Anda di halaman 1dari 28

BAB I

KONSEP MEDIS
A. Definisi Berat Bayi Lahir Rendah
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) adalah bila berat badannya kurang dari
2500 gram (sampai dengan 2499 gram). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR
umumnya kurang mampu meredam tekanan lingkungan yang baru sehingga dapat
mengakibatkan pada terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan, bahkan
dapat menggangu kelangsungan hidupnya (Prawirohardjo, 2006). BBLR dapat
terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup bulan
(intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, dkk., 2010).
B. Klasifikasi Berat Bayi Lahir Rendah
Menurut Deslidel et al. (2011: 108)  klasifikasi BBLR, yaitu :
a.    BBLR prematur atau kurang bulan
1)   Sindrom gangguan pernafasan ideopatik (penyakit membran hialin)
2)   Pnemonia aspirasi karena refkek menelan dan batuk belum sempurna, bayi
belum dapat menyusu
3)   Perdarahan periventrikuler dan perdarahan intraventrikuler (P/IVH) otak
lateral akibat anoksia otak (erat kaitannya dengan gangguan pernafasan)
4)   Hipotermia karena sumber panas bayi prematur baik lemak subkutan yang
masih sedikit maupun brown fat  belum terbentuk.
Beberapa ciri jika seorang bayi terkena hipotermi antara lain :
a)    Bayi menggigil
b)   Kulit anak terlihat belang, merah putih atau timbul bercak-bercak.
c)    Anak terlihat apatis atau diam saja.
d)   Gerakan bayi kurang dari normal.
e)    Lebih parah lagi jika anak menjadi biru yang bisa dilihat pada bibir
dan ujung-ujung jarinya. (Walyani, 2015 : 161).
5)   Hiperbilirubinemia karena fungsi hati belum matang
b.    BBLR tidak sesuai usia kehamilan atau dimatur
1)   Sindrom aspirasi mekonium
2)   Hiperbilirubinemia
3)   Hipoglikemia
4)   Hipotermia
C. Etiologi
1. Faktor Ibu
a. Penyakit, penyakit yang berhubungan langsung dengan pasien misalnya
perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia
gravidarum, dan nefritis akut.
b. Usia ibu, angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20 tahun, dan
multi gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat. Kejadian terendah ialah pada
usia antara 26-35 tahun.
c. Keadaan sosial ekonomi, keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya
prematuritas. Kejadian tertinggi teradapat pada golongan social ekonomi
rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan
pengawasan antenatal yang kurang. Demikian pula kejadian prematuritas pada
bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah, ternyata lebih tinggi bila
dibandingakan dengan bayi yang lahir perkawinan yang sah.
d. Sebab lain, karena ibu merokok, ibu peminum alkohol dan pecandu obat
narkotik.
2. Faktor Janin
Faktor janin diantaranya hidramnion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom

3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan di antaranya tempat tinggal di dataran tinggi radiasi dan zat-zat
tertentu. (Suryadi dan Yuliani, 2006 )

