BLOK 9 SKENARIO B
Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat-Nya sehingga laporan tutorial skenario A blok 9 ini dapat selesai dengan
baik. Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian
dari sistem pembelajaran di Blok 9 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Dalam penyelesaian laporan, banyak yang terlibat memberikan bantuan,
bimbingan dan saran. Pada kesempatan kali ini, bagi yang terlibat dalam pembuatan
laporan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih serta hormat, khususnya
kepada Septi purnamasari, S.ST, M.Bmd selaku tutor yang membimbing dan memberi
arahan kepada kelompok A5 sehingga proses tutorial dapat berjalan dengan lancar.
Tak lupa juga teman-teman selaku anggota kelompok yang membantu pembuatan
laporan ini.
Kiranya laporan tutorial ini dapat bermanfaat bagi semua yang
membacanya. Dalam penyusunan laporan, kami menyadari masih banyak
kekurangan dari laporan ini, mengingat pengetahuan dan pengalaman kami masih
sangat terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat kami harapkan. Terimakasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
Identifikasi
No Kalimat Prioritas
Masalah
1. Nadia, 19 tahun seorang mahasiswa FK UNSRI
datang ke Puskesmas dengan keluhan nyeri
TS VVV
telapak kaki kiri karena terinjak benda tajam
sejak 3 jam yang lalu
2. Nyeri dirasakan terus menerus. Telapak kaki kiri
TS VV
Nadia terlihat berdarah dan kotor
3. Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Tanda vital: Kesadaran: compos mentis; Tekanan
Darah: 120/80 mmHg; Frekuensi Nadi:
TS V
120x/menit; Frekuensi Napas: 20x/menit; Suhu:
37°C. Visual Analog Scale (VAS) 6
Pemeriksaan lokalis: regio plantar pedis sinistra:
tampak luka panjang 4 cm, kedalaman 0,5 cm.
Alasan Prioritas Masalah:
Prioritas masalahnya ada pada kalimat no.1 karena hal tersebut adalah keluhan yang
dialami pasien dan harus segera ditangani.
IV. Analisis Masalah
Masalah 1:
Nadia, 19 tahun seorang mahasiswa FK UNSRI datang ke Puskesmas
dengan keluhan nyeri telapak kaki kiri karena terinjak benda tajam sejak 3
jam yang lalu.
A. Apa saja yang ditanyakan saat anamnesis nyeri?
Saat melakukan anamnesis pada nyeri, ada beberapa hal yang dapat
ditanyakan:
1. Lokasi Nyeri
2. Onset dan Kronologi
3. Kuantitas dan Kualitas Nyeri
4. Faktor Pemberat dan Peringan Nyeri
5. Gejala yang Menyertai Nyeri
6. Riwayat Penyakit atau Pengobatan Dahulu
7. Riwayat Sosial dan Ekonomi (Kegiatan)
B. Bagaimana patofisiologi nyeri? (secara umum)
Nyeri diawali oleh rangsangan mekanik, suhu, dan, zat kimia.
Stimulus akan mengaktifkan nosiseptor pada ujung saraf bebas. Sel
yang mengalami nekrotik akan merilis K+ dan protein intraseluler.
Peningkatan kadar K+ ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi
nociceptor, sedangkan protein pada beberapa keadaan akan
menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan inflamasi.
Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin
E2, dan histamin yang akan merangasng nosiseptor sehingga
rangsangan berbahaya dan tidak berbahaya dapat menyebabkan nyeri
(hiperalgesia atau allodynia). Selain itu lesi juga mengaktifkan faktor
pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin akan terstimulasi
dan merangsang nosiseptor.
Reseptor akan mengubah stimulus tadi menjadi impuls. Impuls
tersebut akan dibawa melalui akson serabut nyeri masuk ke kornu
dorsalis pada medula spinalis. Terdapat serabut nyeri A-delta untuk
nyeri yang tajam dan cepat biasanya disebabkan karena rangsangan
pada nosiseptor mekanik dan suhu. Lalu ada serabut C yang berperan
pada nyeri yang lambat dan lama. Serabut ini membawa impuls dari
rangsangan pada nosiseptor polimodal. Selanjutnya setelah mencapai
kornu dorsalis, maka first order neuron akan bersinaps dengan cara
menghasilkan substansi P. Second order neuron yang akan melintasi
medula spinalis ke seberangnya dan lewat korno anterior akan naik
melalui jalur spinotalamik menuju talamus. Selain bersinaps dengan
second order neuron, first order neuron tersebut juga bersinaps dengan
interneuron pada medula spinalis yang nantinya menyebabkan refleks
seseorang untuk melakukan sesuatu sebagai respon terhadap hal yang
menyebabkan nyeri. Selanjutnya ketika tadi sudah sampai di talamus,
maka akan diteruskan ke korteks somatosensori yang ada pada gyrus
postcentralis. Setelah impuls sampai disini, maka kita akan tahu dimana
lokasi nyeri kita.
C. Apa saja jenis nyeri dan sifatnya?
Nyeri dapat dibagi menjadi dua jenis utama: nyeri cepat dan nyeri
lambat. Nyeri cepat timbul dalam waktu sekitar 0,1 detik, sedangkan
nyeri lambat timbul setelah 1 detik atau lebih dan kemudian secara
perlahan.
Selain itu, ada 3 jenis nyeri, yaitu nyeri nociceptive yang terdiri dari
nyeri somatik dan nyeri viseral, nyeri inflamasi, dan nyeri neuropatik.
