GEOLOGI REGIONAL
7
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko
Gambar 2.1 Lokasi Cekungan Tarakan (A) dan Fisiografi Cekungan Tarakan (B).
Lapangan ‘AW’ termasuk Sub-Cekungan Tarakan. (Modifikasi dari Core Laboratories,
1996)
8
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko
blok-blok sesar tinggian dan rendahan. Di bagian rendahan terendapkan sedimen-
sedimen berumur tua yaitu Formasi Sembakung berupa serpih dan batulanau yang
terkompaksi sangat kuat (Biantoro, dkk., 1996).
Gambar 2.2 Gambaran tektonik regional Cekungan Tarakan. (Modifikasi dari Pertamina-
BEICIP, 1992; Neitherwood dan Wight, 1993; Hidayat dkk., 1992; Situmorang dan
Burhan, 1992 dalam Lentini dan Darman, 1996)
9
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko
di sub-cekungan. Akibat pengangkatan tersebut terjadi erosi dan pembentukan
ketidakselarasan regional. Kemudian, dimulailah sedimentasi siklus pertama yaitu
Formasi Sujau, Formasi Mangkabua dan Formasi Sailor menumpang secara tidak
selaras diatas sedimen sebelumnya.
Pada periode Oligosen Awal, terjadi pengangkatan kembali membentuk
ketidakselarasan regional dan dimulainya sedimentasi siklus kedua berupa Formasi
Tempilan, Formasi Tabalar dan Formasi Naintupo yang menumpang secara tidak
selaras di atas sedimen sebelumnya. Proses sedimentasi tersebut berlangsung pada
fase transgresi yang dicirkan oleh endapan-endapan karbonat platform open marine
dan serpih laut dalam.
Pada periode akhir Miosen Awal, proses pemekaran dan pengangkatan
kembali mencapai puncaknya dan berpengaruh hingga ke bagian timur sub-
cekungan membentuk fisiografi Sub-cekungan Tarakan meliputi Dasin-Fani Ridge,
Sembakung-Bangkudulis Graben, Mintut-Tibi Slope dan Bunyu-Tarakan Main
Depocenter. Proses pemekaran dan pengangkatan ini membentuk sesar-sesar
normal berarah baratdaya-timurlaut dan ketidakselarasan regional. Akhir dari
peristiwa tektonik ini membentuk konfigurasi basement baru sebagai tempat
pengendapan sedimen berikutnya dan sebagai tanda terhentinya proses pemekaran.
Pada fase ini pula, akibat proses pengangkatan yang maksimum, terjadi perubahan
sistem sedimentasi menjadi regresi menghasilkan sedimen-sedimen regressive
delta siklus ketiga. Sedimentasi delta siklus ketiga berupa Formasi Meliat.
2) Miosen Tengah-Pliosen
Pada waktu Miosen Tengah-Miosen Akhir, sedimentasi delta siklus ketiga,
yaitu Formasi Tabul dan Formasi Santul terus berlangsung. Berbagai literatur
(seperti Akuabantin, dkk., 1984; Lefort, dkk., 1999; Lentini dan Darman, 1996;
Satyana, dkk., 1999) menyebutkan bahwa arah sedimentasi delta pada waktu itu
berasal dari barat menuju ke timur. Proses sedimentasi yang berlangsung dari barat
ke timur juga didasarkan pada korelasi sumur regional dan kenampakan seismik
regional yang menunjukkan pergeseran ke timur karbonat tepi paparan atau
carbonate shelf break (PHE Nunukan, 2012). Proses sedimentasi saat Miosen Akhir
10
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko
menghasilkan tipe endapan dari delta plain dengan dominasi fluvial hingga delta
front (Gambar 2.3).
Pada periode waktu ini pula, akibat dari suplai sedimen dan sedimentasi delta
yang cepat menghasilkan beban sedimen yang besar sehingga terjadi rejuvinasi
sesar yang terbentuk pada waktu Oligosen hingga Miosen Awal. Proses rejuvinasi
ini bersamaan dengan proses sedimentasi menghasilkan bentukan-bentukan sesar
tumbuh (Biantoro, dkk., 1996; Lentini dan Darman,. 1996). Pertumbuhan dari sesar
tumbuh tersebut kadang-kadang berhenti secara temporer selama sedimentasi
Formasi Santul karena adanya fase transgresi yang pendek.