D. Patofisiologi Berat Bayi Lahir Rendah


Menurut Maryanti, et al (2012:169) faktor yang mempengaruhi terjadinya
BBLR terdiri dari faktor ibu yang meliputi penyakit ibu, usia ibu, keadaan sosial
ekonomi dan sebab lain berupa kebiasaan ibu, faktor janin, dan faktor lingkungan.
BBLR dengan faktor risiko paritas terjadi karena sistem reproduksi ibu sudah
mengalami penipisan akibat sering melahirkan Hal ini disebabkan oleh semakin
tinggi paritas ibu, kualitas endometrium akan semakin menurun. Kehamilan yang
berulang-ulang akan mempengaruhi sirkulasi nutrisi ke janin dimana jumlah
nutrisi akan berkurang dibandingkan dengan kehamilan sebelumnya (Mahayana et
al., 2015 : 669).
Menurut Samuel S Gidding dalam Amirudin & Hasmi (2014:85-86) 
mekanisme pajanan asap rokok terhadap kejadian BBLR dan berat plasenta
dengan beberapa mekanisme yaitu kandungan tembakau seperti nikotin, CO
dan polysiklik hydrokarbon, diketahui dapat menembus plasenta.
Carbonmonoksida mempunyai afinitas berikatan dengan hemoglobin membentuk
karboksihemoglobin, yang menurunkan kapasitas darah mengangkut oksigen ke
janin. Sedangkan nikotin menyebabkan vasokontriksi arteri umbilikal dan
menekan aliran darah plasenta. Perubahan ini mempengaruhi aliran darah di
plasenta. Kombinasi hypoxia intrauterine dan plasenta yang tidak sempurna
mengalirkan darah diyakini menjadi penghambat pertumbuhan janin.
Faktor yang juga mempengaruhi terjadinya BBLR adalah penyakit pada
ibu hamil. Anemia pada ibu hamil dapat mengakibatkan penurunan suplai oksigen
ke jaringan, selain itu juga dapat merubah struktur vaskularisasi plasenta, hal ini
akan mengganggu pertumbuhan janin sehingga akan memperkuat risiko
terjadinya persalinan prematur dan kelahiran bayi dengan berat badan lahir rendah
terutama untuk kadar hemoglobin yang rendah mulai dari trimester awal
kehamilan (Cunningham, et al., 2010). Selain anemia, implantasi plasenta
abnormal seperti plasenta previa berakibat terbatasnya ruang plasenta untuk
tumbuh, sehingga akan mempengaruhi luas permukaannya. Pada keadaan ini
lepasnya tepi plasenta disertai perdarahan dan terbentuknya jaringan parut sering
terjadi, sehingga meningkatkan risiko untuk terjadi perdarahan
antepartum (Prawirohardjo, 2008). Apabila perdarahan banyak dan kehamilan
tidak dapat dipertahankan, maka terminasi kehamilan harus dilakukan pada usia
gestasi berapapun. Hal ini menyebabkan tingginya kejadian prematuritas yang
memiliki berat badan lahir rendah disertai mortalitas dan morbiditas yang tinggi.
Keadaan sosial ekonomi secara tidak langsung mempengaruhi kejadian
BBLR, karena pada umumnya ibu dengan keadaan sosial ekonomi yang rendah
akan mempunyai intake makan yang lebih rendah baik secara kualitas maupun
secra kuantitas, yang berakibat kepada rendahnya status gizi pada ibu
hamil (Amalia, 2011 : 258). Selain itu,  gangguan  psikologis  selama  kehamilan
berhubungan dengan terjadinya peningkatan indeks resistensi arteri uterina. Hal
ini disebabkan karena terjadi peningkatan konsentrasi noradrenalin dalam plasma,
sehingga aliran darah ke uterus menurun dan uterus sangat sensitif terhadap
noradrenalin sehingga menimbulkan efek vasokonstriksi. Mekanisme  inilah 
yang  mengakibatkan terhambatnya  proses  pertumbuhan  dan perkembangan
janin intra uterin sehingga terjadi BBLR (Hapisah, et al., 2010 : 86-87).
Menurut Maryanti et al. (2012:169) penyebab BBLR dapat dipengaruhi
dari faktor janin berupa hidramnion atau polihidramnion, kehamilan ganda, dan
kelainan koromosom. Hidramnion merupakan kehamilan dengan jumlah air
ketuban lebih dari 2 liter. Produksi air ketuban berlebih dapat merangsang
persalinan sebelum kehamilan 28 minggu, sehingga dapat menyebabkan kelahiran
prematur dan dapat meningkatkan kejadian BBLR. Pada kehamilan ganda berat
badan kedua janin pada kehamilan tidak sama, dapat berbeda 50-1000 gram, hal
ini terjadi karena pembagian darah pada plasenta untuk kedua janin tidak sama.
Pada kehamilan kembar distensi (peregangan) uterus berlebihan, sehingga
melewati batas toleransi dan sering terjadi persalinan prematur (Amirudin &
Hasmi, 2014 : 110-111). Menurut Saifuddin dalam Amirudin & Hasmi (2013 :
111-112) kelainan kongenital atau cacat bawaan merupakan kelaianan dalam
pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur.
Bayi yang lahir dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai
BBLR atau bayi kecil.
Pada BBLR ditemukan tanda dan gejala berupa disproporsi berat badan
dibandingkan dengan panjang dan lingkar kepala, kulit kering pecah-pecah dan
terkelupas serta tidak adanya jaringan subkutan (Mitayani, 2013 : 176). Karena
suplai lemak subkutan terbatas dan area permukaan kulit yang besar dengan berat
badan menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas pada
lingkungan (Sondakh, 2013 : 152). Sehingga bayi dengan BBLR dengan cepat
akan kehilangan panas badan dan menjadi hipotermia (Maryanti, 2012 : 171).
Selain itu tipisnya lemak subkutan menyebabkan struktur kulit belum matang dan
rapuh. Sensitivitas kulit yang akan memudahkan terjadinya kerusakan integritas
kulit, terutama pada daerah yang sering tertekan dalam waktu yang
lama (Pantiawati, 2010 : 28). Pada bayi prematuritas juga mudah sekali terkena
infeksi, karena daya tahan tubuh yang masih lemah, kemampuan leukosit masih
kurang dan pembentukan antibodi belum sempurna (Maryanti, 2012 : 172).
Kesukaran pada pernafasan bayi prematur dapat disebabakan belum
sempurnanya pembentukan membran hialin surfaktan paru yang merupakan suatu
zat yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Defisiensi surfaktan
menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya,
alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan
berikutnya dibutuhkan tekanan negative intratoraks yang lebih besar yang disertai
usaha inspirasi yang kuat.  Hal tersebut menyebakan ketidakefektifan pola
nafas (Pantiawati, 2010 : 24-25).
Alat pencernaan bayi BBLR masih belum sempurna, lambung kecil,
enzim pencernaan belum matang (Maryanti et al., 2012 : 171). Selain itu jaringan
lemak subkutan yang tipis menyebabkan cadangan energi berkurang yang
menyebabkan malnutrisi dan hipoglikemi. Akibat fungsi organ-organ belum baik
terutama pada otak dapat menyebabkan imaturitas pada sentrum-sentrum vital
yang menyebabkan reflek menelan belum sempurna dan reflek menghisap lemah.
Hal ini menyebabkan diskontinuitas pemberian ASI (Nurarif & Kusuma, 2015 54-
55).

E. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Berat Bayi Lahir Rendah


Beberapa penyebab dari bayi dengan berat bayi lahir rendah (Proverawati dan
Ismawati, 2010), yaitu:

a. Faktor Orang Tua


1) Penyakit
a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti anemia, perdarahan
antepartum, preekelamsi berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.
b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi menular seksual,
hipertensi, HIV/AIDS, TORCH(Toxoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus (CMV) dan Herpes simplex virus), danpenyakit
jantung.
c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi alkohol.
2) Ibu
a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah kehamilan pada usia
< 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau pendek (kurang dari 1
tahun).
c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.
3) Keadaan sosial ekonomi
a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini
dikarenakan keadaan gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.
b) Aktivitas fisik yang berlebihan
c) Perkawinan yang tidak sah.
b. Faktor janin
Faktor janin meliputi : kelainan kromosom, infeksi janin kronik (inklusi
sitomegali, rubella bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.
c. Faktor plasenta
Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion, plasenta previa, solutio
plasenta, sindrom tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik), ketuban
pecah dini.
d. Faktor lingkungan
Lingkungan yang berpengaruh antara lain : tempat tinggal di dataran
tinggi, terkena radiasi, serta terpapar zat beracun.

F. Pathway
G. Pengkajian
a. Biodata
Terjadi pada bayi prematur yang dalam pertumbuhan di dalam kandungan terganggu
b. Keluhan utama
Menangis lemah, reflek menghisap lemah, bayi kedinginan atau suhu
tubuh rendah
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Lahir spontan, SC umur kehamilan antara 24 sampai 37 minnggu ,berat
badan kurang atau sama dengan 2.500 gram, apgar pada 1 sampai 5 menit, 0
sampai 3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7-
10 normal
e. Riwayat penyakit dahulu
Ibu memliki riwayat kelahiran prematur,kehamilan ganda,hidramnion
f. Riwayat penyakit keluarga
Adanya penyakit tertentu yang menyertai kehamilan seperti DM,TB
Paru, tumor kandungan, kista, hipertensi
g. ADL
1) Pola Nutrisi : reflek sucking lemah, volume lambung kurang, daya
absorbsi kurang atau lemah sehingga kebutuhan nutrisi terganggu
2) Pola Istirahat tidur: terganggu oleh karena hipotermia
3) Pola Personal hygiene: tahap awal tidak dimandikan
4) Pola Aktivitas : gerakan kaki dan tangan lemas
5) Pola Eliminasi: BAB yang pertama kali keluar adalah mekonium,
produksi urin rendah
h. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan Umum
a) Kesadaran compos mentis
b) Nadi : 180X/menit pada menit, kemudian menurun sampai 120-
140X/menit
c) RR : 80X/menit pada menit, kemudian menurun sampai
40X/menit
d) Suhu : kurang dari 36,5 C
2) Pemeriksaan Fisik
1) Sistem sirkulasi/kardiovaskular : Frekuensi dan irama jantung
rata-rata 120 sampai 160x/menit, bunyi jantung
(murmur/gallop), warna kulit bayi sianosis atau pucat,
pengisisan capilary refill  (kurang dari 2-3 detik).
2) Sistem pernapasan : Bentuk dada barel atau cembung,
penggunaan otot aksesoris, cuping hidung, interkostal; frekuensi
dan keteraturan pernapasan rata-rata antara 40-60x/menit, bunyi
pernapasan adalah stridor, wheezing atau ronkhi.
3) Sistem gastrointestinal : Distensi abdomen (lingkar perut
bertambah, kulit mengkilat), peristaltik usus, muntah (jumlah,
warna, konsistensi dan bau), BAB (jumlah, warna, karakteristik,
konsistensi dan bau), refleks menelan dan mengisap yang lemah.
4) Sistem genitourinaria : Abnormalitas genitalia, hipospadia, urin
(jumlah, warna, berat jenis, dan PH).
5) Sistem neurologis dan musculoskeletal : Gerakan bayi, refleks
moro, menghisap, mengenggam, plantar, posisi atau sikap bayi
fleksi, ekstensi, ukuran lingkar kepala kurang dari 33 cm, respon
pupil, tulang kartilago telinga belum tumbuh dengan sempurna,
lembut dan lunak.
6) Sistem thermogulasi (suhu) : Suhu kulit dan aksila, suhu
lingkungan.
7) Sistem kulit : Keadaan kulit (warna, tanda iritasi, tanda lahir,
lesi, pemasangan infus), tekstur dan turgor kulit kering, halus,
terkelupas.
8) Pemeriksaan fisik : Berat badan sama dengan atau kurang dari
2500 gram, panjang badan sama dengan atau kurang dari 46 cm,
lingkar kepala sama dengan atau kurang dari 33 cm, lingkar
dada sama dengan atau kurang dari 30cm, lingkar lengan atas,
lingkar perut, keadaan rambut tipis, halus, lanugo pada
punggung dan wajah, pada wanita klitoris menonjol, sedangkan
pada laki-laki skrotum belum berkembang, tidak menggantung
dan testis belum turun., nilai APGAR pada menit 1 dan ke 5,
kulitkeriput.
3) Pengkajian Reflek Bayi
1) Reflek moro (kaget)
Timbulnya pergerakan tangan yang simetris apabila kepala tiba-
tiba digerakkan.
2) Reflek rooting (mencari)
Bayi menoleh kearah benda yang menyentuh pipi.
3) Refleks sucking (isap)
Terjadi apabila terdapat benda menyentuh bibir, yang disertai
refleks menelan.
4) Reflek Swallowing
Terjadi apabila bayi menelan Air susu ibu.
5) Refleks Tonikneck
Terjadi apabila kepala bayi kita angkat dan mendapat tahanan
pada kepala bayinya.
6) Refleks Plantar
Terjadi apabila tangan kita dapat di genggam oleh tangan bayi
7) Refleks Babinsky
Terjadi apabila telapak kaki bayi kita sentuh dan akan terjadi
kerutan pada telapak kaki bayinya itu menandakan turgor kulit
bayi negative / jelek , sebaliknya apabila tidak ada kerutan pada
telapak kaki bayinya berarti turgor kaki bayi negative /baik .
8) Reflek Walking
Terjadi apabila bayinya kita angkat akan terjadi reaksi pada
kakinya seperti berjalan.
4) Pengkajian APGAR
a) Penilaian APGAR Score
Penilaian APGAR score ini biasanya dilakukan sebanyak 2 kali.
Yaitu 5 menit pertama bayi baru lahir dan 5 menit kedua atau 10
menit pertama bayi baru lahir. Secara garis besar, penilaian
APGAR score ini dapat disimpulkan seperti berikut ini.
b) Appearance atau warna kulit:
Nilai APGAR 0 jika kulit bayi biru pucat atau sianosis
Nilai APGAR 1 jika tubuh bayi berwarna merah muda atau
kemerah merahan sedangkan ekstremitas ( tangan dan kaki)
berwarna biru pucat. Nilai APGAR 2jika seluruh tubuh bayi
berwarna merah muda atau kemerahan
c) Pulse atau denyut jantung:
Nilai APGAR 0 jika bunyi denyut jantung tidak ada atau tidak
terdengar
Nilai APGAR 1 jika bunyi denyut jantung lemah dan kurang dari
100 x/menit
Nilai APGAR 2 jika denyut jantung bayi kuat dan lebih dari 100
x/menit
Gremace atau kepekaan reflek bayi
Nilai APGAR 0 jika bayi tidak berespon saat di beri stimulasi
Nilai APGAR 1 jika bayi meringis, merintih atau menangis
lemah saat di beri stimulasi
Nilai APGAR 2 jika bayi menangis kuat saat bayi diberi
stimulasi
d) Activity atau tonus otot
Nilai APGAR 0 jika tidak ada gerakan
Nilai APGAR 1 jika gerakan bayi lemah dan sedikit
Nilai APGAR 2 jika gerakan bayi kuat
e) Respiration atau pernafasan
Nilai APGAR 0 jika tidak ada pernafasan
Nilai APGAR 1 jika pernafasan bayi lemah dan tidak teratur
Nilai APGAR 2 jika pernafasan bayi baik dan teratur
5) Pengkajian Ballard Score
H. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan NOC NIC


Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan - Observasi pola Nafas.
berhubungan dengan maturitas keperawatan selama 3x24 jam - Observasi frekuensi dan bunyi
pusat pernafasan, keterbatasan diharapkan status pernafasan pasien nafas
perkembangan otot, penurunan teratasi dengan kriteria: - Observasi adanya sianosis.
energi/kelelahan, - RR 30-60 x/mnt - Monitor dengan teliti hasil
ketidakseimbangan metabolik. - Spo2 diatas 93% pemeriksaan gas darah.
- Sianosis (-) - Tempatkan kepala pada posisi
- Sesak (-) hiperekstensi.
- Ronchi (-) - Beri O2 sesuai program dokter
- Whezing (-) - Observasi respon bayi terhadap
ventilator dan terapi O2.
- Atur ventilasi ruangan tempat
perawatan klien.
- Kolaborasi dengan tenaga
medis lainnya
Hipotermi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan - Observasi tanda-tanda vital.
kontrol suhu yang imatur dan keperawatan selama 3x24 jam - Tempatkan bayi pada
penurunan lemak tubuh diharapkan termoregulasi: baru incubator.
subkutan. lahir pasien teratasi dengan kriteria - Awasi dan atur control
hasil: temperature dalam
- Kulit hangat incubator sesuai kebutuhan.
- Sianosis (-) - Monitor tanda-tanda
- Ekstremitas hangat Hipertermi.
- Suhu dalam rentang - Hindari bayi dari pengaruh
normal 36-37C yang dapat menurunkan
suhu tubuh.
- Ganti pakaian setiap basah
- Observasi adanya sianosis.
Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan - Kaji tanda-tanda infeksi.
dengan pertahanan imunologis keperawatan selama 3x24 jam - Isolasi bayi dengan bayi lain.
yang kurang diharapkan keparahan infeksi:baru - Cuci tangan sebelum dan
lahir pasien teratasi dengan kriteria: sesudah kontak dengan bayi.
- Suhu dalam rentang normal - Gunakan masker setiap kontak
36-37C dengan bayi.
- Tidak ada tanda-tanda infeksi - Cegah kontak dengan orang
(kemerahan/nanah) pada yang terinfeksi.
umbilikus - Pastikan semua perawatan
- Leukosit 5.000-10.000 yang kontak dengan bayi
dalam keadaan bersih/steril.
- Kolaborasi dengan dokter.
- Berikan antibiotic sesuai
program.
I. Daftar Pustaka
Anonymuous, 2015. http://www.pediatric.com/. Di akses Tanggal 10 April 2015.
Arizona Health Matters. 2015. Babies with Low Birth
Weight. http://www.arizonahealthmatters.org/modules.php?
op=modload&name=NS-Indicator&file=indicator&iid=17275074. Di akses
Tanggal 10 April 2015.
Arief, Nurhaeni. 2008. Panduan Lengkap Kehamilan dan Kelahiran Sehat.
Yogyakarta : AR Group.
Betz, LC dan Sowden, LA. 2002. Keperawatan Pediatrik  - Edisi 3. Jakarta : EGC.
Bobak, Irene M. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8.
Jakarta : EGC.
Doenges, E.Marilynn. 2012.  Rencana Asuhan Keperawatan - Edisi 3.  Jakarta :
EGC.
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan : Definisi dan Klasifikasi
2012-2014. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta : EGC.
Maryunani, Anik. 2009. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Jakarta : TIM.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi NANDA NIC NOC.
Yogyakarta : Media Action Publishing.
Prawirohardjo, Sarwono. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta : Bina Pustaka
Wilkinson, Judith M. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta : EGC.

