, penurunan volume stroke dan pemeliharaan curah jantung
yang normal.
Pada pasien gagal jantung kongestif dengan pola nafas tidak efektif
terjadi karena ventrikel kiri tidak mampu memompa darah yang datang dari
paru-paru sehingga terjadi peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru yang
menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru.
Menurut Suratinoyo (2016) pada pasien gagal jantung kongestif sering
kesulitan mempertahankan oksigenasi sehingga mereka cenderung sesak
nafas. Seperti yang kita ketahui bahwa jantung dan paru-paru merupakan
organ tubuh penting manusia yang sangat berperan dalam pertukaran
oksigen dan karbondioksida dalam darah, sehingga apabila paruparu dan
jantung tersebut mengalami gangguan maka hal tersebut akan berpengaruh
dalam proses pernapasan. Gagal jantung kongestif menyebabkan suplai
darah ke paru-paru menurun dan darah tidak masuk ke jantung. Keadaan
ini menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru, sehingga menurunkan
pertukaran oksigen dan karbondioksida.

7
e. Bagaimana hubungan antara usia dan jenis kelamin terhadap gejala sesak
napas yang dialami pasien?
Usia yang semakin tua akan semakin berisiko menderita CHF
dikarenakan fungsi kerja jantung yg menurun seiring bertambahnya usia..
jenis kelamin laki-laki lebih berisiko menderita CHF dibandingkan
perempuan karena perempuan mempunyai hormon estrogen yang
berpengaruh terhadap bagaimana tubuh menghadapi lemak dan kolesterol.
f. Mengapa gejala baru muncul? Dan apa kemungkinan penyebab munculnya
gejala pada kasus?
Karena kondisi Mrs. NS yang sudah mengalami diabetes dan penyakit
lain yang sudah dideritanya menyebabkan penumpukan plak sehingga
terjadi aterosklerosis, oleh karena penumpukan plak dan adanya sumbatan
maka gejalanya pun baru muncul.
2. She has night cough and nausea.
a. Bagaimana mekanisme batuk dan mual pada kasus?
Batuk nonproduktif dapat terjadi akibat kongesti paru, terutama pada
posisi berbaring.
Timbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru adalah
ciri khas dari gagal jantung; ronki pada awalnya terdengar di bagian bawah
paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi. Semua gejala dan tanda ini dapat
dikaitkan dengan gagal ke belakang pada gagal jantung kiri. Gejala saluran
cerna yang seperti anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat disebabkan oleh
kongesti hati dan usus.
b. Mengapa batuk terjadi pada malam hari?
Batuk malam terjadi karena manusia biasanya tidur pada malam hari
sehingga tubuh akan ada dalam posisi berbaring dalam waktu yang cukup
lama, menyebabkan penumpukan cairan pada dada dan jantung. Batuk
nonproduktif dapat terjadi akibat kongesti paru
c. Bagaimana tatalaksana keluhan tambahan tersebut?
Keluhan itu merupakan gejala gagal jantung akibat dari akumulasi
cairan yang berlebihan. Gejala tersebut dapat ditangani dengan pemberian

8
obat yang mengurangi penumpukan cairan (pemberian diuretic),
menurunkan resistensi perifer (vasodilator).
Batuk juga bisa diakibatkan efek samping dari obat ACE inhibitor

3. This lady has the history of untreated-longstanding hypertension, high


cholesterol blood level, diabetes, and by-pass surgery for coronary artery
disease at 55. His father was died at 40 because of stroke, and his uncle has
the history of stable angina pectoris.
a. Apakah riwayat penyakit keluarga akan memperburuk prognosis dari
pasien?
Gagal jantung adalah gangguan kesehatan serius yang berhubungan
dengan angka kematian yang tinggi.
Terdapat beberapa faktor klinis yang penting pada pasien gagal
jantung yang memengaruhi respon terapi maupun prognosis:
 Tekanan darah sistolik yang tinggi saat masuk berhubungan dengan
mortalitas pasca perawatan yang rendah. Tekanan sistolik yang rendah
(<120mmhg) saat masuk rumah sakit menunjukkan prognosis
mortalitas yang lebih buruk
 Gangguan fungsi ginjal memengaruhi hasil akhir gagal jantung
 Pasien gagal jantung yang disertai PJK terdapat peningkatan mortalitas
pasca perawatan dibandingkan dengan pasien tanpa PJK
 Peningkatan natriuretic dan hyponatremia berpengaruh meningkatkan
mortalitas.
b. Apa hubungan riwayat penyakit keluarga dengan keluhan yang dialami?
Salah satu faktor risiko dari CHF adalah genetik, yang berarti dapat
diturunkan. Apabila memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit
yang jantung, otomatis risiko menderita penyakit jantung akan semakin
tinggi.
c. Bagaimana diagnosis dan diagnosis banding pada kasus?

9
d. Bagaimana hubungan antara riwayat penyakit terdahulu terhadap keluhan
yang dialami sekarang?
Karena kondisi Mrs. NS yang sudah mengalami diabetes dan penyakit
lain yang sudah dideritanya menyebabkan penumpukan plak sehingga
terjadi aterosklerosis, oleh karena penumpukan plak dan adanya sumbatan
maka gejalanya pun baru muncul dan memperberat keluhan yang dialami
sekarang.
e. Apa saja faktor resiko dari masalah di kasus?
Faktor resiko mayor meliputi usia, jenis kelamin, hipertensi, hipertrofi
pada LV, infark miokard, obesitas, diabetes.
Faktor resiko minor meliputi merokok, dislipidemia, gagal ginjal
kronik, albuminuria, anemia, stress, lifestyle yang buruk.
 Sistem imun, yaitu adanya hipersensitivitas.
 Infeksi yang disebabkan oleh virus, parasit, bakteri.

10
 Toksik yang disebabkan karena pemberian agen kemoterapi
(antrasiklin, siklofosfamid, 5 FU), terapi target kanker (transtuzumab,
tyrosine kinase inhibitor), NSAID, kokain, alkohol.
 Faktor genetik seperti riwayat dari keluarga.

4. She has no fever, chest pain, palpitation, cough with sputum, nausea, and
diarrhoea.
a. Apa diagnosis banding yang dapat disingkirkan dari informasi ini?
 Asma
 COPD
 Emboli paru
 Penyakit paru interstisial
b. Apa hubungan antara gejala tersebut dengan keluhan yang ada dikasus? 3
Gejala-gejala tersebut bisa untuk menyingkirkan diagnosis banding.

5. She didn’t smoke, does a little exercise walking 3 km per hour once a week.
a. Apakah latihan jasmani yang dilakukan pasien sudah tepat? 6
Belum tepat. Frekuensi yang dianjurkan 4-7 kali seminggu

11
b. Apakah merokok dapat memperberat keluhan/penyakit pada pasien?
Merokok mempercepat denyut jantung, merendahkan kemampuan
jantung dalam membawa dan mengirimkan oksigen, menurunkan level
HDL-C (kolesterol baik) di dalam darah, serta menyebabkan pengaktifan
platelet, yaitu sel-sel penggumpalan darah.
c. Apa pengaruh pola hidup mrs. NS terhadap keluhan yang dideritanya?
Pola hidup beperan dalam pengendalian faktor resiko dari keluhan
akibat penyakit jantung pasien.
 Berhenti merokok
Pasien pasca penyakit yang didasari proses atherosklerosis,
individu yang mempunyai faktor risiko atau yang sehat harus berhenti
total merokok baik rokok konvensional maupun elektrik, serta
menghindarkan diri dari lingungan yang penuh asap rokok.
 Pengedalian hipertensi
Pengendalian tekanan darah dapat dilakukan dengan cara non
farmakologis seperti pembatasan asupan garam, latihan fisik intensitas
sedang yang teratur, dan dengan mencapai berat badan ideal.

12
 Pengendalian berat badan berlebih
Berat badan harus dikendalikan hingga mencapai berat badan
ideal dengan indeks masa tubuh < 25 kg/m2. Pengendalian berat badan
dilakukan dengan pengendalian asupan kalori melalui pengaturan diet
terarah dan latihan fisik teratur
 Pengendalian dyslipidemia
 Pengendalian DM
 Pengendalian hidup sedentary / kurang aktivitas fisik

6. Physical Exam:
General Consideration:
GCS E4M6V5 Orthopnea ,BP 140/90 mmHg, PR 104 bpm, regular, RR 32
x/min, height 162 cm, body weight 75 kg.
a. Bagaimana nilai normal dan interpretasi dari pemeriksaan tersebut?
Nilai Pasien Nilai Normal Interpretasi
General Consideration
GCS E4M6V5 Skor 15 Skor 15 Sadar Sepenuhnya
Orthopnea (+) (-) Tanda gagal
jantung
BMI 28,6 18,5-22,9 Obesitas

b. Bagaimana patofisiologi yang abnormal pada kasus?


 Orthopnea
Orthopnea disebabkan oleh kongesti paru saat berbaring. Pada
pasien dengan gagal jantung kongestif, hal ini dapat terjadi karena
peningkatan tekanan pada vena pulmonal sehingga terjadi edema
pulmonal. Edema paru adalah suatu kondisi di mana paru-paru terisi
cairan. Penyebab paling umum edema pulmonal adalah gagal jantung
kongestif.
 Indeks Massa Tubuh
Gagal jantung merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas dan prevalensinya terus meningkat. Terdapat keterkaitan

13
antara obesitas dengan gagal jantung, diperkirakan obesitas dapata
menyebabkan 11% kasus gagal jantung pada pria dan 14% pada
wanita. Obesitas menyebabkan gagal jantung dengan memicu
perubahan hemodinamik dan miokard yang menyebabkan disfungsi
jantung, atau karena peningkatan predisposisi faktor risiko gagal
jantung lainnya.
c. Bagaimana target terapi dari hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan?
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pasien mengalami heart
failure jenis wet and cold. Dimana terdapat kongesti dan perfusi ke perifer
yang tidak adekuat. Sehingga untuk terapinya bisa berupa :

7. Specific Consideration
JVP (5+2) cmH2O, HR 104 bpm regular, grade 3/6 systolic murmur best heard
in left mid- clavicular line radiating to mid-axillary line, S3 gallop (+), bilateral
basal fine wet crackles (+), wheezing (-), liver: palpable 2 cm below the costal
arch,bilateral ankle edema (+).
a. Bagaimana patofisiologi yang abnormal pada kasus?
 Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah ≥
140/90 mmHg secara kronis. Hipertensi merupakan penyakit

14
multifactorial. Berbagai mekanisme yang berperan dalam peningkatan
tekanan darah, antara lain (Tanti dan Hustrini, 2016):
 Mekanisme neural: stres. aktivasi simpatis, variasi diurnal
 Mekanisme renal: asupan natrium tinggi dengan retensi cairan
 Mekanisme vaskular: disfungsi endotel, radikal bebas, dan
remodeling pembuluh darah;
 Mekanisme hormonal: sistem renin, angiotensin, dan aldosteron.
 Faktor lainnya seperti genetik, perilaku, dan gaya hidup juga
berpengaruh dalam hipertensi.
 Pulse Rate
Beberapa studi, serta konsensus ahli, menunjukkan bahwa nilai
HR istirahat orang dewasa normal berada antara 60 dan 90 denyut per
menit (bpm), dan American Heart Association mendefinisikan HR
sinus normal antara 60 dan 100 bpm (Avram, 2019).
Pasien dengan gagal jantung tidak mampu lagi memompa jantung
sebagaimana mestinya sehingga tubuh tidak mendapatkan cukup darah
dan oksigen.
 Respiratory Rate
Tingkat pernapasan normal berubah seiring bertambahnya usia,
RR normal adalah 12 hingga 20 kali/menit untuk orang dewasa yang
beristirahat. Namun, pada populasi lansia, individu dengan pernapasan
lebih dari 28 kali/menit dianggap takipnea (Chourpiliadis dan
Bhardwaj, 2020).
Edema paru ditandai dengan kongesti paru akibat preload atau
afterload yang meningkat secara akut, dengan onset yang cepat dan
gangguan pernapasan yang signifikan. Peningkatan kongesti paru yang
tiba-tiba menyebabkan penurunan Lung compliance
(kemampuan paru - paru untuk meregang dan berkembang ), yang
selanjutnya berkontribusi pada takikardia, takipnea, dan hipoksemia
(Harjola, et al. 2017).
 Murmur Sistolik

15
Murmur sistolik terjadi selama kontraksi ventrikel. Hal ini dapat
terjadi akibat :
1. Kebocoran pada katup atrioventrikular abnormal
2. Defek septum interventricular
3. Obstruksi saluran keluar ventrikel, yang dapat berupa supravalvular,
atau subvalvular (Mangla, 2020).
Murmur sistolik terjadi karena adanya stenosis katup mitral.
Pembesaran pada ventrikel kiri membuat katup mitral tidak dapat
menutup dengan sempurna dan menghasilkan aliran balik yang
menimbulkan munculnya murmur sistolik.
 S3 Gallop
Bunyi jantung ketiga (S3) adalah bunyi diastolik awal bernada
rendah. S3 terjadi ketika aliran darah yang deras dari atrium tiba-tiba
diperlambat oleh ventrikel . Hal ini dapat terjadi karena volume darah
yang masuk berlebihan, seperti yang dapat terjadi pada keadaan
hiperdinamik atau kondisi volume-loaded. Dengan penurunan
ventricle compliance (kemampuan ventrikel mengembang ketika diisi
dengan volume darah.), seperti yang dapat terjadi pada hipertrofi dan
disfungsi diastolik, jumlah darah yang masuk saat sistolik dapat
mengganggu elastisitas ventrikel dan menghasilkan S3 .Jika ada gagal
jantung, S 3 adalah tanda prognostik yang buruk. Kondisi yang terkait
dengan S 3 patologis meliputi:
 Disfungsi ventrikel sistolik dan / atau diastolic
 Penyakit jantung iskemik
 MR atau TR
 AR kronis dengan disfungsi sistolik
 Hipertensi sistemik dan paru
 Regurgitasi aorta akut
 Kelebihan volume - gagal ginjal
 Basilar Rales
Bunyi nafas abnormal (ronki) terdengar pada auskultasi hanya di
dasar paru. Mereka menunjukkan peradangan, cairan, atau infeksi di

16
kantung udara paru-paru. Bunyi paru ini sering merupakan tanda
sindrom gangguan pernapasan dewasa (ARDS), gagal jantung
kongestif dini , asma , dan edema paru.
 Pembesaran Hati
Pada gagal jantung yang kronis, ventrikel kanan pada saat sistol
tidak mampu memompakan darah keluar, sehingga tekanan akhir
diastol ventrikel kanan akan meninggi. Maka tekanan di atrium kanan
juga akan meninggi dan hal ini akan diikuti bendungan darah di vena
cava superior, vena cava inferior serta seluruh sistem vena. Hal ini
secara klinis dapat dilihat dengan adanya bendungan di vena hepatica,
sehingga menimbulkan hepatomegali.
 Edema Tungkai
Edema ekstremitas bawah sering muncul pada gagal jantung
dimana salah satu atau kedua ventrikel jantung kehilangan
kemampuannya untuk memompa darah secara efektif. Akibatnya,
darah bisa kembali ke tungkai, pergelangan kaki dan kaki,
menyebabkan edema. Pasien dengan AHF de novo mungkin lebih
jarang mengalami kelebihan cairan, sedangkan pasien dengan gagal
jantung kronis (CHF) yang memburuk lebih sering mengalami
kelebihan cairan. Cairan yang berlebih didalam tubuh salah satunya
juga ke kaki karena gaya gravitasi yang menyebabkan cairan turun ke
kaki saat berdiri dan membuat kaki menjadi edema (Medscape, 2020).
b. Bagaimana interpretasi dan nlai normal dari pemeriksaan tersebut? 4
Nilai Pasien Nilai Normal Interpretasi
Spesific Consideration
Tekanan Darah 140/90 mmHg <120/80 mmHg Hipertensi
Stadium 1
Pulse Rate 104 bpm 60-100 bpm Takikardi
Respiratory Rate 32 x/menit 12-20 x/menit Tachypnea
Jantung
JVP (5+2) cmH20 < 8 cmH2O Normal
Heart Rate 104 bpm 60-100 bpm Rapid Ventricular

17
Regular Regular Response
Systolic murmur Grade 3/6 (-) Tidak Normal
S3 gallop (+) (-) Disfungsi
Diastolik
Paru-paru
Basal Rales (+) (-) Tidak Normal
Wheezing (-) (-) Normal
Lainnya
Liver enlargement Palpable 2 cm below (-) Tidak Normal
the costal arch
Bilateral ankle edema (+) (-) Tidak Normal

8. Laboratory results:

Hemoglobin: 13,0 g/dl, WBC: 5600/mm3, Platelet: 230.000/mm3.


Total cholesterol 220 mg/dl, LDL 190 mg/dl, HDL 29mg/dl, Triglyceride
230mg/dl, fasting blood glucose 130 mg/dl. Ureum 40 mg/dl, Creatinine 0,7
mg/dl. Sodium 137 mmol/L, Potassium 3,8 mmol/L.
Urinalysis: normal finding.
a. Bagaimana interprestasi dan nilai normal pada pemeriksaan laboratorium?
1) Hemoglobin: 13,0 g/dl
Nilai Normal : 13.5 to 17.5 g/dL (Mayoclinic)
Interpretasi : Rendah
2) WBC: 5600/mm 3
Nilai Normal : 4500-11000/ uL (Ucsfhealth)
Interpretasi : Normal
3) Platelet: 230.000/mm 3
Nilai Normal : 150,000-450,000/mm3 (John Hopkins)
Interpretasi : Normal
4) Total cholesterol 220 mg/dl
Nilai Normal : < 200 mg/dL (Medical News Today)
Interpretasi : Tinggi
5) LDL 190 mg/dl

18
Nilai Normal : <100 mg/dl (Medical News Today)
Interpretasi : Tinggi
6) HDL 29mg/dl
Nilai Normal : >60 mg/dl (healthline)
Interpretasi : Rendah
7) Triglyceride 230mg/dl
Nilai Normal : <150 mg/dl (Mayoclinic)
Interpretasi : Tinggi
8) Fasting blood glucose 130 mg/dl
Nilai Normal : <99 mg/dl (cdc.gov)
Interpretasi : Diabetes
9) Ureum 40 mg/dl
Nilai Normal : 7-20 mg/dl (Mayoclinic)
Interpretasi : Tinggi
10) Creatinine 0,7 mg/dl
Nilai Normal : 0,6-1,2 mg/dl (healthline)
Interpretasi : Normal
11) Sodium 137 mmol/L
Nilai Normal : 135-145 mEq/L (Mayoclinic)
Interpretasi : Normal
12) Potassium 3,8 mmol/L
Nilai Normal : 3,6-5,2 mmol/l (Mayoclinic)
Interpretasi : Normal
13) Urinalysis: Normal finding
Interpretasi : Normal
b. Bagaimana patofisiologi yang abnormal pada kasus?
 Hemoglobin rendah
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah yang
berfungsi sebagai media tansport oksigen dari paru-paru ke seluruh
jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke
paru- paru ( Saadah, 2010 ). Hemoglobin merupakan suatu bahan yang
sangat penting dalam eritrosit dan dibentuk dalam sumsum tulang.