Nyeri inflamasi adalah nyeri yang terjadi karena adanya rangsangan
mekanis atau kimiawi yang menyebabkan mediator inflamasi terlepas
dalam tubuh sedangkan nyeri neuropatik adalah nyeri yang terjadi pada
saraf, yang sulit untuk hilang walaupun sudah diberi obat. Nyeri
somatik dibagi menjadi dua yaitu cutaneus/superficial somatic pain dan
deep somatic pain. Superficial somaric pain terjadi jika nyeri berasal
dari kulit. Nyeri ini termasuk nyeri cepat. Sedangkan deep somatic pain
terjadi jika nyeri berasal dari otot dan tendon. Nyeri ini termasuk nyeri
lambat.
D. Apa dampak nyeri karena luka terinjak paku apabila tidak di
tatalaksana?
Pada luka terbuka, akan terjadi banyak pendarahan bila mengenai
pembuluh darah besar (arteri atau vena) sehingga berisiko
menyebabkan syok hipovolemik/hemoragik, infeksi bakteri (demam,
radang, pembentukan nanah), dan amputasi.
E. Mengapa setelah 3 jam terinjak benda tajam Nadia masih merasakan
nyeri pada telapak kaki kirinya?
Tusukan benda tajam pada kaki menyebabkan kerusakan jaringan yang
menyebabkan respon inflamasi melalui pengeluaran zat kimia lokal dan
mediator inflamasi, seperti prostagandin, histamin, bradikinin, dll. Zat
kimia lokal dan mediator inflamasi ini akan mengaktivasi nosiseptor
polimodal sehingga nantinya impuls akan ditransmisikan melalui
serabut C yang memiliki karakteristik tak bermielin sehingga
pengantaran impuls lebih lambat dibandingkan serabut A-delta. Nyeri
masih akan terus dirasakan jika mediator inflamasi tersebut masih ada.
F. Apa saja faktor yang mempengaruhi rasa nyeri?
Persepsi seeseorang terhadapa nyeri dapat berbeda antara satu dengan
yang lain. Hal ini disebabkan beberapa faktor seperti, nilai etnik dan
budaya. Pada budaya tertentu sesorang harus bisa menahan nyeri yang
dirasakan atau justru ada yang sebliaknya. Lalu usia, pada anak anak
kecil terkadanga mereka tak dapat memberitahu dengan jelas apa yang
mereka rasakan apakah itu nyeri atau bukan. Selain itu menurut
penelitian, pada orang yang lebih tua lebih banyak yang mengalami
nyeri khususnya jenis nyeri kronik yang disebabkan semakin
berkurannya serabut A- delta yang memiliki myelin. Selain itu faktor
lingkungan dan pengalaman masa lampau berperan dalam persepsi
nyeri yang dirasakan. Jika pasien pernah mengalami trauma dan
menyebabkan nyeri dan ia mengalami hal yang sama saat ini mungkin
tingkat nyeri sudah berkurang karena pernah mengalami. Selain itu
stress dan ansietas dapat memperburuk nyeri.
G. Apa jenis nyeri pada kasus tersebut?
Berdasarkan letaknya, nyeri yang dialami adalah superficial somatic
pain sedangkan berdasarkan jenis nyerinya, nyeri yang dialami adalah
nyeri inflamasi.
Masalah 2:
Nyeri dirasakan terus menerus. Telapak kaki kiri Nadia terlihat berdarah dan
kotor
A. Bagaimana mekanisme penutupan luka?
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi hanya berlansung selama 5-10 menit dan setelah itu
akan terjadi vasodilatasi. Fase ini merupakan respon vaskuler dan
seluler yang terjadi akibat perlukaan yang menyebabkan rusaknya
jaringan lunak. Dalam fase ini pendarahan akan di hentikan dan
area luka akan dibersihkan dari benda asing, sel-sel mati dan
bakteri untuk mempersiapkan proses penyembuhan. Pada fase ini
akan berperan pletelet yang berfungsi hemostasis, dan lekosit serta
makrofag yang mengambil fungsi fagositosis. Tercapainya fase
inflamasi dapat di tandai dengan adanya eritema, hangat pada kulit,
edema dan rasa sakit yang berlansung sampai hari ke-3 atau hari
ke-4.
2. Fase proliferasi atau epitelisasi
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah terjadi luka dan berakhir
sampai kurang lebih 12 bulan. Dalam fase ini terjadi
penyempurnaan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan
penyembuhan yang lebih kuat dan bermutu. Sintesa kolagen yang
telah dimulai pada fase proliferasi akan dilanjutkan pada fase
maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi
pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Penyembuhan akan
tercapai secara optimal jika terjadi keseimbangan antara kolagen
yang di produksi dengan kolagen yang dipecahkan. Kelebihan
kolagen pada fase ini akan menyebabkan terjadinya penebalan
jaringan parut atau hypertrophic scar. Sedangkan produksi kolagen
yang terlalu sedikit juga dapat mengakibatkan turunnya kekuatan
jaringan parut sehingga luka akan selalu terbuka.
B. Bagaimana tata laksana penutupan luka?
Evaluasi penatalaksanaan luka:
1. Anamnesis
Untuk menemukan cara penanganan dengan menanyakan
bagaimana, dimana dan kapan luka terjadi. Hal ini dilakukan untuk
memperkirakan kemungkinan terjadinya kontaminasi dan
menentukan apakah luka akan ditutup secara primer atau dibiarkan
terbuka.