   
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN NEONATUS
PADA BAYI DENGAN BBLR DI RUANGAN NICU
RS PMI BOGOR

OLEH :

ADOLOP TITAWAEL
18160000158

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA
2017
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian
Bayi berat badan lahir rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang BB < 2.500
gram (sampai dengan 2.499 gram). BBLR dapt dibagi menjadi 2 golongan :

1. Prematur murni
Masa gestasi kurang dari 37 minggu dan BB sesuai dengan berat badan untuk
masa gestasi itu atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai untuk masa
kehamilan.

2. Dismaturitas
Bayi lahir dengan BB kurang dari BB seharusnya untuk masa gestasi itu, berarti
bayi mengalami retardasi pertumbuhan intra uterin dan merupakan bayi yang
kecil untuk masa kehamilannya.
(Indrasanto, 2008)

B. Etiologi
4. Faktor Ibu
e. Penyakit, penyakit yang berhubungan langsung dengan pasien misalnya
perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, DM, toksemia
gravidarum, dan nefritis akut.
f. Usia ibu, angka kejadian prematuritas tertinggi ialah pada usia < 20 tahun, dan
multi gravida yang jarak kelahiran terlalu dekat. Kejadian terendah ialah pada
usia antara 26-35 tahun.
g. Keadaan sosial ekonomi, keadaan ini sangat berperan terhadap timbulnya
prematuritas. Kejadian tertinggi teradapat pada golongan social ekonomi
rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan gizi yang kurang baik dan
pengawasan antenatal yang kurang. Demikian pula kejadian prematuritas pada
bayi yang lahir dari perkawinan yang tidak sah, ternyata lebih tinggi bila
dibandingakan dengan bayi yang lahir perkawinan yang sah.
h. Sebab lain, karena ibu merokok, ibu peminum alkohol dan pecandu obat
narkotik.
5. Faktor Janin
Faktor janin diantaranya hidramnion, kehamilan ganda dan kelainan kromosom

6. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan di antaranya tempat tinggal di dataran tinggi radiasi dan zat-zat
tertentu.

(Suryadi dan Yuliani, 2006 )

C. Patofisiologi
Secara umum bayi BBLR ini berhubungan dengan usia kehamilan yang

belum cukup bulan (prematur) disamping itu juga disebabkan dismaturitas.

Artinya bayi lahir cukup bulan (usia kehamilan 38 minggu), tapi berat badan (BB)

lahirnya lebih kecil ketimbang masa kehamilannya, yaitu tidak mencapai 2.500

gram. Biasanya hal ini terjadi karena adanya gangguan pertumbuhan bayi sewaktu

dalam kandungan yang disebabkan oleh penyakit ibu seperti adanya kelainan

plasenta, infeksi, hipertensi dan keadaan-keadaan lain yang menyebabkan suplai

makanan ke bayi jadi berkurang.

Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin

tidak mengalami hambatan, dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat

normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik, sistem reproduksi normal, tidak

menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil maupun saat

hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan

kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada

masa hamil sering melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian

yang tinggi, terlebih lagi bila ibu menderita anemia.