19
Hemoglobin ini dibentuk dari heme dan globin. Heme itu sendiri
adalah satu derivate porfirin yang mengandung besi dan kandungan zat
besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah
( Abdurrahman, 1985 )
 Total kolesterol tinggi
Hiperlipidemia, khususnya peningkatan LDL
(hiperkolesterolemia), adalah salah satu faktor risiko paling umum
yang berkontribusi pada evolusi aterosklerosis dan penyakit vaskular
yang diakibatkannya. Ini secara sederhana didefinisikan sebagai
peningkatan konsentrasi lipid atau lemak di dalam darah. Banyak
faktor yang berkontribusi pada perkembangan aterosklerosis, termasuk
kerusakan endotel, hiperlipidemia, faktor inflamasi dan imunologis,
erosi atau ruptur plak, hipertensi, dan merokok. Aterosklerosis
seringkali tidak menunjukkan gejala sampai stenosis plak mencapai 70
sampai 80% dari diameter pembuluh darah. (NCBI)
 LDL tinggi
LDL adalah produk hasil hidrolisis IDL, dimana 80% partikel
terdiri dari lipid dan 20% protein. Kadar LDL dalarn darah dikenal
sebagai faktor penting dalam penyakit aterosklerotik. Ukuran partikel
yang lebih kecil menyebabkan partikel ini lebih mudah masuk
kebawah tunika intima pembuluh darah. Adanya faktor cedera endotel
dibarengi dengan kolesterol LDL yang tinggi rnemperrnudah
terbentuknya aterosklerosis. Stress oksidatif bisa mernodifikasi LDL
rnenjadi LDL-teroksidasi dan/atau LDL-glikat. Bentuk-bentuk LDL
termodifikasi ini rnempunyai afinitas yang lebih rendah kepada
reseptor LDL (LDL-R) dan dapat dikenali oleh rnakrofag sebagai
benda asing sehingga rnernpermudah terbentuknya foam cell (IPD,
2014).
LDL beredar dalarn sirkulasi selama + 3 hari.12 Kernudian LDL
diarnbil oleh hepar dan sel perifer melalui LDL-R dirnana protein
LDL kernudian didegradasi dan kolesterol yang ada digunakan dalarn

20
rnetabolisme sel. Sekitar 33-66% LDL didegradasi rnelalui sistern
LDL-R, sedangkan sisanya melalui sistern sel scavenger (IPD, 2014).
 HDL rendah
Persentasi lipid dan protein pada HDL "dewasa" adalah sekitar 1:l
dan waktu paruh dalam plasma bervariasi 3,3 - 5,8 hari. Fungsi HDL
penting dalarn transpor kolesterol balik darijaringan perifer ke
hepar.ApoA-l adalah protein struktural utarna. Kadar HDL-C yang
tinggi diasosiasikan dengan penurunan risiko penyakit kardiovaskular
(IPD, 2014).
 Trigliserida meningkat
Beberapa penyebab peningkatan trigliserida serum yaitu
hiperlipidemia genetik, penyakit hati, sindrom nefrotik, hipotiroidisme,
diabetes mellitus, alkoholisme, gout, pankreatitis, penyakit von Gierke,
infark miokard akut, obat-obatan rnisalnya kontrasepsi oral, estrogen
dosis tinggi, beta-bloker, hidroklorotiazid, steroid anabolik,
kortikosteroid, serta gestasi (IPD, 2014). Trigliserida serum yang
rendah dapat disebabkan oleh keadaan abetalipoproteinemia,
malnutrisi, perubahan diet dalam 3 minggu, kehilangan berat badan,
latihan fisik, obat-obatan e.g. bloker alfa-1 reseptor (IPD, 2014).
 Gula darah puasa meningkat
Darah mengirimkan glukosa untuk memberi tubuh energi untuk
melakukan semua aktivitas sehari-hari seseorang. Hati mengubah
makanan yang dimakan seseorang menjadi glukosa. Glukosa
kemudian dilepaskan ke aliran darah. Pada orang sehat, kadar glukosa
darah diatur oleh beberapa hormon, terutama insulin. Insulin
diproduksi oleh pankreas, sebuah organ kecil di antara lambung dan
hati. Pankreas juga membuat enzim penting lainnya dilepaskan
langsung ke usus yang membantu mencerna makanan. Insulin
memungkinkan glukosa keluar dari darah ke dalam sel- sel di seluruh
tubuh untuk digunakan sebagai bahan bakar. (ijddr.in). Orang yang
menderita diabetes tidak menghasilkan cukup insulin (diabetes tipe 1)
atau tidak dapat menggunakan insulin dengan benar (diabetes tipe 2),

21
atau keduanya (yang terjadi dengan beberapa bentuk diabetes). Pada
diabetes, glukosa dalam darah tidak dapat bergerak secara efisien ke
dalam sel, sehingga kadar glukosa darah tetap tinggi. Ini tidak hanya
membuat kelaparan semua sel yang membutuhkan glukosa untuk
bahan bakar, tetapi juga merusak organ dan jaringan tertentu yang
terpapar kadar glukosa tinggi. (ijddr.in)
 Ureum tinggi
Peningkatan kadar urea darah disebut azoternia. Pada kadar yang
sangat tinggi dapat menyebabkan sindroma uremik. Peningkatan kadar
ureum dapat terjadi prerenal, renal dan post renal. Penyebab prerenal
dapat karena penurunan perfusi ginjal (gagal jantung kongestif, syok,
perdarahan, dehidrasi), peningkatan katabolisme protein atau diet
tinggi protein. Peningkatan renal karena penyakit ginjal seperti gagal
ginjal, nefritis glomerular dan tubular nekrosis. Peningkatan kadar
ureum postrenal dapat karena obstruksi saluran kemih misalnya oleh
urolitiasis. Penurunan konsentrasi ureum dapat terjadi karena asupan
protein rendah, muntah dan diare berat, penyakit hati dan kehamilan
(IPD, 2014).

9. Additional examinations:
ECG: Sinus Rhythm, Left Axix Deviation, HR 104 bpm, slow progression
of R wave, pathological Q wave in V1-V3, LV strain (+)
Chest X-ray: CTR 65%, shoe-shaped cardiac, Kerley’s B line (+), signs of
cephalization (+), flattening of cardiac waist.
a. Bagaimana patofisiologi abnormalitas pada pemeriksaan tersebut?
 Left Axis Deviation
Sumbu QRS normal adalah antara 0 ° dan 90 °. Jika sumbu
terletak antara 90 ° dan 180 °, kita berbicara tentang deviasi sumbu
kanan. Akankah kompleks QRS pada sadapan I dan aVF menjadi
positif atau negatif pada pasien dengan deviasi sumbu kanan?
(Malcolm, 2015).

22
Kompleks QRS pada sadapan aVF tetap positif, tetapi negatif
pada sadapan I.

Gambar: Deviasi sumbu kanan. Kompleks QRS negatif di sadapan I,


sedangkan di aVF positif.
Jika sumbu terletak di antara 0 ° dan −90 °, kita menyebut deviasi
sumbu kiri. Dalam hal ini, kompleks QRS pada sadapan I akan
menjadi positif, tetapi akan menjadi negatif pada sadapan aVF
(Malcolm, 2015).
 Takikardi
Jika detak jantung teratur, hitung jumlah kotak besar (0,2 detik) di
antara 2 kompleks QRS yang berurutan dan bagi 300 dengan angka ini.
Jumlah kotak waktu besar dibagi menjadi 300 karena 300 × 0,20 = 60
dan detak jantung dihitung dalam denyut per menit atau 60 detik.
Misalnya, jika ada 3 kotak besar di antara kompleks QRS, detak
jantungnya adalah 100 detak / menit, karena 300 ÷ 3 = 100. Demikian
pula, jika 4 kotak waktu besar dihitung di antara kompleks QRS, detak
jantungnya adalah 75 detak / menit.
Jika detak jantung tidak teratur, metode pertama tidak akan akurat
karena interval antara kompleks QRS bervariasi dari detak ke detak.
Dalam kebanyakan kasus, kertas grafik EKG diberi skor dengan tanda
pada interval 3 detik. Dalam kasus seperti itu, cukup hitung jumlah
kompleks QRS setiap 3 atau 6 detik dan kalikan jumlahnya masing-
masing dengan 20 atau 10.
 Slow progression of R wave

23
Peningkatan amplitudo gelombang R pada sadapan yang terletak
di atas ventrikel kiri menjadi dasar diagnosis EKG untuk hipertrofi
ventrikel kiri. Untuk mendiagnosis hipertrofi ventrikel kiri pada EKG,
harus terdapat peningkatan amplitudo gelombang R pada sadapan
yang terletak di atas ventrikel kiri dan peningkatan amplitudo
gelombang S pada sadapan yang terletak di atas ventrikel kanan.
Melihat Sadapan Prekordial
Umumnya, sadapan prekordial lebih sensitif daripada sadapan
ekstremitas untuk mendiagnosis hipertrofi ventrikel kiri. Kriteria yang
paling berguna pada sadapan prekordial adalah sebagai berikut:
1) Amplitudo gelombang R pada sadapan V5 atau V6 dijumlahkan
dengan amplitudo gelombang S pada sadapan V1 atau V2 melebihi
35 mm.
2) Amplitudo gelombang R pada sadapan V5 melebihi 26 mm.
3) Amplitudo gelombang R pada sadapan V6 melebihi 18 mm.
4) Amplitudo gelombang R pada sadapan V6 melebihi amplitude
gelombang R pada sadapan V5.
Semakin banyak kriteria yang cocok, semakin besar kemungkinan
seorang pasien menderita hipertrofi ventrikel kiri.
 Pathological Q wave in V1 -V3
Gelombang Q patologis adalah tanda infark miokard sebelumnya.
Mereka adalah hasil dari tidak adanya aktivitas listrik. Infark miokard
dapat dianggap sebagai lubang listrik karena jaringan parut mati secara
elektrik dan karenanya menghasilkan gelombang Q patologis.
Gelombang Q patologis bukan merupakan tanda awal infark miokard
tetapi umumnya membutuhkan waktu beberapa jam hingga berhari-
hari untuk berkembang. Setelah gelombang Q patologis berkembang,
mereka jarang hilang. Namun, jika infark miokard reperfusi lebih awal
(misalnya sebagai akibat dari PCI) jaringan miokard dapat pulih dan
gelombang Q patologis menghilang. Dalam semua situasi lain, mereka
biasanya bertahan tanpa batas.
 LV strain (+)

24
Beberapa teori telah dikemukakan untuk menjelaskan penyebab
kelainan ini, mulai dari aliran darah yang tidak memadai di lapisan
kapiler subendokardium (lapisan dalam miokardium yang terletak
tepat di bawah lapisan endokard ventrikel) hingga tumpang tindih
gaya depolarisasi dan repolarisasi. di wilayah otot yang menebal.
Tidak ada yang tahu pasti. Sampai saat ini, perubahan ini disebut
sebagai ketegangan, tetapi implikasi bahwa perubahan ini
mencerminkan ketegangan otot yang terlalu banyak bekerja dan
hipoksia telah terbukti lebih sederhana daripada yang sebenarnya, dan
istilah tersebut seharusnya dibuang
 Chest X-ray: CTR 65%
Kardiomegali pada CHF dapat terjadi akibat hipertrofi atau
dilatasi ruang jantung. Kardiomegali paling baik diperkirakan dengan
X foto thorax PA, dengan nilai CTR >50%. Cardiothoracic ratio (CTR)
adalah proporsi jantung terhadap rongga thorax, merupakan
pengukuran ukuran jantung dari pemeriksaan rontgen thorax.
 Shoe-shaped cardiac
Jantung yang 'berbentuk sepatu bot' ("cœur en sabot" dalam
bahasa Prancis) adalah deskripsi yang diberikan untuk penampakan
hati dalam beberapa kasus Tetralogy of Fallot. Ini menggambarkan
penampilan apeks jantung yang terbalik karena hipertrofi ventrikel
kanan dan segmen arteri pulmonalis cekung (radiopaedia).
 Kerley’s B line (+)
Kerley’s line menandakan adanya edema di paru. Edema di paru
ini diakibatkan oleh berkurangnya volume cardiac output yang bisa
dipompa jantung ke sistemik. Turunnya cardiac output menyebabkan
darah menumpuk di ventrikel kiri, atrium kiri, dan juga diparu-paru
sehingga menyebabkan edema paru. Kebocoran cairan ke dalam
interlobular dan interstisium peribronkial sebagai hasil dari
meningkatnya tekanan di kapiler. Ketika cairan bocor ke dalam
septum interlobular perifer, itu memperlihatkan Kerley B atau garis
septal. Kerley B terlihat sebagai garis horizontal pendek 1-2 cm di

25
perifer dekat sudut costaphrenicus. Garis ini tegak lurus terhadap
pleura.
 Signs of cephalization (+)
Akibat adanya peningkatan tekanan pada vena jugularis yang
disebabkan oleh kompensasi jantung (yang meningkatkan volume
darah yang kembali ke jantung) agar tetap dapat memenuhi kebutuhan
jaringan perifer. Sefalisasi aliran darah pulmonal ditemukan bila
tekanan vena pulmonalis melebihi tekanan interstisial pulmonal. Hal
ini mengakibatkan penumpahan cairan ke dalam interstisium pulmonal
dan selanjutnya hipoksia alveolar. Hipoksia mengakibatkan konstriksi
pembuluh darah paru-paru lobus bawah yang menyebabkan
redistribusi atau shunt aliran darah ke arah pembuluh darah lobus atas
yang mempunyai tekanan parsial oksigen lebih tinggi.
 Flattening of cardiac waist
Hal ini mengacu pada perataan batas jantung kiri, khususnya
kontur lengkung aorta dan batang paru yang berdekatan. Ini terlihat
pada kolaps lobus kiri bawah yang parah dan disebabkan oleh
perpindahan ke kiri dan rotasi jantung. Hal ini berbeda dengan tanda
batas jantung kiri lurus pada foto toraks yang terlihat pada
hemoperikardium akibat trauma tembus dada.
b. Bagaimana interprestasi dan nilai normal pada pemeriksaan tersebut?
No Keterangan Nilai normal Hasil Interpretasi
1. Sinus rhythm Sinus Sinus Normal
2. Axis Range (-30º)- Left axis Abnormal,
(+105º) deviation kemungkinan
terjadi LVH
3. Heart rate 60-100 bpm 104 bpm Takikardi
4. Gelombang R Progresi dari Slow R Abnormal,
V1-V6 wave kemungkinan
meningkat progression anteroseptal
MI atau
hipertrofi

26
ventrikel
5. Gelombang Q Durasi <0,03 Q patologis Abnormal,
s, pada V1- kemungkinan
kedalamannya V3 MI
< 3 mm
6. LV strain Tidak ada Ada Abnormal,
kemungkinan
LVH
7. CTR 42%-50% 65% Abnormal
(kardiomegali)
8. Shoe-shaped Apex Abnormal
cardiac jantung
naik
sehingga
terbentuk
seperti
sepatu
9. Kerley’s B Tidak tampak Tampak Abnormal
line
10. Sign of Tidak tampak Tampak Abnormal
cephalization
11. Flattening of Perbedaan <1,5 cm Abnormal
cardiac waist tinggi kedua
diafragma
adalah 1-1,5
cm

c. Bagaimana anatomi dan fisiologi jantung dan pembuluh darah ?


1) Anatomi Jantung
Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium dextrum, batas kiri oleh
auricula sinistra dan bawah oleh ventriculus sinister. Batas bawah terutama
dibentuk oleh ventriculus dexter tetapi juga oleh atrium dextrum; apex oleh

27
ventriculus sinister. Batas-batas ini penting pada pemeriksaan radiografi
jantung.
 Batas atas cor mencapai setinggi cartilago costalis 3 di sisi kanan
sternum dan spatium intercostale 2 di sisi kiri sternum.
 Batas kanan cor membentang dari cartilago costalis 3 kanan sampai di
dekat cartilago costalis 6 kanan.
 Batas kiri cor turun ke lateral dari spatium intercostale 2 sampai apex
yang terletak di dekat linea medioclavicularis di spatium intercostale 5.
 Batas bawah cor membentang dari ujung sternalis cartilago costalis 6
kanan sampai di apex pada spatium intercostale 5, dekat linea
medioclavicularis.

a) Atrium dextrum
Pada posisi anatomis, atrium dextrum membentuk batas kanan cor
dan merupakan bagian kanan facies anterior cordis. Darah kembali ke
atrium dextrum melalui salah satu dari 3 pembuluh darah yaitu:
 vena cava superior dan vena cava inferior, yang bersama-sama
mengalirkan darah ke cor dari seluruh tubuh: dan
 sinus coronarius, yang mengembalikan darah dari dinding cor itu
sendiri.
Vena cava superior memasuki bagian atas posterior atrium dextrum,
dan vena cava inferior dan sinus coronarius memasuki bagian posterior
bawah atrium dextrum.
Dari atrium dextrum, darah mengalir ke ventriculus dexter melewati
ostium atrioventriculare dextrum. Lubang ini menghadap ke depan dan

28
medial dan tertutup selama kontraksi ventriculus oleh valvula
atrioventricularis dextra/valvula tricuspidalis.
b) Ventriculus dexter
Pada posisi anatomis, ventriculus dexter membentuk sebagian besar
facies anterior cordis dan sebagian pars diaphragmatica. Ventriculus
dexter ini terletak di kanan atrium dextrum dan berlokasi di depan dan
sebelah kiri ostium atrioventriculare dextrum. Darah yang memasuki
ventriculus dexter dari atrium dextrum, dengan demikian bergerak ke
arah horizontalis dan ke depan.
Terdapat tiga musculi papillares di ventriculus dexter. Namanya
relatif disesuaikan dengan titik origonya di permukaan ventriculus, yaitu
musculi papillares anterior, posterior, dan septalis.
Valvula atrioventricularis dextra/valvula tricuspidalis
Ostium atrioventriculare dextrum tertutup selama kontraksi
ventriculus oleh valvula atrioventricularis dextra/valvula tricuspidalis
(valva atrioventricularis dextrum), dinamakan demikian karena biasanya
terdiri dari tiga cuspis atau daun katup.
Selama fase mengisi ventriculus dexter, valvula atrioventricularis
dextra/valvula tricuspidalis terbuka, dan ketiga cuspis berproyeksi ke
dalam ventriculus dexter.
Tanpa adanya mekanisme kompensasi, saat muscularis
ventriculorum berkontraksi, cuspis valvula akan terdorong ke atas
bersama aliran darah dan darah akan bergerak kembali ke dalam atrium
dextrum. Tetapi, kontraksi musculi papillares yang melekat pada cuspis
melalui chordae tendineae mencegah cuspis berbalik ke dalam atrium
dextrum.
Valva trunci pulmonalis
Di apex infundibulum, jalur aliran keluar ventriculus dexter, lubang
ke dalam truncus pulmonalis tertutup oleh valva trunci pulmonalis, yang
terdiri dari tiga valva semilunaris dengan tepi-tepi bebas yang
berproyeksi ke atas, ke dalam lumen truncus pulmonalis. Tepi superior
yang bebas dari setiap cuspis memiliki bagian tengah yang menebal,

29
noduli valvularum semilunarium; bagian tipis di lateral, lunulae
valvularum semilunarum.
Cuspisnya dinamai valvula semilunaris sinistra, dextra, dan, anterior,
relatif dengan posisi fetal valvula semilunaris ini sebelum rotasi jalur
aliran keluar dari ventriculi sempurn. Setiap cuspis membentuk sinus
berbentuk seperti kantung suatu dilatasi dinding bagian permulaan
truncus pulmonalis. Setelah kontraksi ventriculus, berbaliknya darah
mengisi sinus-sinus pulmonales ini dan memaksa cuspis menutup. Ini
mencegah darah di truncus pulmonalis mengisi kembali ventriculus
dexter.
c) Atrium sinistrum
Atrium sinistrum membentuk sebagian besar dasar atau facies
posterior cor. Seperti dengan atrium dextrum, atrium sinistrum secara
embryologis berasal dari dua struktur.
Separuh bagian posterior, atau bagian aliran masuk, menerima darah
dari 4 venae pulmonales. Bagian ini memiliki dinding halus dan berasal
dari parsproximalis venae pulmonales yang bersinambungan ke dalam
atrium sinistrum selama masa perkembangan.
Separuh bagian anterior bersinambungan dengan auricula sinistra.
Bagian ini berisi musculi pectinati dan berasal dari atrium primitif
embryonicum. Tidak seperti crista terminalis pada atrium dextrum, tidak
terdapat struktur jelas yang memisahkan dua komponen atrium sinistrum
ini. Septum interatriale merupakan bagian dinding anterior atrium
sinistrum. Daerah tipis atau cekungan di septum adalah valvula foraminis
ovalis dan berhadapan dengan lantai fossa ovalis atrium dextrum.
d) Ventriculus sinister
Ventriculus sinister terletak di anterior atrium sinistrum. Struktur ini
membentuk facies anterior, diaphragmatica, dan pulmonalis sinistra
cordis, serta membentuk apex.
Darah memasuki ventriculus melalui ostium atrioventriculare
sinistrum dan mengalir ke arah depan menuju apex. Ruangan ini

30
berbentuk kerucut, lebih panjang dari ventriculus dexter, dan memiliki
lapisan myocardium paling tebal.
Valvula mitralis
Ostium atrioventriculare sinistrum membuka ke dalam sisi posterior
kanan ventriculus sinister bagian superior. Ostium ini tertutup selama
kontraksi ventriculus oleh valvula mitralis (valvula atrioventricularis
sinistra), yang juga disebut sebagai valvula bicuspidalis karena memiliki
dua cuspis, cuspis anterior dan posterior, Di dasarnya, cuspis diamankan
oleh suatu cincin fibrosa yang mengelilingi ostium, dan saling
bersinambungan pada commisurae. Aksi terkoordinasi musculi papillares
dan chordae tendineae di sini serupa dengan yang telah digambarkan
pada ventriculus dexter.
Valva aortae
Vestibulum aortae, atau jalur aliran keluar ventriculus sinister,
bersinambungan dengan aorta ascendens di superior. Lubang dari
ventriculus sinister ke dalam aorta tertutup oleh valva aortae.
Valva ini serupa dengan struktur valva pulmonalis. Valva dari tiga
valvula semilunaris dengan tepi bebas yang menghadap ke atas, ke
dalam lumen aorta ascendens.
2) Anatomi Pembuluh Darah Jantung
Dua arteria coronaria berasal dari sinus aortae pada bagian awal
aorta ascendens dan menyuplai musculi dan jaringan lain dari cor.
A. Arteria coronaria dextra
Berasal dari sinus anterior aortae dari aorta ascendens. Arteri
ini berjalan kebawah di dalam sulcus atrioventricularis dextra, dan
pada pinggir inferior jantung, kemudian pembuluh ini melanjutkan
diri ke posterior sepanjang sulcus atrioventricularis untuk
beranastomosis dengan arteria coronaria sinistra di dalam sulcus
interventricularis posterior.
B. Arteria coronaria sinistra
Berasal dari sinus aortae sinistra aorta ascendens, lewat di
antara truncus pulmonalis dan auricula sinistra sebelum memasuki

31
sulcus coronarius. Posterior dari truncus pulmonalis, arteria ini
terbagi menjadi dua cabang terminal, ramus interventricularis
anterior dan ramus circumflexus.
3) Fisiologi Jantung
Jantung terdiri atas dua pompa yang terpisah, yaitu jantung kanan
yang memompakan darah ke paru, dan jantung kiri yang memompakan
darah ke organ-organ perifer. Selanjutnya, setiap bagian jantung yang
terpisah merupakan dua ruang pompa yang dapat berdenyut, yaitu terdiri
atas satu atrium dan satu ventrikel. Setiap atrium adalah suatu pompa
pendahulu yang lemah bagi ventrikel, yang membantu mengalirkan
darah masuk ke dalam ventrikel. Ventrikel lalu menyediakan tenaga
pemompa utama yang mendorong darah ke sirkulasi paru melalui
ventrikel kanan atau ke sirkulasi perifer melalui ventrikel kiri. Suatu
mekanisme khusus pada jantung, yang menyebabkan rangkaian kontraksi
terus-menerus yang disebut irama jantung, menjalarkan potensial aksi ke
seluruh otot jantung sehingga menimbulkan denyut jantung berirama.
Peristiwa yang terjadi pada jantung dimulai dari awal sebuah denyut
jantung sampai awal denyut jantung berikutnya disebut siklus jantung.
Setiap siklus diawali oleh pembentukan potensial aksi spontan di dalam
simpul sinus. Simpul ini terletak pada dinding lateral superior atrium
kanan dekat muara vena cava superior, selanjutnya potensial aksi
menjalar dari sini dengan kecepatan tinggi melalui kedua atrium dan
kemudian melalui berkas A-V ke ventrikel. Oleh karena adanya
pengaturan khusus dalam sistem konduksi dari atrium menuju ke
ventrikel, ditemukan perlambatan selama lebih dari 0,1 detik ketika
impuls jantung dihantarkan dari atrium ke ventrikel. Keadaan ini
memungkinkan atrium untuk berkontraksi mendahului kontraksi
ventrikel, serta memompakan darah ke dalam ventrikel sebelum terjadi
kontraksi ventrikel yang kuat. Jadi, atrium itu bekerja sebagai pompa
pendahulu bagi ventrikel, dan ventrikel selanjutnya akan menyediakan
sumber kekuatan utama untuk memompakan darah ke sistem pembuluh
darah tubuh.

32
Sistolik dan diastolik
Siklus jantung terdiri atas satu periode relaksasi yang disebut
diastolik, yaitu periode pengisian jantung dengan darah, yang diikuti oleh
satu periode kontraksi yang disebut sistolik. Lama berlangsungnya
keseluruhan siklus jantung termasuk sistol dan diastol, berbanding
terbalik dengan frekuensi denyut jantung. Sebagai contoh, bila frekuensi
denyut jantung adalah 72 denyut/menit, lama siklus jantung adalah 1/72
denyut/ menit–sekitar 0,0139 menit per denyut, atau 0,833 detik per
denyut.
Selama fase diastol ventrikel, aliran darah masuk kontinu dari
sistem vena ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan
ventrikel walaupun kedua bilik tersebut melemas. Karena perbedaan
tekanan ini, katup AV terbuka, dan darah mengalir langsung dari atrium
ke dalam ventrikel selama diastol ventrikel. Akhirnya, volume ventrikel
perlahan – lahan meningkat bahkan sebelum atrium berkontraksi.
Pada akhir diastol ventrikel, nodus sinoatrium (SA) mencapai
ambang dan membentuk potensial aksi. Impuls menyebar ke seluruh
atrium dan menimbulkan kontraksi atrium. Setelah eksitasi atrium,
impuls berjalan melalui nodus AV dan sistem penghantar khusus untuk
merangsang ventrikel. Ketika kontraksi ventrikel dimulai, tekanan
ventrikel segera melebihi tekanan atrium. Perbedaan tekanan yang
terbalik inilah yang mendorong katup AV tertutup.
Setelah tekanan ventrikel melebihi tekanan atrium dan katup AV
sudah menutup, tekanan ventrikel harus terus meningkat sampai tekanan
tersebut cukup untuk membuka katup semilunar (aorta dan pulmonal).
Dengan demikian, terdapat periode waktu singkat antara penutupan
katup AV dan pembukaan katup aorta. Karena semua katup tertutup,
tidak ada darah yang masuk atau keluar dari ventrikel selama waktu ini.
Interval ini disebut sebagai periode kontraksi ventrikel isometrik. Pada
saat tekanan ventrikel kiri melebihi 80 mmHg dan tekanan ventrikel
kanan melebihi 8 mmHg, katup semilunar akan terdorong dan membuka.
Darah segera terpompa keluar dan terjadilah fase ejeksi ventrikel. Pada

33
akhir sistolik, terjadi relaksasi ventrikel dan penurunan tekanan
intraventrikular secara cepat. Peningkatan tekanan di arteri besar
menyebabkan pendorongan darah kembali ke ventrikel sehingga terjadi
penutupan katup semilunar. Tidak ada lagi darah yang keluar dari
ventrikel selama siklus ini, namun katup AV belum terbuka karena
tekanan ventrikel masih lebih tinggi dari tekanan atrium. Dengan
demikian, semua katup sekali lagi tertutup dalam waktu singkat yang
dikenal sebagai relaksasi ventrikel isovolumetrik.
d. Apa diagnosis yang dapat ditegakkan dari skenario?
Diagnosis yang dapat ditegakkan dari skenario yaitu gagal jantung kongestif
(CHF).
e. Bagaimana level kompetensi dokter umum menangani kasus ini? 6

f. Bagaimana komplikasi dan prognosis dari diagnosis di skenario? 3 dan 6


Komplikasi:
 Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena
dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan
emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan
dengan pemberian warfarin.
 Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan
denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).
 Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dengan dosis ditinggikan.
 Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden
cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil
diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin
turut mempunyai peranan.
Prognosis:
Gagal jantung adalah gangguan kesehatan serius yang berhubungan
dengan angka kematian yang tinggi.

34
Terdapat beberapa faktor klinis yang penting pada pasien gagal
jantung yang memengaruhi respon terapi maupun prognosis:
 Tekanan darah sistolik yang tinggi saat masuk berhubungan dengan
mortalitas pasca perawatan yang rendah. Tekanan sistolik yang rendah
(<120mmhg) saat masuk rumah sakit menunjukkan prognosis mortalitas
yang lebih buruk
 Gangguan fungsi ginjal memengaruhi hasil akhir gagal jantung
 Pasien gagal jantung yang disertai PJK terdapat peningkatan mortalitas
pasca perawatan dibandingkan dengan pasien tanpa PJK
 Peningkatan natriuretic dan hyponatremia berpengaruh meningkatkan
mortalitas.
g. Bagaimana edukasi dan pencegahan pada kasus?
Edukasi yang diharapkan adalah agar pasien dapat meminimalisasi
ketidakmampuan fisik dan psikologis, memelihara kehidupan sosial, memulai
kembali pekerjaan yang disesuaikan dengan kapasitas fisik dan psikologis,
memperbaiki gaya hidup, yang dapat mencegah timbulnya disabilitas,
kekambuhan penyakit dan kematian. Edukasi dan konseling sebaiknya diberikan
pada pasien dan keluarganya dalam bentuk kelompok yang dapat saling
berinteraksi.
1) Faktor risiko penyakit
Pasien gagal jantung harus mengerti penyakit yang mendasari
timbulnya gagal jantung, bagaimana cara menstabilkan berat badan,
mengontrol asupan cairan dan garam. Pasien dengan penyakit jantung
hipertensi, dijelaskan bagaimana cara mengontrol tekanan darahnya dengan
farmakologis maupun non farmakologis, terapi yang diberikan, dan
dampak dari ketidakpatuhan terhadap regimen terapi, dan dampak
hipertensi terhadap organ lain serta prognosis.
2) Pengobatan dan tindakan yang telah dialami
Masalah utama dari pengobatan adalah ketidakpatuhan pasien terhadap
regimen terapi yang diberikan dokter yang merawatnya. Pasien harus
mengetahui dan mengerti tujuan pemberian masing-masing obat, manfaat,
serta efek samping yang dapat terjadi ketika mengonsumsi obat tersebut

35
3) Tata cara pengobatan
4) Rencana dan target pencegahan
Menerapkan pola hidup yang sehat, berhenti merokok, mengendalikan
BB dan tekanan darah, dan latihan fisik teratur
h. Bagaimana patogenesis gagal jantung? 3

IV. KETERBATASAN ILMU PENGETAHUAN

What I What I don’t What I have to How I Will


Learning Issues
Know Know Prove Learn
Anatomi dan Surface Katup-katup Struktur anatomi
Fisiologi Jantung anatomi, jantung dan jantung
fisiologi proses- proses
jantung fisiologi jantung
sederhana

36
Hipertensi Definisi Etiologi, Hubungan dengan Jurnal,
Patologi, kasus Textbok
Patofisiologi, Internet,
Diagnosis dan E-book
Diagnosis
Banding,
Manifestasi
klinis,
Komplikasi,
Faktor Resiko,
Tatalaksana

Gagal Jantung Definisi Etiologi, Hubungan dengan


Kongestif Patologi, kasus
Patofisiologi,
Diagnosis dan
Diagnosis
Banding,
Manifestasi
klinis,
Komplikasi,
Faktor Resiko,
Tatalaksana

Pemeriksaan Fisik Definisi, nilai Cara melakukan, Hubungan antar


normal interpretasi hasil hasil pemeriksaan
Pemeriksaan Definisi, nilai Cara melakukan, Hubungan antar
Laboratorium dan normal interpretasi hasil hasil pemeriksaan
Penunjang
Tatalaksana CHF Pencegahan Tatalaksana, Tatalaksana pada
dan Prognosis Prognosis, kasus dan
Edukasi Pasien prognosis pasien

37
V. LEARNING ISSUES
1. Anatomi dan fisiologi jantung
2. Hipertensi (patogenesis, komplikasi, dll)
3. Gagal jantung kongestif (etiologi, patofisiologi, diagnosis, diagnosis banding,
faktor risiko, komplikasi)
4. Pemeriksaan fisik (general consideration, spesific consideration)
5. Pemeriksaan (laboratory, additional)
6. Tata laksana gagal jantung dan prognosis

38
VI. SINTESIS
A. Anatomi dan Fisiologi Jantung
1. Anatomi Jantung
Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip piramid dan
terletak di dalam pericardium di mediastinum. Basis jantung dihubungkan dengan
pembuluh-pembuluh darah besar.
1.1. Permukaan Jantung
Jantung mempunyai tiga permukaan: facies sternocostalis (anterior), facies
diaphragmatica (inferior), dan basis cordis (facies posterior). Jantung juga
mempunyai apex yang arahnya ke bawah depan, dan kiri.
Facies sternocostalis terutama dibentuk oleh atrium dextrum dan
ventriculus dexter, yang dipisahkan satu sama lain oleh sulcus atrioventricularis.
Pinggir kanannya dibentuk oleh atrium dextrum dan pinggir kirinya oleh
ventriculus sinister dan sebagian auricula kiri. Ventriculus dexter dipisahkan dari
ventriculus sinister oleh sulcus interventricularis anterior.
Facies diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh ventriculus dexter
dan sinister yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis posterior. Permukaan
inferior atrium dextrum, dimana bermuara vena cava inferior, juga ikut
membenfuk facies ini.
Basis cordis, atau facies posterior terutama dibentuk oleh atrium sinistrum,
tempat bermuara empat vena pulmonalis. Basis cordis terletak berlawanan dengan
apex cordis.
Apex cordis, dibentuk oleh ventriculus sinister, mengarah ke bawah, depan dan
kiri. Pada daerah apex, denyut apex biasanya dapat dilihat dan diraba pada orang
hidup.

39
Gambar 1.1 Permukaan Jantung
1.2. Batas Jantung
 Batas kanan jantung: atrium dextrum
 Batas kiri: auricula sinistra dan bawah oleh ventriculus sinister.
 Batas bawah: ventriculus dexter tetapi juga oleh atrium dextrum;
 Apex: ventriculus sinister.
1.3. Struktur Jantung
Jantung dibagi oleh septum vertikal menjadi empat ruang: atrium dextrum dan
sinistrum dan ventriculus dexter dan sinister. Dinding jantung terdiri dari tiga
lapisan:
1. Paling luar, lapisan visceralis pericardium serosum (epicardium).
2. Di tengah, lapisan tebal otot jantung (miokardium).
3. Paling dalam, lapisan tipis (endocardium)
1.4. Ruang Jantung

40
Jantung normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang jantung atas dinamakan
atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi
sebagai pompa.
 Atrium Dextrum
Atrium dextrum terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil. Pada
permukaan jantung, pada tempat pertemuan atrium dextrum dan auricula
dextra terdapat sebuah sulcus vertikal, sulcus terminalis, yang pada
permukaan dalamnya berbentuk rigi disebut crista terminalis (secara
embriologis, tempat ini menunjukkan hubungan antara sinus venosus dan
atrium dextrum propria).
 Ventriculus Dexter
Ventriculus dexter membentuk sebagian besar facies anterior cordis, dan
terletak anterior terhadap ventriculus sinister. Dinding ventriculus dexter
jauh lebih tebai dibandingkan dengan dinding atrium dextrum.
 Atrium Sinistrum
Sama dengan atrium dextrum, atrium sinistrum terdiri atas rongga utama
dan auricula sinistra. Atrium sinistrum terletak di belakang atrium dextrum
dan membenfuk sebagian besar basis atau facies posterior jantung. Bagian
dalam atrium sinistrum licin, tetapi auricula sinistra mempunyai rigi-rigi
otot seperti pada auricula dextra.
 Ventriculus Sinister
Sebagian besar ventriculus sinister terletak di belakang ventriculus dexter.
Sebagian kecil menonjol ke kiri dan membentuk batas kiri jantung serta
apex cordis. Ventrlculus sinister berhubungan dengan atrium sinistrum
melalui ostium atrioventriculare sinistrum dan dengan aorta melalui
ostium aortae. Dinding ventriculus sinister tiga kali lebih tebal dari
dinding ventriculus dexter.
1.5. Katup Katup Jantung
Diantara atrium kanan dan ventrikel kanan ada katup yang memisahkan
keduanya, yaitu katup trikuspid, sedangkan pada atrium kiri dan ventrikel kiri
juga mempunyai katup yang disebut katup mitral atau bikuspid. Kedua katup

41
ini berfungsi sebagai pembatas yang dapat terbuka dan tertutup pada saat
darah masuk dari atrium ke ventrikel.
a) Katup Trikuspid
Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila
katup ini terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju
ventrikel kanan. Katup trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran
darah menuju atrium kanan dengan cara menutup pada saat kontraksi
ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid terdiri dari 3 daun
katup.
b) Katup Pulmonal
Setelah katup trikuspid tertutup, darah akan mengalir dari dalam ventrikel
kanan melalui trunkus pulmonalis. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi
arteri pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan
paru kanan dan kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup
pulmonalis yang terdiri dari 3 daun katup yang terbuka bila ventrikel
kanan berkontraksi dan menutup bila ventrikel kanan relaksasi, sehingga
memungkinkan darah mengalir dari ventrikel kanan menuju arteri
pulmonalis.
c) Katup Mitral atau Bikuspid
Katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju ventrikel kiri.
Seperti katup trikuspid, katup mitral menutup pada saat kontraksi ventrikel.
Katup bikuspid terdiri dari 2 daun katup.
d) Katup Aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta.
Katup ini akan membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga
darah akan mengalir keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup
pada saat ventrikel kiri relaksasi, sehingga mencegah darah masuk kembali
ke dalam ventrikel kiri.

42
Gambar 1.2 Anatomi Jantung Manusia
1.6. Pembuluh koroner
Dua arteria coronaria berasal dari sinus aortae pada bagian awal aorta
ascendens dan menyuplai musculi dan jaringan lain dari cor. Arteriae ini
mengelilingi cor di sulcus coronarius, dengan rami marginalis dan
interventriculare, di sulci interventriculare, dan mendekat menuju ke apex cordis.
Darah balik vena melewati venae cordis, yang sebagian besar bermuara ke
dalam sinus coronarius. Struktur vena besar ini berada di sulcus coronarius pada
facies posterior cordis, antara atrium sinistrum dan ventriculus sinister. Sinus
coronarius bermuara ke dalam atrium dextrum di antara ostium venae cavae
inferioris dan ostium atrioventriculare dextra.
Arteria coronaria dextra
berasal dari sinus anterior aortae dari aorta ascendens. Arteri ini berjalan
kebawah di dalam sulcus atrioventricularis dextra, dan pada pinggir inferior
jantung, kemudian pembuluh ini melanjutkan diri ke posterior sepanjang sulcus
atrioventricularis untuk beranastomosis dengan arteria coronaria sinistra di dalam
sulcus interventricularis posterior.
Cabang-Cabang Arteria Coronaria Dextra
 suatu cabang awal rami atriales, lewat di antara auricula dextra dan aorta
ascendens, memberikan cabang ramus nodus sinuatrialisis, yang lewat di
posterior mengelilingi vena cava superior untuk menyuplai nodus
sinuatrialis;

43
 suatu rami marginales dextra muncul saat arteria coronaria dextra
mendekati margo inferior (acutus) cordis. Cabang ini terus berjalan di
sepanjang margo inferior sampai di apex cordis:
 satu cabang kecil untuk nodus atrioventricularis saat arteria coronaria
dextra berjalan pada basis/facies diaphragmatica cordis; dan
 rami interventriculares posteriores, merupakan cabang terakhir, yang
terletak di sulcus interventricularis posterior.

Gambar 1.3 Pandangan anterior arteria coronaria


Arteria coronaria sinistra
berasal dari sinus aortae sinistra aorta ascendens, lewat di antara truncus
pulmonalis dan auricula sinistra sebelum memasuki sulcus coronarius. Posterior
dari truncus pulmonalis, arteria ini terbagi menjadi dua cabang terminal, ramus
interventricularis anterior dan ramus circumflexus.
Cabang-Cabang Arteria Coronaria sinistra
 Ramus interventricularis anterior (left anterior descending artery—
LAD) berjalan terus di sekeliling sisi kiri truncus pulmonalis dan turun
serong menuju apex cordis di sulcus interventricularis anterior.
 Ramus circumflexus berjalan terus di kiri sulcus coronarius dan sampai
di permukaan basis/facies diaphragmatica cordis. Biasanya rami ini
berakhir sebelum mencapai sulcus interventricularis posterior.

44
Arteria coronaria sinistra menyuplai sebagian besar atrium sinistrum dan
ventriculus sinister, dan sebagian besar septum interventriculare, termasuk
fasciculus atrioventricularis/ atrioventriculare bundle dan cabang-cabangnya.

Gamabr 1.4 Arteria coronaria sinistra


2. Fisiologi Jantung
Darah yang kembali dari sirkulasi sistemik masuk ke atrium kanan melalui
dua vena besar, vena kava satu mengembalikan darah dari level di atas jantung
(vena kava superior) dan yang lain dari level di bawah jantung (vena kava
inferior). Darah yang masuk ke atrium kanan telah kembali dari jaringan tubuh,
dimana O2 telah diambil darinya dan CO2 ditambahkan ke dalamnya. Darah yang
terdeoksigenasi parsial ini mengalir dari atrium kanan ke dalam ventrikel kanan,
yang memompanya keluar menuju arteri pulmonalis, yang segera membentuk
dua cabang, satu berjalan ke masing-masing dari kedua paru. Di dalam paru,
darah tersebut kehilangan banyak CO2 dan menyerap pasokan segar O2 sebelum
dikembalikan ke atrium kiri melalui vena pulmonalis yang datang dari kedua
paru. Darah kaya O2 yang kembali ke atrium kiri ini selanjutnya mengalir ke
dalam ventrikel kiri, rongga pemompa yang mendorong darah ke seluruh system
tubuh kecuali paru. Suatu arteri besar yang membawa darah menjauhi ventrikel
kiri adalah aorta. Aorta bercabang-cabang menjadi arteri-arteri besar yang
mendarahi berbagai organ tubuh. Darah yang keluar dari ventrikel kiri
terdistribusi sedemikian sehingga setiap bagian tubuh menerima darah segar;
darah arteri yang sama tidak mengalir dari organ ke organ. Sel-sel jaringan di

45
dalam organ tersebut menyebut O2 dari darah dan menggunakannya untuk
mengoksidasi nutrient untuk menghasilkan energy; dalam prosesnya, sel jaringan
membentuk CO2 sebagai produk sisa yang ditambahkan ke dalam darah.Darah
yang sekarang hilang kandungan O2nya sebagian dan mengalami peningkatan
CO2, kembali ke sisi kanan jantung, yang kembali memompanya ke paru. Satu
sirkuit telah selesai.
Siklus jantung

Gambar 1.5 Siklus Jantung


Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung dan awal
dari denyutan selanjutnya. Siklus jantung terdiri dari periode sistol dan diastol.
Sistol adalah periode kontraksi dari ventrikel, dimana darah akan dikeluarkan dari
jantung. Diastol adalah periode relaksasi dari ventrikel, dimana terjadi pengisian
darah.
Diastol dapat dibagi menjadi dua proses yaitu relaksasi isovolumetrik
dan ventricular filling. Pada relaksasi isovolumetrik terjadi ventrikel yang
mulai relaksaasi, katup semilunar dan katup atrioventrikularis tertutup dan volume
ventrikel tetap tidak berubah. Pada ventricular filling dimana tekanan dari atrium
lebih tinggi dari tekanan di ventrikel, katup mitral dan katup trikuspid akan
terbuka sehingga ventrikel akan terisi 80% dan akan mencapai 100 % jika atrium

46
berkontraksi. Volume total yang masuk ke dalam diastol disebut End Diastolic
Volume .
Sistolik dapat dibagi menjadi dua proses yaitu kontraksi isovolumetrik dan
ejeksi ventrikel. Pada kontraksi isovolumetrik, kontraksi sudah dimulai tetapi
katup – katup tetap tertutup. Tekanan juga telah dihasilkan tetapi tidak dijumpai
adanya pemendekan dari otot. Pada ejeksi ventrikel , tekanan dalam ventrikel
lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan pada aorta dan pulmoner sehingga
katup aorta dan katup pulmoner terbuka dan akhirnya darah akan dipompa ke
seluruh tubuh. Pada saat ini terjadi pemendekan dari otot. Sisa darah yang terdapat
di ventrikel disebut End Systolic Volume.
Dua bunyi jantung utama dalam keadaan normal dapat didengar dengan
stetoskop selama siklus jantung. Bunyi jantung pertama bernada rendah, lunak,
dan relatif lama-sering dikatakan terdengar seperti “lub”. Bunyi jantung kedua
memiliki nada yang lebih tinggi, lebih singkat dan tajam- sering dikatakan dengan
terdengar seperti “dup”. Bunyi jantung pertama berkaitan dengan penutupan katup
AV , sedangkan bunyi katup kedua berkaitan dengan penutupan katup semilunar.
Pembukaan tidak menimbulkan bunyi apapun. Bunyi timbul karena getaran yang
terjadi di dinding ventrikel dan arteri – arteri besar ketika katup menutup, bukan
oleh derik penutupan katup. Karena penutupan katup AV terjadi pada awal
kontraksi ventrikel ketika tekanan ventrikel pertama kali melebihi tekanan atrium,
bunyi jantung pertama menandakan awitan sistol ventrikel.Penutupan katup
semilunaris terjadi pada awal relaksasi ventrikel ketika tekanan ventrikel kiri dan
kanan turun di bawah tekanan aorta dan arteri pulmonalis. Dengan demikian
bunyi jantung kedua menandakan permulaan diastol ventrikel.
Sistem Konduksi Jantung

47
Gambar 1.6 Sistem Konduksi Jantung
Terdapat dua jenis sel otot jantung yaitu:
- Sel kontraktil yang mana sel ini berkontraksiatau yang memompa dan
tidak sama sekali mengeluarkan potensial aksi.
- Sel otoritmik yang mana sel ini tidak berkontraksi, melainkan
mengeluarkan potensial aksi.
Jantung membutuhkan aliran listrik atau yang dikenal dengan potensial aksi
untuk berkontraksi atau depolarisasi dalam hal ini nodus SA sebagai pemacu
pengeluaran potensial aksi yang utama sehingga pada saat nous SA mengeluarkan
potensial aksi dengan kecepatan depolarisasi 70 mil per jam pada saat itu pula
atrium mulai berkontraksi kemudian dengan perlahan potensial aksi masuk ke
nodus AV sekitar 0,1 detik sesudah kontraksi atrium nodus AV akan
mengeluarkan potensial aksi kemudian di alirkan ke berkas His dan melalui serat
purkinje depolarisasi pada ventrikel terjadi dan ventrikel pun berkontraksi.
Komponen – komponen eksitasi jantung :
1. SA Node ( Sino-Atrial Node )
Simpuls sino-atrial (S-A) merupakan kepingan berbentuk sabit yang
mengalami spesialisasi dengan lebar kira-kira 3mm-1cm ; simpul Ini
terletak pada dinding posterior atrium masing-masing berdiameter 3-
5mikro, berbeda dengan serabut atrium sekitarnya yang berdiameter 15-
20mikro. Tetapi serabut S-A berhubungan langsung dengan atrium
sehingga setiap potensial aksi yang mulai pada simpul S-A segera
menyebar ke atrium.
Serabut sino-atrial sedikit berbeda dari sebagian terbesar serabut otot
jantung lainnya, yaitu hnya mempunyai potensial membrane istiraha dari -
55 milivolt sampai -60 milivolt,dibandingkan dengan -85 sampai -
95milivolt pada sebagian terbesar serabut lainnya. Potensial istirahat yang
rendah ini disebabkan oleh sifat membrane yang mudah ditembus ion
natrium. Kebocoran natrium ini menyebabkan eksitasi-sendiri dari serabut
S-A.
2. AV Node (Atrio-Ventricular Node)

48
Ujung serabut simpul S-A bersatu serabut otot atrium yang ada
disekitarnya, dan pontensial yang berasal dari simpul S-A berjalan ke luar,
masuk tersebut. Dengan jalan ini, pontensial aksi menyebar ke seluruh
masa otot dan akhirnya juga ke simpul A-V. Kecepatan penghataran dalam
otot atrium sekitar 0,3 meter per detik. Tetapi, penghatar dalam otot atrium,
sebagian diantaranya sedikit lebih cepat dalam beberapa berkas kecil
serabut otot atrium sebagian diantarnnya berjalan langsung dari simpul S-
A ke simpul A-V dan menghantarkan implus jantung dengan kecepatan
sekitar 0,45 sampai 0,6 meter perdetik.Llintasan ini, yang dinamakan
lintasan inernodal.
Sel-sel dalam AV Node dapat juga mengeluar¬kan impuls dengan
frekuensi lebih rendah dan pada SA Node yaitu : 40 – 60 kali permenit.
Oleh karena AV Node mengeluarkan impuls lebih rendah, maka dikuasai
oleh SA Node yang mempunyai impuls lebih tinggi. Bila SA Node rusak,
maka impuls akan dikeluarkan oleh AV Node.
B. Hipertensi
Hipertensi merupakan tingginya tekanan darah arteri secara persisten;
penyebabnya mungkin tidak diketahui atau mungkin berasal dari penyakit lain
(Dorland,382). Menurut WHO, hipertensi merupakan faktor risiko utama yang
dapat menyebabkan penyakit kardiovaskuler seperti serangan jantung, gagal
jantung, stroke, dan penyakit ginjal yang diketahui merupakan dua penyebab
kematian di dunia pada tahun 2016. Hipertensi dapat diklasifikasikan
berdasarkan penyebab dan bentuknya.
1. Berdasarkan penyebab
a. Hipertensi primer/ hipertensi esensial
Hipertensi ini tidak diketahui penyebab pastinya apa (idiopatik)
bahkan jika dikaitkan dengan kurangnya aktifitas fisik dan pola makan.
b. Hipertensi sekunder/ hipertensi non esensial
Berbeda dengan hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya,
5-10% penderita hipertensi ini disebabkan oleh penyakit ginjal.
Sekitar 1-2% disebabkan oleh kelainan hormonal atau penggunaan
obat tertentu( contohnya pil KB).

49
2. Berdasarkan bentuk
1. Hipertensi diastolik
2. Hipertensi campuran (sistol dan diastole yang meningkat)
3. Hipertensi sistolik
3. Jenis-jenis hipertensi lain, yaitu:
a. Hipertensi pulmonal
Hipertensi ini ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah
pada arteri paru-paru. Biasanya penderita akan merasakan sesak nafas,
pusing, bahkan pingsan setelah melakukan aktifitas. Hipertensi
pulmonal dapat menjadi penyakit berat ditandai terjadinya penurunan
toleransi dan gagal jantung kanan.
b. Hipertensi pada kehamilan
Hipertensi pada kehamilan ini sendiri penyebabnya belum
diketahui secara pasti.Kemungkinan disebabkan kelainan pada
pembuluh darah, faktor diet, atau bahkan faktor keturunan.
Faktor Resiko Hipertensi
Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor
genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.
1. Usia
Tekanan darah cenderung meningkat dengan bertambahnya usia. Pada
laki-laki meningkat pada usia lebih dari 45 tahun sedangkan pada
wanita meningkat pada usia lebih dari 55 tahun.
2. Ras/etnik
Hipertensi bisa mengenai siapa saja. Bagaimanapun, biasa sering
muncul pada etnik Afrika Amerika dewasa daripada Kaukasia atau
Amerika Hispanik.
3. Jenis kelamin
Komplikasi hipertensi meningkat pada seseorang dengan jenis
kelamin laki-laki.
4. Riwayat keluarga

50
Riwayat keluarga dengan hipertensi memberikan resiko terkena
hipertensi sebanyak 75%.
5. Obesitas
Meningkatnya berat badan pada masa anak-anak atau usia
pertengahan resiko hipertensi meningkat.
6. Serum lipid
Meningkatnya triglycerida atau kolesterol meninggi resiko dari
hipertensi.
7. Diet
Meningkatnya resiko dengan diet sodium tinggi, resiko meninggi
pada masyarakat industri dengan tinggi lemak, diet tinggi kalori.
8. Merokok
Resiko terkena hipertensi dihubungkan dengan jumlah rokok dan
lamanya merokok.
9. Aktivitas Fisik (Olahraga)
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan
hipertensi karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan
tekanan darah.
Komplikasi Hipertensi
Komplikasi pada penderita hipertensi menurut Corwin (2009)
menyerang organ-organ vital antar lain :
1. Jantung
Hipertensi kronis akan menyebabkan infark miokard, infarkmiokard
menyebabkan kebutuhan oksigen pada miokardium tidak terpenuhi
kemudian menyebabkan iskemia jantung serta terjadilah infark.
2. Ginjal
Tekanan tinggi kapiler glomerulus ginjal akan mengakibatkan
kerusakan progresif sehingga gagal ginjal. Kerusakan pada glomerulus
menyebabkan aliran darah ke unit fungsional juga ikutterganggu
sehingga tekanan osmotik menurun kemudian hilangnya kemampuan
pemekatan urin yang menimbulkan nokturia.
3. Otak

51
Tekanan tinggi di otak disebabkan oleh embolus yang terlepas dari
pembuluh darah di otak, sehingga terjadi stroke.Stroke dapat terjadi
apabila terdapat penebalan pada arteri yang memperdarahiotak, hal ini
menyebabkan aliran darah yang diperdarahi otak berkurang.
Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya
angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I-converting enzyme
(ACE).Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama.
1. Meningkatkan sekresi Anti-Diuretic Hormone (ADH) dan rasa haus.
Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan
ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi
osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan
ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari
bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, yang pada
akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
2. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan
cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada akhirnya
akan meningkatkan volume dan tekanan darah.

Gambar 2.1 Sistem RAA

52
Prognosis Hipertensi
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan
penglihatan yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung
dari proses hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Pasien
dengan perdarahan retina, atau edema retina tanpa papiledema mempunyai
jangka hidup kurang lebih 27.6 bulan.Pasien dengan papiledema, jangka
hidupnya diperkirakan sekitar 10.5 bulan.Namun pada setengah kasus,
komplikasi tetap tidak terelakkan walaupun dengan kontrol tekanan darah
yang baik. (Hughes BM, 2007), (Lang GK, 2000), (Pavan PR, 2008)
Penyakit Jantung Hipertensi
Penyakit jantung hipertensi mengacu pada kondisi jantung yang
disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Jantung bekerja di bawah tekanan
yang meningkat menyebabkan beberapa kelainan jantung. Penyakit jantung
hipertensi meliputi gagal jantung, penebalan otot jantung, penyakit arteri
koroner, dan kondisi lainnya. Penyakit jantung hipertensi dapat
menyebabkan masalah kesehatan yang serius. Ini adalah penyebab utama
kematian akibat tekanan darah tinggi. Semakin lama hipertensi makan
risiko mengalaki penyakit jantutng kronis meningkat.
Epidemiologi
Sampai saat ini prevalensi hipertensi di Indonesia berkisar antara 5-
10% sedangkan tercatat pada tahun 1978 proporsi penyakit jantung
hipertensi sekitar 14,3% dan meningkat menjadi sekitar 39%, pada tahun
1985 sebagai penyebab penyakit jantung di Indonesia.
Sejumlah 85-90 % hipertensi tidak diketahui penyebabnya atau
disebut sebagai hipertensi primer (hipertensi esensial atau idiopatik).
Hanya sebagian kecil hipertensi yang dapat ditetapkan penyebabnya
(hipertensi sekunder).
Patogenesis Penyakit Jantung Hipertensi
Hipertrofi ventrikel kiri merupakan kompensasi jantung menghadapi
tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor neurohumoral yang ditandai
oleh penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik). Fungsi
diastolik akan mulai terganggu akibat dari gangguan relaksasi ventrikel kiri,

53
kemudian disusul oleh dilatasi ventrikel kiri (hipertrofi eksentrik).
Rangsangan simpatis dan aktivasi sistem RAA memacu mekanisme Frank-
Starling melalui peningkatan volume diastolik ventrikel sampai tahap
tertentu dan pada akhirnya akan terjadi gangguan kontraksi miokard
(penurunan/gangguan fungsi sistolik).
Iskemia miokard (asimtomatik, angina pektoris, infark jantung dll)
dapat terjadi karena kombinasi akselerasi proses aterosklerosis dengan
peningkatan kebutuhan oksigen miokard akibat dari HVK. HVK, iskemia
miokard dan gangguan fungsi endotel merupakan faktor utama kerusakan
miosit pada hipertensi.
Evaluasi pasien hipertensi atau penyakit jantung hipertensi ditujukan untuk:
 Meneliti kemungkinan hipertensi sekunder,
 Menetapkan keadaan pra pengobatan,
 Menetapkan faktor faktor yang mempengaruhi pengobatan atau faktor
yang akan berubah karena pengobatan,
 Menetapkan kerusakan organ target, dan
 Menetapkan faktor risiko PJK lainnya.
Jenis Penyakit Jantung Hipertensi
Secara umum, masalah jantung yang berhubungan dengan tekanan
darah tinggi berhubungan dengan arteri dan otot jantung. Jenis-jenis
penyakit jantung hipertensi meliputi:
 Penyempitan arteri
Arteri koroner mengangkut darah ke otot jantung. Ketika tekanan
darah tinggi menyebabkan pembuluh darah menjadi sempit, aliran darah
ke jantung bisa melambat atau berhenti. Kondisi ini dikenal sebagai
Coronary Heart Disease (CHD), juga disebut penyakit arteri koroner.
CHD menyulitkan jantung untuk berfungsi dan memasok sisa organ
dengan darah. Ini dapat menempatkan pada risiko serangan jantung dari
gumpalan darah yang tersangkut di salah satu arteri yang menyempit dan
memotong aliran darah ke jantung
 Penebalan dan pembesaran jantung

54
Tekanan darah tinggi membuat jantung sulit memompa darah.
Seperti otot lain di tubuh, kerja keras yang teratur menyebabkan otot
jantung menebal dan tumbuh. Ini mengubah cara fungsi jantung.
Perubahan-perubahan ini biasanya terjadi di ruang pompa utama jantung
ventrikel kiri. Kondisi ini dikenal sebagai Left Ventricular Hypertension
(LVH). PJK dapat menyebabkan LVH dan sebaliknya. Ketika Anda
menderita CHD, jantung Anda harus bekerja lebih keras. Jika LVH
memperbesar jantung Anda, itu dapat menekan arteri koroner.
 Gagal Jantung
Hipertensi merupakan salah satu penyebab utama terjadinya gagal
jantung.Penggunaan obat-obat penurun tekanan darah yang baik
memilikikeuntungan yang sangat besar dalam pencegahan gagal jantung,
termasukjuga pada golongan usia lanjut. Hal ini telah banyak diteliti
padapenggunaan diuretic, betablocker, ACEi dan ARB, dimana
penggunaan CCB paling sedikit memberikan keuntungan dalam
pencegahan gagal jantung.Walaupun riwayat hipertensi merupakan hal
yang sangat sering terjadi pada gagal jantung, namun tekanan darah yang
tinggi sering tidak ditemukan lagi pada saat sudah terjadi disfungsi
venrikrel kiri.
Pada pasiendengan kondisi seperti ini, telah banyak terdapat bukti
dari berbagaipenelitian yang mendukung pemberian betablocker, ACEi,
ARB dan MRA(mineralocaoticoid receptor antagonist), dimana pemberian
obat-obat inilebih ditujukan untuk memperbaiki stimulasi simpatis dan
sitim reninangiotensin yang berlebihan terhadap jantung, daripada
penurunan tekanandarah.Hipertensi lebih banyak dijumpai pada pasien
gagal jantung dengan fungsifraksi ejeksi yang masih baik daripada yang
dengan penurunan fungsiventrikel kiri.
 Hipertrofi Ventrikel Kiri
Hipertrofi ventrikel kiri terutama tipe konsentrik, berhubungan
dengan peningkatan risiko terjadinya penyakit kardiovaskular dalam
10tahun sebesar 20%. Beberapa studi juga menyatakan bahwa dengan
penurunan tekanan darah berhubungang erat dengan perbaikan hipertrofi

55
ventrikel kiri. Banyak studi komparatif yang menyimpulkan bahwa
pemberian ACEi, ARBs dan CCB lebih memiliki efek tersebut bila
dibandingkan dengan betablocker.
Keluhan dan Gejala
1. Pada tahap awal, seperti hipertensi pada umumnya kebanyakan
pasien tidak ada keluhan. Bila simtomatik, maka biasanya
disebabkan oleh:
2. Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti berdebar-debar, rasa
melayang (dizzy) dan impoten.
3. Penyakit jantung/vaskular hipertensi, seperti cepat capek, sesak
napas, sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta), bengkak
kedua kaki atau perut. Gangguan vaskular lainnya adalah epistaksis,
hematuria, pandangan kabur karena perdarahan retina, transient
serebral ischemia.
Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder : polidipsi, poliuria,
dan kelemahan otot pada aldosteronisme primer, peningkatan BB dengan
emosi yang labil pada Sindrom Cushing. Feokromositoma dapat
munculdengan keluhan episode sakit kepala, palpitasi, banyak keringat dan
rasa melayang saat berdiri (postural dizzy).
Tata Laksana
Tatalaksana hipertensi pada pasien dengan penyakit jantung dan
pembuluhdarah ditujukan pada pencegahan kematian, infark miokard,
stroke,pengurangan frekuensi dan durasi iskemia miokard dan
memperbaiki tandadan gejala. Penatalaksanaan umum hipertensi mengacu
kepada tuntunan umum (JNG VIII2013, ESH/ESC2013). Pengelolaan lipid
agresif dan pemberian aspirin sangat bermanfaat. Pasien hipertens i pasca
infark jantung sangat mendapat manfaat pengobatan dengan penyekat beta ,
penghambat AGE atau antialdosteron Pasien hipertensi dengan risiko PJK
yang tinggi mendapat manfaat dengan pengobatan diuretik, penyekat beta
dan penghambat kalsium. Pasien hipertensi dengan gangguan fungsi
ventrikel mendapat manfaat tinggi dengan pengobatan diuretik,
penghambat AGE/ARB, penyekat beta dan antagonis aldosteron. Bila

56
sudah dalam tahap gagal jantung hipertensi, maka prinsip pengobatannya
sama dengan pengobatan gagal jantung yang lain yaitu diuretik,
penghambat AGE/ARB, penghambat beta, dan penghambat aldosteron.
C. Congestive Heart Failure
1. Definisi
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah kondisi progresif kronis yang
memengaruhi kekuatan pemompaan otot jantung sehingga jumlah darah yang
dipompa tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap oksigen
dan nutrien. Meskipun sering disebut hanya sebagai gagal jantung, CHF
secara khusus mengacu pada tahap di mana cairan menumpuk di dalam
jantung dan menyebabkan pompa secara tidak efisien.
Gagal jantung kongestif bentuk keadaan patofisiologis berupa kelainan
fungsi jantung, sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada
kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal.
2. Etiologi
Mekanisme yang mendasari terjadinya gagal jantung kongestif meliputi
gangguan kemampuan kontraktilitas jantung yang menyebabkan curah
jantung lebih rendah dari curah jantung normal. Tetapi pada gagal jantung
dengan masalah yang utama terjadi adalah kerusakan serabut otot jantung,
volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi
tergantung pada tiga faktor yaitu:
A. Preload :setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
B. Kontraktilitas :mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan
panjang serabut jantung dan kadar kalsium.

57
C. Afterload :mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan
untuk memompa darah melawan perbedaan tekanan yang
di timbulkan oleh tekanan arteriole.
Gagal jantung kongestif juga dapat disebabkan oleh :
A. Kelainan otot jantung
Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari
penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi
arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
B. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah
ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam
laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului
terjadinya gagal jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif,
berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi yang secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
C. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertrofi serabut otot jantung.
D. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.
E. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme
biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung
(stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah
(tamponade, perikardium, perikarditif konstriktif, atau stenosis AV),
peningkatan mendadak afterload.
F. Faktor sistemik
Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan
beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam),

58
hipoksia dan anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan
suplai oksigen ke jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitaselektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.
3. Patofisiologi
Menurut Smeltzer (2002), gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel
kiri terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri
sehingga curah jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastol
dalam ventrikel kiri dan volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat.
Keadaan ini merupakan beban atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi
ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan akibat terjadinya kenaikan
tekanan rata-rata dalam atrium kiri.
Tekanan dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan
aliran masuknya darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus
berlanjut maka bendungan akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat
terjadinya edema paru dengan segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya
tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Keadaan yang terakhir ini merupakan
hambatan bagi ventrikel kanan yang menjadi pompa darah untuk sirkuit paru
(sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus bertambah, maka
akan merangsang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi dengan
mengalami hipertrofi dan dilatasi sampai batas kemampuannya, dan bila
beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan,
sehingga pada akhirnya terjadi gagal jantung kiri- kanan. Gagal jantung
kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa
ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh
gagal jantung kiri.
Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan volume
akhir diastol ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban atrium
kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastol, dengan
akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam
atrium kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya
darah dalam vena kafa superior dan inferior kedalam jantung sehingga

59
mengakibatkan kenaikan dan adanya bendungan pada vena-vena sistemik
tersebut (bendungan pada vena jugularis yang meninggi dan hepatomegali).
Bila keadaan ini terus berlanjut, maka terjadi bendungan sistemik yang berat
dengan akibat timbulnya edema tumit dan tungkai bawah dan asites.

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal


jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang
efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi curah
sekuncup, dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatkan
EDV (End Diastolic Ventricel Volume), maka terjadi pula peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan
tergantung dari kelenturan ventrikel.
Dengan meningkatnya LVEDP, maka terjadi pula peningkatan tekanan
atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama

60
diastole. Peningkatan LAP diteruskan kebelakang kedalam anyaman vascular
paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari anyaman kapiler paru-paru melebihi
tekanan onkotik vaskular, maka akan terjadi transudasi cairan ke dalam
intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase
limfatik, maka akan terjadi edema interstisial.
Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes
kedalam alveoli dan terjadilah edema paru-paru. Tekanan arteria paru-paru
dapat meningkat sebagai respon terhadap peningkatan kronis tekanan vena
paru. Hipertensi pulmonary meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel
kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan
terjadi pada ajntung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik
dan edema.
Perkembangan dari kongesti sistemik atau paru-paru dan edema dapat
dieksaserbasi oleh regurgitasi fungsional dari katup-katup trikuspidalis atau
mitralis bergantian. Regurgitasi fungsional dapat disebabkan oleh dilatasi dari
annulus katup atrioventrikularis, atau perubahan-perubahan pada orientasi
otot papillaris dan korda tendinae yang terjadi sekunder akibat dilatasi ruang.

4. Faktor Resiko
a) Usia
Menurut penelitian Siagian di Rumah Sakit Haji Adam Malik (2009)
proporsi penderita gagal jantung semakin meningkat sesuai dengan

61
bertambahnya usia yaitu 9,6% pada usia ≤15tahun, 14,8% pada usia 16-40
tahun dan 75,6% pada usia >40 tahun
b) Jenis Kelamin
Pada umumnya laki-laki lebih beresiko terkena gagal jantung daripada
perempuan. Hal ini disebabkan karena perempuan mempunyai hormon
estrogen yang berpengaruh terhadap bagaimana tubuh menghadapi lemak dan
kolesterol
c) Penyakit Jantung Koroner
Menurut Whelton dkk di amerika (2001) penyakit jantung koroner
memiliki resiko reatif sebesar 8,11 (P=0,001) untuk terjadinya gagal jantung.
d) Hipertensi
Hipertensi ventrikel kiri dikaitkan dengan disfungsi ventrikel kirisistolik
dan diastolik dan meningkatkan risiko terjadinya infark miokard, serta
memudahkan untuk terjadinya aritmia baik itu aritmia atrial maupun aritmia
ventrikel. Ekokardiografi yang menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri
berhubungan kuat dengan perkembangan gagal jantung. Menurut Whelton
dkk di amerika (2001) hipertensi memiliki resiko reatif sebesar 1,4 (P=0,001)
untuk terjadinya gagal jantung
e) Penyakit Katup Jantung
Menurut Whelton dkk di amerika (2001) penyakit katup jantung
memiliki risiko relatif sebesar 1,46 (P=0,001) untuk terjadinya gagal jantung
f) Penyakit Jantung Rematik
Demam rematik akut dapat mneyebabkan peradangan pada semua
lapisan jantung. Peradangan endokardium biasanya mengenai endotel katup,
dan erosi pinggir daun katup bila miokardium terserang akan timbul nodular
yang khas pada dinding jantung sehingga dapat menyebabkan pembasaran
jantung yang berakhir pada gagal jantung
g) Merokok
Merokok mempercepat denyut jantung, merendahkan kemampuan
jantung dalam membawa dan mengirimkan oksigen, menurunkan level HDL-
C (kolesterol baik) di dalam darah, serta menyebabkan pengaktifan
platelet, yaitu sel-sel penggumpalan darah.

62
h) Konsumsi Alkohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan kardiomiopati
dilatasi (penyakit otot jantung alkoholik). Alkohol menyebabkan gagal
jantung 2–3% dari kasus.
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis gagal jantung bervariasi, tergantung dari umur pasien,
beratnya gagal jantung, etiologi penyakit jantung, ruang-ruang jantung yang
terlibat, apakah kedua ventrikel mengalami kegagalan serta derajat gangguan
penampilan jantung.
Pada penderita gagal jantung kongestif, hampir selalu ditemukan :
a. Gejala paru berupa dyspnea, orthopnea dan paroxysmal nocturnal
dyspnea.
b. Gejala sistemik berupa lemah, cepat lelah, oliguri, nokturi, mual, muntah,
asites, hepatomegali, dan edema perifer.
c. Gejala susunan saraf pusat berupa insomnia, sakit kepala, mimpi buruk
sampai delirium.
6. Komplikasi
A. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena
dalam atau deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan
emboli sistemik tinggi, terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan
dengan pemberian warfarin.
B. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa
menyebabkan perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi
pemantauan denyut jantung (dengan digoxin atau β blocker dan
pemberian warfarin).
C. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik
dengan dosis ditinggikan.
D. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau
sudden cardiac death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang
berhasil diresusitasi, amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam
mungkin turut mempunyai peranan.

63
7. Algoritma Diagnosis

64
8. Differential Diagnosis

9. SKDI
Gagal Jantung Kronik : 3A. Bukan Gawat Darurat
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan yang bukan gawat darurat. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.
Gagal Jantung Akut : 3B. Gawat darurat

65
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau
mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu
menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan
D. Pemeriksaan Fisik
I. Nilai Normal dan Interpretasi
Nilai Pasien Nilai Normal Interpretasi
General Consideration
GCS E4M6V5 Skor 15 Skor 15 Sadar Sepenuhnya
Orthopnea (+) (-) Tanda gagal
jantung
BMI 28,6 18,5-22,9 Obesitas
Tekanan Darah 140/90 mmHg <120/80 mmHg Hipertensi
Stadium 1
Pulse Rate 104 bpm 60-100 bpm Takikardi
Respiratory Rate 32 x/menit 12-20 x/menit Tachypnea
Jantung
JVP (5+2) cmH20 < 8 cmH2O Normal
Heart Rate 104 bpm 60-100 bpm Rapid Ventricular
Regular Regular Response
Systolic murmur Grade 3/6 (-) Tidak Normal
S3 gallop (+) (-) Disfungsi
Diastolik
Paru-paru
Basal Rales (+) (-) Tidak Normal
Wheezing (-) (-) Normal
Lainnya
Liver enlargement Palpable 2 cm below (-) Tidak Normal
the costal arch
Bilateral ankle edema (+) (-) Tidak Normal

66
II. Glasgow Coma Scale
Glasgow Coma Scale (GCS) diperkenalkan pada tahun 1974 sebagai
ukuran tingkat kesadaran pasien. Skala GCS dibagi menjadi tiga
parameter:
a. Respons mata (4)
1. Tidak membuka mata
2. Membuka mata karena rangsangan nyeri
3. Membuka mata karena rangsangan suara
4. Mata terbuka secara spontan
b. Respons motorik (6)
1. Tidak ada respon motorik
2. Perpanjangan nyeri yang tidak normal
3. Fleksi abnormal hingga nyeri
4. Menghindar dari rasa sakit
5. Dapat melokalisasi rasa sakit
6. Dapat mematuhi perintah
c. Respons verbal (5)
1. Tidak ada respon verbal
2. Suara yang tidak bisa dimengerti
3. Penggunaan kata yang tidak tepat
4. Bingung
5. Berorientasi/Sikap yang sesuai
Dengan demikian, skor GCS berada di antara memiliki nilai antara
3-15, skor 3 yang terburuk dan 15 adalah yang tertinggi (Jain dan Iverson,
2020).
III.Orthopnea
Orthopnea disebabkan oleh kongesti paru saat berbaring. Pada
pasien dengan gagal jantung kongestif, hal ini dapat terjadi karena
peningkatan tekanan pada vena pulmonal sehingga terjadi edema
pulmonal. Edema paru adalah suatu kondisi di mana paru-paru
terisi cairan. Penyebab paling umum edema pulmonal adalah
gagal jantung kongestif (Medscape, 2020).

67
IV. Indeks Massa Tubuh
IMT adalah nilai perbandingan berat badan dan tinggi badan.
Berdasarkan kriteria Asia rentang yang digunakan sebagai berikut
(Liabsuetrakul, 2011):
a) Berat badan kurang bila <18,5
b) Berat badan normal antara 18,5-22,9
c) Berat badan berlebih bila antara 23,0-27,5
d) Obesitas bila > 27,5
Gagal jantung merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
dan prevalensinya terus meningkat. Terdapat keterkaitan antara obesitas
dengan gagal jantung, diperkirakan obesitas dapata menyebabkan 11%
kasus gagal jantung pada pria dan 14% pada wanita. Obesitas
menyebabkan gagal jantung dengan memicu perubahan hemodinamik
dan miokard yang menyebabkan disfungsi jantung, atau karena
peningkatan predisposisi faktor risiko gagal jantung lainnya.

Obesitas

Hipertensi, Diabetes, Perubahan metabolik berupa


Dislipidemia, Atrial Fibrilasi, resistensi insulin, pengeluaran
penyakit ginjal adipokin faktor inflamasi

Perubahan hemodinamik, Disfungsi endotel dan


struktur, fungsi dan konduksi Cardiac Lipotoxicity artherosklerosis yang
jantung menyebabkan PJK

Gagal jantung akibat obesitas

Gambar 1. Patofisiologi Gagal jantung akibat obesitas


Peningkatan kebutuhan metabolik akibat jaringan adiposa berlebih
dan massa bebas lemak pada obesitas menyebabkan peningkatan volume
darah dan curah jantung yang menyebabkan peningkatan kerja jantung di

68
atas berat badan ideal. Perubahan ini mengakibatkan kelebihan beban
hemodinamik dan peningkatan kerja stroke jantung yang akhirnya
menyebabkan kegagalan ventrikel kiri. Pembesaran atrium kiri dapat
terjadi dari peningkatan volume darah yang bersirkulasi, LVH,
peningkatan kekakuan ventrikel kiri, dan peningkatan tekanan diastolik
akhir ventrikel kiri (Djoussé, 2013).
Peningkatan konsentrasi FFA dapat menyebabkan peningkatan
serapan FFA miokard, peningkatan sintesis trigliserida dan penyimpanan
lemak dalam kardiomiosit, dengan akibat lipotoksisitas30, apoptosis, dan
mungkin disfungsi ventrikel kiri.Obesitas mempengaruhi sistem
konduksi jantung dengan peningkatan kadar asam lemak bebas (FFA),
yang dapat mempengaruhi repolarisasi jantung (Djoussé, 2013).
V. Tanda Vital
a. Hipertensi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah ≥
140/90 mmHg secara kronis. Hipertensi merupakan penyakit
multifactorial. Berbagai mekanisme yang berperan dalam
peningkatan tekanan darah, antara lain (Tanti dan Hustrini, 2016):
a) Mekanisme neural: stres. aktivasi simpatis, variasi diurnal
b) Mekanisme renal: asupan natrium tinggi dengan retensi
cairan
c) Mekanisme vaskular: disfungsi endotel, radikal bebas, dan
remodeling pembuluh darah;
d) Mekanisme hormonal: sistem renin, angiotensin, dan
aldosteron.
e) Faktor lainnya seperti genetik, perilaku, dan gaya hidup juga
berpengaruh dalam hipertensi.

(Sumber: Kapita Selekta Kedokteran, 2016)

69
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama
berkembangnya beberapa penyakit kardiovaskular seperti penyakit
arteri koroner, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit
serebrovaskular, penyakit arteri perifer, aneurisma aorta, dan
penyakit ginjal kronis (Tackling dan Borhade, 2021).
Hipertensi dalam waktu yang lama dapat
menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri dan disfungsi diastolik yang
meningkatkan kekakuan pada miokard. Hal ini yang membuat
miokardium kurang patuh terhadap perubahan preload, afterload,
dan tonus simpatis. Di antara pasien dengan hipertensi kronis,
perubahan struktural dan fungsional di jantung dapat menyebabkan
terjadinya gagal jantung (Oh dan Cho,2020).
Gagal jantung akibat hipertensi terutama bermanifestasi
sebagai disfungsi diastolik, diikuti oleh hipertrofi ventrikel
kiri. Disfungsi diastolik menandakan terbatasnya jumlah darah
yang dapat ditampung ventrikel jantung masalah relaksasi di antara
detak jantung. Ini membatasi jumlah darah yang dapat
dikumpulkan ventrikel untuk detak jantung berikutnya. Karena
setiap kontraksi memompa lebih sedikit darah, jantung bekerja
lebih keras untuk mengatasi kekurangan tersebut. Disfungsi
diastolik meningkatkan tekanan pengisian ventrikel kiri dan
volume atrium kiri (LA), yang pada gilirannya meningkatkan
tekanan arteri pulmonalis (Oh dan Cho,2020).
Hipertensi Kronis

Terbatasnya jumlah darah yang


Disfungsi Diastolik dapat dikumpulkan ventrikel
untuk detak jantung berikutnya

Jantung memompa
lebih cepat

Tekanan
ventrikel meningkat

Hipertrofi
Ventrikel Kiri 70
Hilangnya kemampuan jantung
Gagal Sistolik untuk kontraksi normal

Stroke volume dan


CO menurun

Rendahnya supply
darah ke jaringan

Heart Failure

b. Pulse Rate
Beberapa studi, serta konsensus ahli, menunjukkan bahwa
nilai HR istirahat orang dewasa normal berada antara 60 dan 90
denyut per menit (bpm), dan American Heart Association
mendefinisikan HR sinus normal antara 60 dan 100 bpm (Avram,
2019).
Pasien dengan gagal jantung tidak mampu lagi memompa
jantung sebagaimana mestinya sehingga tubuh tidak mendapatkan
cukup darah dan oksigen. Ketika hal ini terjadi, tubuh berusaha
mengkompensasi melalui :
a. Sistem saraf
Jika tubuh mendeteksi bahwa otak dan organ vital
lainnya tidak menerima cukup darah, sistem saraf simpatis
mulai bekerja untuk mengalirkan lebih banyak darah ke otak
dan organ dengan melepaskan katekolamin. Hal ini
menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan detak
jantung. Pada saat yang sama, arteri yang memasok otak dan
organ vital vasodilatasi untuk meningkatkan aliran darah.
b. Sistem hormone
Begitu pula hormone dalam mengkompensasi akan
mengaktifkan RAA system yang menyebabkan vasokontriksi
dan menahan lebih banyak natrium dan air. Hal ini sebagai

71
kompensasi penurunan volume daah sehingga tekanan darah
meningkat yang diiringi denyut jantung yang cepat
(Michigan Medicine, 2020).
c. Respiratory Rate
Tingkat pernapasan normal berubah seiring bertambahnya usia,
RR normal adalah 12 hingga 20 kali/menit untuk orang dewasa
yang beristirahat. Namun, pada populasi lansia, individu dengan
pernapasan lebih dari 28 kali/menit dianggap takipnea
(Chourpiliadis dan Bhardwaj, 2020).
Edema paru ditandai dengan kongesti paru akibat preload atau
afterload yang meningkat secara akut, dengan onset yang cepat dan
gangguan pernapasan yang signifikan. Peningkatan kongesti paru
yang tiba-tiba menyebabkan penurunan Lung compliance
(kemampuan paru - paru untuk meregang dan berkembang ), yang
selanjutnya berkontribusi pada takikardia, takipnea, dan hipoksemia
(Harjola, et al. 2017).
VI. Tekanan Vena Jugularis (JVP)
Tekanan vena jugularis (JVP) mencerminkan tekanan di atrium
kanan (tekanan vena sentral). Nilai normal pada pengukuran JVP adalah
< 8 cmH2O. Nilai JVP tinggi terjadi akibat peningkatan volume darah
vena, forced exhalation, gagal jantung, menggunakan ventilator dan
emboli paru (Senthelal, 2021).
VII. Disfungsi organ akibat kongesti
Pada AHF, darah tetap berada di hulu ventrikel, yang mengakibatkan
peningkatan tekanan pengisian (kongesti) yang mengganggu fungsi
organ.Venous congestion secara signifikan berkontribusi terhadap
disfungsi organ pada gagal jantung kronis dan akut.