2. Pemeriksaan fisik
a. Lokasi
Penting sebagai petunjuk kemungkinan adanya cedera pada
struktur yang lebih dalam
b. Eksplorasi
Untuk menyingkirkan kemungkinan cedera pada struktur yang
lebih dalam, menemukan benda asing yang mungkin tertinggal
pada luka serta menemukan adanya jaringan yang telah mati.
c. Tindakan antiseptis
Pada luka tusuk, perlu dibersihkan lebih maksimal untuk
mengeluarkan racun atau mikroba yang mungkin terdapat pada
luka. Daerah yang dibersihkan harus lebih besar dari ukuran
luka. Prinsip saat membersihkan kulit adalah mulai dari tengah
dan bekerja ke arah luar dengan pengusapan secara spiral,
dimana daerah yang telah dibersihkan tidak boleh diusap lagi
menggunakan kasa yang telah digunakan tersebut. Larutan
antiseptik yang dianjurkan adalah povidone lodine 10% atau
klorheksidine glukomat 0,5%. Selanjutnya bagian yang
mengeluarkan darah ditekan dengan kasa steril atau kain yang
bersih untuk menghentikan pendarahan sebelum perawatan luka
lebih lanjut.
3. Pembersihan luka
a. Irigasi sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang
jaringan mati dan benda asing (debridement) sehingga
mempercepat penyembuhan. Irigasi dilakukan dengan
menggunakan cairan garam fisiologis atau air bersih. Lakukan
secara sistematis dari lapisan superfisial ke lapisan yang lebih
dalam
b. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati
c. Berikan antiseptik
d. Bila perlu tindakan ini dilakukan dengan pemberian anestesi
lokal
1) Penutupan luka
Prinsip dalam menutup luka adalah mengupayakan kondisi
lingkungan yang baik pada luka sehingga proses
penyembuhan berlangsung optimal. Fungsi kulit adalah
sebagai sarana pengatur pengupan cairan tubuh dan sebagai
barier terhadap invasi bakteri patogen. Pada luka fungsi ini
menurun akibat proses inflamasi. Sehingga, untuk membantu
mengembalikan fungsi ini, perlu dilakukan penutupan luka.
Penutupan luka yang terbaik adalah dengan kulit (skin graft,
flap). Bila tidak memungkinkan maka sebagai alternatif
digunakan kassa.
2) Pemberian antibiotik atau ATS atau toksoid
Pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik sedangkan
pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan
antibiotik . Luka-luka yang merupakan media yang baik bagi
berkembangnya bakteri-bakteri anaerob memerlukan
pemberian ATS atau toksoid.
C. Apa saja dampak jika luka dibiarkan terlihat berdarah dan kotor?
Kecepatan penutupan luka sangat tergantung dari jenis luka, lebar
luka dan adanya infeksi pada daerah luka. Oleh karena itu disarankan
untuk tetap menjaga daerah luka selalu terbebas dari kontaminasi
mikroorganisme patogen sehingga akibat yang lebih buruk dari
timbulnya luka akibat kecelakaan bisa diminimalisasi.
Tindakan mencuci luka harus dilakukan sesegera mungkin setelah
terjadi luka. Jika kulit terbuka, bakteri yang berada di sekitarnya akan
masuk ke dalam luka.pada luka tusuk dan luka gigitan perlu dibersihkan
lebih maksimal untuk mengeluarkan racun atau mikroba yang mungkin
terdapat pada luka. Luka yang tidak dibersihkan juga memperbesar
kemungkinan adanya infeksi pada luka dan mengakibatkan adanya
borok.
Masalah 3:
Pemeriksaan Fisik:
Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Tanda vital: Kesadaran: compos mentis; Tekanan Darah: 120/80 mmHg;
Frekuensi Nadi: 120x/menit; Frekuensi Napas: 20x/menit; Suhu: 37°C.
Visual Analog Scale (VAS) 6
Pemeriksaan lokalis: regio plantar pedis sinistra : tampak luka panjang 4 cm,
kedalaman 0,5 cm.
A. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik tersebut?
1. Kesadaran: compos mentis > Kesadaran penuh
2. Tekanan darah: 120/80 mmHg > Normal
3. Frekuensi nadi: 120x/menit > Takikardi
4. Frekuensi napas: 20x/menit > Normal (maximal)
5. Suhu: 37°C > Normal
6. Visual Analog Scale (VAS) 6 > Moderate pain (Nyeri sedang)
B. Bagaimana hitungan/penggunaan Visual Analog Scale (VAS)?
Cara penilaiannya adalah penderita menandai sendiri dengan pensil
pada nilai skala yang sesuai dengan intensitas nyeri yang dirasakannya
setelah diberi penjelasan dari dokter tentang makna dari setiap skala
tersebut. Penentuan skor VAS dilakukan dengan mengukur jarak antara
ujung garis yang menunjukkan tidak nyeri hingga ke titik yang
ditunjukkan pasien.
C. Apa saja jenis-jenis luka?
Jenis luka berdasarkan penyebabnya (Al-Muqsith, 2015; Karina dan
Ismail, 2015):
1. Luka lecet (Vulnus Excoriasi )
Luka ini akibat gesekan dengan benda keras misalnya terjatuh dari
motor sehingga terjadi gesekan antara anggota tubuh dengan aspal.