Gambar 2.3 Peta paleogeografi Cekungan Tarakan pada waktu Miosen Awal (PHE
Nunukan, 2012). (Area penelitian berada di dalam garis merah).
11
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko
Pada waktu Pliosen Awal, pembentukan sesar-sesar tumbuh mulai berhenti
yang ditandai oleh adanya pengendapan siklus sedimen keempat yaitu Formasi
Tarakan. Kontak bagian bawah antara Formasi Tarakan dengan formasi
sebelumnya di beberapa area berupa ketidakselarasan, namun di Pulau Bunyu,
kontaknya adalah transisional dengan sedimen formasi sebelumnya (Heriyanto,
dkk., 1992).
3) Pliosen-Saat ini
Pada waktu Pliosen Akhir terjadi perubahan aktivitas tektonik menjadi
tektonik kompresi. Peristiwa tersebut menghasilkan sesar geser dan di beberapa
tempat menginversi sesar turun menjadi sesar naik. Akibat adanya sesar geser
menghasilkan sistem transpresi berarah tenggara-baratlaut membentuk lima lipatan
yaitu Sebatik, Ahus, Bunyu, Tarakan dan Latih yang berarah baratlaut-tenggara
(Lentini dan Darman, 1996). Adanya proses lipatan tersebut menghasilkan
ketidakselarasan menyudut diatas Formasi Tarakan. Selanjutnya, dimulailah
sedimentasi berikutnya siklus kelima yaitu sedimen Formasi Bunyu yang
menumpang tidak selaras diatas sedimen sebelumnnya. Peristiwa tektonik
kompresi tersebut terus berlangsung hingga saat ini.
12
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko
Gambar 2.4 Kolom stratigrafi di Lapangan Bunyu yang termasuk di dalam Cekungan
Tarakan (Akuabantin, dkk., 1984)
13
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko
2.3.1. Formasi Meliat
Ketebalan formasi ini lebih besar dari 500m. Formasi ini tersusun atas
perselingan antara batulempung, serpih dan batulanau dengan sisipan tipis
batupasir. Ketebalan batulempung bisa mencapai 30m, sedangkan ketebalan
batupasir 0,5-2m. Kontak dengan Formasi Tabul di atasnya bergradasi. Formasi
Meliat diendapkan pada lingkungan delta front platform sampai prodelta marine.
Pemunculan awal genus Orbulina mengindikasikan bahwa formasi tersebut
berumur Miosen Tengah (N9).
14
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko
bagian bawah mengandung batubara dengan ketebalan 3-5m, lapisan ini dapat
ditentukan sebagai dasar dari Formasi Tarakan. Batas atas dan batas bawah dari
Formasi Tarakan di lepas pantai dan daerah daratan sebelah barat dipisahkan oleh
ketidakselarasan. Sedangkan di Pulau Bunyu, batas bawah dari Formasi Tarakan
ini tidak jelas. Kontak antara Formasi Tarakan dan Santul dibawahnya adalah
transisi.
Hasil pemeriksaan palinologi menunjukkan bahwa Formasi Tarakan berumur
Pliosen dan hasil studi bentuk kurva log menunjukkan bahwa bagian bawah
Formasi Tarakan merupakan hasil dari lingkungan pengendapan yang lebih
dominan delta front sampai lower delta plain. Makin ke atas lebih dominan lower
delta plain. Foraminifera yang dijumpai Haplopragmoides, Trochamina,
Ammomarqinulina dan Ammobacalites.
15
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko
dan kandungan vitrinitnya mencapai 50% TOC (Total Organic Carbon) dengan
rata-rata Indeks Hidrogen yang lebih kecil (HI < 91).
Konsentrasi karbon organis umumnya menurun sesuai dengan penambahan
kedalaman. Batuan induk (source rock) diduga berasal dari marine shale dan
prodelta Formasi Meliat serta deltaic shale dan claystone Formasi Tabul dan
Formasi Santul dengan kerogen tipe II & III (vitrinite-amorphose) oil dan gas
prone, dengan total organic carbon (TOC) sebesar 0.5–4%, serta kitchen area
terletak di daerah sebelah selatan Pulau Bunyu.
Melalui analisis tipe kerogen diperoleh gambaran adanya campuran antara
kerogen vitrinite dan amorphous atau kerogen tipe III dan tipe II. Berdasarkan pada
lingkungan pengendapannya yang mengontrol batuan induk yang ada pada
lapangan ini, kerogen tipe II dan tipe III lah yang paling memungkinkan. Sceptre
Resources (1990), telah melakukan analisis geokimia lanjut yang mampu
menjelaskan lingkungan pembentuk batuan sumber pada contoh minyak mentah
yang diambil dari lapangan Tapa dan lapangan Bunyu. Ternyata pada contoh
minyak lapangan Tapa cenderung memiliki lingkungan lakustrin dangkal, sedang
untuk contoh minyak yang berasal dari lapangan Bunyu cenderung berlingkungan
terestrial.
Dengan kondisi lingkungan demikian maka baik lapangan Tapa maupun
lapangan Bunyu keduanya memiliki campuran antara kerogen tipe III dan tipe II.
Dapat disimpulkan bahwa perbedaan jenis hidrokarbon di lapangan Tapa yang
cenderung sebagai penghasil gas dan lapangan Bunyu sebagai penghasil minyak
tidak disebabkan oleh berbedanya tipe kerogen tersebut tapi karena ada perbedaan
gradien panas antara bagian barat laut Pulau Bunyu (termasuk lapangan Tapa) dan
bagian tenggara Pulau Bunyu (termasuk lapangan Bunyu). Harga gradien
geothermal di bagian barat laut 50 C/ 100m, sedang dibagian tenggara harga
tertinggi sebesar + 4,50 C/ 100m. Dari peta tersebut terlihat jelas adanya distribusi
panas yang tidak merata mengakibatkan terjadi perbedaan tingkat pematangan dan
alterasi hidrokarbon.
Secara umum batuan induk pada Cekungan Tarakan tidak jauh berbeda dari
Cekungan Kutai. Yang menjadi batuan induk tempat terbentuknya hidrokarbon
16
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko
pada cekungan ini adalah batuan sedimen yaitu shale (serpih) dan coal deltaik yang
berumur Miosen, dalam hal ini terutama pada Formasi Bunyu, Tarakan, Santul,
Tabul, dan Meliat. Karbon Organik Total (TOC) berkisar anatara 2,5% hingga 50%
dan tergolong kepada batuan induk yang kaya akan hidrokarbon. Tipe kerogen
merupakan tipe II dan III serta memiliki Reflektansi vitrinit (Ro) sebesar 0,5%
berdasarkan data dari Pulau Bunyu.
17
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko
batuan penyekat (seal) yang baik bagi migrasi/akumulasi minyak dan gas untuk
lapisan-lapisan reservoir yang ada di bawahnya.
Gambar 2.5 Pola migrasi hidrokarbon pada Cekungan Tarakan (Heriyanto. N, dkk.,
1992)
18
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko
Hidrokarbon yang terperangkap pada lapisan prospek dangkal merupakan
hasil migrasi vertikal dari batuan induk di bawahnya melalui bidang-bidang
patahan. Migrasi lateral terjadi setelah migrasi vertikal, artinya hidrokarbon yang
telah bermigrasi ke atas dan terperangkap pada batuan resevoir kemudian
bermigrasi lagi melalui zona rekahan dan medium antara pori. Namun demikian
tidak berarti prospek yang memiliki level struktur lebih tinggi di Pulau Bunyu akan
memiliki potensi sebagai hidrokarbon yang lebih baik. Contohnya adalah kegagalan
eksplorasi di sumur Bunyu Baung (BB-1) yang di bor pada tahun 1971 ternyata
tidak berhasil menemukan hidrokarbon padahal dari aspek keberadaan resevoir di
sumur tersebut terlihat perkembangan yang cukup baik.
Migrasi utama umumnya terjadi sejak kala Pleistosen hingga Resen setelah
Pulau Bunyu ini terangkat, terlipat dan terpatahkan. Ketika pulau ini muncul akibat
proses geomorfik dan struktural, hidrokarbon bermigrasi dan terakumulasikan pada
perangkap struktur di Pulau Bunyu ini.
Batupasir alur (channel sands) dan batupasir ambang muara (distributary
mouth bar) berkembang baik sebagaimana sumur-sumur di Bunyu - Nibung. Dari
pemelajaran hasil penampangan restorasi yang diikat melalui dekat puncak Formasi
Tabul (Miosen), dekat puncak Formasi Santul (Miosen Akhir) dan dekat puncak
Formasi Tarakan (Plio–Pleistosen) (Gambar 2.6). Dapat disimpulkan selama
sedimentasi Formasi Santul dan Formasi Tarakan berlangsung, sebagian formasi
batuan yang lebih tua telah terangkat dan membentuk blok–blok tinggian. Blok–
blok tinggian yang terbentuk pada fasa tektonik Miosen – Pliosen memiliki
kecenderungan potensi hidrokarbon yang lebih baik. Proses migrasi primer secara
optimal terjadi pada awal generasi hidrokarbon Formasi Tabul bersamaan dengan
saat terbentuknya blok–blok tinggian Miosen–Pliosen.
19
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko
Gambar 2.6 Migrasi hidrokarbon pada Cekungan Tarakan (Heriyanto. N, dkk., 1992)
20
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko
Struktur geologi bawah permukaan Lapangan Bunyu merupakan suatu
antiklin yang relatif berarah utara-selatan atau NNW-SSE dan terpotong-potong
oleh sesar normal yang tumbuh membentuk sesar listrik berarah timurlaut-
baratdaya dan menghasilkan kompartemen-kompartemen Bunyu di area selatan dan
utara. Model struktur Lipatan Bunyu terbentuk pada fase tektonik kompresi yang
terakhir pada waktu Pliosen.
21
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko
atau paling bawah adalah Formasi Meliat terdiri dari perselingan batupasir, serpih,
batulanau dan batulempung. Di atasnya diendapkan secara selaras Formasi Tabul
terdiri dari perselingan antara batupasir, batulanau dan serpih, sisipan batubara dan
batugamping. Di atasnya diendapkan secara selaras Formasi Santul yang terdiri dari
perselingan antara batupasir, serpih, batulanau serta batubara. Di atas Formasi
Santul diendapkan secara selaras (di Pulau Bunyu) Formasi Tarakan berupa
batupasir, serpih, batulempung dan batubara. Terakhir, di atasnya diendapkna
secara tidak selaras Formai Bunyu yang terdiri dari perselingan antara batupasir
(kadang konglomeratan), serpih dan batubara.
Menurut Akuanbatin, dkk., (1984), Formasi Santul diendapkan pada
lingkungan delta plain hingga delta front, dengan dominan fasies yang berkembang
adalah batupasir mouth bar dan batupasir channel. Kedua tipe tersebut masing-
masing memiliki karakter yang khas. Pada batupasir mouth bar bercirikan pola
sikuen mengkasar ke atas. Sedangkan batupasir channel, dicirikan dengan pola
sikuen menghalus ke atas atau blocky dan berkembang di lingkungan delta plain
atau dataran fluvial. Umumnya di bagian atas ditutupi oleh organic shale dan
batubara mengindikasikan channel tersebut terisi kemudian ditinggalkan
(abandoned). Menurut Ellen, dkk., (2008), pola sikuen pada Formasi ini berkarakter
mengkasar ke atas dan membentuk siklus mendangkal ke atas. Setiap siklusnya
dicirikan oleh marine shale di bagian bawah dan diikuti batupasir di bagian atasnya.
22
Pemodelan fasies bawah permukaan lapisan "X" formasi santul di lapangan "AW" berdasarkan data bantuan inti dan log
cekungan tarakan Kalimantan Utara
Achamd winarko