Sistem pernapasan pada dasarnya cenderung kurang berkembang pada

bayi prematur. Kapasitas vital dan kapasitas residual fungsional paru-paru pada

dasarnyakecil berkaitan dengan ukuran bayi. Sebagai akibatnya sindrom gawat

napas sering merupakan penyebab umum kematian. Masalah besar lainnya pada

bayi premature adalah pencernaan dan absorpsi makanan yang inadekuat. Bila

prematuritas bayilebih dari dua bulan, system pencernaan dan absorpsi hampir

selalu inadekuat. Absorpsi lemak juga sangat buruk sehingga bayi premature

harus menjalani diet rendah lemak. Lebih jauh lagi, bayi premature memiliki

kesulitan dalam absorpsi kalsium yang tidak lazim dan oleh karena itu dapat

mengalami rikets yang berat sebelum kesulitan tersebut dikenali. Imaturitas organ

lain yang sering menyebabkan kesulitan yang berat pada bayi premature meliputi

system imun yang menyebabkan daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang

karena rendahnya kadar IgG gamma globulin, serta bayi premature relatif belum

sanggup membentuk antibody dan daya fagositosis serta reaksi terhadap

peradangan masih belum baik sehingga bayi premature beresiko mengalami

infeksi, system integumen dimana jaringan kulit masih tipis dan rawan terjadinya

lecet, system termoregulasi dimana bayi premature belum mampu

mempertahankan suhu tubuh yang normal akibat penguapan yang bertambah

karena kurangnya jaringan lemak di bawah kulit dan pusat pengaturan suhu yang

belum berfungsi sebagaimana mestinya sehingga beresiko mengalami hipotermi

atau kehilangan panas dalam tubuh

(Ngastiyah, 2005)
D. Pathways

Faktor Pencetus

Faktor Ibu Faktor Janin Faktor Lingkungan

1. Faktor penyakit 1. Hydroamnion 1. Tempat tinggal di


(toksemia 2. Kehamilan dataran tinggi
gravidarum, multiple/ganda 2. Radiasi
trauma fisik, dll) 3. Kelainan 3. Zat-zat beracun
2. Faktor usia kromosom

BBLR

Kulit tipis dan lemak Imaturitas system pernafasan Reflek menelan dan menghisap blm
subcutan kurang sempurna

Tidak dapat menyimpan Pernafasan belum Intake nutrisi tidak adekuat


panas sempurna

Mudah kehilangan panas O2 dalam darah CO2 Asupan gizi kurang

Sel-sel kekurangan nutrisi


kedinginan O2 dalam sel darah rendah Co2
tinggi

hipotermi Kerusakan sel


Asidosis respiratoris
Penurunan BB/kematian

Gangguan pertukaran
gas

Ketidakseimbangan nutrisi kurang


E. Manifestasi Klinis
dari kebutuhan tubuh
Gambaran klinis BBLR secara umum adalah :

1. Berat kurang dari 2500 gram


2. Panjang kurang dari 45 cm
3. Lingkar dada kurang dari 30 cm
4. Lingkar kepala kurang dari 33 cm
5. Umur kehamilan kurang dari 37 minggu
6. Kepala lebih besar
7. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak, lemak kurang
8. Otot hipotonik lemah
9. Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea
10. Eksremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi-lurus
11. Kepala tidak mampu tegak
12. Pernapasan 40 – 50 kali / menit
13. Nadi 100 – 140 kali / menit
(Prawirohardjo. 2005)

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan glucose darah terhadap hipoglikemia


2. Pemantauan gas darah sesuai kebutuhan
3. Titer Torch sesuai indikasi
4. Pemeriksaan kromosom sesuai indikasi
5. Pemantauan elektrolit
6. Pemeriksaan sinar X sesuai kebutuhan ( missal : foto thorax )
(Ngastiyah, 2005)

G. Komplikasi
Menurut (Potter, 2005) komplikasi pada masa awal bayi berat lahir rendah
antara lain yaitu :

1. Hipotermia.
2. Hipoglikemia.
3. Gangguan cairan dan elektrolit.
4. Hiperbilirubinemia.
5. Sindroma gawat nafas (asfiksia).
6. Paten suktus arteriosus.
7. Infeksi.
8. Perdarahan intraventrikuler.
9. Apnea of prematuruty.
10. Anemia
Komplikasi pada masa berikutnya yaitu :

1. Gangguan perkembangan.
2. Gangguan pertumbuhan.
3. Gangguan penglihatan (retionopati).
4. Gangguan pendengaran.
5. Penyakit paru kronis.
6. Kenaikan angka kesakitan dan sering masuk rumah sakit.
7. Kenaikan frekuensi kelainan bawaan.

H. Penatalaksanaan
Menurut Prawirohardjo (2005), penanganan bayi dengan berat badan lahir
rendah adalah sebagai berikut :

1. Penanganan bayi
Semakin kecil bayi dan semakin premature bayi, maka semakin besar
perawatan yang diperlukan, karena kemungkinan terjadi serangan sianosis lebih
besar. Semua perawatan bayi harus dilakukan didalam incubator

2. Pelestarian suhu tubuh

Bayi dengan berat lahir rendah, mempunyai kesulitan dalam


mempertahankan suhu tubuh. Bayi akan berkembang secara memuaskan, asal
suhu rectal dipertahankan antara 35,50 C s/d 370 C.

