ASUHAN KEPERAWATAN
NAMA : Nurrahma
NIM : P00620219051
TK : IIIB
a. Keperawatan
1) Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi, (perjalanan penyakit),
penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen
program penatalkansanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber bantuan
untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalksanaan yang
diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus di lakukan secara terus-
menerus.
2) Istirahat , Merupakan hal penting karena rematik biasanya disertai rasa lelah yang
hebat . Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari , tetapi ada masa
dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu
seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat .
3) Latihan Fisik dan Fisioterapi, Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam
memperthankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada
semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehat. Obat untuk menghilangkan nyeri
diperlukan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan
bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Latihan yang berlebihan dapat merusak
struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit.
4) Gizi, Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada sendi.
Adapun syarat-syarat diet atritis reumatoid adalah protein cukup, lemak sedang,
cukup vitamin dan mineral, cairan disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap
hari. Rata-rata asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat
dapat diberikan lebih banyak yaitu 65-75% dari kebutuhan energi total.
b. Medis
1) Penggunaan OAINS
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umunya diberikan pada penderita
AR sejak dini penyakit yang dimaksudkan untuk mengatasi nyeri sendi akibat
inflamasi yang sering kali dijumpai, walaupun belum terjadi proliferasi sinovial
yang bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi, OAINS juga memberikan efek
analgetik yang sangat baik . OAINS terutama bekerja menghambat enzim
siklooxygenase sehingga menekan sintesi progtaglandin masih belum jelas apakah
hambatan enzim siklooxygenase juga berperan dalam hal ini , akan tetapi jelas
bahwa OAINS bekerja dengan cara:
(a)Memungkinkan stabilitas membran lisosomal.
(b)Menghambat pembesaran dan aktivitas mediator imflamasi (histamin, serotoin,
enzim lisosomal dan enzim lainnya).
(c)Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan
(d)Menghambat proliferasi seluler
(e)Menetralisirkan radikal oksigen
(f) Menekan rasa nyeri
2) Pengunaan DMARD
Terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada pengobatan penderita AR.
Cara pertama adalah pemberian DMARD tunggal yang dimulai dari saat yang sangat
dini, pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa destruksi sendi pada AR
terjadi pada masa dini penyakit. Cara pendekatan lain adalah dengan menggunakan
dua atau lebih DMARD secara stimultan atau secara siklik seperti penggunaan obat-
obatan imunosuprensif pada pengobatan penyakit keganasan, digunakan untuk
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses estruksi akibat artiris rheumatoid.
Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk pengobatan AR adalah:
(a)Klorokuin: Dosis anjurkan klorokuin fosfat 250mg/hari hidrosiklorokuin
400mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis harian, berupa penurunan
ketajaman penglihatan, dermatitis, makulopapular, nausea, diare, dan anemia
hemolitik.
(b)Sulfazalazine : Untuk pengobatan AR sulfazalazine dalam bentuk euteric coated
tabelet digunakan mulai dari dosis 1x500 mg/hari, untuk kemudian ditingkatkan
500mg setiap minggu sampai mencapai dosis 4x500mg. Setelah remisi tercapai
dengan dosis 2g/hari, dosis diturunkan kembali sehingga mencapai 1g/hari untuk
digunakan dalam jangka panjang sampai remisi sempurna terjadi.
(c)Dpeicillamine : Dalam pengobatan AR. DP (Cuprimin 250mg Trolovol 300mg)
digunakan dalam dosis 1x250mg sampai 300mg/hari kemudian dosis ditingkatkan
setiap dua sampai 4 minggu sebesar 250 sampai 300 mg/hari untuk mencapai
dosis total 4x250 sampai 300mg/hari.
3) Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta terdapat
alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan. Jenis pengobatan
ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik, misalnya sinovektoni, artrodesis,
total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar, dan sebagainya.
H. Pencegahan
1. Hindari kegiatan tersebut apabila sendi sudah terasa nyeri, sebaiknya berat badan
diturunkan.
2. Istirahat yang cukup.
3. Hindarilah makanan secara berlebihan fakor pencetus rematik. Makanan yang
mengandung banyak purin misalnya : daging, jeroan, babat, usus, hati.
I. Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik
yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat anti imflamasi non steroid (OAINS)
atau obat pengubah jalan penyakit DMARD (disease modifying antirheumatoid drugs)
yang menjadi faktor penyebab mortalitas utama pada artritis rheumatoid. Komplikasi saraf
yang terjadi tidak memberikan gambaran yang jelas, sehingga sukar dibedakan antara
akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat
ketidakstabilan vertebrata servikal dan neuropati siskemik vaskulitis (Mansjoer, 1999).
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian terdiri dari pengumpulan informasi subjektif dan objektif (misalnya,
tanda vital, wawancara pasien/keluarga, pemeriksaan fisik) dan peninjauan informasi
riwayat pasien pada rekam medik. Perawat juga mengumpulkan informasi tentang
kekuatan (untuk mengidentifikasi peluang promosi kesehatan) dan resiko (area yang
perawat dapat mencegah atau potensi masalah yang dapat ditunda).. Pengkajian dapat
didasarkan pada teori keperawatan tertentu seperti yang dikembangkan oleh Sister Callista
Roy, Wanda Horta, atay Dorothea Orem, atau pada kerangka pengkajian standar seperti
Pola Kesehatan Fungsional Menurut Marjory Gordon. Kerangka ini menyediakan cara
mengategorikan data dalam jumlah besar ke dalam jumlah yang dikelola berdasarkan pola
atau kategori data terkait.
Dasar dari diagnosis keperawatan adalah penalaran klinis. Penalaran klinis
diperlukan untuk membedakan yang normal dari data abnormal, mengelompokkan data
terkait, menyadari data yang kurang, mengidentifikasi data yang tidak konsistensi, dan
membuat kesimpulan (Alfaro Lefebre,2004). Penilaian klinis adalah “interpretasi atau
kesimpulan tentang kebutuhan pasien, keprihatinan, atau masalah kesehatan, dan atau
keputusan untuk mengambil tindakan (Tanner,2006, hal.204). Isu-isu kunci, atau fokus,
mungkin jelas di awal penilaian (misalnya integritas kulit diubah, kesepian) dan
memungkinkan perawat untuk memulai proses diagnostik. Sebagai contoh, pasien dapat
melaporkan rasa sakit atau menunjukkan agitasi sambil memegang bagian tubuh. Perawat
akan mengenali ketidaknyamanan klien berdasarkan laporan klien atau prilaku sakit.
Perawat ahli dapat dengan cepat mengidentifikasi kelompok karateristik klinis dari data
pengkajian dan mulus maju ke diagnosis keperawatan. Perawat pemula mengambil proses
yang lebih berurutan dalam menentukan diagnosis keperawatan yang tepat.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penelitian klinis tentang respons manusia terhadap
gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentanan respons dari seorang individu,
keluarga, kelompok, atau komunitas. Perawat mendiagnosis masalah kesehatan,
menyatakan resiko, dan kesiapan untuk promosi kesehatan. Diagnosis berfokus masalah
tidak boleh dipandang lebih penting darpada diagnosis dengan prioritas tertinggi bagi
pasien.
Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisis data subjektif dan objektif yang
telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa keperawatan. Diagnosa
keperawatan melibatkan proses berfikir kompleks tentang data yang dikumpulkan dari
klien, keluarga, rekam medis, dan pemberi pelayanan kesehatan yang lain.
Masalah yang lazim muncul (Nanda 2015):
a. Nyeri akut b.d perubahan patologis oleh arthritis rheumatoid
b. Gangguan citra tubuh b.d perubahan penampilan tubuh, sendi, bengkok, deformitas.
c. Gangguan mobilitas fisik b.d kekakuan sendi
d. Defisit perawatan diri b.d gangguan muskuloskeletal (penurunan kekuatan otot)
e. Ansietas b.d kurangnya informasi tentang penyakit, penurunan produktifitas (status
kesehatan dan fungsi peran).
C. Perencanaan Keperawatan
Pembuatan kriteria hasil dan perencanaan tindakan adalah tahap ketiga dari proses
keperawatan. Setelah perawat mengkaji kondisi klien dan menetapkan diagnosis 1
keperawatan, perawat perlu membuat rencana tindakan dan tolok ukur yang akan
digunakan untuk mengevaluasi perkembangan klien (DeLaune dkk, 2002).
Perencanaan keperawatan sebaiknya memenuhi persyaratan berikut ini (DeLauner
dkk, 2002).
1. Bersifat individual, bergantung pada kebutuhan dan kondisi klien.
2. Bisa dikembangkan bersama-sama dengan klien, tenaga kesehatan lain, atau orang yang
ada di sekitar klien.
3. Harus terdokumentasi.
4. Berkelanjutan.
Perencanaan keperawatan didefinisikan sebagai “berbagai perawatan, berdasarkan
penilaian klinis dan pengetahuan, yang dilakukan oleh seorang perawat untuk
meningkatkan hasil klien atau pasien” (CNC, n.d). Perencanaan tindakan keperawatan
adalah tulisan yang dibuat dan digunakan sebagai panduan saat melakukan tindakan
keperawatan untuk mengatasi masalah yang muncul.
D. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan. Tahap ini muncul jika
perencanaan yang dibuat diaplikasikan pada klien. Tindakan yang dilakukan mungkin
sama, mungkin juga berbeda dengan urutan yang yang telah dibuat pada perencanaan.
Aplikasi yang dilakukan pada klien akan berbeda, disesuaikan dengan kondisi klien saat
itu dan kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien.
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreatifitas perawat.
Sebelum melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan
tersebut dilakukan. Perawat harus yakin bahwa: tindakan keperawatan yang dilakukan
sesuai dengan tindakan yang sudah direncanakan, dilakukan dengan cara yang tepat, serta
sesuai dengan kondisi klien, selalu dievaluasi apakah sudah efektif dan selalu
didokumentasikan menurut waktu (Doenges dkk, 2006).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini perawat
membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan kriteria hasil yang sudah
ditetapkan serta menilai apakah masalah yang terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya
sebagian, atau bahkan belum teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses yang
berkelanjutan yaitu suatu proses yang digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi
klien untuk mengetahui kesesuaian tindakan keperawatan, perbaikan tindakan
keperawatan, kebutuhan klien saat ini, perlunya dirujuk pada tempat kesehatan lain,
apakah perlu menyusun ulang prioritas diagnosis supaya kebutuhan klien bisa terpenuhi
(Doenges dkk,2006). Selain digunakan untuk mengevaluasi tindakan keperawatan yang
sudah dilakukan, evaluasi juga digunakan untuk memeriksa semua proses keperawatan.