Dimensi luka yaitu hanya memiliki panjang dan lebar, namun
biasanya mengenai ujung-ujung syaraf nyeri di kulit sehingga
derajat nyeri biasanya lebih tinggi dibanding luka robek.
2. Luka sayat (Vulnus scissum)
Jenis luka ini disebabkan oleh sayatan benda tajam misalnya logam
atau kayu. Luka yang dihasilkan tipis dan kecil, yang juga bisa
disebabkan karena di sengaja dalam proses pengobatan
3. Luka robek atau parut (Vulnus laseratum)
Luka jenis ini biasa karena benda keras yang merusak permukaan
kulit misalnya terjatuh, terkena ranting pohon, atau terkena batu
sehingga menimbulkan robekan pada kulit. Dimensi luka panjang,
lebar dan dalam.
4. Luka tusuk (Vulnus punctum)
Luka terjadi akibat tusukan benda tajam, berupa luka kecil dan
dalam. Pada luka ini perlu diwaspadai adanya bakteri clostridium
tetani benda tajam/logam yang menyebabkan luka.
5. Luka gigitan (Vulnus morsum)
Luka jenis ini disebabkan gigitan gigi, baik itu oleh manusia
ataupun binatang seperti serangga, ular, dan binatang buas. Perlu
diwaspadai luka akibat gigitan dari ular berbisa yang berbahaya.
6. Luka bakar (Vulnus combustion) luka atau kerusakan jaringan yang
timbul karena suhu tinggi. Penanganan jenis luka ini didasarka
pada empat stadium luka dan prosentase permukaan tubuh yang
terbakar.
D. Bagaimana tingkat keparahan dan kedalaman luka pada kasus tersebut?
Tingkat keparahan dan kedalaman luka dinilai dari pemeriksaan fisik
pada luka dan penilaian pada luka itu sendiri.
1. Penilaian luka meliputi jenis luka, tahapan penyembuhan luka dan
ukuran luka.
2. Pemeriksaan fisik pada luka berupa pemeriksaan tanda vital,
pemeriksaan fisik umum bertujuan mencari tanda adanya faktor
komorbid, penilaian adanya infeksi, penilaian terhdap terjadinya
struktur di bawah luka (pembuluh darah, saraf, ligamentum, otot,
tulang).
Pada kasus ini, hanya terjadi kerusakan di bagian kulit saja karena benda
tajam tersebut mengenai kulit kaki hanya sedalam 0.5 cm atau sekitar 5
mm sehingga tidak sampai kedalam mengenai otot, ligamen, ataupun
tulang. Pembuluh darah yang mungkin terkena adalah vena karena vena
terletak pada superfisial kulit dan perdarahan mengalir tetapi tidak
mengalir hebat atau memancar. Nyeri yang dirasakan terjadi karena
paku mengganggu saraf sekitar jaringan yang rusak. Suhu tubuh
meningkat hingga 37°C karena di daerah luka mungkin terjadi
kolonisasi bakteri akibat luka tetapi tidak ada gangguan gerak dari kaki
otot, tulang, dan ligamentum).
E. Bagaimana nilai rujukan dari setiap pemeriksaan fisik diatas?
1. Kesadaran: normalnya compos mentis (Nilai GCS 15= sadar
sepenuhnya)
2. Tekanan darah: Umumnya orang dewasa yang memiliki tubuh sehat
dan memiliki tekaan darah normal 90/60 mmHg sampai 120/80
mmHg
3. Frekuensi nadi: normalnya pada orang dewasa 60‐100 denyut/menit
4. Frekuensi napas: normalnya laki-laki: 12 – 20 x/menit, perempuan:
16-20 x/menit
5. Suhu: normalnya 36,4-37,2°C pada orang remaja dan orang dewasa
6. Visual Analog Scale (VAS) normalnya bernilai 0 (tidak merasakan
nyeri)
F. Bagaimana pemeriksaan fisik pada regio plantar pedis sinistra?
Secara umum, pemeriksaan fisik pada regio plantar pedis sinistra adalah
inspeksi, palpasi, rentang gerak dan perasat. Tetapi, terdapat
pemeriksaan fisik ada beberapa hal yang harus diperhatikan seperti
pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan fisik umum bertujuan mencari
tanda adanya faktor komorbid, penilaian adanya infeksi, penilaian
terhdap terjadinya struktur di bawah luka (pembuluh darah, saraf,
ligamentum, otot, tulang). Pada kasus ini, cukup dilakukan pemeriksaan
fisik secara umum yaitu inspeksi dan palpasi karena tidak terjadi
deformitas, gangguan pergerakkan kaki ataupun fraktur pada tulang,
kerusakan ligamentum dan otot. Pemeriksaan fisik pada luka berupa
pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan fisik umum bertujuan mencari
tanda adanya faktor komorbid, penilaian adanya infeksi, penilaian
terhdap terjadinya struktur di bawah luka (pembuluh darah, saraf,
ligamentum, otot, tulang) tetap dilakukan untuk menilai luka tersebut.
G. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan keadaan umum?
Dalam melakukan pemeriksaan keadaan umum, seorang dokter
mengamati keadaan kesehatan umum, tinggi, postur, dan
perkembangan seksual pasien. Ukurlah berat badan pasien. Perhatikan
postur, aktivitas motorik, dan ayunan langkah; pakaian, kerapian, dan
higiene perorangan; dan adanya bau tubuh atau bau napas. Perhatikan
ekspresi wajah pasien dan catatlah sikap, afek, dan reaksi terhadap
orang dan benda di sekitarnya. Dengarlah cara pasien berbicara dan
perhatikan tingkat kewaspadaan atau kesadarannya (Ini berfungsi agar
dapat menilai apakah pasien dalam keadaan darurat medik atau tidak)
H. Bagaimana patofisiologi dari keabnormalan yang ditemukan pada
pemeriksaan fisik diatas?
Keabnormalan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik di atas adalah
pasien mengalami takikardi/meningkatnya frekuensi nadi karena
pengaruh rangsangan nyeri pada luka. Nyeri akut akan menimbulkan
perubahan-perubahan didalam tubuh. Impuls yang diteruskan ke sel-sel
neuron di kornua antero-lateral akan mengaktifkan sistem simpatis.
Akibatnya, organ-organ yang diinervasi oleh sistem simpatis akan
teraktifkan. Nyeri akut baik yang ringan sampai yang berat akan
memberikan efek pada tubuh seperti pembuluh darah yang
vasokonstriksi, yang kemudian dapat mempengaruhi hemodinamik
tubuh seperti hipertensi, takikardi dan peningkatan resistensi pembuluh
darah secara sistemik.
V. Learning Issue
1. Anamnesis
2. Klasifikasi nyeri
3. Patofisiologi nyeri
4. Klasifikasi luka
5. Fisiologi penutupan luka
6. Tata laksana luka
7. Pemeriksaan fisik
8. Pemeriksaan lokalis
VI. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan
1. Anamnesis
Anamnesis riwayat kesehatan adalah percakapan dengan tujuan. Anamnesis
dapat diartikan sebagai hal yang dilakukan oleh pemeriksa untuk mendorong
pasien untuk mengekspresikan hal yang paling penting bagi mereka dan pasien
akan mengungkapkan keluhan pribadi mereka selain gejala sehingga
menciptakan suatu narasi yang mencakup, konteks pribadi gejala dan penyakit
pasien . Proses anamnesis yang menghasilkan cerita pasien adalah proses yang
mengalir dan memerlukan empati, komunikasi efektif, dan keterampilan
berinteraksi untuk berespons terhadap isyarat, perasaan, dan keluhan pasien.
Sebelum anamnesis dilakukan, kita terlebih dahulu membaca riwayat pasien.
a. Tipe-Tipe Anamnesis
Autoanamnesis: anamnesis yang dilakukan dengan menanyakan langsung
kepada pasien.
Alloanamnesis: anamnesis yang dilakukan saat pasien tidak sadarkan diri,
atau pasien anak-anak kepada keluarga pasien atau wali pasien.
b. Dasar-dasar anamnesis yang terampil
1) Mendengarkan secara aktif
2) Respons empatik
3) Pertanyaan terarah
4) Komunikasi nonverbal
5) Validasi
6) Memberikan keyakinan (reassurance)
7) Kemitraan
8) Pembuatan ringkasan
9) Transisi
10) Memberdayakan pasien
c. Urutan dan Konteks Anamnesis
1) Persiapan
Dalam mempersiapkan untuk menganamnesis pasien, pemeriksa harus
mempelajari rekam medis pasien, menetapkan tujuan dari anamnesis,
mempersiapkan perilaku klinis, dan menyesuaikan dengan lingkungan.
2) Urutan Anamnesis
a) Memberi salam kepada pasien dan membina rapport
b) Menetapkan agenda untuk anamnesis:
c) Mengidentifikasi dan menanggapi isyarat emosional:
d) Memperluas dan memperjelas cerita pasien:
e) Membuat dan menguji hipotesis diagnostik :
f) Membagi rencana pengobatan:
g) Mengakhiri anamnesis dan kunjungan:
h) Meluangkan waktu untuk refleksi-diri :
3) Empat Pokok Pikiran Anamnesis / The Fundamental Four (Konteks
Anamnesis)
a) Riwayat Penyakit Sekarang
Hal pertama yang ditanyakan pada anamnesis adalah riwayat
penyakit sekarang atau keluhan utama yang membuat pasien pergi
untuk melakukan pemeriksaan dan kita akan melakukan anamnesis
lanjutan. Untuk mengetahui atribut dari suatu penyakit, maka
biasanya untuk mengetahui dan mengidentifikasi kita harus
menanyakan hal berikut: OLD CART, atau awalan (Onset) , Lokasi,
Durasi, sifat (Character), faktor yang memperparah/memperingan
(Aggravating/Alleviatingfactor), Radiasi/penyebaran, dan waktu
(Timing)
i. Onset (Awalan): tanyakan kapan mulai timbul keluhan, sudah
berapa lama terjadi keluhan
ii. Lokasi: tanyakan dimana saja lokasi keluhan itu timbul
iii. Durasi: tanyakan apakah keluhan tersebut hilang atau timbul
(seberapa sering keluhan tersebut muncul)
iv. Sifat (Characteristic): tanyakan sifat atau rasa keluhan tersebut
saat timbul (missal: nyeri seperti di pukul, batuk berdahak)
v. Faktor yang memperparah (Aggravitating factor): tanyakan
apa saja kegiatan atau aktivitas yang membuat keluhan
tersebut semakin sakit atau menggangu, dan juga tanya apakah
ada keluhan lain yang menyertai keluhan utama tersebut.