Bayi berat rendah harus diasuh dalam suatu suhu lingkungan dimana suhu
normal tubuhnya dipertahankan dengan usaha metabolic yang minimal. Bayi berat
rendah yang dirawat dalam suatu tempat tidur terbuka, juga memerlukan
pengendalian lingkungan secara seksama. Suhu perawatan harus diatas 25 0 C,
bagi bayi yang berat sekitar 2000 gram, dan sampai 300 C untuk bayi dengan berat
kurang dari 2000 gram

3. Inkubator
Bayi dengan berat badan lahir rendah, dirawat didalam incubator.
Prosedur perawatan dapat dilakukan melalui “jendela“ atau “lengan baju“.
Sebelum memasukkan bayi kedalam incubator, incubator terlebih dahulu
dihangatkan, sampai sekitar 29,4 0 C, untuk bayi dengan berat 1,7 kg dan 32,20C
untuk bayi yang lebih kecil. Bayi dirawat dalam keadaan telanjang, hal ini
memungkinkan pernafasan yang adekuat, bayi dapat bergerak tanpa dibatasi
pakaian, observasi terhadap pernafasan lebih mudah.

4. Pemberian oksigen
Ekspansi paru yang buruk merupakan masalah serius bagi bayi preterm
BBLR, akibat tidak adanya alveoli dan surfaktan. Konsentrasi O2yang diberikan
sekitar 30- 35 % dengan menggunakan head box, konsentrasi o2 yang tinggi
dalam masa yang panjang akan menyebabkan kerusakan pada jaringan retina bayi
yang dapat menimbulkan kebutaan

5. Pencegahan infeksi
Bayi preterm dengan berat rendah, mempunyai system imunologi yang
kurang berkembang, ia mempunyai sedikit atau tidak memiliki ketahanan
terhadap infeksi. Untuk mencegah infeksi, perawat harus menggunakan gaun
khusus, cuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi, memakai masker,
gunakan gaun/jas, lepaskan semua asessoris dan tidak boleh masuk kekamar bayi
dalam keadaan infeksi dan sakit kulit.

6. Pemberian makanan
Pemberian makanan secara dini dianjurkan untuk membantu mencegah
terjadinya hipoglikemia dan hiperbillirubin. ASI merupakan pilihan pertama,
dapat diberikan melalui kateter ( sonde ), terutama pada bayi yang reflek hisap
dan menelannya lemah. Bayi berat lahir rendah secara relative memerlukan lebih
banyak kalori, dibandingkan dengan bayi preterm.

7. Petunjuk untuk volume susu yang diperlukan


Umur/hari Jmlh ml/kg BB

1 50- 65

2 100

3 125

4 150

5 160

6 175

7 200

14 225

21 175

28 150

I. Pengkajian Fokus Keperawatn


1. Sirkulasi :
Nadi apikal mungkin cepat dan atau tidak teratur dalam batas normal (120-160
dpm). Mur-mur jantung yang dapat didengar dapat menandakan duktusarteriosus
paten (PDA).
2. Makanan/cairan
Berat badan kurang 2500 (5lb 8 oz).

3. Neuroensori
Tubuh panjang, kurus, lemas dengan perut agak gendut. Ukuran kepala besar
dalam hubungannya dengan tubuh, sutura mungkin mudah digerakan, fontanel
mungkin besar atau terbuka lebar. Edema kelopak mata umum terjadi, mata
mungkin merapat(tergantung usia gestasi). Refleks tergantung pada usia gestasi ;
rooting terjadi dengan baik pada gestasi minggu 32; koordinasi refleks untuk
menghisap, menelan, dan bernafas biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke
32; komponen pertama dari refleks Moro(ekstensi lateral dari ekstremitas atas
dengan membuka tangan)tampak pada gestasi minggu ke 28; komponen
keduaa(fleksi anterior dan menangis yang dapat didengar) tampak pada gestasi
minggu ke 32.Pemeriksaan Dubowitz menandakan usia gestasi antara minggu 24
dan 37.

4. Pernafasan
Skor apgar mungkin rendah. Pernafasan mungkin dangkal, tidak teratur;
pernafasan diafragmatik intermiten atau periodik(40-60x/mt). Mengorok,
pernafasan cuping hidung, retraksi suprasternal dan substernal, atau berbagai
derajat sianosis mungkin ada. Adanya bunyi “ampelas” pada auskultasi,
menandakan adaya sindrom distress pernafasan (RDS).

5. Keamanan
Suhu berfluktuasi dengan mudah. Menangis mungkin lemah. Wajah mungkin
memar, mungkin ada kaput suksedoneum. Kulit kemerahan atau tembus
pandang, warna mungkin merah. muda/kebiruan, akrosianosis, atau
sianosis/pucat. Lanugo terdistribusi secara luas diseluruh tubuh. Ekstremitas
mungkin tampak edema. Garis telapak kaki mungkin tidak ada pada semua atau
sebagian telapak. Kuku mungkin pendek.