72
VIII. Jantung
Siklus jantung terdiri dari dua fase:
 Sistol saat ventrikel berkontraksi untuk memompa keluar darah
 Diastole saat ventrikel rileks dan terisi dengan darah.
Kedua fase ini membentuk detak jantung. Pada orang dewasa yang
sehat, jantung mengeluarkan dua suara, biasanya disebut 'lub' dan 'dub.' S1
dan S2 adalah suara bernada tinggi dan S3 dan S4 adalah suara bernada
rendah. Suara ketiga dan keempat mungkin terdengar pada beberapa orang
sehat, tetapi dapat mengindikasikan gangguan fungsi jantung (Mangla,
2020).
a. Suara jantung pertama
Bunyi jantung pertama (S1) dihasilkan oleh getaran yang
dihasilkan oleh penutupan katup mitral (M1 ) dan trikuspid (T1).
Biasanya katup mitral menutup tepat sebelum katup tricuspid.
S1 adalah suara bernada tinggi yang paling baik didengar dengan
diafragma stetoskop. Intensitas S1 bergantung pada integritas dan
kelenturan katup katup.

73
Kelenturan katup katup mengatur kemudahan aposisi dan
penutupan katup. Dengan peningkatan derajat kalsifikasi dan
fibrosis, kelenturan hilang, menyebabkan mobilitas katup
berkurang dan S 1 berkurang . Hal ini dapat terjadi pada stenosis
mitral rematik lanjut (MS) dan MS pasca radiasi.
Kenaikan tajam dalam tekanan ventrikel menyebabkan
peningkatan lebih cepat dalam tekanan ventrikel relatif terhadap
tekanan atrium dan penutupan lebih cepat dari atrioventrikular (AV)
katup, yang mengarah ke lebih keras S1 (Mangla, 2020).
b. Split S1
Biasanya, katup mitral menutup tepat sebelum katup tricuspid,
jadi, M1 terdengar sebelum T1. Split S1 lebih menonjol ketika
perbedaan waktu antara penutupan katup mitral dan trikuspid
meningkat. Beberapa kondisi yang terkait dengan Split S1
meliputi yang berikut ini:
- Kontraksi ventrikel prematur (PVC) yang berasal dari LV
- Right bundle branch block
- LV Pacing
- Anomali Ebstein
- Cacat septum atrium (ASD) (Mangla, 2020).
c. Suara jantung kedua
Bunyi jantung kedua (S2) dihasilkan oleh penutupan katup
aorta (A2) dan katup pulmonal (P2) di ujung sistol. Intensitas
P2 meningkat dengan hipertensi arteri paru dan. P2 yang keras juga
terdengar pada ASD. Intensitas A 2 meningkat dengan hipertensi
sistemik, koarktasio aorta, pada aneurisma aorta (Mangla, 2020).
d. Split S2
Biasanya, katup aorta menutup sebelum katup pulmonal.
Penutupan pulmonal yang tertunda dapat terjadi akibat kelainan
konduksi atau hemodinamik. Kondisi yang terkait dengan
kegagalan ventrikel kanan juga dapat menyebabkan split S2
(Mangla, 2020).

74
e. Suara jantung ketiga
Bunyi jantung ketiga (S3) adalah bunyi diastolik awal bernada
rendah. S3 terjadi ketika aliran darah yang deras dari atrium tiba-
tiba diperlambat oleh ventrikel . Hal ini dapat terjadi karena
volume darah yang masuk berlebihan, seperti yang dapat terjadi
pada keadaan hiperdinamik atau kondisi volume-loaded. Dengan
penurunan ventricle compliance (kemampuan ventrikel
mengembang ketika diisi dengan volume darah.), seperti yang
dapat terjadi pada hipertrofi dan disfungsi diastolik, jumlah darah
yang masuk saat sistolik dapat mengganggu elastisitas ventrikel
dan menghasilkan S3 .Jika ada gagal jantung, S 3 adalah tanda
prognostik yang buruk. Kondisi yang terkait dengan
S 3 patologis meliputi:
- Disfungsi ventrikel sistolik dan / atau diastolic
- Penyakit jantung iskemik
- MR atau TR
- AR kronis dengan disfungsi sistolik
- Hipertensi sistemik dan paru
- Regurgitasi aorta akut
- Kelebihan volume - gagal ginja (Mangla, 2020).
f. Suara Jantung keempat
Bunyi jantung keempat (S 4 ) adalah bunyi diastolik akhir
karena pengisian ventrikel yang telat. Mekanisme pasti
dari generasi S 4 masih bisa diperdebatkan. S4 dihasilkan oleh
perlambatan mendadak aliran darah saat memasuki ventrikel
dengan penurunan compliance (Mangla, 2020).
g. Opening Snap
Opening snap adalah suara diastolik bernada tinggi berasal
dari pembukaan yang yang cepat dari katup mitral (MS) atau katup
trikuspid (TS). Opening snap menandakan tekanan atrium melebihi
tekanan diastolik ventrikel dan menandai dimulainya masuknya
darah ke ventrikel dari atrium (Mangla, 2020).

75
h. Murmur
. Bunyi murmur diakibatkan karena adanya perubahan aliran
darah yang mengalir ke ruang jantung ataupun melewati katup.
Darah yang melewati ruang jantung ataupun katup normal
biasanya tidak menimbulkan bunyi. Murmur jantung akan timbul
karena beberapa kondisi yang menyebabkan aliran darah turbulen
dan terjadi tabrakan di antara aliran tersebut. Intensitas dibagi
menjadi 6 tingkatan yang berbeda, sebagai berikut:
 Grade I – Murmur samar yang terdengar di ruangan yang
tenang oleh penguji dan kondisi optimal
 Grade II - Murmur lemah yang terdengar oleh sebagian
besar penguji
 Grade III - Murmur yang cukup keras dan gampang untuk
terdengar tanpa getaran palpasi.
 Grade IV - Murmur keras dengan getaran palpasi
 Grade V - Murmur yang sangat keras disertai getaran,
terdengar dengan sebagian stetoskop tidak tertempel pada
dada
 Grade VI - Murmur yang sangat keras disertai getaran,
terdengar dengan stetoskop tidak tertempel pada dada
(Mangla, 2020).
i. Murmur Sistolik
Murmur sistolik terjadi selama kontraksi ventrikel. Hal ini
dapat terjadi akibat :
1. Kebocoran pada katup atrioventrikular abnormal
2. Defek septum interventricular
3. Obstruksi saluran keluar ventrikel, yang dapat berupa
supravalvular, atau subvalvular (Mangla, 2020).
Murmur sistolik terjadi karena adanya stenosis katup mitral.
Pembesaran pada ventrikel kiri membuat katup mitral tidak dapat
menutup dengan sempurna dan menghasilkan aliran balik yang
menimbulkan munculnya murmur sistolik

76
IX. Paru-paru
Kenaikan tekanan atrium kiri hidrostatik dan regurgitasi mitral
ditransmisikan ke belakang sebagai peningkatan tekanan ke kapiler
paru, menciptakan ketidakseimbangan dalam gaya Starling
kapiler. Perubahan ini meningkatkan kecepatan filtrasi cairan reguler
ke interstitium, menyebabkan paru-paru kaku dan, pada beberapa
pasien, dispnea.
a. Basilar Rales
Bunyi nafas abnormal (ronki) terdengar pada auskultasi hanya
di dasar paru. Mereka menunjukkan peradangan, cairan, atau
infeksi di kantung udara paru-paru. Bunyi paru ini sering
merupakan tanda sindrom gangguan pernapasan dewasa
(ARDS), gagal jantung kongestif dini , asma , dan edema paru.
X. Pembesaran Hati
Pada gagal jantung yang kronis, ventrikel kanan pada saat sistol
tidak mampu memompakan darah keluar, sehingga tekanan akhir diastol
ventrikel kanan akan meninggi. Maka tekanan di atrium kanan juga akan
meninggi dan hal ini akan diikuti bendungan darah di vena cava superior,
vena cava inferior serta seluruh sistem vena. Hal ini secara klinis dapat
dilihat dengan adanya bendungan di vena hepatica, sehingga
menimbulkan hepatomegali.
XI. Edema Tungkai
Edema ekstremitas bawah sering muncul pada gagal jantung dimana
salah satu atau kedua ventrikel jantung kehilangan kemampuannya untuk
memompa darah secara efektif. Akibatnya, darah bisa kembali ke tungkai,
pergelangan kaki dan kaki, menyebabkan edema. Pasien dengan AHF de
novo mungkin lebih jarang mengalami kelebihan cairan, sedangkan
pasien dengan gagal jantung kronis (CHF) yang memburuk lebih sering
mengalami kelebihan cairan. Cairan yang berlebih didalam tubuh salah
satunya juga ke kaki karena gaya gravitasi yang menyebabkan cairan
turun ke kaki saat berdiri dan membuat kaki menjadi edema (Medscape,
2020).

77
E. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
a. Interpretasi Laboratory results:
1.) Hemoglobin: 13,0 g/dl
Nilai Normal : 13.5 to
17.5 g/dL (Mayoclinic)
Interpretasi : Rendah
Hemoglobin adalah molekul protein pada sel darah merah
yang berfungsi sebagai media tansport oksigen dari paru-paru ke
seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan
tubuh ke paru- paru ( Saadah, 2010 ).
Hemoglobin merupakan suatu bahan yang sangat penting
dalam eritrosit dan dibentuk dalam sumsum tulang. Hemoglobin ini
dibentuk dari heme dan globin. Heme itu sendiri adalah satu
derivate porfirin yang mengandung besi dan kandungan zat besi
yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah berwarna merah
( Abdurrahman, 1985 )
2.) WBC: 5600/mm 3
Nilai Normal : 4500-
11000/ uL (Ucsfhealth)
Interpretasi : Normal
3.) Platelet: 230.000/mm 3
Nilai Normal : 150,000-450,000/mm3
(John Hopkins) Interpretasi : Normal
4.) Total cholesterol 220 mg/dl
Nilai Normal : < 200 mg/dL (Medical
News Today) Interpretasi : Tinggi
Hiperlipidemia, khususnya peningkatan LDL
(hiperkolesterolemia), adalah salah satu faktor risiko paling
umum yang berkontribusi pada evolusi aterosklerosis dan
penyakit vaskular yang diakibatkannya. Ini secara sederhana
didefinisikan sebagai peningkatan konsentrasi lipid atau lemak
di dalam darah. Banyak faktor yang berkontribusi pada

78
perkembangan aterosklerosis, termasuk kerusakan endotel,
hiperlipidemia, faktor inflamasi dan imunologis, erosi atau
ruptur plak, hipertensi, dan merokok. Aterosklerosis seringkali
tidak menunjukkan gejala sampai stenosis plak mencapai 70
sampai 80% dari diameter pembuluh darah. (NCBI)
Aterosklerosis terjadi setelah terjadi kerusakan endotel
yang mendasari, yang tampaknya berasal dari hilangnya oksida
nitrat di dalam endotel. Proses ini menyebabkan peningkatan
peradangan langsung di sekitar lokasi disfungsi, yang
memungkinkan akumulasi lipid di dalam lapisan paling dalam
dari dinding endotel. Lipid kemudian ditelan oleh makrofag,
yang mengarah pada pembentukan "sel busa". Penumpukan
kolesterol dalam "sel busa" ini menyebabkan disfungsi
mitokondria berikutnya, apoptosis, dan, akhirnya, nekrosis
jaringan di bawahnya. Sel otot polos membungkus paket "sel
busa" atau puing-puing, yang menghasilkan plak fibrotik yang
menghambat penghancuran lipid (kotoran) di bawahnya.
(NCBI)
Faktor jaringan, bersamaan dengan peningkatan aktivitas
platelet, dikenal sebagai pemicu utama koagulasi, yang
meningkatkan risiko pecahnya plak dan trombosis. Plak
aterosklerotik berevolusi melalui dua mekanisme yang berbeda:
pembentukan plak kronis yang lebih lambat yang secara
progresif mengarah ke stenosis luminal, dibandingkan dengan
onset akut dari obstruksi luminal yang cepat akibat pecahnya
plak dan trombosis [3] Kedua mekanisme tersebut mampu
menyebabkan penyakit yang signifikan secara klinis yang harus
ditangani oleh dokter sesegera mungkin. (NCBI)
Bagi kebanyakan pasien, hiperlipidemia bersifat
poligenik dalam warisan, dan manifestasi dari gangguan
tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti obesitas
(sentral), asupan lemak jenuh, dan kandungan kolesterol dalam

79
makanan seseorang. Mekanisme lain melibatkan peningkatan
kadar "apo B-100" lipoprotein di dalam plasma, yang dapat
menyebabkan penyakit aterosklerotik, bahkan ketika pasien
tidak memiliki faktor risiko lain. Sering kali ada kombinasi
faktor genetik dan lingkungan yang berperan pada risiko
seseorang terkena hiperlipidemia dan penyakit kardiovaskular.
(NCBI)
5.) LDL 190 mg/dl
Nilai Normal : <100 mg/dl (Medical
News Today) Interpretasi : Tinggi
LDL adalah produk hasil hidrolisis IDL, dimana 80%
partikel terdiri dari lipid dan 20% protein. Kadar LDL dalarn darah
dikenal sebagai faktor penting dalam penyakit aterosklerotik.
Ukuran partikel yang lebih kecil menyebabkan partikel ini lebih
mudah masuk kebawah tunika intima pembuluh darah. Adanya
faktor cedera endotel dibarengi dengan kolesterol LDL yang tinggi
rnemperrnudah terbentuknya aterosklerosis. Stress oksidatif bisa
mernodifikasi LDL rnenjadi LDL-teroksidasi dan/atau LDL-glikat.
Bentuk-bentuk LDL termodifikasi ini rnempunyai afinitas yang
lebih rendah kepada reseptor LDL (LDL-R) dan dapat dikenali oleh
rnakrofag sebagai benda asing sehingga rnernpermudah
terbentuknya foam cell (IPD, 2014).
LDL beredar dalarn sirkulasi selama + 3 hari.12 Kernudian
LDL diarnbil oleh hepar dan sel perifer melalui LDL-R dirnana
protein LDL kernudian didegradasi dan kolesterol yang ada
digunakan dalarn rnetabolisme sel. Sekitar 33-66% LDL didegradasi
rnelalui sistern LDL-R, sedangkan sisanya melalui sistern sel
scavenger (IPD, 2014).
6.) HDL 29mg/dl
Nilai Normal : >60 mg/dl (healthline) Interpretasi :Rendah
Persentasi lipid dan protein pada HDL "dewasa" adalah
sekitar 1:l dan waktu paruh dalam plasma bervariasi 3,3 - 5,8 hari.

80
Fungsi HDL penting dalarn transpor kolesterol balik darijaringan
perifer ke hepar.ApoA-l adalah protein struktural utarna. Kadar
HDL-C yang tinggi diasosiasikan dengan penurunan risiko
penyakit kardiovaskular (IPD, 2014).
7.) Triglyceride 230mg/dl
Nilai Normal : <150 mg/dl (Mayoclinic) Interpretasi : Tinggi
Beberapa penyebab peningkatan trigliserida serum yaitu
hiperlipidemia genetik, penyakit hati, sindrom nefrotik,
hipotiroidisme, diabetes mellitus, alkoholisme, gout, pankreatitis,
penyakit von Gierke, infark miokard akut, obat-obatan rnisalnya
kontrasepsi oral, estrogen dosis tinggi, beta-bloker, hidroklorotiazid,
steroid anabolik, kortikosteroid, serta gestasi (IPD, 2014).
Trigliserida serum yang rendah dapat disebabkan oleh
keadaan abetalipoproteinemia, malnutrisi, perubahan diet dalam 3
minggu, kehilangan berat badan, latihan fisik, obat-obatan e.g.
bloker alfa-1 reseptor (IPD, 2014).
8.) Fasting blood glucose 130 mg/dl Nilai Normal : <99 mg/dl (cdc.gov)
Interpretasi : Diabetes
Darah mengirimkan glukosa untuk memberi tubuh energi
untuk melakukan semua aktivitas sehari-hari seseorang. Hati
mengubah makanan yang dimakan seseorang menjadi glukosa.
Glukosa kemudian dilepaskan ke aliran darah. Pada orang sehat,
kadar glukosa darah diatur oleh beberapa hormon, terutama insulin.
Insulin diproduksi oleh pankreas, sebuah organ kecil di antara
lambung dan hati. Pankreas juga membuat enzim penting lainnya
dilepaskan langsung ke usus yang membantu mencerna makanan.
Insulin memungkinkan glukosa keluar dari darah ke dalam sel- sel di
seluruh tubuh untuk digunakan sebagai bahan bakar. (ijddr.in)
Orang yang menderita diabetes tidak menghasilkan cukup
insulin (diabetes tipe 1) atau tidak dapat menggunakan insulin dengan
benar (diabetes tipe 2), atau keduanya (yang terjadi dengan beberapa
bentuk diabetes). Pada diabetes, glukosa dalam darah tidak dapat

81
bergerak secara efisien ke dalam sel, sehingga kadar glukosa darah
tetap tinggi. Ini tidak hanya membuat kelaparan semua sel yang
membutuhkan glukosa untuk bahan bakar, tetapi juga merusak organ
dan jaringan tertentu yang terpapar kadar glukosa tinggi. (ijddr.in)
9.) Ureum 40 mg/dl
Nilai Normal : 7-20 mg/dl (Mayoclinic) Interpretasi : Tinggi
Menurut (IPD, 2014), Ureum CO[NH2]2, dalam bahasa
Belanda:ureum, Inggris: urea, BM 60 Da adalah produk katabolisme
protein utama yang diekskresi tubuh (Garnbar 9). Protein mengalami
proteolisis menjadi asam amino yang selanjutnya mengalami
transaminasi dan deaminasi oksidatif menghasilkan amonia. Di hati
amonia dikonversi menjadi ureum melalui aktivitas enzim-enzim
pada jalur siklus urea.
Lebih dari 90% ureum diekskresi melalui ginjal, selebihnya
melalui saluran cerna dan kulit. Konsep lama menyatakan bahwa
tidak ada sekresi atau absoprsi aktif urea pada tubulus ginjal, hanya
ada difusi pasif. Namun penelitian mutakhir menemukan adanya
transporter urea (UT-A1, UT-A3) pada tubulus kolligentes medulla
bagian dalam (inner medullary collecting duct, IMCD) (Gambar 10).
Transporter ureum dipengaruhi oleh antidiuretik hormon (ADH).
ADH meningkatkan fosforilasi UT sehingga meningkatkan
permeabilitas terhadap ureum. Adanya transporter jelas menjelaskan
akumulasi urea pada interstitium medula ginjal (IPD, 2014).

82
Gambar 5.1. Transport urea oleh transporter urea.
UT: Urea Transporter, AQP: aquaporin, NKCC2: transporter
Na, K, Cl
(Sumber: IPD, 2014)
Ureum serum sering digunakan untuk penilaian fungsi ginjal
namun perlu diperhatikan bahwa konsentrasi ureum serum tidak
hanya tergantung pada fungsi ginjal namun juga oleh produksi urea
yang tergantung terutama pada asupan protein. Karena adanya
reabsorpsi ureum, pemeriksaan klirens ureum kurang sesuai dengan
iaju filtrasi glomerulus. Jumlah ureum yang direabsorbsi tergantung
pada volume vaskular efektif. Pada deplesi volume, terjadi
peningkatan reabsorpsi ureum di tubulus proksimalis.Pada keadaan
ginjal normal tanpa deplesi volume sirkulasi renal, klirens ureum
sekitar 50% klirens kreatinin. Namun pada deplesi volume yang
berat, klirens ureum menjadi lebih kecil sampai 10% klirens
kreatinin. Namun, pada penyakit ginjal tahap akhir, klirens ureum
menjadi prediktor laju filtrasi glomerulus yang lebih baik dari
klirens kreatinin (IPD, 2014).

83
Peningkatan kadar urea darah disebut azoternia. Pada kadar
yang sangat tinggi dapat menyebabkan sindroma uremik.
Peningkatan kadar ureum dapat terjadi prerenal, renal dan post renal.
Penyebab prerenal dapat karena penurunan perfusi ginjal (gagal
jantung kongestif, syok, perdarahan, dehidrasi), peningkatan
katabolisme protein atau diet tinggi protein. Peningkatan renal
karena penyakit ginjal seperti gagal ginjal, nefritis glomerular dan
tubular nekrosis. Peningkatan kadar ureum postrenal dapat karena
obstruksi saluran kemih misalnya oleh urolitiasis. Penurunan
konsentrasi ureum dapat terjadi karena asupan protein rendah,
muntah dan diare berat, penyakit hati dan kehamilan (IPD, 2014).
Perlu diperhatikan bahwa laporan pemeriksaan laboratoriurn
ureum bervariasi. Beberapa pihak melaporkan dalam Blood Urea
Nitrogen (BUN). BUN dikonversi menjadi ureum dengan faktor
perkalian 2,14 (Ureum[mg/dL] = BUN[mg/dl] • 2,14) (IPD, 2014).
10.) Creatinine 0,7 mg/dl
Nilai Normal : 0,6-1,2 mg/dl (healthline) Interpretasi : Normal
11.) Sodium 137 mmol/L
Nilai Normal : 135-145 mEq/L (Mayoclinic) Interpretasi : Normal
12.) Potassium 3,8 mmol/L
Nilai Normal : 3,6-5,2 mmol/l (Mayoclinic) Interpretasi : Normal
13.) Urinalysis: normal finding Interpretasi : Normal

84
Additional examinations

No Keterangan Nilai normal Hasil Interpretasi


1. Sinus rhythm Sinus Sinus Normal
2. Axis Range (-30º)- Left axis Abnormal,
(+105º) deviation kemungkinan
terjadi LVH
3. Heart rate 60-100 bpm 104 bpm Takikardi
4. Gelombang R Progresi dari V1- Slow R wave Abnormal,
V6 meningkat progression kemungkinan
anteroseptal MI
atau hipertrofi
ventrikel
5. Gelombang Q Durasi <0,03 s, Q patologis Abnormal,
kedalamannya pada V1- kemungkinan
< 3 mm V3 MI
6. LV strain Tidak ada Ada Abnormal,
kemungkinan
LVH
7. CTR 42%-50% 65% Abnormal
(kardiomegali)
8. Shoe-shaped Apex jantung Abnormal
cardiac naik
sehingga
terbentuk
seperti
sepatu
9. Kerley’s B line Tidak tampak Tampak Abnormal
10. Sign of Tidak tampak Tampak Abnormal
cephalization
11. Flattening of Perbedaan tinggi <1,5 cm Abnormal
cardiac waist kedua

85
diafragma
adalah 1-1,5
cm
Interpretasi Pemeriksaan Penunjang pada Skenario
1) ECG: Sinus Rhythm
Interpretasi : Normal (litfl.com, The only EKG Book you’ll ever
need)
Jantung istirahat biasanya berdetak dengan ritme yang teratur,
60 hingga 100 kali per menit. Karena setiap denyut berasal dari
depolarisasi simpul sinus, ritme jantung sehari-hari yang biasa
disebut irama sinus normal. Ada lagi yang disebut aritmia (atau,
lebih tepatnya, disritmia, tetapi mari kita berpegang pada
terminologi konvensional dalam pembahasan berikut). Istilah
aritmia mengacu pada gangguan kecepatan, keteraturan, tempat asal,
atau konduksi impuls listrik jantung. Aritmia dapat berupa satu
denyut yang menyimpang (atau bahkan jeda yang lama di antara
denyut) atau gangguan ritme berkelanjutan yang dapat bertahan
seumur hidup pasien (Malcolm, 2015).
Tidak setiap aritmia abnormal atau berbahaya. Misalnya,
detak jantung serendah 35 hingga 40 detak per menit adalah umum
dan cukup normal pada atlet yang terlatih dengan baik. Denyut
menyimpang tunggal, yang berasal dari tempat lain di jantung selain
nodus sinus, sering terjadi pada sebagian besar orang yang sehat
(Malcolm, 2015).
Namun, banyak aritmia bisa berbahaya, dan beberapa
memerlukan terapi segera untuk mencegah kematian mendadak.
Diagnosis aritmia adalah salah satu hal terpenting yang dapat
dilakukan EKG, dan belum ada yang dapat melakukannya dengan
lebih baik (Malcolm, 2015).
2.) Left Axis Deviation
Nilai Normal : QRS axis
between -30° and +90°

86
Interpretasi : Abnormal
(Science Direct)
Axis Deviation: Menjadi Lebih Spesifik Tentang Mendefinisikan
Sumbu Abnormal
Sumbu QRS normal adalah antara 0 ° dan 90 °. Jika sumbu
terletak antara 90 ° dan 180 °, kita berbicara tentang deviasi sumbu
kanan. Akankah kompleks QRS pada sadapan I dan aVF menjadi
positif atau negatif pada pasien dengan deviasi sumbu kanan?
(Malcolm, 2015).
Kompleks QRS pada sadapan aVF tetap positif, tetapi negatif
pada sadapan I.

Gambar 5.2. Deviasi sumbu kanan. Kompleks QRS negatif


di sadapan I, sedangkan di aVF positif.
Jika sumbu terletak di antara 0 ° dan −90 °, kita menyebut
deviasi sumbu kiri. Dalam hal ini, kompleks QRS pada sadapan I
akan menjadi positif, tetapi akan menjadi negatif pada sadapan aVF
(Malcolm, 2015).
3.) HR 104 bpm
Nilai normal: 60-100 bpm
(BHF UK) Interpretasi :
Takikardi
Jika detak jantung teratur, hitung jumlah kotak besar (0,2
detik) di antara 2 kompleks QRS yang berurutan dan bagi 300
dengan angka ini. Jumlah kotak waktu besar dibagi menjadi 300
karena 300 × 0,20 = 60 dan detak jantung dihitung dalam denyut per

87
menit atau 60 detik. Misalnya, jika ada 3 kotak besar di antara
kompleks QRS, detak jantungnya adalah 100 detak / menit, karena
300 ÷ 3 = 100. Demikian pula, jika 4 kotak waktu besar dihitung di
antara kompleks QRS, detak jantungnya adalah 75 detak / menit.
Jika detak jantung tidak teratur, metode pertama tidak akan
akurat karena interval antara kompleks QRS bervariasi dari detak ke
detak. Dalam kebanyakan kasus, kertas grafik EKG diberi skor
dengan tanda pada interval 3 detik. Dalam kasus seperti itu, cukup
hitung jumlah kompleks QRS setiap 3 atau 6 detik dan kalikan
jumlahnya masing-masing dengan 20 atau 10.
4.) Slow progression of R wave Interpretasi : Abnormal (litfl.com)
Peningkatan amplitudo gelombang R pada sadapan yang
terletak di atas ventrikel kiri menjadi dasar diagnosis EKG untuk
hipertrofi ventrikel kiri. Untuk mendiagnosis hipertrofi ventrikel kiri
pada EKG, harus terdapat peningkatan amplitudo gelombang R pada
sadapan yang terletak di atas ventrikel kiri dan peningkatan
amplitudo gelombang S pada sadapan yang terletak di atas ventrikel
kanan.
Melihat Sadapan Prekordial
Umumnya, sadapan prekordial lebih sensitif daripada
sadapan ekstremitas untuk mendiagnosis hipertrofi ventrikel kiri.
Kriteria yang paling berguna pada sadapan prekordial adalah
sebagai berikut:
1. Amplitudo gelombang R pada sadapan V5 atau V6
dijumlahkan dengan amplitudo gelombang S pada sadapan
V1 atau V2 melebihi 35 mm.
2. Amplitudo gelombang R pada sadapan V5 melebihi 26 mm.
3. Amplitudo gelombang R pada sadapan V6 melebihi 18 mm.
4. Amplitudo gelombang R pada sadapan V6 melebihi
amplitude gelombang R pada sadapan V5.
Semakin banyak kriteria yang cocok, semakin besar
kemungkinan seorang pasien menderita hipertrofi ventrikel kiri.

88
5.) Pathological Q wave in V1 -V3 Interpretasi : Abnormal (Medtx)
Nilai normal:
Gelombang Q patologis adalah tanda infark miokard
sebelumnya. Mereka adalah hasil dari tidak adanya aktivitas listrik.
Infark miokard dapat dianggap sebagai lubang listrik karena
jaringan parut mati secara elektrik dan karenanya menghasilkan
gelombang Q patologis. Gelombang Q patologis bukan merupakan
tanda awal infark miokard tetapi umumnya membutuhkan waktu
beberapa jam hingga berhari-hari untuk berkembang. Setelah
gelombang Q patologis berkembang, mereka jarang hilang. Namun,
jika infark miokard reperfusi lebih awal (misalnya sebagai akibat
dari PCI) jaringan miokard dapat pulih dan gelombang Q patologis
menghilang. Dalam semua situasi lain, mereka biasanya bertahan
tanpa batas.
Karakteristik dari gelombang Q patologis adalah
a. setiap gelombang Q di sadapan V2-V3 ≥ 0,02 s atau
kompleks QS di sadapan V2 dan V3
b. Gelombang-Q ≥ 0,03 detik dan dalam > 0,1 mV atau
kompleks QS pada sadapan I, II, aVL, aVF, atau V4 – V6
dalam dua sadapan dari pengelompokan sadapan yang
berdekatan (I, aVL, V6; V4 – V6; II, III, dan aVF)
Gelombang Q patologis dapat disebabkan mengindikasikan
myocardial infarction, cardiomyopathies, rotation of the heart, dan
kesalahan peletakkan sadapan
6.) LV strain (+)
Interpretasi : Abnormal (Pubmed)
Beberapa teori telah dikemukakan untuk menjelaskan
penyebab kelainan ini, mulai dari aliran darah yang tidak memadai
di lapisan kapiler subendokardium (lapisan dalam miokardium yang
terletak tepat di bawah lapisan endokard ventrikel) hingga tumpang
tindih gaya depolarisasi dan repolarisasi. di wilayah otot yang
menebal. Tidak ada yang tahu pasti. Sampai saat ini, perubahan ini

89
disebut sebagai ketegangan, tetapi implikasi bahwa perubahan ini
mencerminkan ketegangan otot yang terlalu banyak bekerja dan
hipoksia telah terbukti lebih sederhana daripada yang sebenarnya,
dan istilah tersebut seharusnya dibuang (Malcolm, 2015).
Kelainan repolarisasi sama sekali tidak jarang. Mereka
paling jelas terlihat pada sadapan dengan gelombang R tinggi
(cukup wajar, karena sadapan ini terletak di atas, dan paling
langsung mencerminkan, gaya listrik ventrikel yang mengalami
hipertrofi). Dengan demikian, kelainan repolarisasi ventrikel kanan
akan terlihat pada sadapan V1 dan V2, dan kelainan repolarisasi
ventrikel kiri akan terlihat paling jelas pada sadapan I, aVL, V5, dan
V6. Kelainan repolarisasi sekunder ventrikel kiri jauh lebih umum
daripada kelainan ventrikel kanan (Malcolm, 2015).
Kelainan repolarisasi biasanya menyertai hipertrofi berat dan
bahkan dapat menjadi tanda awal dilatasi ventrikel. Misalnya, pasien
dengan stenosis aorta dan tidak ada gejala klinis dapat menunjukkan
pola stabil hipertrofi ventrikel kiri selama bertahun-tahun. Akhirnya,
bagaimanapun, ventrikel kiri bisa gagal, dan pasien akan mengalami
sesak napas yang parah dan gejala gagal jantung kongestif lainnya.
EKG kemudian dapat menunjukkan hipertrofi ventrikel kiri dengan
kelainan repolarisasi sekunder. Perkembangan ini diilustrasikan
dalam dua EKG di bawah ini (Malcolm, 2015).

90
Gambar 5.3. Abnormalitas EKG
7.) Chest X-ray: CTR 65% Nilai normal : <50% (Ncbi) Interpretasi:
Kardiomegali

91
Gambar 5.4 Kardiomegali dilihat dari CTR
Kardiomegali pada CHF dapat terjadi akibat hipertrofi atau
dilatasi ruang jantung. Kardiomegali paling baik diperkirakan
dengan X foto thorax PA, dengan nilai CTR >50%. Cardiothoracic
ratio (CTR) adalah proporsi jantung terhadap rongga thorax,
merupakan pengukuran ukuran jantung dari pemeriksaan rontgen
thorax.
CTR dapat diukur dengan rumus: CTR = a/b x 100%
Dimana:
a: Jarak terlebar dari batas kanan-kiri jantung
b: Jarak transversal terlebar dari rongga thorax
Terdapat pembagian derajat ukuran jantungberdasarkan besar CTR
yaitu:
1. No Cardiomegaly : CTR < 50%
2. Mild Cardiomegaly : CTR antara >50–55%
3. Moderate Cardiomegaly : CTR antara 56–60%
4. Severe Cardiomegaly : CTR > 60%
Chest X-ray
1. Cara Rontgen Thorax
Radiografi toraks di baca dengan menempatkan sisi kanan
foto (marker R) di sisi kiri pemeriksa atau sisi kiri foto (marker L)
di sisi kanan pemeriksa. Pada radiografi toraks, jantung terlihat
sebagai bayangan opak (putih) di tengah dari bayangan lusen (hitam)
paru-paru. Syarat layak baca radiografi toraks, yaitu:

92
a. Identitas Foto yang akan dibaca harus mencantumkan
identitas yang lengkap sehingga jelas apakah foto yang
dibaca memang milik pasien tersebut.
b. Marker Foto yang akan di baca harus mencantumkan
marker R (Right/ kanan) atau L (Left/ kiri).
c. Os scapula tidak superposisi dengan toraks. Hal ini
dapat tercapai dengan posisi PA, tangan di punggung
daerah pinggang dengan sendi bahu internal rotasi.
d. Densitas cukup. Densitas foto dikatakan cukup/
berkualitas jika corpus vertebra di belakang jantung
terlihat samar.
e. Inspirasi cukup. Pada inspirasi yang tidak adekuat atau
pada saat ekspirasi, jantung akan terlihat lebar dan
mendatar, corakan bronkovaskular akan terlihat ramai/
memadat karena terdorong oleh diafragma. Inpirasi
dinyatakan cukup jika iga 6 anterior atau iga 10
posterior terlihat komplit. Iga sisi anterior terlihat
berbentuk huruf V dan iga posterior terlihat menyerupai
huruf A.

Gambar 5.5 Inspirasi cukup jika terlihat komplit iga 6 anterior dan iga 10
posterior.

93
Gambar 5.6. Pengaruh inspirasi terhadap ukuran jantung dan corakan
bronkovaskular. A.Inspirasi kurang, B. Inspirasi cukup.

f. Simetris. Radiografi toraks dikatakan simetris jika


terdapat jarak yang sama antara prosesus spinosus dan
sisi medial os clavikula kanan - kiri. Posisi asimetris
dapat mengakibatkan gambaran jantung mengalami
rotasi dan densitas paru sisi kanan kiri berbeda
sehingga penilaian menjadi kurang valid.

Gambar 5.7. Jarak yang sama antara prosesus spinosus dengan sisi medial os
clavikula bilateral. Sumber: Gray’s Basic Anatomy

94
Gambar 5.8 Foto Rontgen Thorax Normal
- Batas atas cor mencapai setinggi cartilago costalis 3 di sisi kanan
sternum dan spatium intercostale 2 di sisi kiri sternum.
- Batas kanan cor membentang dari cartilago costalis 3 kanan sampai
di dekat cartilago costalis 6 kanan.
- Batas kiri cor turun ke lateral dari spatium intercostale 2 sampai
apex yang terletak di dekat linea medioclavicularis di spatium
intercostale 5.
- Batas bawah cor membentang dari ujung sternalis cartilago costalis 6
kanan sampai di apex pada spatium intercostale 5, dekat linea
medioclavicularis.
8.) Shoe-shaped cardiac
Interpretasi : Abnormal (Radiopaedia)

95
Gambar 5.9 Shoe Shaped Cardiac
Jantung yang 'berbentuk sepatu bot' ("cœur en sabot" dalam
bahasa Prancis) adalah deskripsi yang diberikan untuk penampakan
hati dalam beberapa kasus Tetralogy of Fallot. Ini menggambarkan
penampilan apeks jantung yang terbalik karena hipertrofi ventrikel
kanan dan segmen arteri pulmonalis cekung (radiopaedia).
Perkembangan jantung manusia dimulai sekitar hari ke-20
kehamilan, dengan fusi tabung endokard luar menjadi satu struktur
tubular, tabung jantung. Selanjutnya, tuba jantung terlipat dan
berputar, dengan perkembangan atrium kranial dan punggung, dan
ventrikel primitif bergerak ke bawah, ke arah perut, dan ke kanan.
Ventrikel kanan adalah ruang dominan dalam embrio dan janin,
menerima 65% aliran balik vena, dan merupakan kontributor utama
tubuh bagian bawah, plasenta, dan paru- paru. Ventrikel kanan dapat
dijelaskan oleh tiga komponen: saluran masuk, yang terdiri dari
katup trikuspid chordae tendineae dan otot papiler; miokardium
apikal yang ditrabulasi; dan infundibulum atau konus. Proses
embriologi yang tepat yang berkontribusi pada perkembangan
tetralogi Fallot masih belum diketahui, tetapi hubungan yang telah
diamati adalah deviasi anterior dan sefalad dari septum infundibular
yang menghasilkan defek septum ventrikel yang tidak sejajar,
dengan akar aorta utama yang menyebabkan a obstruksi aliran
keluar ventrikel kanan berikutnya. (NCBI)
Cacat septum ventrikel terlihat pada pasien dengan tetralogi
Fallot biasanya perimembran yang dapat meluas ke septum otot.
Faktor yang berbeda dapat berkontribusi dengan obstruksi aliran
keluar ventrikel kanan, termasuk katup paru yang biasanya bikuspid
dan stenotik, anulus katup paru hipoplastik, deviasi septum
infundibular yang menyebabkan obstruksi subvalvular, dan
hipertrofi pita otot di wilayah ini. . Derajat aorta utama biasanya
bervariasi dan menerima aliran darah dari kedua ventrikel. Proses
fisiologis di sekitar episode hipersianotik atau "Tet spells" dalam

96
tetralogi Fallot terdiri dari penurunan resistensi vaskular sistemik
atau peningkatan resistensi paru yang berkontribusi pada pirau
kanan-ke-kiri melintasi defek septum ventrikel, menyebabkan
desaturasi yang nyata. (NCBI)
9.) Kerley’s B line (+)
Interpretasi : Abnormal (Radiopaedia)

Gambar 5.10 Kerley’s line


Garis Kerley A (panah oranye), garis Kerley B (panah biru)
dan garis Kerley C (panah hijau) semuanya terlihat, dan semuanya
pada dasarnya mewakili hal yang sama; perluasan ruang interstisial
dengan fluida. https://radiopaedia.org/cases/acute-pulmonary-
oedema-1
Garis Kerley merupakan garis mendatar dari dinding thorak
ke medial kira-kira 3-4 cm.
Edema interstitial menyebabkan paru berbercak-bercak
tipis, halus, sehingga gambaran radiolusen paru berubah menjadi
suram. Garis Kerley ini muncul akibat terbendungnya aliran limfe
karena edema intraalveolar. Edema ini menunjukkan septa l line
yang dikenal sebagai Kerley‟s line, ada 4 jenis yaitu:
a. Kerley A: garis panjang di lobus superior paru, berasal dari
daerah hilus menuju ke atas dan perifer.
b. Kerley B: garis-garis pendek dengan arah horizontal tegak lurus

97
pada dinding pleura dan letaknya di lobus inferior, paling mudah
terlihat karena letaknya tepat diatas sinus costophrenicus Garis ini
adalah yang paling mudah ditemukan di gagal jantung
c. Kerley C: garis-garis pendek, bercabang, ada di lobus inferior.
Perlu pengalaman untuk melihatnya, karena hampir sama dengan
pembuluh darah.
d. Kerley D: garis-garis pendek, horizontal, letaknya retrostrenal
hanya tampak pada foto lateral.
Mekanisme:

Gambar 5.11 Kerley’s B line


Kerley’s line menandakan adanya edema di paru. Edema di paru ini
diakibatkan oleh berkurangnya volume cardiac output yang bisa dipompa
jantung ke sistemik. Turunnya cardiac output menyebabkan darah
menumpuk di ventrikel kiri, atrium kiri, dan juga diparu-paru sehingga
menyebabkan edema paru. Kebocoran cairan ke dalam interlobular dan
interstisium peribronkial sebagai hasil dari meningkatnya tekanan di
kapiler. Ketika cairan bocor ke dalam septum interlobular perifer, itu
memperlihatkan Kerley B atau garis septal. Kerley B terlihat sebagai garis
horizontal pendek 1-2 cm di perifer dekat sudut costaphrenicus. Garis ini
tegak lurus terhadap pleura.
10.) Signs of cephalization (+) Interpretasi : Abnormal (Med-ed)

98
Pinggang jantung hilang (atau tampak tumpul), menandakan
kardiomegali.
Mekanisme:
Akibat adanya peningkatan tekanan pada vena jugularis yang
disebabkan oleh kompensasi jantung (yang meningkatkan volume
darah yang kembali ke jantung) agar tetap dapat memenuhi
kebutuhan jaringan perifer. Sefalisasi aliran darah pulmonal
ditemukan bila tekanan vena pulmonalis melebihi tekanan
interstisial pulmonal. Hal ini mengakibatkan penumpahan cairan ke
dalam interstisium pulmonal dan selanjutnya hipoksia alveolar.
Hipoksia mengakibatkan konstriksi pembuluh darah paru-paru lobus
bawah yang menyebabkan redistribusi atau shunt aliran darah ke
arah pembuluh darah lobus atas yang mempunyai tekanan parsial
oksigen lebih tinggi.
11.) Flattening of cardiac waist Interpretasi : Abnormal (Radiopaedia)
Hal ini mengacu pada perataan batas jantung kiri, khususnya
kontur lengkung aorta dan batang paru yang berdekatan. Ini terlihat
pada kolaps lobus kiri bawah yang parah dan disebabkan oleh
perpindahan ke kiri dan rotasi jantung. Hal ini berbeda dengan
tanda batas jantung kiri lurus pada foto toraks yang terlihat pada
hemoperikardium akibat trauma tembus dada. (Radiopaedia)
F. Tatalaksana dan Prognosis
DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda
klinis atau gejala kongesti (kelas rekomendasi I, tingkatan bukit B).Tujuan
dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status euvolemia (kering dan
hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur sesuai
kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
Cara pemberian diuretik pada gagal jantung
 Pada saat inisiasi pemberian diuretik periksa fungsi ginjal dan serum
elektrolit
 Dianjurkan untuk memberikan diuretik pada saat perut kosong

99
 Sebagain besar pasien mendapat terapi diuretik loop dibandingkan tiazid
karena efisiensi diuresis dan natriuresis lebih tinggi pada diuretik loop.
Kombinasi keduanya dapat diberikan untuk mengatasi keadaan edema
yang resisten

 Mulai dengan dosis kecil dan tingkatkan sampai perbaikan gejala dan
tanda kongesti
 Dosis harus disesuaikan, terutama setelah tercapai berat badan kering
(tanpa retensi cairan),untuk mencegah risiko gangguan ginjal dan
dehidrasi. Tujuan terapi adalah mempertahankan berat badan kering
dengan dosis diuretik minimal
 Pada pasien rawat jalan, edukasi diberikan agar pasien dapat mengatur
dosis diuretik sesuai kebutuhan berdasarkan pengukuran berat badan
harian dan tanda-tanda klinis dari retensi cairan
 Pengelolaan pasien resistendiuretik

100
ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACEI)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal
jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. ACEI
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan
rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka
kelangsungan hidup (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A). ACEI kadang-
kadang menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi
simtomatik, batuk dan angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEI hanya
diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal adekuat dan kadar kalium normal.
Indikasi pemberian ACEI
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %, dengan atau tanpa gejala
 Kontraindikasi pemberian ACEI
 Riwayat angioedema
 Stenosis renal bilateral
 Kadar kalium serum > 5,0 mmol/L
 Serum kreatinin > 2,5 mg/dL
 Stenosis aorta berat

101
Cara pemberian ACEI pada gagal jantung
Inisiasi pemberian ACEI
 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit
 Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 - 2 minggu setelah
terapi ACEI
Naikan dosis secara titrasi. Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah
2 - 4 minggu.
 Jangan naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
Dosis titrasi dapat dinaikan lebih cepat saat dirawat di rumah sakit
 Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau
dosis maksimal yang dapat di toleransi
 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai
dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali
β BLOCKER
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien
gagal jantung simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β
memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah
sakit karena perburukan gagal jantung, dan meningkatkan kelangsungan hidup
Indikasi pemberian penyekat β
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Gejala ringan sampai berat (kelas fungsional II - IV NYHA)
 ACEI / ARB (dan antagonis aldosteron jika indikasi) sudah diberikan
 Pasien stabil secara klinis (tidak ada perubahan dosis diuretik, tidak ada
kebutuhan inotropik i.v. dan tidak ada tanda retensi cairan berat)
Kontraindikasi pemberian penyekat β
 Asma
 Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa
pacu jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50 x/menit)
Cara pemberian penyekat β pada gagal jantung
 Inisiasi pemberian penyekat β
 Penyekat β dapat dimulai sebelum pulang dari rumah sakit pada pasien
dekompensasi secara hati-hati.

102
Dosis awal. Naikan dosis secara titrasi
 Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan gagal jantung, hipotensi simtomatik
atau bradikardi (nadi < 50 x/menit)
 Jika tidak ada masalah diatas, gandakan dosis penyekat β sampai dosis
target atau dosis maksimal yang dapat di toleransi
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian penyekat β:
 Hipotensi simtomatik
 Bradikardia
ANTAGONIS ALDOSTERON
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis
kecil harus dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 %
dan gagal jantung simtomatik berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa
hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat. Antagonis aldosteron
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup.

Indikasi pemberian antagonis aldosteron


 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Gejala sedang sampai berat (kelas fungsional III- IV NYHA)
 Dosis optimal penyekat β dan ACEI atau ARB (tetapi tidak ACEI dan
ARB)
Kontraindikasi pemberian antagonis aldosteron
 Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L
 Serum kreatinin> 2,5 mg/dL
 Bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium
 Kombinasi ACEI dan ARB
Cara pemberian spironolakton (atau eplerenon) pada gagal jantung
Inisiasi pemberian spironolakton
 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
 Naikan dosis secara titrasi

103
 Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 4 - 8 minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hiperkalemia.
 Periksa kembali fungsi ginjal dan serum elektrolit 1 dan 4 minggu setelah
menaikan dosis
 Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau
dosis maksimal yang dapat di toleransi
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian spironolakton:
 Hiperkalemia
 Perburukan fungsi ginjal
 Nyeri dan/atau pembesaran payudara
ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)
Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal
jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % yang tetap simtomatik
walaupun sudah diberikan ACEI dan penyekat β dosis optimal, kecuali juga
mendapat antagonis aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi
ventrikel dan kualitas hidup, mengurangi angka perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung ARB direkomedasikan sebagai alternatif
pada pasien intoleran ACEI. Pada pasien ini, ARB mengurangi angka
kematian karena penyebab kardiovaskular.
Indikasi pemberian ARB
 Fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %
 Sebagai pilihan alternatif pada pasien dengan gejala ringan sampai berat
(kelas fungsional II - IV NYHA) yang intoleran ACEI
 ARB dapat menyebabkan perburukan fungsi ginjal, hiperkalemia, dan
hipotensi simtomatik sama sepert ACEI, tetapi ARB tidak menyebabkan
batuk
Kontraindikasi pemberian ARB
 Sama seperti ACEI, kecuali angioedema
 Pasien yang diterapi ACEI dan antagonis aldosteron bersamaan
 Monitor fungsi ginjal dan serum elektrolit serial ketika ARB digunakan
bersama ACEI
Cara pemberian ARB pada gagal jantung

104
Inisiasi pemberian ARB
 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit.
 Dosis awal
Naikan dosis secara titrasi
 Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu. Jangan
naikan dosis jika terjadi perburukan fungsi ginjal atau hyperkalemia
 Jika tidak ada masalah diatas, dosis dititrasi naik sampai dosis target atau
dosis maksimal yang dapat ditoleransi
 Periksa fungsi ginjal dan serum elektrolit 3 dan 6 bulan setelah mencapai
dosis target atau yang dapat ditoleransi dan selanjutnya tiap 6 bulan sekali
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian ARB:
 Sama sepertiACEI, kecuali ARB tidak menyebabkan batuk

HYDRALAZINE DAN ISOSORBIDE DINITRATE (H-ISDN)


Pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %,
kombinasi H-ISDN digunakan sebagai alternatif jika pasien intoleran
terhadap ACEI dan ARB (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti B).
Indikasi pemberian kombinasi H-ISDN
 Pengganti ACEI dan ARB dimana keduanya tidak dapat ditoleransi

105
 Sebagai terapi tambahan ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak
dapat ditoleransi
 Jika gejala pasien menetap walaupun sudah diterapi dengan ACEI,
penyekat β dan ARB atau antagonis aldosteron
Kontraindikasi pemberian kombinasi H-ISDN
 Hipotensi simtomatik
 Sindroma lupus
 Gagal ginjal berat
Cara pemberian kombinasi H-ISDN pada gagal jantung
Inisiasi pemberian kombinasi H-ISDN
 Dosis awal: hydralazine 12,5 mg dan ISDN 10 mg, 2 - 3 x/hari
 Naikan dosis secara titrasi
 Pertimbangkan menaikan dosis secara titrasi setelah 2 - 4 minggu.
 Jangan naikan dosis jika terjadi hipotensi simtomatik
 Jika toleransi baik, dosis dititrasi naik sampai dosis target (hydralazine 50
mg dan ISDN 20 mg, 3-4 x/hari)
Efek tidak mengutungkan yang dapat timbul akibat pemberian kombinasi H-
ISDN:
 Hipotensi simtomatik
 Nyeri sendi atau nyeri otot
DIGOKSIN
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat
digunakan untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain
(seperti penyekat beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung
simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan irama sinus, digoksin
dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit karena
perburukan gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka
kelangsungan hidup.

106
Cara pemberian digoksin pada gagal jantung Inisiasi pemberian digoksin
 Dosis awal: 0,25 mg, 1 x/hari pada pasien dengan fungsi ginjal normal.
Pada pasien usia lanjut dan gangguan fungsi ginjal dosis diturunkan
menjadi 0,125 atau 0,0625 mg, 1 x/hari
 Periksa kadar digoksin dalam plasma segera saat terapi kronik. Kadar
terapi digoksin harus antara 0,6 - 1,2 ng/mL
 Beberapa obat dapat menaikan kadar digoksin dalam darah (amiodaron,
diltiazem, verapamil, kuinidin) Efek tidak mengutungkan yang dapat
timbul akibat pemberian digoksin:
 Blok sinoatrial dan blok AV
 Aritmia atrial dan ventrikular, terutama pada pasien hypokalemia
 Tanda keracunan digoksin: mual, muntah, anoreksia dan gangguan melihat
warna

107
TATALAKSANA NON-FARMAKOLOGI
1. Manajemen Perawatan Diri
2. Ketaatan pasien berobat
3. Pemantauan berat badan mandiri
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan
berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertimbangan dokter.
4. Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien
dengan gejala berat yang disertai hiponatremia.
5. Pengurangan berat badan
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung,
mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup
6. Latihan fisik
Latihan fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik
stabil.
PROGNOSIS
Gagal jantung adalah gangguan kesehatan serius yang berhubungan
dengan angka kematian yang tinggi. Tingkat kematian pada 1 tahun dan 5
tahun masing-masing adalah 22% dan 43%. Kematian tertinggi ada pada
pasien kelas NYHA lanjut. Selain itu, gagal jantung yang terkait dengan MI
memiliki mortalitas 30-40%. Gagal jantung yang berhubungan dengan
disfungsi sistolik memiliki angka kematian 50% selama 5 tahun. Selanjutnya,

108
pasien dengan gagal jantung membutuhkan rawat inap berulang selama
bertahun-tahun.

109
VII. KERANGKA KONSEP
VIII. KESIMPULAN

Mrs. NS, 60 tahun menderita Congestive Heart Failure disebabkan oleh gagal
jantung hipertensi, diabetes melitus, coronary artery disease, dan dislipidemia.

111
DAFTAR PUSTAKA
Avram, R. et al. (2019). Real-World Heart Rate Norms In The Health eheart
Study. NPJ Digital Medicine. 2:58. https://doi.org/10.1038/s41746-019-0134-9.
Diakses pada 1 Maret 2021.
Badii, C., 2017. Hypertensive Heart DIsease, Illinois: University og Illinois-
Bernstein, D., Fajardo, G., & Zhao, M. (2011). The role of β-adrenergic receptors in
heart failure: differential regulation of cardiotoxicity and
cardioprotection. Progress in pediatric cardiology, 31(1), 35-38.
CDC.(2019b). Getting Tested. [online] Available at:
https://www.cdc.gov/diabetes/basics/getting-tested.html [Accessed 1 Mar.
2021].
Cherney, K. (2017). Can HDL Cholesterol Levels Be Too High? [online] Healthline.
Available at: https://www.healthline.com/health/high-hdl [Accessed 1 Mar.
2021].
Choi, E.-K. (2018). Left Axis Deviation in Patients with Acute Heart Failure with
Left Bundle Branch Block: Does It Really Matter? Korean Circulation Journal,
48(11), p.1012.
Chourpiliadis C, Bhardwaj A. (2020). Physiology, Respiratory Rate.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537306/. Diakses pada 1 Maret
2021.
Dean, L. and McEntyre, J. (2004). Genetic Factors in Type 2 Diabetes. [online]
Nih.gov. Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK1665/
[Accessed 1 Mar. 2021].
Diaz-Frias, J. and Guillaume, M. (2019). Tetralogy of Fallot. [online] Nih.gov.
Available at: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513288/ [Accessed 1
Mar. 2021].
Djoussé, et all. (2013). Plasma free fatty acids and risk of heart failure: the
Cardiovascular Health Study. Circulation. Heart failure, 6(5), 964–969.
https://doi.org/10.1161/CIRCHEARTFAILURE.113.000521. Diakses pada 1
Maret 2021.

112
Domino, Frank J. 2014. 5 Minute Clinical Consult Standard 2015, The, 23rd Edition.
USA: Lippincott Williams & Wilkins.
Drake, Richard L. Vogl, Wayne; Mitchell, Adam W.M. 2012. Gray’s Basic Anatomi
1st ed. Singapore: Elsevier Churcill Livingstone.
Dyspnea. (1999). American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine,
159(1), pp.321–340.
Foex, P DPhil. 2004.Hypertension: pathophysiology and treatment. British Journal of
Anaesthesia: Elsevier
Gaillard, F. (n.d.). Cardiothoracic ratio | Radiology Reference Article |
Radiopaedia.org. [online] Radiopaedia. Available at:
https://radiopaedia.org/articles/cardiothoracic- ratio [Accessed 1 Mar. 2021].
Gray’s Anatomy: Anatomy of the Human Body. Elsevier; 2014.
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta :
EGC
Harjola, et al. (2017). Organ dysfunction, injury and failure in acute heart failure:
from pathophysiology to diagnosis and management. A review on behalf of
the Acute Heart Failure Committee of the Heart Failure Association (HFA) of
the European Society of Cardiology (ESC). European Journal of Heart Failure,
19(7) : 821-836. https://doi.org/10.1002/ejhf.872. Diakses pada 3 Maret 2021.
Harvard Health Publishing (2018). Reading the new blood pressure guidelines -
Harvard Health. [online] Harvard Health. Available at:
https://www.health.harvard.edu/heart-health/reading-the-new-blood-pressure-
guidelines [Accessed 1 Mar. 2021].
Higuera, V. (2017). Low Creatinine: What You Need to Know. [online] Healthline.
Available at: https://www.healthline.com/health/low-creatinine [Accessed 1
Mar. 2021].
Hill, M.F. and Bordoni, B. (2020). Hyperlipidemia. [online] PubMed. Available at:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK559182/ [Accessed 1 Mar. 2021].
Ira Dwi Novriyanti, Ferry Usnizar, Irwan, 2014. Pengaruh Lama Hipertensi
Terhadap Penyakit Jantung Koroner di Poliklinik Kardiologi RSUP. Dr.

113
Mohammad Hoesin Palembang 2012. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan,
Oktober, Volume 1, pp. 55-60.
Jain S, Iverson, L. (2020). Glasgow Coma Scale : StatPearls Publishing.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK513298/. Diakses pada 1 Maret
2021.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (n.d.). TEKANAN DARAH TINGGI
(Hipertensi). [online] http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2016/10/Tekanan-
Darah-Tinggi- Hipertensi.pdf. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Available at:
http://p2ptm.kemkes.go.id/uploads/2016/10/Tekanan-Darah-Tinggi-
Hipertensi.pdf [Accessed 1 Mar. 2021].
KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA (2012). STANDAR KOMPETENSI
DOKTER INDONESIA. [online] KONSIL KEDOKTERAN INDONESIA.
Availableat:http://www.kki.go.id/assets/data/arsip/SKDI_Perkonsil,_11_maret
_13.pdf [Accessed 1 Mar. 2020].
Learn.pediatrics.ubc.ca. (n.d.). Hepatomegaly | Learn Pediatrics. [online] Available at:
https://learn.pediatrics.ubc.ca/body-systems/gastrointestinal/hepatomegaly/
[Accessed 1 Mar. 2021].
Liabsuetrakul, T., & Southern Soil-Transmitted Helminths and Maternal Health
Working Group. (2011). Is international or Asian criteria-based body mass
index associated with maternal anaemia, low birthweight, and preterm births
among Thai population? An observational study. Journal of health, population,
and nutrition. 29(3) : 218–228. https://doi.org/10.3329/jhpn.v29i3.7869.
Diakses pada 1 Maret 2021.
Life in the Fast Lane • LITFL • Medical Blog. (2018). Normal Sinus Rhythm • LITFL
Medical Blog • ECG Library Basics. [online] Available at:
https://litfl.com/normal-sinus- rhythm-ecg-library/ [Accessed 1 Mar. 2021].
Life in the Fast Lane • LITFL. (2018). Poor R Wave Progression (PRWP) • LITFL •
ECG Library Diagnosis. [online] Available at: https://litfl.com/poor-r-wave-
progression- prwp-ecg-library/ [Accessed 2 Mar. 2021].

114
Majken, K., et al. (2008). Obesity, Behavioral Lifestyle Factors, and Risk of Acute
Coronary Events. Circulation Journal. 117:3062–3069.
https://doi.org/10.1161/CIRCULATIONAHA.107.759951. Diakses pada 1
Maret 2021.
Malik A, Brito D, Chhabra L. Congestive Heart Failure (CHF) [Internet].
Ncbi.nlm.nih.gov. 2021
Mangla, A. (2020). Heart Sounds. Medscape.
https://emedicine.medscape.com/article/1894036-overview#a3. Diakses pada 3
Maret 2021.
Michigan Medicine. 2020. https://www.uofmhealth.org/health-library/aa86963.
Diakses pada 2 Maret 2021.
Oh, G.C., Cho, HJ. (2020). Blood pressure and heart failure. Clin Hypertens 26, 1,
https://doi.org/10.1186/s40885-019-0132-x. Diakses pada 2 Maret 2021.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2015. Pedoman
Tatalaksana Gagal Jantung. Edisi II.
PERKI, 2015, Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit Kardiovaskular, edisi
pert., Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Jakarta.
PERKI, 2019, Panduan Rehabilitasi Kardiovaskular, edisi pert., Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskular Indonesia, Jakarta.
Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2003. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Senthelal S, Maingi M. (2021). Physiology, Jugular Venous Pulsation. StatPearls
Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK534125/. Diakses pada 1
Maret 2021.
Setiati, S., Alwi I, Sudoyo, A. W, Stiyohadi, B., Syam, A.F., Simadibtraka, M. 2014.
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid I edisi VI. Jakarta: InternaPublishing
Setiati, S., dkk. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 6 Jilid 1. Jakarta Pusat:
InternaPublishing.
Sherwood, L. 2014. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem.Edisi 8. Jakarta: EGC
Snell, Richard S. 2008. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Jakarta. EGC.

115
Sund-Levander, et al. 2002. Normal Oral, Rectal, Tympanic and Axillary Body
Temperature in Adult Men and Women: A Systematic Literature Review.
Scand J Caring Sci. 16(2):122-8. doi: 10.1046/j.1471-6712.2002.00069.x.
PMID: 12000664. Diakses pada 1 Maret 2021.

116

Anda mungkin juga menyukai