vi. Faktror yang memperingan (Alleviating factor): tanyakan apa
saja kegiatan atau aktivitas yang membuat keluhan tersebut
menjadi ringan / atau terasa lebih baik.
vii. Radiasi (Penyebaran): ditanyakan apakah keluhan tersebut
menyebabkan keluhan dibagian tubuh lainnya, dan seberapa
sakit yang dirasakan oleh pasien.
viii. Waktu (Timing): ditanyakan kapan keluhan itu timbul atau
bisa juga dikatakan apakah ada waktu-waktu tertentu keluhan
tersebut timbul.
b) Riwayat Penyakit Dahulu: ditanyakan apakah sebelum terjadi
keluhan ini apakah pernah merasakan sakit yang serupa sebelumnya
atau penyakit lain yang pernah diderita, riwayat pengobatan , riwayat
perawatan inap, riwayat imunisasi, ataupun riwayar menstruasi
(pada wanita)
c) Riwayat Kesehatan Keluarga: ditanyakan apakah anggota
keluarga/yang tinggal satu rumah merasakan keluhan yang sama,
atau adakah penyakit keturunan keluarga.
d) Riwayat Sosial dan Ekonomi: Saat membahas ini, biasanya
ditanyakan umur ,pekerjaan, dan tempat tinggal (pada awal
anamnesis). Selain itu, tanyakan aktivitas sehari-hari pasien, pola
tidur, apakah meriko ataupun minum-minuman.
Nyeri dapat dibagi menjadi dua jenis utama: nyeri cepat dan nyeri lambat. Bila
diberikan stimulus, nyeri cepat timbul dalam waktu sekitar 0,1 detik, sedangkan
nyeri lambat timbul setelah 1 detik atau lebih dan kemudian secara perlahan
meningkat selama beberapa detik dan kadang kala bahkan beberapa menit. Nyeri
cepat juga memiliki banyak nama lain, seperti nyeri tajam, nyeri tertusuk, nyeri
akut, dan nyeri tersetrum. Jenis nyeri ini akan terasa bila sebuah jarum ditusukkan
ke dalam kulit, bila kulit tersayat pisau, atau bila kulit terbakar secara akut.
Nyeri lambat juga mempunyai banyak nama lain, seperti nyeri terbakar lambat,
nyeri tumpul, nyeri berdenyut, nyeri mual, dan nyeri kronis. Jenis nyeri ini biasanya
dikaitkan dengan kerusakan jaringan. Nyeri dapat berlangsung lama, dan rasa
sakitnya dapat menjadi penderitaan yang hampir tidak tertahankan. Nyeri ini dapat
terasa di kulit dan hampir semua jaringan atau organ dalam.
Nyeri dapat disebabkan oleh berbagai jenis rangsangan. Rangsangan ini
dikelompokkan sebagai rangsang nyeri mekanis, suhu, dan kimiawi. Pada
umumnya, nyeri cepat disebabkan oleh rangsangan jenis mekanis atau suhu,
sedangkan nyeri lambat disebabkan oleh ketiga jenis rangsangan tersebut (Guyton,
2011).
3. Patofisiologi Nyeri
Respon nyeri dimulai dari aktivasi nosisepor melalui ujung bebas. Kanal ion
merespon berbagai stimulus seperti zat kimia, stimulus mekanik, dan stimulus suhu
yang memicu graded potential (perubahan potensial membran) sehingga terpiculah
aksi potensial jika stimulus tersebut cukup kuat (Silverthorn, 2014).
Zat kimia yang memediasi respon inflamasi pada bagian yang mengalami
kerusakan jaringan kan mengaktifkan nosiseptor atau menyentisisasi mereka
dengan menurunkan threshold aktivasinya. Zat kimia lokal yang diproduksi atau
dilepaskan pada kerusakan jaringan termasuk K+, histamine dan juga prostaglandin
yang dilepaskan oleh sel yang rusak; serotonin dilepaskan oleh platelet yang
teraktivasi karena kerusakan jaringan; lalu substansi P yang merupakan peptida,
dilepaskan oeh primary sensory neuron / first- order neuron. Peningkatan
sensitivitas pada tempat kerusakan jaringan biasanya disebut nyeri inflamasi
(Silverthorn, 2014).
Primary sensory neuron dari nosiseptor berakhir pada kornu dorsalis pada
medua spinalis. Selanjutnya pengaktifan nosiseptor mengikuti dua jalan : (1).
Respon protetif reflex yang terintegrasi pada medula spinalis dan (2) jaras asenden
menuju ke korteks serebral yang sehingga kita merasakan nyeri. Primary nosiseptor
bersinapsis dengan interneuron utuk respon refeks spinalis atau bersinapsis dengan
secondary sensory neuron yang terproyesi ke otak (Silverthorn, 2014).
Secondary sensory neuron melintasi garis tengah tubuh di sumsum tulang
belakang dan naik ke daerah talamus dan sensorik korteks. Jalurnya juga mengirim
cabang ke sistem limbik dan hipotalamus. Sebagai akibatnya, rasa sakit bisa disertai
tekanan emosional (penderitaan) dan berbagai reaksi otonom, seperti mual, muntah,
atau berkeringat (Silverthorn, 2014).
4. Klasifikasi Luka
Luka adalah kerusakan keutuhan jaringan biologis, meliputi kulit, selaput
lendir, dan jaringan organ. Berbagai jenis trauma dapat menyebabkan ini, dan
sangat penting untuk memastikan luka dibersihkan dan dibalut dengan benar untuk
membatasi penyebaran infeksi dan cedera lebih lanjut. Untuk mengklasifikasikan
kebersihan dan kondisi luka dengan benar, definisi klasifikasi yang terdiri dari
empat kelas status luka :
a. Luka kelas 1 dianggap bersih (Clean Wounds). Mereka tidak terinfeksi, tidak
ada peradangan, dan prosedur tertutup. Metode pengeringan tertutup
diperlukan. Selain itu, luka ini tidak masuk ke saluran pernapasan, saluran
pencernaan, alat kelamin, atau saluran kemih.
b. Luka kelas 2 dianggap terkontaminasi bersih (Clean-contamined wounds).
Luka kelas 2 masuk ke saluran pernapasan, saluran pencernaan, genital, atau
saluran kemih. Namun, luka-luka ini telah memasuki saluran ini dalam kondisi
yang terkendali. Potensi kontaminasi, bisa terjadi walau tidak selalu, oleh flora
normal yang menyebabkan proses penyembuhan lebih lama.
c. Luka kelas 3 dianggap terkontaminasi (Contamined wounds). Ini adalah luka
baru dan terbuka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan
teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna.
d. Luka kelas 4 dianggap terinfeksi secara kotor (Dirty or infected wounds). Luka
ini biasanya disebabkan oleh luka traumatis yang tidak dirawat dengan benar.
Luka kelas 4 menunjukkan jaringan yang mengalami devitalisasi, dan paling
sering terjadi akibat mikroorganisme yang terdapat di visera berlubang atau
bidang operasi.
Jenis luka berdasarkan penyebabnya menurut (Al-Muqsith, 2015; Karina dan
Ismail, 2015):
a. Luka lecet (Vulnus Excoriasi )
Luka ini akibat gesekan dengan benda keras misalnya terjatuh dari motor
sehingga terjadi gesekan antara anggota tubuh dengan aspal. Dimensi luka
yaitu hanya memiliki panjang dan lebar, namun biasanya mengenai ujung-
ujung syaraf nyeri di kulit sehingga derajat nyeri biasanya lebih tinggi
dibanding luka robek.
b. Luka sayat (Vulnus scissum)
Jenis luka ini disebabkan oleh sayatan benda tajam misalnya logam atau kayu.
Luka yang dihasilkan tipis dan kecil, yang juga bisa disebabkan karena di
sengaja dalam proses pengobatan
c. Luka robek atau parut (Vulnus laseratum)
Luka jenis ini biasa karena benda keras yang merusak permukaan kulit
misalnya terjatuh, terkena ranting pohon, atau terkena batu sehingga
menimbulkan robekan pada kulit. Dimensi luka panjang, lebar dan dalam.
d. Luka tusuk (Vulnus punctum)
Luka terjadi akibat tusukan benda tajam, berupa luka kecil dan dalam. Pada
luka ini perlu diwaspadai adanya bakteri clostridium tetani benda tajam/logam
yang menyebabkan luka.
e. Luka gigitan (Vulnus morsum)
Luka jenis ini disebabkan gigitan gigi, baik itu oleh manusia ataupun binatang
seperti serangga, ular, dan binatang buas. Perlu diwaspadai luka akibat gigitan
dari ular berbisa yang berbahaya.
f. Luka bakar (Vulnus combustion)
Luka atau kerusakan jaringan yang timbul karena suhu tinggi. Penanganan
jenis luka ini didasarka pada empat stadium luka dan prosentase permukaan
tubuh yang terbakar.
Berdasarkan onset terjadinya luka, luka diklasifikasikan menjadi:
a. Luka akut : disebabkan oleh trauma atau pembedahan. Waktu penyembuhan
relatif cepat, dengan penyembuhan secara primer.
b. Luka kronis : luka kronis didefinisikan sebagai luka yang belum sembuh
setelah 3 bulan. Sering disebabkan oleh luka bakar luas, gangguan sirkulasi,
tekanan yang berlangsung lama (pressure ulcers/ ulkus dekubitus), ulkus
diabetik dan keganasan. Waktu penyembuhan cenderung lebih lama, risiko
terinfeksi lebih besar.
Proses penyembuhan luka merupakan proses yang secara normal akan terjadi
kepada setiap individu yang mengalami luka. Artinya secara alami tubuh yang sehat
mempunyai kemampuan untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Setiap terjadi
luka, secara alami mekanisme tubuh akan mengupayakan pengembalian komponen
jaringan yang rusak dengan membentuk struktur baru dan fungsional yang sama
dengan keadaan sebelumnya.
1. Fase inflamasi
Fase ini merupakan lanjutan dari fase inflamasi. Dalam fase proliferasi terjadi
perbaikan dan penyembuhan luka yang ditandai dengan proliferasi sel. Yang
berperan penting dalam fase ini adalah fibroblas yang bertanggung jawab pada
persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama
proses rekonstruksi jaringan. Selama proses ini berlansung, terjadi proses
granulasi dimana sejumlah sel dan pembuluh darah baru tertanam di dalam
jaringan baru. Selanjutnya dalam fase ini juga terjadi proses epitelisasi, dimana
fibroblas mengeluarkan keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam
stimulasi mitosis sel epidermal.
3. Fase maturasi atau remodelling
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah terjadi luka dan berakhir sampai
kurang lebih 12 bulan. Dalam fase ini terjadi penyempurnaan terbentuknya
jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang lebih kuat dan bermutu.
Sintesa kolagen yang telah dimulai pada fase proliferasi akan dilanjutkan pada
fase maturasi. Kecuali pembentukan kolagen juga akan terjadi pemecahan
kolagen oleh enzim kolagenase. Penyembuhan akan tercapai secara optimal jika
terjadi keseimbangan antara kolagen yang di produksi dengan kolagen yang
dipecahkan Kelebihan kolagen pada fase ini akan menyebabkan terjadinya
penebalan jaringan parut atau hypertrophic scar. Sedangkan produksi kolagen
yang terlalu sedikit juga dapat mengakibatkan turunnya kekuatan jaringan parut
sehingga luka akan selalu terbuka. Dalam kenyataannya, fase-fase tersebut
saling tumpang tindih. Durasi setiap fase dan waktu untuk penyembuhan luka
secara sempurna tergantung pada beberapa faktor. Luka harus segera diobati
agar dapat mencegah infeksi dan trauma lebih lanjut serta memberikan
lingkungan yang optimal bagi penyembuhan luka.
7. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pertama kali dimulai ketika kita melihat pasien. Dengan
melihat, kita bisa mengetahui jenis kelamin, tinggi, berat badan, ekspresi pasien,
respon pasien saat disapa, postur dan cara berjalan pasien.
Keadaan Umum
Amati keadaan kesehatan umum, tinggi, postur, dan perkembangan seksual
pasien. Ukurlah berat badan pasien. Perhatikan postur, aktivitas motorik, dan
ayunan langkah; pakaian, kerapian, dan higiene perorangan; dan adanya bau tubuh
atau bau napas. Perhatikan ekspresi wajah pasien dan catatlah sikap, afek, dan
reaksi terhadap orang dan benda di sekitarnya. Dengarlah cara pasien berbicara dan
perhatikan tingkat kewaspadaan atau kesadarannya. Seorang dokter dalam
mengamati keadaan umum pasien, harus mampu menilai hal berikut :
1. Dapat menilai apakah pasien dalam keadaan darurat medik atau tidak.
2. Keadaan gizi dan habitus.
3. Habitus : Atletikus → BB dan bentuk badan ideal;
4. Astenikus, → pasien yang kurus;
5. Piknikus → pasien yang gemuk
6. Keadaan gizi → kurang, cukup atau berlebih.
7. BB dan TB harus diukur sebelum pemeriksaan fisis dilanjutkan.
Indeks Masa Tubuh (Body Mass Index) :
BB ideal = IMT 18,5 – 25
BB kurang = IMT < 18,5
BB lebih = IMT > 25
Obesitas = IMT > 30
Pemeriksaan tanda vital:
a. Pemeriksaan Kesadaran
Pemeriksaan tingkat kesadaran berguna dalam menegakkan diagnosis
maupun menentukan prognosis penderita. Tingkat kesadaran menunjukkan
kewaspadaan atau reaksi seseorang dalam menanggapi rangsangan dari luar
yang ditangkap oleh panca indera. Sedangkan isi kesadaran berhubungan
dengan fungsi kortikal seperti membaca, menulis, bahasa, intelektual, dan
lain-lain. Tingkat kesadaran yang menurun biasanya diikuti dengan
gangguan isi kesadaran. Sedangkan gangguan isi kesadaran tidak selalu
diikuti dengan penurunan tingkat kesadaran.
Penurunan tingkat kesadaran di ukur dengan Glasgow Coma Scale
(GCS). Pemeriksaan GCS didasarkan pada pemeriksaan respon dari mata,
bicara dan motorik.
8. Pemeriksaan Lokalis
Nadia, 19 tahun mengalami nyeri superfisial somatik akut akibat vulnus punctum
di regio plantar pedis sinistra.
DAFTAR PUSTAKA
Ariningrum, D., dkk. 2018. Buku Pedoman Keterampilan Klinis Manajemen Luka.
Solo: Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Bickley L.S. dan Szilagyi. P.G. 2007. Bates' Guide to Physical Examination and
History Taking.11th edition. Lippincott Williams & Wilkin’s
Ganong, F. K., 2011. Barret, Kim E. 24th ed. New York: McGraw Hill Medical.
Guyton A.C, dan Hall, J.E. 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Penterjemah: Ermita I, Ibrahim I. Singapura: Elsevier
Guyton, A. C., 2011. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology. 12th ed.
Philadelphia: Elsevier.
Kanji S1, Das H2. Advances of Stem Cell Therapeutics in Cutaneous Wound
Healing and Regeneration Mediators Inflamm. 2017;2017:5217967. doi:
10.1155/2017/5217967. Epub 2017 Oct 29.
Sherwood, L. 2017. Fisiologi manusia: Dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Sherwood, L., 2018. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 9 ed. Jakarta: EGC.
Sujeri, 2018. Penerapan Perawatan Luka dengan NaCl 0,9% pada Pasien Vulnus
Laceratum di Ruang Rawat Inap RSUD Empat Lawang Tahun 2018. Lubuklinggau:
Politeknik Kesehatan Palembang.
Tortora, Gerard J. 2002. Principles of Anatomy and Physiologt. New York: John
Willey & Sons.
Wiley, J., & Sons. 2013. Wound Healing and Skin Integrity. Oxford: USA.