6. Seksualita
Genetalia : Labia minora wanita mungkin lebih besar dari labia mayora, dengan
klitoris menonjol ; testis pria mungkin tidak turun, rugae mungkin banyak atau
tidak ada pada skrotum.
(IDAI, 2004)

J. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan jalan napas berhubungan dengan penumpukan cairan di rongga
paru

2. Resiko hipotermi berhubungan dengan jaringan lemak subkotis tipis

3. Resiko tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan immaturitas fungsi


imunologik.

4. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan


dengan lemahnya daya cerna dan absorbsi makanan.

(Ngastiyah, 2005)
K. Rencana Tindakan Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

1. Pola nafas tidak efektif sampai NOC : 1. Airway Management


dengan inateritas neurologis. a. Benaskan jalan nafas dengan posisi leher eksteasi
Respiratory Ventilation
Batasan Karakteristik: jika memungkinkan
1. Bernafas menggunakan otot Setelah dilakukan tindakan keperawatan atau b. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
pernafasan tambahan secara…x 24 jam, pola nafas pasien efektif dengan dan mengurangi dispnea.
indicator :
2. Nafas pendek c. Auskultasi suara nafas.
3. Dyspnea 1. Pernafasan pasien 30-60 X/menit d. Monitor respirasi dan status oksigen jika
4. Pernafasan / 2. Pengembangan dada simetris
rata-rata memungkinkan.

minimal < 25 atau > 60 3. Irama pernafasan teratur 2. Respiratori Monitoring


X/menit. 4. Tidak ada retraksi dada a. Monitoring kecepatan, irama, kedalaman, dan
5. Inspirasi dalam upaya bernafas.

6. Pernafasan tidak dengan usaha b. Monitor pergerakan, kesimetrisan dada, refraksi


dada dan alat bantu pernafasan.
7. Bernafas tidak dengan otot pernafasan tambahan
c. Monitor adanya cuping hidung.
8. Tidak dyspnea
d. Monitor pola pernafasan: bradipnea tadnipnea,
hiperventilasi, respirasi kusmaul, cheyne stokes,
apnea biot.
e. Monitor adanya kelelaha otot diafragma.
f. Auskultasi suara nafas, catat area penurunan dan
ketidakadanya ventilasi dan bunyi nafas.
2. Kekurangan volume cairan NOC : Fluid Management :
sampai dengan kegagalan 1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
mekanisme pengaturan Hydration
2. Monitor ststus hidrasi (kelembaban membran
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama…x
mukosa, nadi adekuat)
24 jam, volume cairan pasien adekuat dengan
3. Monitor tanda-tanda vital: suhu, nadi, RR.
Batasan Karakteristik: indikator:
4. Dorong masukan oral
1. Kelemahan 1. Torgor kulit kenyal, membran mukosa dan lidah 5. Berikan penggantian nasogastric sesuai oletput
2. Penurunan tugor kulit / lembab 6. Monitor BB
lidah, membran mukosa / 2. Denyut nadi 120-140 X/menit 7. Kolaborasi pemeriksaan elektrolit, pemberian cairan
kulit kering. 3. Suhu 365-370 C IV.
3. Peningkatan denyut nadi 4. BB tidak turun seketika
4. Temperatur tubuh
meningkat
5. Kehilangan BB seketika
3. Hipotermi sampai dengan NOC : Hypotermia Treament
berada di lingkungan yang 1. Pindahkan bayi dari lingkungan yang dingin ke
dingin Thermoregilation Neonate dalam lingkunga / tempat yang hangat (di dalam
Setelah dilaksanakan tindakan keperawatan inkubator atau di bawah lampu sorot)
selama…X 24 jam, hipotermi pasien teratasi dengan 2. Segera ganti pakaian pasien yang dingin dan basah
indicator : dengan yang hangat dan kering serta berikan
Batasan Karakteristik :
1. Suhu axila: 365-370 C selimut.
1. Penurunan suhu tubuh di 2. RR: 30-6 X/menit 3. Monitor suhu pasien
bawah rentang normal 3. Warna kulit merah muda 4. Monitor gejala hipotermi: fatigue, lemah, apatis,
2. Pucat 4. Pasien tidak gelisah perubahan warna kulit.
3. Menggigil 5. Monitor status pernafasan
5. Pasien tidak letargi
6. Monitor intake dan output.
4. Kulit dingin
5. Dasar kuku sianosis
6. Pengisian kapiler lambat
DAFTAR PUSTAKA

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Prawirohardjo, Sarwono. 2005. ILMU KEBIDANAN. Jakarta : YBP-SP.

Indrasanto Eriyati. Dkk. 2008. Paket Pelatihan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergency
Komprehensif (PONEK) : Asuhan Neonatal Esensial. Jakarta : JNPK, KR, IDAI,
POGI.

Judith M. Wilkinson & Nancy R. Ahern. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Edisi 9.
Jakarta : EGC.

Suriyadi, Yuliani. 2006. Buku Pegangan Praktik Asuhan Keperawatan Pada Anak. Ed.2.
Jakarta : CV. Agung Seto.

Potter, P. A, Perry, A. G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik. Ed.4 Vol.2. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai