PENDAHULUAN
1
Berdasarkan latar belakang tersebut, kelompok membuat makalahyang bejudul Terapi
Bermain.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
aktivitas bermain ini harus tetap dilaksanakan, namun harus disesuaikan dengan
kondisi anak.
a. Pengertian Stimulasi dan Bermain
Stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan di luar individu
anak ( Soetiningsih, 1995 dalam nursalam, rekawati & Utami,2008). Simulasi
berfungsi sebagai penguat ( reinforcement), sehingga memberikan stimulasi secara
terus menerus dan berulang memberikan kesempatan pada anak untuk tumbuh dan
berkembang secara optimal. Menurut Moersinowati( 2002) stimulasi adalah
perangsangan dan latihan - latihan terhadap kepandaian anak yang datangnya dari
lingkungan di luar anak. Stimulasi ini dapat dilakukan oleh orangtua, anggota
keluarga, atau orang dewasa lain di sekitar anak. Stimulasi merupakan bagian dari
kebutuhan dasar anak yaitu asah. Dengan mengasah kemampuan anak secara terus
menerus , kemampuan anak akan semakin meningkat sehingga anak yang mendapat
kan stimulasi terarah akan lebih cepat berkembang . Pemberian stimulasi dapat
diberikan dengan latihan dan bermain. Bermain merupakan kegiatan yang
menyenangkan bagi anak dan sebagai bentuk infatil dari kemampuan orang dewasa
untuk menghadapi berbagai macam pengalaman dengan cara menciptakan model
situasi tertentu dan berusaha untuk menguasainya melalui berbagai eksperimen dan
perencanaan. Dengan demikian bermain dapat disamakan dengan bekerja pada orang
dewasa, karena keduanya sama sama melakukan aktivitas. Pada masa kanak-kanak,
kebutuhan bermain tidak bisa dipisahkan dari dunianya dan merupakan kebutuhan
dasar untuk dapat tumbuh kembang secara optimal. Selain itu aktivitas bermain anak
juga akan memperoleh stimulasi mental yang merupakan cikal bakal dari proses
belajar anak untuk pengembangan, kecerdasan, ketrampilan, kemandirian, kreativitas,
agama, kepribadian, moral, etika, dan sebagainya.
b. Fungsi Bermain
1) Perkembangan Sensorimotor
a) Memperbaiki koordinasi, ketrampilan motorik kasar dan halus
4
b) Meningkatkan perkembangan semua indera
c) Mendorong eksplorasi pada sifat fisik dunia
d) Memberikan pelampiasan kelebihan energi
2) Perkembangan Intelektual
a) Memberikan sumber sumber yang beranekaragam untuk pembelajaran tentang
eksplorasi dan manipulasi bentuk , ukuran, tekstur dan warna, serta pengalaman
dengan angka
b) Kesempatan untuk mempraktikkan dan memperluas ketrampilan berbahasa
c) Memberikan kesempatan untuk melatih pengalaman masa lalu dalam upaya
mengasimilasinya ke dalam persepsi dan hubungan baru
d) Membantu anak memahami dunia dimana mereka hidup dan membedakan
antara fantasi dan realita
4) Kreativitas
a) Memberikan saluran ekspresif untuk ide dan minat yang kreatif
b) Memungkinkan fantasi dan imajinatif
c) Meningkatkan perkembangan bakat dan minat khusus
5) Kesadaran Dir
a) Memudahkan perkembangan identitas diri
b) Mendorong pengaturan perilaku sendiri
c) Memungkinkan pengujian pada kemampuan sendiri ( keahlian sendiri)
5
d) Memberikan perbandingan antara kemampuan sendiri dan kemampuan
oang lain
e) Memungkinkan ksempatan untuk belajar bagaimana perilaku sendiri dapat
mempengaruhi orang lain.
6) Nilai Teraputik
a) Memberikan pelepasan stres dan ketegangan
b) Memungkinkan ekspresi emosi dan pelepasan impuls yang tidak dapat diterima
dalam bentuk yang secara sosial, sehingga dapat di terima.
c) Mendorong percobaan dan pengujian situasi yang menakutkan dengan cara
aman.
d) Memudahkan komunikasi dan verbal tidak langsung dan non verbal tentang
kebutuhan, rasa takut dan keinginan.
e) ( Nursalam.dkk,2008)
c. Prinsip-Prinsip Bermain
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar aktivitas bermain bisa menjadi
stimulus yang efektif ,sebagaimana berikut ini :
1) Perlu ekstra energi
Bermain memerlukan energi yang cukup, sehingga anak memerlukan nutrisi
yang memadai. Asupan (intake) yang kurang dapat menurunkan gairah anak. Anak
sehat memerlukan aktivitas bermain yang bervariasi, baik mainan aktif maupun pasif,
untuk menghindari rasa bosan atau jenuh. Sedangkan anak sakit, keinginan bermain
pada umumnya menurun karena energi yang ada di gunakan untuk mengatasi
penyakitnya. Aktivitas bermain anak sakit yang bisa dilakukan adalah bermain pasif,
misalnya dengan menonton tv, mendengarkan musik dan menggambar.
6
2) Waktu yang cukup
Anak harus mempunyai cukup waktu untuk bermain dan cukup kesempatan
mengenal alat-alat permainannya sehingga stimulus yang diberikan dapat optimal.
Menurut Fajriati (2008) dalam ( Warastuti,dkk,2013), konsentrasi pada anak usia
prasekolah butuh untuk di latih dan diasah terutama otot gerak halus, konsentrasi
anak umumnya bertahan sekitar 15-20 menit. Jika anak mempunyai daya konsentrasi
tinggi bisa bertahan sampai 30 menit , namun bila terlalu lama anak akan
meninggalkan kegiatan bermain.
3) Alat Permainan
Alat permainan yang di gunakan harus sesuai dengan usia dan tahap
perkembangan anak, sehingga alat permainan yang diberikan berfungsi dengan benar.
Yang perlu diperhatikan alat permainan harus aman dan mempunyai unsur edukatif
bagi anak.
6) Teman bermain
Dalam bermain anak memerlukan teman seperti teman sebaya, saudara, atau
orang tuanya. Ada saat-saat tertentu dimana anak bermain sendiri agar dapat
menemukan kebutuhannya sendiri. Bermain yang dilakukan bersama dengan
7
orangtuanya akan mengakrapkan hubungan sekaligus memberikan kesempatan pada
orangtua untuk mengetahui setiap kelainan yang di alami oleh anaknya. Teman
diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan membantu anak dalam
memahami perbedaan.
8
4) Lingkungan mendukung
Permainan tidak harus berupa maian jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat
menstimulasi imajinasi dan kreativitas anak. Lingkungan fisik sekitar rumah lebih
banyak mempengaruhi ruang gerak anak untuk melakukan aktivitas motorik,
begitupun dengan keyakinan keluarga tentang moral dan budaya juga mempengaruhi
bagaimana anak di didik melalui permainan.
9
Bermain aktif merupakan aktifitas bermain yang membuat anak memperoleh
kesenangan dan yang dilakukan sendiri, misalnya dengan :
1) Mengamati atau menyelidiki (Exploratory Play), Misalnya memeriksa,
memperhatikan, mencium, menekan dan kadang berusaha membongkar alat
permainan.
2) Membangun (Construction Play), misalnya berusaha untuk menyusun balok-
balok menjadi bentuk rumah, mobil dan lain-lain.
3) Bermain peran (Dramatic Play), misalnya bermain sandiwara, rumah- rumahan
dan boneka.
4) Bermain voli, sepak bola dan lain-lain.
Bermain pasif merupakan suatu hiburan atau kesenangan yang di peroleh dari
orang lain. Dalam hal ini anak berperan pasif dan melihat atau mendengar saja,
misalnya melihat gambar, mendengarkan cerita , menonton tv dan lain- lain.
1. Anak yang agresif, suka menyerang orang lain, agresif muncul karena
gangguan emosional yang dialami anak. Mungkin anak diperlakukan terlalu
keras oleh orang tuanya sehingga merasa marah, memberontak
10
2. Anak yang mempunyai kebiasaan mencabut rambutnya sampai botak sebagian
atau seluruhan. Menggigit kuku sampai luka-luka, menahan buang air besar,
mengompol walaupun usianya sudah tiga tahun ke atas, cemas atau phobia
sekolah yang bisa ditandai dengan munculnya gangguan ke tubuh seperti mual,
sakit perut, muntah-muntah menjelang pergi sekolah.
3. Anak yang sulit bergaul kurang percaya diri secara berlebihan sehingga
menghambat perkembangannya. Anak yang tidak mau berbicara dengan orang
lain selain anggota keluarga terdekat.
11
2.6. Prosedur Dalam Terapi Bermain
Menurut Bradley dan Gould (dalam Thompson & Henderson, 2007 : 435)
meliputi 3 tahap yaitu :
1. Membangun relasi, dimana terapis memusatkan perhatian pada bentuk-bentuk
emosi yang muncul saat anak bermain dan harus memberikan respon yang tepat
dalam hal tersebut.
2. Menentukan bentuk permainan secara spesifik, dimana hubungan semakin
terbentuk dengan baik dan terapis secara asertif mengarahkan permainan bagi
anak
3. Konfrontasi untuk mengatasi masalah dimana terapis secara aktif lebih
mendekatkan diri dalam struktur kegiatan bermain untuk membantu mendorong
dan membesarkan hati anak dalam menghhadapi dan menyelesaikan masalah.
12
orang tua untuk bertindak sebagai agen perubahan bagi masalah-masalah perilaku dan
emosional anaknya.
Menurut Herschell & McNeil pelaksanaan PCIT membutuhkan waktu satu kali
seminggu selama 1 jam, dengan durasi treatment antara 10 sampai 14 sesi. Menurut
Child Welfare Information Gateway, U.S Department of Health and Human
Servicespelaksanaan PCIT dilakukan selama 1 jam sebanyak 14 sampai 20 sesi sesuai
kebutuhan. Sedangkan Kot & Tyndall-Lind secara intensif menyatakan bahwa anak
dapat memperoleh 12 sesi dalam 2 atau 3 minggu.
13
Fase CDI diarahkan untuk memberikan pekerjaan rumah bagi orang tua melatih
setiap keterampilan baru yang diperolehnya selama 5 sampai 10 menit (setiap
hari) bersama anaknya.
Keterampilan dalam pelaksanaan CDI yaitu :
Praise (penghargaan), orang tua menyediakan berbagai hadiah atau ganjaran
baik dalam bentuk pujian maupun sistem token
Reflection(refleksi), orang tua mengulangi atau merangkai kembali kata-kata
yang telah disampaikan anaknya. Hal ini menunjukkan bahwa orang tua telah
mendengarkan dan memberikan perhatian, sehingga dapat mendorong
komunikasi yang baik dengan anak.
Description(penjelasan), orang tua menjelaskan aktivitas bermain apa yang
sedang dilakukan anak. Tujuannya untuk menunjukkan perhatian orang tua
terhadap anak dan mengembangkan perbendaharaan kata pada anak.
Entusiasm(ketertarikan), orang tua menunjukkan ketertarikan dan rasa senang
terhadap kegiatan bermain yang sedang dilakukan anak.
Parent Directed Interaction
Tujuan : memusatkan perhatian orang tua terhadap pembentukan struktur dan
konsistensi penerapan disiplin.
Orang tua memberikan instruksi secara jelas dan langsung pada anak, serta
memberikan konsekuensinya yang konsisten.
Selain pemberian pujian atau token pada perilaku positif anak, senyuman dan
sentuhan di kepala /bahu anak juga akan memberikan dampak yang lebih baik.
Jika perilaku negatif ditampilkan maka anak diberikan tanda berupa bulatan
hitam/lingkaran, sedangkan jika perilaku positif yang ditampilkan maka anak
diberikan tanda bintang atau token (pada buku hariannya).
Pada saat anak tidak mematuhi perintah orang tua maka dapat diberlakukan
“setrap‟yaitu dengan memindahkan anak untuk duduk pada tempat atau area
hukuman, yang mudah diawasi orang tua.
14
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Bermain merupakan bagian penting dari masa balita dan punya nilai pendidikan
yang tinggi (June, 2003). “Bermain” (play) merupakan istilah yang digunakan secara
bebas sehingga arti utamanya mungkin hilang. Arti yang paling tepat ialah setiap
kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkan, tanpa
mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan secara suka rela, dan tidak ada
paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban (Hurlock, 1978).
Terapi bermain adalah penggunaan model-model teoritis secara sistematis
untuk menjalin sebuah proses interpersonal dimana seorang terapis menggunakan
kekuatan-kekuatan terapetik dari kegiatan bermain, untuk membantu para klien dalam
mencegah atau mengatasi masalah-masalah psikososial dan mencapai taraf
pertumbuhan dan perkembangan secara optimal.
3.2. Saran
Makalah ini dapat digunakan sebagai referensi untuk mengetahui hal-hal yang
berhubungan dengan terapi bermain.
15
DAFTR PUSTAKA
http://eprints.ums.ac.id/21387/2/BAB_I.pdf.
16