Anda di halaman 1dari 62

TEKS ULASAN BUKU

NAMA MAHASISWA :
1.SORAYA MARDIYAH (2191151001)
2.EKO RONAL RINALDO SITEPU (2193151003)
3.JOSA ALBIN (2192151002)
4.ABDULLAH GHANI (2192451007)

MATA KULIAH :BAHASA INDONESIA


KELAS :SENI RUPA A DAN B

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN SENI RUPA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa,kami panjatkan puji dan syukur atas
kehadirat-Nya, yang telah memberikan berkat dan kasih yang berlimpah-limpah kepada kami
sehingga kami bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Terlepas dari hal itu semua, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun penataan yang mungkin kurang sesuai. Dengan demikian
kami ingin meminta maaf terlebih dahuu dan siap sedia untuk menerima segala kritik dan saran
para pembaca makalah ini.
Akhir kata kami berharap makalah ini bisa mampu menjadi sebuah pemikiran baru bagi
para pembacanya dan mungkin bisa membangkitkan semangat dan insprasi bagi para pembacanya.

Medan, Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Kata Pengantar
Di era modern ini dunia ilmu pengetahuan yang semakin luas dan maju, menuntut seseorang yang
bergelut di dunia pendidikan harus mengetahui tata cara mengulas buku atau sebuah karya lainnya.
Tetapi dalam pelaksanaanya masih minim pengetahuan tentang tata cara mengulas sebuah buku, masih
sering ditemukan banyak kesalahan dalam mengulas buku atau karya. Fungsi mengulas sebuah buku
dalam dunia pendidikan adalah untuk menambah kutipan dalam sebuah laporan, proposal, skripsi, tesis,
disertai atau tugas lainnya yang membutuhkan kutipan.

Selain dalam dunia pendidikan yang membutuhkan ulasan, juga diperlukan dalam mengulas buku
yang baru saja diterbitkan. Fungsinya untuk menilain dan menimbang buku yang baru saja diterbitkan
untuk mengetahui gambaran mengenai buku tersebut. Banyaknya buku-buku yang diterbitkan baik buku
fiksi maupun buku non-fiksi. Fungsi ulasan dalam hal ini adalah untuk mengetahui isi buku secara ringkas
mengenai isi, gaya bahasa, kualitas buku, kelemahan dan kelebihan buku untuk bisa membandingkan
dengan buku lainnya. Gunanya agar calon pembeli buku mudah memilih buku mana yang akan dia pilih
dan beli, selain itu berguna untuk penerbit dalam penjualan bukunya dan untuk penulis bisa
memperbaiki karya dalam terbitan berikutnya.

Mengingat pentingnya mengulas buku atau karya dalam berbagai bidang, maka makalah ini berisi
tentang cara mengulas buku sesuai tata cara yang benar. Untuk membantu siapapun yang kesulitan
dalam proses pembuatan ulasan sebuah buku ataupun karya.

1.2 Rumusan masalah :


- Apa Definisi teks ulasan buku ?
- Bagaimana Struktur teks ulasan buku ?
- Apa saja Genre mikro penyusun teks ulasan buku ?
- Bagaimana Hubungan Struktur Teks dan Genre pada Teks Ulasan Buku?
- Bagaimana langkah – langkah dalam meresensi buku ?
1.2 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini yaitu agar kita dapat memahami dengan mudah apa itu teks
ulasan buku, bagaimana cara merekontruksi teks ulasan buku, merangkum, serta membuat proyek
tentang teks ulasan buku dengan baik dan benar.
Selain itu makalah ini sudah kami rangkum dengan sedemikian singkat dan mudah untuk
dimengerti, agar kita semua dapat memahami dengan mudah teks ulasan itu sendiri.
Dan juga setelah kami membaca buku atau materi yang menjadi pokok pikiran dalam pembuatan
makalah ini, kami merasa bahwa materi itu cenderung susah untuk dimengerti, maka dari itu kami
rangkum menjadi sebuah makalah, yang semoga dapat membuka kebingungan kita mengenai
materi ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi teks ulasan buku
Resensi berasal dari bahasa Latin, yaitu dari kata kerja revidere (re “kembali”, videre
“melihat”) yang diartikan melihat kembali, menimbang, atau menilai. Arti yang sama
untuk istilah itu dalam bahasa Belanda dikenal dengan recensie, sedangkan dalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah review. Tiga istilah itu mengacu pada hal yang sama, yakni
mengulas buku atau tinjauan buku.
Adapun Keraf (2001: 274) menjelaskan bahwa resensi yaitu suatu tulisan atau ulasan
mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Dengan kata lain, resensi merupakan tulisan yang di
dalamnya mengungkapkan suatu penilaian, gagasan, terhadap suatu buku yang telah dibaca.
Setelah membaca, mencermati, dan menelaah/menganalisis, penulis resensi
memberikan tanggapan dengan mengungkapkan keunggulan dan kelemahan isi buku.
Sesungguhnya, ulasan tidak harus dibuat terhadap buku,tetapi juga dapat dibuat untuk
karya-karya lain seperti artikel, karya sastra (cerpen,novel, drama, dan puisi), serta karya
seni(musik, tari, kriya, lukis, pertunjukan, dan film). Bahkan ulasan dapat dibuat terhadap sebuah
peristiwa, misalnya olah raga atau kegiatan sosial lainnya. Ulasan merupakan teks yang berfungsi
untuk menimbang,menilai, dan mengajukan kritik terhadap karya atau peristiwa yang diulas
tersebut (Gerot & Wignell, 1994; Hyland & Diani, 2009).

Ada beberapa pendapat ahli mengenai pengertian teks ulasan buku atau resensi.
Yaitu :

a) Isnatun & Farida


Teks ulasan atau resensi adalah tulisan yang berisi pertimbangan atau penilaian
sebuah karya yang dikarang atau diciptakan oleh orang lain (Isnatun & Farida, 2013,
hlm. 57).
b) Dalman
Menurut Dalman (2014: 229), rulasan atau resensi merupakan suatu istilah yang
digunakan untuk menilai keunggulan dan kelemahan sebuah buku (karya)
c) Waluyo
Menurut Waluyo (2014, hlm. 106) ulasan (review) atau disebut juga dengan teks
resensi adalah teks yang berisi pertimbangan atau ulasan mengenai suatu buku
(karya).

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa teks ulasan buku adalah
mengulas buku, mencari kelebihan dan kekurangan buku, untuk menjadikan buku
tersebut lebih baik lagi.

Menurut Rahardi (2009: 179)


dalam membuat resensi ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan
yaitu:
1. Bahasa yang digunakan harus jelas, tegas, tajam, akurat
2. Pilihan kata yang digunakan harus baik, tepat, dan tidak konotatif
3. Format dan isi resensi harus disesuaikan dengan kompetensi, minat dan motivasi
pembaca
4. Objektif, seimbang, dan proporsional dalam menyampaikan timbangan terhadap
buku atau hasil karya.

Dalam meresensi sebuah buku, hendaknya peresensi memahami apa tujuan ia


menulis resensi. Di bawah ini tujuan meresensi menurut Samad (1997: 2):
1. Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif tentang apa yang
tampak dan terungkap dari sebuah buku
2. Mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, dan mendiskusikan lebih
jauh fenomena atau problema yang muncul dalam sebuah buku
3. Memberikan pertimbangan kepada pembaca apakah sebuah buku pantas mendapat
sambutan dari masyarakat atau tidak
4. Menjawab pertanyaan yang timbul jika seseorang melihat buku yang terbit, seperti:
siapa pengarangnya, mengapa ia menulis buku itu?, apa pernyataannya?, bagaimana
hubungannya dengan buku-buku sejenis karya pengarang yang sama?, bagaimana
hubungannya dengan buku-buku sejenis yang dihasilkan pengarang-pengarang
lain?,
5. Untuk segolongan pembaca resensi yang: membaca agar mendapatkan bimbingan
dalam memilih buku-buku, setelah membaca resensi berminat untuk membaca
atau mencocokan seperti apa yang ditulis dalam resensi, tidak ada waktu untuk
membaca buku kemudian mengandalkan resensi sebagai sumber informasi.

B. Menganalisis Model Teks Ulasan Buku


1. Struktur Teks dan Hubungan Genre pada Teks Ulasan Buku
Ulasan buku disusun dengan struktur teks identitas- orientasi- tafsiran
isi- evaluasi- rangkuman evaluasi. Struktur teks itu dapat dinyatakan ke dalam bentuk
bagan, seperti tampak pada Gambar 1 sebagai berikut.

Ulasan buku merupakan teks akademik. Dalam jenis jenis teks, terdapat genre. Genre dapat
dikelompokkan menjadi genre makro dan genre mikro. Genre
makro adalah genre yang secara global menjadi nama jenis teks yang dimaksud, yang
di dalamnya masih terdapat sejumlah subgenre yang disebut genre mikro. Beberapa
contoh genre makro antara lain iklan, berita, editorial, artikel jurnal, brosur, ulasan
buku (review), dan buku. Adapun genre mikro yang dapat disematkan ke dalam genre
makro meliputi antara lain deskripsi, prosedur, rekon, narasi, eksplanasi, eksposisi,
dan diskusi. Di dalam ulasan buku sebagai genre makro dapat ditemukan sejumlah
genre mikro seperti deskripsi, eksplanasi, eksposisi, dan diskusi. Keterkaitan antara
genre makro dan genre-genre mikro yang ada di dalamnya (termasuk fungsi retoris
yang diemban) oleh Martin dan Rose (2008) dinamakan “hubungan genre”.

a. Judul resensi
Dalam membuat makalah sebaiknya menggunakan judul yang menarik.
Judul yang menarik akan membuat pembaca
merasa penasaran terhadap isi resensi, hal ini juga sejalan dengan yang dikemukakan
oleh Schwartz bahwa kesan pertama sangat menentukan penilaian selanjutnya. Yang
perlu diingat, judul resensi selaras dengan keseluruhan isi resensi. Judul resensi ini harus
berbeda dari judul buku yang dibaca.
Materi mkwu hal 47
b. Identitas Buku
Dalam identitas buku terdapat judul buku , penulis, penerbit, tahun
penerbitan, hak cipta, jumlah halaman, bahasa yang digunakan, dan warna sampul
buku. Semua informasi itu merupakan fakta-fakta penting mengenai identitas
buku yang diulas. Informasi lain masih dapat Anda tambahkan bergantung kepada
keperluan Anda sebagai pengulas buku, misalnya harga buku, nomor ISBN, dan
lingkup penerbitan: nasional atau internasional.
Bagian ini bisa dinyatakan langsung melalui daftar atau tabel atau secara tidak
langsung melalui paragraf deskripsi.

c. Orientasi
Tahapan Orientasi identik dengan pengantar kepada seluruh ulasan. Tahapan ini
berfungsi untuk: (1) menyampaikan informasi tentang buku apa yang diulas (dalam
hal jenis dan aliran ilmu yang disajikan), siapa penulisnya (dalam hal jati dirinya), dan
siapa pembaca yang dituju (dalam hal segmentasinya); (2) memposisikan buku yang
diulas; dan (3) menyatakan pendapat pengulas tentang buku itu.
Dalam membuat pendahuluan atau orientasi dapat dimulai dengan memaparkan beberapa
pertanyaan menyangkut
buku yang dibaca, tujuannya agar pembaca merasa tertarik ketika pertama membaca
resensi tersebut sehingga membuat penasaran ingin membaca isi resensi secara
keseluruhan. Bisa juga diawali dengan memperkenalkan siapa pengarangnya, prestasi
yang telah dicapai pengarang, memaparkan kekhasan atau sosok pengarang.
Dalam pembukaan juga dapat membandingkan dengan buku sejenis yang sudah
ditulis, baik oleh pengarang sendiri maupun oleh pengarang lain. Keunikan buku juga
dapat dipaparkan di awal resensi tujuannya adalah agar pembaca dapat terkesan ketika
pertama membaca resensi. Dapat juga memperkenalkan penerbit, apakah penerbit buku
tersebut sudah banyak mengeluarkan buku. Pemaparan mengenai tema besar buku juga
bisa diungkapkan, sebagai dasar pengenalan garis besar isi buku. Seperti contoh di bawah
ini.
Genre mikro yang digunakan untuk merealisasikan Tahapan Orientasi adalah deskripsi
dan eksposisi. Pengulas dapat
mendeskripsikan isi buku secara umum dan mengemukakan pendapat pribadi
pengulas terhadap buku tersebut. Pengajuan pendapat seperti itu memenuhi ciri
eksposisi. Perlu dicatat bahwa argumentasi tentang
kebenaran pendapat tersebut belum disampaikan pada Tahapan Orientasi, tetapi
diuraikan pada tahapan-tahapan berikutnya, terutama pada Tahapan Evaluasi.
Perlu digarisbawahi bahwa teks ulasan buku tidak sama dengan
ringkasan buku. Ringkasan hanya merupakan bagian kecil dari ulasan buku
seluruhnya, dan hanya terletak di Tahapan Tafsiran Isi.
Pembuat ulasan dituntut untuk dapat meringkas materi yang diulas. Ringkasan
dibuat dengan memahami materi itu dan mengungkapkannya dalam bahasa sendiri dengan
lebih pendek. Dalam penulisan artikel ilmiah, skripsi, atau tesis
penulis meringkas satu buku menjadi beberapa kalimat saja. Setelah itu penulis membanding-
bandingkan beberapa ringkasan dari sejumlah
sumber untuk membuat sintesis gagasan. Ringkasan tersebut harus
menggambarkan keseluruhan isi buku yang diulas. Oleh sebab itu, pembuat ulasan
harus memiliki keterampilan membaca kritis, mencerna, dan mengungkapkan
kembali materi yang dibaca itu tanpa mengubah isinya. Genre mikro utama yang digunakan
untuk mengungkapkan Tahapan Tafsiran Isi
adalah deskripsi dan rekon.

d. Tahapan Tafsiran Isi


Tahapan Tafsiran Isi memuat: (1) penceritaan ulang tentang hal yang dilakukan oleh
penulis saat ia menulis buku itu; (2) isi atau ringkasan buku yang diulas sebagai hasil
dari pembacaan oleh pengulas terhadap buku itu; dan (3) perbandingan isi buku yang
diulas dengan buku-buku lain yang sejenis. Pada tahapan ini, isi buku itu diuraikan
bab demi bab.
Pembuat ulasan dituntut untuk dapat meringkas materi yang diulas. Ringkasan
dibuat dengan memahami materi itu dan mengungkapkannya dalam bahasa sendiri
dengan lebih pendek. Ringkasan tersebut harus
menggambarkan keseluruhan isi buku yang diulas. Oleh sebab itu, pembuat ulasan
harus memiliki keterampilan membaca kritis, mencerna, dan mengungkapkan
kembali materi yang dibaca itu tanpa mengubah isinya. Genre mikro utama yang digunakan
untuk mengungkapkan Tahapan Tafsiran Isi
adalah deskripsi dan rekon.

e. Evaluasi buku
Tahapan Evaluasi berfungsi untuk menilai karya yang diulas. Dapat dikatakan bahwa
Tahapan Evaluasi adalah bagian inti dari teks ulasan, karena pada tahapan inilah
pengulas dituntut untuk memberikan penilaian analitis, objektif, dan kritis atas buku
atau materi yang diulas.
Aspek-aspek yang dinilai meliputi: (1) kedalaman isi buku yang diulas itu; (2) tata
organisasi gagasan yang tergambar pada penataan bab; (3) gaya penulisan yang
terungkap pada kualitas bahasa yang digunakan; serta (4) keunggulan-keunggulan
dan kelemahan-kelemahan buku yang diulas itu.
Untuk dapat memformulasikan penilaian terhadap buku tersebut, genre mikro
utama yang digunakan pada Tahapan Evaluasi adalah diskusi. Jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan di atas tidak sekadar ya atau tidak tanpa didukung oleh
argumentasi yang kuat. Untuk mempertentangkan berbagai sudut pandang yang
dijadikan dasar evaluasi itu, genre yang paling cocok untuk digunakan adalah genre
diskusi. Formulasi bahasa yang digunakan untuk mempertentangkan dua sudut pandang
dalam diskusi terlihat pada kosakata keunggulan dan kelemahan.
Dalam menulis resensi dapat dilengkapi dengan tinjauan bahasa yang digunakan
pengarang misalnya bahasanya mudah dipahami atau berbelit-belit, jika perlu berikan
komentar jika terdapat kesalahan cetak dalam buku. Tidak jarang sebuah buku
mempunyai keunikan dan sifatnya yang khas yang bisa jadi tidak dimiliki oleh buku lain.
f. Rangkuman evaluasi buku / Penutup
Tahapan Rangkuman Evaluasi berisi simpulan dan saran atas ulasan buku yang
dibuat. Pada bagian pertama tahap ini, penulis teks ulasan memberi simpulan akhir
mengenai buku yang diulas dan pandangan subjektif pengulas atas buku yang diulas
dengan berdasarkan pada Tahapan Orientasi, Tafsiran Isi, dan Evaluasi yang diberikan
sebelumnya. pengulas dapat mengajukan saran tentang buku itu,
misalnya apakah buku itu perlu diperbaiki, apakah buku itu perlu dimiliki oleh pihak
tertentu, atau apakah buku itu perlu ditindaklanjuti dengan tindakan dan upaya
tertentu.
Peresensi yang baik akan menyanjung atau mengkritik secara objektif dan
proporsional, karena posisi peresensi dalam hal ini adalah sama dengan seorang ilmuan
yang tidak boleh subjektif dan distortif dalam menyampaikan ulasan.
Genre yang digunakan adalah deskripsi dan eksposisi. Deskripsi digunakan untuk
memaparkan simpulan itu, dan paparan simpulan itu sekaligus digunakan sebagai
alat untuk menegaskan ulang kebenaran pendapat awal. Penegasan seperti itu
memenuhi fungsi reiterasi dalam eksposisi.

2. Simpulan tentang hubungan Struktur Teks dan Genre pada Teks Ulasan
Buku
Dari penjelasan di atas kita dapat menjawab secara ringkas pertanyaan-pertanyaan
tentang struktur teks dan hubungan genre pada teks ulasan buku, yang disajikan dalam table
berikut. Fungsi retoris adalah Fungsi yang pertama berkaitan dengan fungsi genre mikro
yang ada pada setiap tahapan.
C. Langkah – langkah dalam Membuat Teks Ulasan Buku

Untuk menghasilkan ulasan yang baik, diperlukanlah prosedur yang


mengandung langkah-langkah operasional. Langkah-langkah itu adalah dapat
diuraikan sebagai berikut.

1. Mencari buku yang diulas.


Buku yang akan Anda ulas sebaiknya buku yang menjadi bidang minat . Hal ini
diharapkan dapat mempermudah kita karena bidang itu sudah familiar. Selain itu,
hasil ulasannya dapat membantu proses studi kita.
2. Membaca secara kritis.
Sebelum membuat ulasan, membaca dengan teliti dan kritis perlu dilakukan.
Bagian demi bagian perlu dibaca, termasuk Bab Pendahuluan. Orang sering
mengira bahwa Bab Pendahuluan tidak penting, padahal pada Bab itu diuraikanlah
logika dan arah penulisan buku itu, wilayah dan aliran ilmu yang dianut, tujuan
penulisan dan pembaca yang ditargetkan.
3. Membuat ringkasan.
Meringkas adalah menyatakan kembali buku yang dibaca dengan lebih singkat
dengan mengungkapkan pokok-pokoknya saja. Ringkasan itu akan dimasukkan
ke dalam Tahapan Tafsiran Isi. Oleh sebab itu, ringkasan hendaknya mencakup isi
buku secara keseluruhan.
4. Menentukan kriteria penilaian
Kriteria dapat ditentukan berdasarkan cakupan isi buku yang diulas,
kedalamannya, kualitasnya, gaya penulisannya, atau pokok-pokok yang menjadi
perhatian khusus. Dengan menetapkan kriteria penilaian, arah penulisan ulasan
buku dibuat terasa jelas.
5. Mencari buku pembanding dan referensi untuk rujukan.
Pembanding yang dapat digunakan adalah buku-buku atau bahan-bahan sejenis
yang sudah terbit sebelumnya, baik yang ditulis oleh orang lain maupun oleh
penulis yang bukunya sedang diulas. Referensi diperlukan untuk mempertajam
penilaian, agar penilaian seimbang dan tidak sepihak.
6. Menulis ulasan yang dimaksud
Dalam menulis ulasan buku, pengulas hendaknya selalu berpegang kepada
struktur teks dengan tahapan-tahapan yang menjadi kerangka teks. Nama-nama
tahapan itu tidak harus menjadi judul-judul bagian ulasan yang ditulis, tetapi
esensi
isi dan genre yang digunakan untuk merealisasikan masing-masing tahapan itu
terungkap.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jadi dapat kita simpulkan bahwa teks ulasan adalah teks yang dibuat ulang untuk mengetahui
secara terperinci mengenai teks yang sedang kita ulas. Adapun yang harus kita ketahui untuk membuat
teks ulasan harus ada identitas, orientasi, tafsiran, evaluasi, dan juga simpulan. Teks ulasan dapat berisi
ulasan buku, film, cerpen, dan lain-lain. Tak lupa juga teks ulasan harus menggunakan bahasa indonesia
yang baik dan benar.

3.2 Saran

Saran kami untuk teks ulasan sendiri, jika kita kita ingin mengulas sebuah buku apalagi jika ulasan itu
akan kita kirim ke penulis buku itu, haruslah menggunakan bahasa yang baik dan benar, walaupun kita
memasukkan beberapa kekurangan yang ada dalam ulasan itu, kita tidak boleh berlebihan dalam
menanggapi apalagi sampai menggunakan bahasa yang kasar. Karena apapun itu kita sebagai manusia
biasa pasti memilki kekurangan begitu juga dengan si penulis.

CRITICAL BOOK REVIEW


Disusun untuk memenuhi tugas rutin mata kuliah bahasa Indonesia
Dosen pengampu: muharrina Harahap
Disusun Oleh :
SORAYA MARDIA SIREGAR (2191151001)
ABDULLAH GANI (2192451007)
JOSA ALDIN (2192151002)
EKO RONAL SITEPU ( 2193151003)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

KATA PENGANTAR

puji syukur kehadirat Allah SWT Yang teleh memberikan petunjuk kepada saya, sehingga
saya dapat menyelesaikan critical book review ini dengan baik, walaupun bentuk maupun isinya
masih sangat sederhana, semoga makalah ini dapat berguna bagi siapapun yang membacanya.

Harapan saya semoga makalah yang telah saya buat demikian ini akan memberikan atau
menambah pengetahuan serta wawasan bagi para pembaca, dan memberi kritik saran terhadap
makalah yang telah saya buat demikian ini, agar bisa mengerti dimana kekurangan dalam
membuat makalah tersebut.
Medan, 19 Mei 2021

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………. ...................................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................................................. 3


BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................ 4

A.Rasionalisasi Pentimgnya Cbr ............................................................................................. 4


B. Tujuan …………….............................................................................................................. 4
C.Manfaat ……………............................................................................................................. 4
D. Identitas Cbr ………. ........................................................................................................... 5
BAB II RINGKASAN BUKU ........................................................................................................ 6
Ringkasan buku…………. ......................................................................................................... 6
BAB III PEMBAHASAN … ........................................................................................................ 22
A. Kelebihan buku…….. ........................................................................................................ 22
B. Kelemahan buku……. ........................................................................................................ 24
BAB IV PENUTUP……….. ......................................................................................................... 25
A. Kesimpulan ………….. ..................................................................................................... 25
B. Saran …………………...................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ………....................................................................................................... 26

I
PENDAHULUAN

Rasionalisasi Pentimgnya CBR


Seringkali kita bingung memilih buku referensi untuk kita baca dan pahami. Terkadang kita
memilih satu buku, namun kurang memuaskan hati kita. Misalnya dari segi analisis bahasa,
pembahasan tentang Desain Komunikasi Visual.
Oleh karena itu, penulis membuat Critikal Book Riview ini untuk mempermudah pembaca
dalam memilih buku referensi, khususnya pada pokok bahasa tentang Gambar Ilustrasi.

Tujuan
Menyelesaikan tugas yang diberikan dosen sebagai wujud tanggung jawab dari tugas yang
diberikan.
Mengkritisi buku agar terwujudnya perbaikan, agar menjadi buku yang lebih baik.
Menemukan kesalahan atau kekurangan dan kelebihan dari buku yang dikritik.
Mengulas isi buku
Mencari dan mengetahui informasi yang ada dalam buku (materi dan penjelasan dari buku)
Meningkatkan daya analisa
Manfaat
Untuk menambah wawasan tentang Gambar Ilustrasi.
Agar mengetahui kelemahan dan kelebihan buku.
Melatih diri lebih giat, rajin dalam membaca buku.
Dapat memahami serta menarik kesimpulan dari isi buku yang akan di kritik.
Menambah wawasan, pengetahuan dari buku yang dibaca dan dikritik.
Dapat mengetahui kesalahan atau kekurangan dari buku yang dikritik dan dapat
memberikan masukan dalam perbaikan buku tersebut.
Menguji kualitas buku dengan membandingkan terhadap karya penulis yang sama atau
penulis lainnya.

Identitas Buku yang direview

Buku Utama

Judul : Ilustrasi

Pengarang : Indiria Maharsi, M.Sn

Penerbit : Badan Penerbit ISI Yogyakarta

Tahun Terbit : 2016


Kota Terbit : Yogyakarta

Jumlah Halaman : 19

ISBN :-

Buku Pembanding

Judul : Peran Gambar Ilustrasi Dalam Cerita Pendek


Studi Kasus: Cerpen Harian Kompas Minggu

Pengarang : Ratih Candrastuti

Tahun Terbit : 2008

Kota Terbit : Jakarta

Jumlah Halaman : 14

ISBN :-

BAB II

RINGKASAN ISI BUKU

BUKU UTAMA

MEMAHAMI ILUSTRASI
Ilustrasi dewasa ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan dalam arti sudah banyak
elemen media yang memakai ilustrasi dalam kapasitasnya sebagai penarik perhatian utama dari
siapa saja yang melihatnya. Di sisi lain, ilustrasi menunjukkan gejala yang semakin
menggairahkan karena bentuk seni yang satu ini memberikan kontribusi yang cukup besar dalam
perkembangan ranah seni visual baik secara parsial maupun holistik global.

Bukan hanya itu saja, secara nyata ilustrasi mampu memberikan aspek estetis yang kaya akan
imajinasi. Dan bukan tidak mungkin di masa mendatang pencapaian ilustrasi akan sanggup
memberikan pencerahan baru dalam kaitannya dengan dunia seni rupa dan tekhnologi komunikasi
yang semakin lama semakin berkembang menuju kepada arah yang menggembirakan dan makin
tak terbatas.

Berbagai Definisi Ilustrasi

Menurut kamus, yang dimaksud ilustrasi adalah gambar, diagram, atau peta yang digunakan untuk
menjelaskan atau menghias sesuatu, terutama bagian tertulis dari sebuah karya cetak seperti buku.
Ilustrasi digunakan untuk membuat jelas atau menjelaskan sesuatu. Dan ilustrasi merupakan
tindakan atau proses yang menggambarkan sesuatu Dalam buku Exploring Illustration dikatakan
bahwa Ilustrasi adalah seni yang menyertai proses produksi atau pembuatan sebuah gambar, foto,
atau diagram, bentuknya bisa berupa naskah tercetak, terucap, atau dalam bentuk elektronik. Masih
menurut Fleishmen, dikatakan bahwa ilustrasi mampu menjelaskan maksud. Bentuknya bisa
berupa karya fotografis, atau mungkin gambar realistis. Bentuk yang dipakai tersebut sesuai
dengan kebutuhan, namun intinya adalah bisa dilihat oleh mata. Dengan kata lain, ilustrasi bisa
menciptakan gaya, sebuah bentuk metamorfosis, ataupun menterjemahkan suatu objek dari sisi
yang bersifat emosional dan fisik. Utamanya, ilustrasi tersebut mampu mempengaruhi bahkan
hingga memprovokasi penontonnya.

Pengertian ini sangat umum sekali dan mampu merangkul keseluruhan jenis-jenis ilustrasi yang
saat ini berkembang sangat pesat. Dalam definisi ini ilustrasi dipandang sebagai sebuah proses
berkarya seni. Dan karya seni tersebut berupa gambar, foto, atau diagram. Selain itu bentuk akhir
dari karya tersebut bisa berupa naskah yang berbentuk konvensional (tercetak) ataupun yang
digital (audiovisual-elektronik). Secara jelas dilihat disini bahwa Fleishmen melihat ilustrasi dari
sisi bentuk, proses dan hasil akhir atau presentasi.

Menurut Drs. RM. Soenarto disebutkan bahwa ilustrasi adalah suatu gambar atau hasil proses
grafis yang membantu sebagai penghias, penyerta ataupun memperjelas suatu kalimat dalam
sebuah naskah dalam mengarahkan pengertian bagi pembacanya4. Senada dengan hal itu,
dikatakan oleh Drs. Harry Wobowo, bahwa ilustrasi adalah gambar dwi matra yang
menghidupkan, menghias sekaligus memperjelas sebuah naskah tulisan yang diperbanyak dengan
tekhnik cetak dalam warna hitam putih ataupun lengkap (berwarna) dengan wujud gambar coretan
tangan, foto, diagram atau grafik5. Dalam dua definisi ini secara lugas dikatakan bahwa ilustrasi
memperjelas sebuah pengertian yang ada dalam naskah atau tulisan. Selain memperjelas, ilustrasi
yang berupa diagram, grafik ataupun coretan tangan (manual atau dengan alat bantu digital)
berfungsi pula untuk menghiasi sekaligus semakin menghidupkan pengertian dalam naskah
ataupun tulisan tersebut. Menghidupkan ini berkaitan dengan perasaan audiens ketika membaca
naskah terebut. Bisa sedih, gembira, marah dan lain-lain. Sehingga transfer emosi dalam konteks
meng‟hidup‟kan naskah tersebut terjadi sesuai dengan representasi bentuk visual dari naskah atau
tulisan tersebut.

Beda lagi dengan Dwi Koendara. Pekerja seni yang telah menghasilkan karya fenomenal Panji
Koming ini menyatakan bahwa ilustrasi sebagai hiasan satu peristiwa. Hiasan tersebut bisa berupa
kata (tekstual), bisa juga gambar6. Dalam definisi ini Dwi Koendara melihat ilustrasi sebagai
sebuah hiasan dari suatu peristiwa. Sebuah peristiwa perlu untuk dihias baik dalam bentuk kata-
kata maupun gambar. Dalam konteks hiasan berarti kata-kata yang terbaca maupun gambar yang
divisualkan akan memberikan kesan atau menimbulkan nilai-nilai estetis. Sehingga peristiwa yang
dihias itu menjadi indah. Dengan demikian disini terlihat bahwa konteks ilustrasi lebih kepada
bahasa yang estetis, lebih merujuk kepada kata maupun gambar yang enak atau sedap dipandang
Panji Koming Karya Dwi Koendara

Agak berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Dwi Koendara. Wedha, ilustrator yang berkiprah
sejak tahun 70-an di majalah HAI mendefinisikan ilustrasi sebagai representasi suatu keadaan
dalam bentuk lain. Representasi itu tergantung dari medium' bentuk lain' itu apa. Misal illustrasi
dalam pengertian yang paling dikenal di lingkungan media cetak, definisinya menjadi:
Representasi suatu keadaan dalam bentuk visual. Untuk musik berarti representasi suatu keadaan
dalam bentuk audio atau musik dan seterusnya. Yang dimaksud „suatu keadaan' menurut seniman
pencipta gaya ilustrasi Wedha‟s Pop Art Potrait atau WAPP ini bisa macam-macam, bisa keadaan
real ataupun abstrak. Yang real misalnya sosok benda, manusia, dan Selain perspektif di atas,
ilustrator dan komikus Banuarli Ambardi yang berkarya sejak tahun 70-an memberikan gambaran
ilustrasi yang lebih lebar karena dikaitkan dengan aspek kehidupan manusia. Banuarli
mendeskripsikan ilustrasi sebagai bahasa gambar yang merangkum banyak cerita tentang
kehidupan manusia dengan segala permasalahannya serta lekuk likunya. Semua itu dituangkan
oleh seniman sesuai dengan profesinya di dalam menjalani kehidupannya. Dan karena ilustrasi
bersentuhan dengan media massa maka ilustrator dituntut untuk handal, profesional dan peka
terhadap persoalan-persoalan di sekitarnya. Dari apa yang disampaikan di atas, Banuarli lebih
menyoroti peran seorang ilustrator dalam menyikapi kehidupan. Sebuah ilustrasi adalah
representasi dari kehidupan manusia yang penuh dengan cerita dan liku-likunya.
Komik Karya Banuarli Ambardi

Menurut pandangan ilustrator muda, Evelline Andrya yang menggeluti illustrasi buku anak
berpendapat bahwa ilustrasi adalah media untuk berimajinasi. Dimana seorang ilustrator bisa
menciptakan karakter dan cerita imajinatif, seperti naga tua berjenggot yang suka menirukan suara
katak atau domba berbulu yang belajar terbang9 .Kreator website „Ilustrator Indonesia‟ ini
menitikberatkan ilustrasi dalam konteks imajinasi dunia anak. Dan ilustrasi adalah sebuah media
yang bisa menuangkan imajinasi dalam karakter visual yang unik dan sekaligus bersifat naratif.

Ilustrasi Karya Evelline Andrya

Dalam pandangan yang lain, ilustrasi juga dikatakan sebagai seni gambar yang dipakai untuk
memberi penjelasan atas suatu tujuan tertentu ataupun maksud tertentu dan penjelasan tersebut
disampaikan secara visual. Jika dikaitkan dengan komunikasi maka Ilustrasi merupakan
terjemahan dari teks. Ilustrasi memiliki kemampuan untuk membantu mengkomunikasikan suatu
pesan dengan tepat, cepat serta tegas. Kemampuan yang lainnya adalah kekuatan untuk
membentuk suasana yang penuh emosi dan membuat suatu gagasan menjadi seolah-olah nyata.
Dengan hadirnya ilustrasi maka pesan dalam teks tersebut akan menjadi lebih berkesan, hal ini
disebabkan karena pembaca lebih mudah mengingat gambar daripada teks. Selain itu Ilustrasi
dalam bentuk yang sederhana ataupun ilustrasi dalam bentuk yang kompleks memiliki arti sebagai
sarana berkomunikasi secara visual dengan menggunakan peragaan, perbendaharaan, peristiwa
ataupun penjelasan simbol tulisan. Dalam pendekatan lain ilustrasi dikatakan sebagai ‟bahasa
universal‟ yang dapat serta mampu menembus hambatan yang ditimbulkan oleh bahasa kata-kata.
Ilustrasi juga mampu mengungkapkan suatu hal dengan lebih cepat sekaligus berhasil guna
daripada teks.

Ilustrasi dan Seni Murni

Menarik untuk disimak apa yang disampaikan oleh Fleishmen bahwa ilustrasi dan seni murni atau
fine art sama-sama „memaksa‟ audiens untuk melihat hasil karya keduanya. Namun bedanya
adalah bahwa ilustrasi punya tugas atau tanggung jawab untuk menjawab lima pertanyaan dasar
dari audiensnya yaitu: siapa, apa, kapan, di mana dan mengapa, sedangkan untuk seni murni tidak
perlu melakukannya.

Kata fine dalam istilah fine art mengandung arti murni atau sebagaimana adanya. Oleh karenanya,
fine art jelas mengakomodasi detail dan menyatakan emosi serta mengajak penontonnya untuk
berpikir. Fine art mampu menggambarkan sikap politik, sosial, dan budaya tapi dalam konteks
menghibur. Sehingga dalam konteks ini ilustrasi dan seni murni sama-sama mengirimkan pesan.
Namun yang membedakan adalah bahwa seni murni bebas menciptakan karya tanpa batasan atau
dibatasi oleh nilai-nilai yang bersifat komersial. Dengan kata lain seniman bisa sebebas-bebasnya
menggambarkan atau melukiskan yang seniman senangi tanpa peduli atau memperdulikan akan
merek, penjualan, ataupun kritik.

Dalam konteks yang lain, secara teoritis seni dapat dibagi menjadi dua. Yang pertama yaitu seni
yang murni estetik dan yang kedua adalah seni yang dimanfaatkan untuk macam-macam
kepentingan yang lain atau seni terapan. Sehingga menurut Soedarso Sp., kedua jenis ini dibedakan
dalam hal niat dan sikap si seniman atau kreator pada saat membuatnya. Apakah sang kreator
memanfaatkannya hanya untuk berekspresi dengan mengesampingkan hal-hal yang lain atau sejak
semula memang ditujukan bagi maksud-maksud tertentu. Dalam konteks ini ilustrasi jelas
tergolong dalam seni terapan karena seni ilustrasi merupakan seni gambar atau seni lukis yang
diabdikan untuk kepentingan yang lain yaitu memberikan sebuah penjelasan ataupun mengiringi
suatu pengertian, sebagai contoh cerita pendek sebuah majalah atau yang lain. Bahkan kadang
ilustrasi akan lebih menjelaskan dari pada kata-kata yang disertainya

Pengertian Ilustrasi

Memandang ilustrasi berarti memandang sebuah proses kreatif, memandang sebuah karya seni,
memandang seorang pencipta atau kreator dan memandang tujuan dari keseluruhan proses kreatif
itu. Dari apa yang telah disampaikan di atas bisa dikatakan bahwa ilustrasi merupakan representasi
visual dari sebuah naskah, baik itu konsep cerita dalam bentuk gagasan ide ataupun naskah tercetak
untuk keperluan tertentu. Ketika memvisualkan naskah itu, karya yang tercipta harus bercerita atau
mengandung cerita sehingga mampu mengkomunikasikan pesan apa yang ingin disampaikan
kepada audiens. Dengan demikian dalam konteks komunikasi maka ilustrasi harus
mempertimbangkan komunikator dan audiens yang menjadi sasaran dari pesan verbal maupun
visual itu karena hal tersebut akan mempengaruhi bentuk visual dari ilustrasi tersebut.

Dalam kata yang lain, ilustrasi berarti bagaimana seseorang mampu menterjemahkan sebuah
konsep atau ide yang bersifat abstrak ke dalam bentuk visual. Namun visualisasi dari ide atau
konsep yang abstrak tersebut memberikan gambaran yang nilainya sama dengan konsep yang
diwakilinya. Sehingga dengan demikian komunikasi menjadi bagian yang sangat penting disini.
Komunikasi dalam konteks bagaimana si penikmat bisa memahami secara jelas makna yang
tersirat dalam visual ilustrasi tersebut.

Dengan demikian, seorang ilustrator merupakan seorang penerjemah visual. Dia harus dengan
piawai menterjemahkan bahasa tekstual ke dalam bahasa visual yang bersifat umum bahkan
universal dan mampu dipahami secara kolektif. Tidak ada ceruk pembatasan substansi nilai disini.
Dalam arti meskipun target dari ilustrasi itu adalah anak-anak, namun visual yang disuguhkan
harus juga bisa dipahami oleh penikmat selain anak-anak. Sehingga, keluasan imajinasi dan
kedalaman memahami materi konsep naratif menjadi bahan baku pokok yang wajib dipahami
benar-benar oleh seorang illustrator. Bukan itu saja, seorang ilustrator merupakan makhluk yang
langka mengingat profesi ini mengharuskannya mengetahui bentuk-bentuk dasar semua materi
benda yang ada di dunia. Bahkan mungkin bukan cuma mengetahui tapi juga memahami sedalam-
dalamnya dan kemudian mengungkapkannya serta dipresentasikan kembali dengan naratif pula
namun bukan dengan bahasa tekstual tapi dengan bahasa visual.

Ilustrasi juga berarti memaknai sebuah naskah, konsep atau ide kedalam dunia imajinasi serta
khayal audiens. Sehingga apapun bentuk atau wadah yang dipakai sebagai media presentasi karya
ilustrasi itu, entah itu untuk buku anak, editorial media massa, fashion, iklan, industri musik
ataupun yang lain bisa sampai secara utuh, imajinatif, estetis serta komunikatif sebagai bagian dari
bidang terapan yang diusungnya dalam konteks wilayah berkeseniannya. Ilustrasi juga merupakan
wadah berkreasi yang unik mengingat kreatifitas estetis imajinatif menjadi bahan baku dasar dari
lahan garap ini secara bebas bisa dieksplorasi seluas-luasnya.

BUKU PEMBANDING

Pendahuluan

Ilustrasi adalah gambar (foto, lukisan) untuk membantu memperjelas isi buku karangan dan
sebagainya. Dalam arti konvensional, ilustrasi cerpen hanyalah sampiran, sampingan atau
kosmetik belaka yang tidak mempunyai arti esensial. Ilustrasi cerpen tidak hanya mencerminkan
kisah dari cerita yang didampinginya, tetapi dapat juga berdiri sebagai karya seni yang mandiri.
Ilustrasi harian Kompas sepanjang tahun 2008 merupakan contoh

karya ilustrasi yang tidak selalu menjadi pengiring cerpen, meskipun ditampilkan dalam satu
kolom yang sama. Pengelola Bentara Budaya Yogyakarta, Hari Budiono dalam wawancaranya
berpendapat bahwa: Ilustrasi cerpen yang dibuat perupa ini sangat bergantung pada penafsiran
perupa atas cerpen yang dibacanya. Keragaman perupa yang dilibatkan sebagai illustrator cerpen
juga memberikan warna yang beragam di setiap terbitan Kompas Minggu, karena setiap seniman
mempunyai cara yang berbeda untuk menangkap makna cerpen dan menuangkannya sebagai
lukisan.
Namun, gagasan ilustrasi cerpen Kompas Minggu ini justru memberikan ruang bebas bagi para
perupa untuk turut ambil bagian menafsirkan cerpen dalam bentuk karya seni. Kepala Desk
Nonberita Harian Kompas Bre Redana menuturkan, "Sejumlah nama perupa awalnya diambil
karena adanya hubungan maupun jaringan yang dibentuk antara media ini dan para perupa
tersebut. Para perupa yang dilibatkan dalam pembuatan ilustrasi cerpen ini berasal dari sejumlah
daerah, antara lain Jakarta, Yogyakarta, Bali, Bandung, Malang dan Surabaya. Karena
keterbatasan waktu, pemilihan perupa pembuat ilustrasi ini memang berdasarkan kedekatan dan
referensi yang dibuat pengelola. Sebagian perupa dipilih untuk membuatkan cerpen berdasarkan
kesesuaian tema cerpen dengan kecenderungan aliran perupa tersebut”.

Kelemahan pemuatan ilustrasi di media cetak adalah distorsi bentuk dan warna, disebabkan karena
sebagian perupa tidak terlalu berpengalaman dalam mengabadikan karya seninya, akibatnya foto
yang diambil oleh para seniman tidak sesuai warna dan tekstur aslinya. Dari uraian di atas, dapatlah
diambil suatu masalah yang berkaitan dengan ilustrasi di media cetak, khususnya harian Kompas
Minggu yaitu sejauh mana peran ilustrasi dapat;

Menguatkan cerita yang ditulis pengarangnya.


Membantah kisah yang dijadikan tema karya atau tidak berhubungansama sekali dengan
cerita.
Mengekspresikan dari karya lukisan ke dalam media cetak untuk menangkap makna
cerpen, melalui bentuk-bentuk formalistik seperti titik, garis, bidang, bentuk, dan warna.

Dalam bukunya yang berjudul Studies in Iconology. Erwin Panofsky menjelaskan tahapan
penelitian yaitu: Pra-Ikonografis, Ikonografis dan Ikonologis. Studi kasus yang diuraikan dalam
tulisan ini adalah karya ilustrasi Hadi Susanto dari cerpen yang berjudul 'Sakri Terangkat ke
Langit', oleh: S. Prasetyo Utomo (Kompas, Minggu, 27 April 2008) dan karya ilustrasi Ipong PS
dari cerpen 'Mangku Mencari Doa di Daratan Jauh', oleh : Martin Aleida (Kompas, Minggu 4 Mei
2008). Kedua karya tersebut mewakili 2 (dua) corak yang berbeda dalam pengungkapannya.

Kajian Pra-Ikonografis
Gambar 1. Karya Hadi Soesanto
(Sumber: Kompas, Minggu, 27 April 2008)

Aspek -Aspek Formalistik (Karya Hadi Soesanto)

Di bawah ini adalah uraian dari beberapa karya perupa di harian Kompas Minggu tahun 2008:

Garis

Terdapat garis vertikal dan horisontal pada obyek kereta lori di latar belakang. Garis lengkung ada
di bagian obyek manusia dan roda kereta lori, sedangkan garis diagonal dapat dilihat pada busana
backless yang dikenakan oleh obyek wanitanya.

Bidang

Bidang segi empat terdapat pada obyek kereta Lori dan bidang tidak beraturan, organis/biomorfis
ada di bagian wajah lelaki tua, sosok perempuan muda dengan busananya tampak dari belakang.

Bentuk

Di sini bentuk wajah lelaki tua di sisi kiri tampak ditonjolkan lebih jelas/close up, sementara di
sisi belakang kanan, agak jauh dari lelaki tersebut adalah wanita muda yang secara keseluruhan
digambarkan secara nyata, menyerupai sebuah foto. Terutama detail-detail bayangan raut dan
ekspresi muka, juga tampak jelas anatomi bagian punggung si wanita. Gaya pengungkapan dari
gambar ini adalah super-realistis.

Warna
Sifat warna
Sejuk: Ada pada busana jeans pada wanita dan latar belakang langit dengan warna biru
kehijauan (turquoise/cyan).
Panas: Warna coklat kemerahan di wajah lelaki.
Netral: Warna putih pada busana atas wanita, rambut dan kumis lelaki serta latar belakang
landscape. Hitam pada obyek kereta lori, rambut, mata dan alis wanita, kemudian warna
krem/coklat muda pada kulit tubuh wanita.
Perpaduan warna
Monokrommatis: Warna turquoise pada langit dengan gradasi ke arah putih awan. Warna
coklat kemerahan pada wajah lelaki dan coklat muda pada tubuh wanita dengan gradasi ke
putih untuk menunjukkan dimensi.
Komplimenter: Perpaduan warna turquoise (biru kehijauan) pada jeans dan langit terhadap
coklat kemerahan pada wajah lelaki.
Tekstur

Tanpa pola: Pada kerutan-kerutan wajah lelaki, aware di langit tanpa

Pola: Pada tenunan. Bahan jeans.

Prinsip Desain / Rupa

Harmoni: Adanya kesatuan dari warna biru kehijauan pada langit dan busana jeans.
Kontras ditampilkan biru kehijauan dan warna coklat kemerahan.
Keseimbangan: Bentuk wajah lelaki simetris dengan sosok wanita muda disamping
kanannya.
Penekanan (emphasis): Warna coklat kemerahan pada wajah lelaki.
Pola dan ornament: Tali warna putih dikaitkan secara menyilang yang disimpul pada
bagian belakang busana wanita dan jahitan kedua saku, tali gesper pinggang pada busana
Ekspresi wajah yang sedih tampak pada lelaki tua, seolah-olah melirik ke arah perempuan
muda yaitu anak angkatnya yang memiliki masa lalu yang kelam.

Dibawah ini, adalah kajian gambar ilustrasi dari cerpen berjudul 'Mangku Mencari Doa di Daratan
Jauh', oleh: Martin Aleida.
Gambar 2. Karya Ipong PS
(Sumber: Kompas, Minggu, 4 Mei 2008)

Aspek -Aspek Formalistik (Karya Ipong PS)

Titik

Titik banyak terdapat di beberapa bagian gambar sosok pria, seperti pada rambut, tangan, baju dan
celana. Pada tubuh, hidung kera di samping atas kanan.

Garis

Diagonal: Pada lengan baju.

Lengkung: Pada rambut, mata, mulut, baju dan celana.

Bidang

Bentuk tak beraturan, organis/biomorfis pada sosok tubuh pria, anjing dan kera.

Warna
Sifat warna
Panas: Pada latar belakang kuning dan merah pada rambut.
Sejuk: Biru dan hijau pad lengan baju.
Netral: Hitam mendominasi pada obyek kera dan anjing.
Garis hitam digunakan sebagai outline rambut, mata, tangan, motif baju dan celana. Putih
diletakkan pada beberapa bagian seperti wajah, warna celana dan kilauan rambut, juga
untuk mempertegas bagian tubuh kera dan anjing.
Perpaduan warna Komplimenter
Biru dan hijau pada lengan baju dengan latar belakang kuning atau kuning kecoklatan.
Merah pada rambut berdampingan dengan hijau dan biru.
Tekstur
Tanpa pola: Pada baju dan rambut.

Prinsip Desain

Ukuran: Terlalu pendek untuk tinggi manusia dewasa.


Proporsi: Proporsi tubuh manusia tidak menuruti aturan.
Harmoni
Kesatuan : Pada garis-garis lengkung hitam.
Keanekaan : Garis-garis pendek, panjang dan melingkar.
Kontras: Perpaduan hitam-putih pada celana, hijau dan merah padabaju dan rambut.
Keseimbangan
Simetri: Obyek anjing dengan warna hitam di sisi kiri dan kera di sisi kanan. Sosok manusia
tepat di tengah-tengah bidang gambar.
Irama
Pada garis-garis lengkung outline sosok manusia.
Penekanan (emphasis)
Pada warna hijau di bagian lengan.
Pola dan ornament
Motif celana garis-garis dan baju.
Pengulangan
Garis-garis lengkung dan lurus diungkapkan secara berulang-ulang.

Gambar ilustrasi dilukiskan melalui coretan-coretan garis yang ekspresif dari sosok pria. Karya
ilustrasi tetap dapat dinikmati meski pun dilepaskan atau sesuai dari cerpen yang bersangkutan.
Hal ini menghilangkan anggapan sebagian masyarakat bahwa ilustrasi adalah seni yang
membosankan.

Kajian Ikonografis

A. Dimensi Historis

Awal mula karya seni, dalam gua-gua di Perancis Selatan, Spanyol atau Maroko manusia purba
yang hidup kira-kira 60.000-10.000 tahun yang lalu, meninggalkan bekas-bekas pada dinding-
dinding gua yang bagi manusia modern pun masih mengesankan : goresan-goresan, bekas telapak
tangan, lukisan dan lain-lain karena berbobot seni, memperlihatkan suatu visi, suatu kepekaan
terhadap bentuk-bentuk dan warna-warni seperti halnya dimiliki seorang seniman. Beberapa di
antaranya berada di gua Papua, walau pun umurnya jauh lebih muda.

Bagi manusia purba kemiripan antara gambar dengan kenyataan menakjubkan, ketika
menggambar banteng dengan cara menggaris-gariskan sebatang tongkat di atas pasir atau tanah
basah. la merasa ada hubungan ajaib antara gambar dengan kenyataan, antara lambang dan apa
yang binatang itu dengan garis-garis, ia nantinya juga dapat menangkap binatang itu sungguh-
sungguh. Gagasan tersebut diwarnai oleh paham magi dan paham kebertautan semesta alam ini.
Kalau satu skrup kecil diputar, maka seluruh roda (semesta alam, alam luar) dapat digerakkan.
Alam mikro dan alam makro bersatu padu.

Manusia purba tidak hanya terdorong oleh pertimbangan-pertimbangan magis. Kadang-kadang


lewat gambar-gambar yang ditinggalkannya ia hanya ingin menceritakan sesuatu, sebuah peristiwa
alam yang dialaminya. Hal ini dipaparkan oleh Dick Hartoko sebagaimana tentang teori seni tertua
seperti yang diutarakan Plato (awal abad ke-4 SM) dan Aristoteles (pertengahan abad ke-4 SM),
bahwa seniman menjiplak alam, meniru alam. Ini awal mula dari teori mimetic (mimesis-meniru).
Manusia adalah makhluk yang paling suka meniru dan ia mulai belajar justru dengan meniru.
"Adalah sesuai dengan kodratnya bila manusia merasa senang melihat sebuah karya yang meniru
kenyataan.”

Dalam kalangan seniman modern kata "realisme", "naturalisme", teori mimesis tetap suatu faktor
yang pantas diperhatikan jika terdapat kemiripan sebuah gambar atau lukisan dengan obyek
aslinya dan hal ini merupakan bukti dari "technical skills" sang seniman. Gaya atau paham tersebut
dapat dilihat dari contoh gambar ilustrasi karya Hadi Soesanto dengan detail berupa tekstur,
proporsi anatomi tubuh dan warna yang sesuai dengan bentuk/obyek manusia sebenarnya.

Menurut Jakob Sumardjo dalam estetika kontemporer diantaranya adalah R.G. Collingwood dalam
bukunya The Principles of Art yaitu pembahasan tentang ekspresi dan imajinasi. "Agar sesuatu
menjadi karya seni, sesuatu itu harus ekspresif dan imajinatif". Satu-satunya seni sejati adalah
'image' mental yang terbentuk dalam pikiran seniman sebelum atau pada saat ia menciptakan
sebuah obyek publik (Sumardjo, 2000: 311-313).

B. Dimensi Psikologis

Hakikat seni menurut Plato dan Aristoteles, sekalipun merupakan tiruan atas obyek particular,
tetapi seni memuat unsur-unsur universal dan memiliki daya katarsis, daya pemurnian bagi jiwa
manusia. Lewat seni jiwa manusia dibersihkan dari nafsu-nafsu rendahan. Friedrich Nietzshe
(1844-1900), Sigmund Freud (1856-1939) dan Christopher Caudwell (1907-1937) memiliki
pandangan bahwa seni merupakan pemuasan hasrat-hasrat jiwa.

Friederich Nietzche

Pada Teks-teks Kunci Filsafat Seth Nietzse berpendapat ada dua kecenderungan jiwa, yaitu
'Apollonian dan 'Dionysian'. Seni Apollonian lebih menampilkan sifat-sifat yang teratur, harmonis,
seimbang dan penuh kontrol diri. Hal ini ada dalam karya Hadi Soesanto yang menampilkan obyek
secara realistis dengan sapuan-sapuan halus dan warna-warna natural (Sutrisno, 2005: 226).

Sedangkan seni yang berjiwa Dionysus ialah seni yang penuh gairah dan hasrat jiwa yang
menggelora menggebu-gebu, tidak teratur dan seringkali destruktif. Sebagai contoh adalah karya
Ipong PS yang mengekspresikan bentuk melalui coretan-coretan liar, bebas dan melanggar prinsip-
prinsip kebenaran ukuran tubuh manusia.

Sigmund Freud

Bertolak dari pendapat Freud tentang seni bahwa ada tiga prinsip fundamental yang mengatur dan
menguasai semua proses psikis, yaitu prinsip konstansi, prinsip realitas dan prinsip kesenangan.
Menurut prinsip kesenangan, keadaan psikis cenderung mencari sebanyak mungkin kesenangan
dan menghindari ketidaksenangan. Ketika ada hasrat besar untuk memuaskan kesenangan dan
pada saat itu realitas tidak mengizinkannya, terjadilah ketegangan psikis. Untuk mengurangi
ketegangan itu, maka subyek mencari pemuasan di dalam fantasi. Seni adalah bentuk fantasi yang
diekspresikan atau dialihkan ke dalam bentuk realitas, dengan demikian ketegangan psikisnya
akan berkurang dan dia dibebaskan dari keadaan neurotis.

Seni adalah sublimasi dari prinsip kesenangan yang mendapatkan pemenuhan dalam bentuk yang
fantasi. Seniman memiliki kemampuan untuk mengolah lamunan, fantasi dan daya imajinasinya
dengan memanfaatkan media yang tersedia untuk mengekspresikan gagasannya. Berkaitan dengan
hal tersebut kreatifitas dalam seni melahirkan berbagai teori antara lain teori Emosi, teori Genius
dan teori Alam Bawah Sadar. Bobot emosi orisinal yang meluap-luap itu harus diarahkan atau
dikontrol pikiran, diberi bentuk, diberi struktur, diatur oleh pola tertentu. Seni bukan merupakan
ekspresi langsung emosi yang mengungkapkan penderitaan, karena seniman tak perlu sedang
menderita, sementara yang paling penting apakah karyanya mampu menciptakan perasaan derita
tersebut. Uraian di atas tercermin pada karya Hadi Soesanto yang menggambarkan ekspresi
kesedihan dari raut wajah laki-laki tua di sisi kiri bidang gambar dan ekspresi kedukaan/kegetiran
sosok bentuk laki-laki dengan coretan garis -garis di karya Ipong PS.

Christopher Caudwell

Caudwell menegaskan bahwa semua seni bersifat subyektif. Semua seni bercorak emosional dan
arena itu berkaitan dengan insting-insting. Adaptasi insting-insting tersebut dengan kehidupan
sosial menghasilkan kesadaran emosional. Dalam arti bahwa seni lahir dari kedalaman jiwa yang
bercorak personal, tetapi bisa juga dikatakan bahwa seni bersifat obyektif karena jiwa manusia
juga dipengaruhi, bahkan turut dibentuk oleh dunia obyektif di sekitarnya.

Perbedaan individual itu berubah dari waktu ke waktu dan menampilkan karakter yang seringkali
berbeda dengan karakter orang pada umumnya. Perbedaan karakter individual tampak pada gaya
pengekspresian karya Hadi Soesanto dan Ipong PS, yang masing-masing realistis dan ekspresif tak
beraturan.

C. Dimensi Komunikasi

Jika semiotika dimaksudkan sebagai ilmu tanda, berarti mempelajari tentang berbagai tanda.
Charles Sanders Peirce menegaskan bahwa kita hanya bisa berpikir dengan sarana tanda. Itulah
sebabnya tanpa tanda kita tidak dapat berkomunikasi. Tanda-tanda (signs) itu menurut Littlejohn
(1996), adalah basis dari seluruh komunikasi. Komunikasi terjadi dengan perantaraan tanda-tanda,
namun seperti dikatakan van Zoest (1996), di satu pihak ada tanda-tanda yang berfungsi di luar
situasi komunikasi, dan di lain pihak teori komunikasi menaruh perhatian pada kondisi
penyampaian signifikasi, yaitu pada saluran komunikasi. Berkat saluran komunikasi inilah pesan
dapat disampaikan.

Menurut Umberto Eco lewat bukunya A Theory of Semiotics (1976, 1979) mengklasifikasikan
semiotika ke dalam: semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi. Semiotika komunikasi sudah
lebih menekankan pada teori tentang produksi tanda, yang salah satu diantaranya mengasumsikan
adanya enam faktor dalam komunikasi yaitu pengirim, penerima kode atau sistem tanda, pesan,
saluran komunikasi dan acuan. Komunikasi terjadi dengan bantuan tanda dan proses pemberian
arti memainkan peranan penting dalam komunikasi. Dengan demikian jelas bahwa antara
semiotika dan komunikasi mempunyai banyak titik singgung. Jika semiotika diartikan sebagai
'studi sistematis tentang tanda-tanda' dan komunikasi didefinisikan sebagai 'suatu upaya untuk
memperoleh makna'.

Berkomunikasi dengan tanda-tanda simbolik, akhirnya menuntut kita untuk menemukan makna
sekaligus memahami bahwa hidup ini memang digerakkan oleh simbol-simbol. Komunikasi
dengan mempergunakan bahasa adalah bersifat umum dan universial. Bila sifat tersebut dilihat
dari fungsinya, maka bahasa memiliki fungsi antara lain adalah: untuk tujuan artistik, yaitu ketika
manusia mengolah bahasa untuk menghasilkan ungkapan seindah-indahnya, seperti dalam cerita,
kisah, syair, puisi, gambar, lukisan, musik dan pahatan-pahatan. Berkaitan dengan hal tersebut
komunikasi yang digunakan para seniman adalah bahasa visual yaitu warna, bentuk, tekstur,
bidang, garis dan lain-lain. Dapat ditinjau dari karya Ipong PS yang mengungkapkan ekspresi
keindahan coretan garis-garis yang membentuk sosok manusia, juga karya Hadi Soesanto
menampilkan sosok laki-laki tua dan wanita muda dalam bentuk maupun warna yang natural
sesuai dengan obyek aslinya (Sobur, 2006: 303).

BAB III
PEMBAHASAN ISI BUKU

Buku yang ditulis oleh Indiria Maharsi yang berjudul Ilustrasi ini membahas tentang dasar dasar
mengenai gambar Ilustrasi. Yang berisikan berbagai defenisi ilustrasi, pengertian ilustrasi, jenis-
jenis ilustrasi, ilustrasi dalam komik, dan sampai membahas bagaimana memulai bembuat
ilustrasi. Kemudian buku kedua sebagai pebanding buku utama yang ditulis oleh Ratih Candrastuti
dengan judul Peran Gambar Ilustrasi Dalam Cerita Pendek, Studi Kasus: Cerpen Harian Kompas
Minggu membahas mengenai apa ingin disampaikan oleh pengarang dan seniman/perupa yang
bertugas menafsirkan isi terra tersebut dalam bentuk gambar atau lukisan yang membingkai naskah
cerpen di harian Kompas. Di sini karya gambar ilustrasi pada harian Kompas memiliki ruang
tersendiri bagi pembaca, karena karya tersebut merupakan karya mandiri dan dapat diapresiasi
sebagai karya seni yang cukup berbobot. Dengan studi kasus dari dua contoh gambar harian
Kompas tersebut melibatkan beberapa pandangan dan pendekatan multi dimensi, diantaranya
dimensi historis, psikologis dan komunikasi yang tentunya makin membuka alternatif-alternatif
pandangan pemikiran selanjutnya.

Kelebihan Buku

Buku Utama

Cover buku ini dapat dikatakan sederhana dan unik karena dengan penggunaan font dan
warna yang sederhana. Penggunaan warna putih pada font judul besar dan font pendukung
pada cover buku tersebut, dengan backround yang kontras dengan warna font yaitu dengan
warna merah pada cover halaman depan dan warna hitam pada cover halaman belakang,
yang membuat pembaca mudah mengetahui nama penulis dan judul besar pada cover buku
tersebut.
Tipografi, dari cara penulisan buku ini sudah dapat dikatakan baik karena tata cara
penulisannya dibuat dengan standard dan pada kata-kata sulit atau bahasa asing dibuat
dengan cetak miring.
Gambar, gambar yang dimasukkan sebagai pendukung penjelasan yang berupa ilustrasi
maupun bagan atau diagram ditata dengan baik pada buku yaitu tepat pada tengah halaman.
Identitas buku, buku ini sudah memiliki identitas yang lengkap. Identitas buku yang
lengkap akan membuat buku terasa lebih akurat. Ditambah lagi disertai dengan daftar
pustaka yang cukup banyak sebagai referensi.
Pada buku ini terdapat Glosarium yang terdapat pada halaman terakhir didalam buku
tersebut. Dengan adanya glosarium, istilah-istilah yang sulit dimengerti akan akan mudah
dimengerti sang pembaca buku dengan mencari istilah tersebut pada Glosarium.
Konteks, dari sisi konteks buku ini sudah cukup lengkap dalam penyajiannya yang diawali
dengan defenisi dari Ilustrasi, jenis-jenis ilustrasi, ilustrasi dalam komik, sampai
membahas bagaimana memulai membuat ilustrasi.
Pada buku ini disetiap babnya terdapat rangkuman yang sangat membantu pembaca dalam
memahami buku ini disetiap babnya.

Buku Pembanding

Tipografi, dari cara penulisan buku ini sudah dapat dikatakan baik karena tata cara
penulisannya dibuat dengan standard dan pada kata-kata sulit atau bahasa asing dibuat
dengan cetak miring.
Gambar, gambar yang dimasukkan sebagai pendukung penjelasan yang berupa ilustrasi
ditata dengan baik pada buku yaitu tepat pada tengah halaman dan juga gambar yang
dilampirkan sudah berwarna sehingga memudahkan pembaca memahami apa yang dibahas
dalam buku tersebut.
Identitas buku, buku ini sudah memiliki identitas yang lengkap. Ditambah lagi disertai
dengan daftar pustaka yang cukup banyak sebagai referensi.
Konteks, dari sisi konteks buku ini sudah cukup lengkap dalam penyajiannya mengenai
apa ingin disampaikan oleh pengarang dan seniman/perupa yang bertugas menafsirkan isi
terra tersebut dalam bentuk gambar atau lukisan yang membingkai naskah cerpen di harian
Kompas. Di sini karya gambar ilustrasi pada harian Kompas memiliki ruang tersendiri bagi
pembaca, karena karya tersebut merupakan karya mandiri dan dapat diapresiasi sebagai
karya seni yang cukup berbobot. Dengan studi kasus dari dua contoh gambar harian
Kompas tersebut melibatkan beberapa pandangan dan pendekatan multi dimensi,
diantaranya dimensi historis, psikologis dan komunikasi yang tentunya makin membuka
alternatif-alternatif pandangan pemikiran selanjutnya.
Kelemahan Buku
Buku Utama
Kualitas buku ini sudah dapat dikatakan baik, namun dari beberapa sisi buku ini masih
memiliki beberapa kekurangan walaupun tidak banyak seperti:

Penggunaan tata layout dan font pada buku ini kurang rapi sehingga pembaca akan
kesulitan memahami setiap sub bab yang dibahas dalam buku ini.

Pada judul besar disetiap babnya tidak diberikan penomoran yang akan menyulitkan
pembaca dalam memahami pembahasan disetiap babnya.

Pada bagian daftar isi, penomoran halaman dengan judul pembahasan terlalu rapat tanpa
spasi tidak seperti daftar isi pada umumnya, sehingga terkesan tidak rapi dilihat.

Buku Pembanding

Hampir sama dengan buku utama yaitu penggunaan tata layout dan font pada buku ini
kurang rapi sehingga pembaca akan kesulitan memahami setiap sub bab yang dibahas
dalam buku ini.

Dari segi contoh gambar, gambar yang dimasukkan kedalam buku tersebut hanya sedikit,
sehingga pembaca tidak cukup banyak memiliki referensi contoh gambar.
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Buku yang berjudul Ilustrasi karya Indiria Maharsi yang telah saya review sangat bagus
sebagai referensi dalam matakuliah Gambar ilustrasi karena dijelaskan dengan terperinci. Mulai
dari dijelaskannya berbagai defenisi ilustrasi, pengertian ilustrasi, jenis-jenis ilustrasi, ilustrasi
dalam komik, dan sampai membahas bagaimana memulai bembuat ilustrasi.

Saran

Berdasarkan hasil Critical Book Review yang sudah di review, saya menyarankan agar adanya
perbaikan dengan isi buku sehingga nantinya lebih mudah dipahami dengan pengaturan layout
pada judul-judul besar agar peserta didik atau pembaca yang membaca buku tersebut lebih tertarik
untuk membaca dan mempelajarinya.
DAFTAR PUSTAKA

Maharsi, Indiria. 2016. Ilustrasi. Yogyakarta: Badan Penerbit ISI Yogyakarta

Candrastuti, Ratih. 2008. Peran Gambar Ilustrasi Dalam Cerita Pendek. Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
https://serupa.id/kumpulan-contoh-teks-ulasan-dan-strukturnya-lengkap-buku-film-novel/

CRITICAL JOURNAL REVIEW


Disusun untuk memenuhi tugas rutin mata kuliah bahasa Indonesia
Dosen pengampu: muharrina Harahap
Disusun Oleh:
KELOMPOK 4
SORAYA MARDIAH SIREGAR (2191151001)
ABDULLAH GANI (2192451007)
JOSA ALDIN (2192151002)
EKO RONAL SITEPU ( 2193151003)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWr.Wb

syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-nya,sehingga kami dapat menyelesaikan CJR ini guna
memenuhi tugas untuk mata kuliah Bahasa Indonesia.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan CJR ini tidak terlepas dari bantuan dari berbagai
sumber, dan kami harapkan saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa CJR ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengetahuan yang kami miliki. oleh karena itu kami mengharapkan segala bentuk
saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pendengar.

Wassalamu’alaikumWr.Wb.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.Rasionalisasi Pentimgnya CJR
B. Tujuan
C.Manfaat
D. Identitas Jurnal
BAB II RINGKASAN JURNAL
Ringkasan Jurnal
BAB III PEMBAHASAN
A. Keunggulan
1. Kegayutan Antar Elemen
2. Originalitas Temuan
3. Kemutakhiran Masalah
4. Kohesi Dan Koherensi Isi Penelitian
B. Kelemahan
1. Kegayutan Antar Elemen
2. Originalitas Temuan
3. Kemutakhiran Masalah
4. Kohesi Dan Koherensi Isi Penelitian
BAB IV IMPLIKASI
A. Konsep Dan Teori
B. Program Pembangunan Di Indonesia
C. Analisis Mahasiswa
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A. Rasionalisasi Pentingnya CJR

Disaat kita membtuhkan sebuah referensi, yaitu journal sebagai sumber bacaan kita
selain buku dalam mempelajari mata kuliah Bahasa Indonesia, sebaiknya kita terlebih
dahulu mengkritisi journal tersebut agar kita mengetahui journal mana yang lebih
relevan untuk dijadikan sumber bacaan.
B. Tujuan Penulisan CJR

Untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Bahasa Indonesia.


Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam meringkas, menganalisa, dan
membandingkan serta memberi kritik pada jurnal.
Untuk pemahaman pembaca terhadap pentingnya Bahasa Indonesia.

C. Manfaat CJR.

Sebagai rujukan bagaimana untuk menyempurnakan sebuah jounal dan mencari sumber
bacaan yang relevan.
Sebagai penulis dan mahasiswa lebih terasah dalam mengkritisi sebuah journal.
Untuk menambah pengetahuan tentang Bahasa indonesia.

D. Identitas Jurnal
Jurnal Utama
1. Judul : Muatan Nilai-Nilai Karakter Pada Sastra Anak Berjenis Dongeng
Modern.
2. Penulis : Hidayat.
3. Tahun : Oktober 2019
4. Vol. : 2, nomer 2
5. ISSN. : 2654-2587

Jurnal Pembanding
1. Judul : Alih Kode Dan Campur Kode Dalam Proses Pengajaran Bahasa
Indonesia.
2. Penulis : Kusnan Sidareja.
3. Tahun : Oktober 2019
4. Vol. : 2, nomer 2
5. ISSN : 2654-2587
BAB II
RINGKASAN JURNAL
A. Ringkasan Jurnal Utama.
Muatan Nilai-nilai Karakter Pada Sastra Anak Berjenis Dongeng Modern.
METODE
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Penelitian
kualitatif, terjadi secara alami, apa adanya tanpa manipulasi dan menekankan pada deskripsi secara
alami (Arikunto, 2006:12). Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan jenis penelitian analisis
isi. Pada penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen utama. Hal ini berarti, keikutsertaan
peneliti dalam proses pengumpulan data hingga analisis data mutlak diperlukan. Selain itu, peneliti
mengembangkan instrumen tambahan berupa instrumen analisis nilai-nilai karakter dalam cerita
dongeng modern untuk menunjang proses penelitian.
Lokasi pelaksanaan penelitian ini dapat dilakukan dimana pun. Hal ini dikarenakan sumber
data yang digunakan dalam penelitian berupa sumber non manusia dan tidak melibatkan instansi
manapun. Sumber data pada penelitian ini yaitu lima cerita dongeng modern pada Buku Kumpulan
Kisah “ Binatang Kecil yang Cerdik Lucu dan Menggemaskan” yang ditulis oleh MB. Rahimsyah
AR (2018). Cerita-cerita dalam buku ini dipilih sebagai sumber data karena sesuai dengan
karakteristik dongeng modern.
Sehubungan dengan sumber data yang digunakan, maka data yang diambil dalam penelitian
ini berupa kata-kata atau kalimat yang terdapat pada cerita dongeng modern. Data dikumpulkan
menggunakan teknik studi dokumenter. Untuk memudahkan dalam proses pengumpulan data,
peneliti membuat pedoman studi dokumen. Hal ini sejalan dengan Arikunto (2006:158-159) yang
menyatakan bahwa studi dokumen dapat dilakukan dengan bantuan pedoman dokumentasi yang
memuat garis-garis besar atau kategori yang akan dicari datanya. Pada penelitian ini, pedoman
studi dokumen berupa indikator-indikator dari masing-masing subnilai karakter.
Selanjutnya, data yang telah terkumpul dianalisis berdasarkan lima tahapan analisis data
penelitian kualitatif, yaitu (1) mengumpulkan data, (2) mentranskripsikan data, (3) memahami data
secara umum, (4) mengkode data, (5) membangun deskripsi untuk laporan penelitian (Creswell,
2015: 470). Untuk menjaga keabsahan data, dilakukan ketekukan pengamatan dan diskusi dengan
teman sejawat untuk meninjau kembali data dan hasil penelitian yang telah ditemukan. Secara
keseluruhan, penelitian ini terdiri dari 3 tahap, yaitu tahap perencanaan, pelaksanaan, dan
pelaporan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berkenaan dengan manfaat sastra anak sebagai sarana menanamkan dan mengembangkan
nilai-nilai positif, Rahim (2011:89) juga telah menjelaskan bahwa sastra anak biasanya
mengembangkan pemahaman afektif tentang kehidupan anak- anak sehari-hari, baik dari sisi
karakter maupun kondisi kejiwaannya. Peneliti terdahulu telah mengungkapkan hasil
penelitiannya mengenai nilai karakter pada sastra anak. Wiwin Indiarti (2017) mengungkapkan
bahwa terdapat 10 nilai karakter sebagai pembentuk karakter dalam Cerita Rakyat Asal-usul Watu
Dodol, meliputi nilai religius, jujur, kerja keras, ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air,
menghargai prestasi, bersahabat/ komunikatif, peduli sosial, dan tanggung jawab. Dyah Ayu
Caturningtyas pada tahun 2017 memperoleh hasil bahwa terdapat 18 nilai karakter yang dijabarkan
dengan rincian, 14 nilai karakter muncul dalam unsur intrinsik tokoh, 6 nilai karakter tersebar ke
dalam unsur intrinsik alur, 4 nilai karakter termuat dalam unsur latar, dan 5 nilai karakter termuat
dalam unsur intrinsik amanat.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 5 nilai utama yang terdapat pada kemdikbud 2017,
nilai karakter yang terkandung dalam tema cerita dongeng modern, meliputi nilai mandiri, gotong-
royong, dan integritas, serta terdapat muatan subnilai nasionalis (rela berkorban). Nilai karakter
yang terkandung dalam penokohan cerita dongeng modern, meliputi nilai religius, mandiri,
gotong-royong, dan integritas, serta muatan subnilai nasionalis (rela berkorban). Nilai karakter
yang terkandung dalam latar cerita dongeng modern, meliputi nilai religius, mandiri, dan gotong-
royong, serta terdapat muatan subnilai nasionalis (menjaga lingkungan dan disiplin). Nilai karakter
yang terkandung dalam alur cerita dongeng modern, meliputi nilai religius, mandiri, gotong-
royong, dan integritas, serta terdapat muatan subnilai nasionalis (rela berkorban dan disiplin). Nilai
karakter yang terkandung dalam amanat cerita dongeng modern, meliputi nilai religius, mandiri,
dan gotong-royong. Nilai karakter yang terkandung dalam sudut pandang cerita dongeng modern,
meliputi nilai religius, mandiri, gotong-royong, dan 4 nilai integritas, serta 1 muatan subnilai
nasionalis (disiplin).

B. Ringkasan Jurnal Pembanding.

Alih Kode Dan Compur Kode Dalam Proses Pengajaran Bahasa Indonesia.

METODE

1. Metode dan Prosedur Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan adalah kualitatif. Menurut Lodico, Spaulding, dan Voegtle
dalam Emzir mengatakan penelitian kualitatif berfokus pada fenomena sosial dan pada pemberian
suara perasaan dan persepsi dari partisan di bawah studi. Mengenai metode etnografi, Emzir
menjelaskan sebagai suatu bentuk penelitian yang berfokus pada makna sosiolog melalui observasi
lapangan tertutup dari fenomena sosiokultural. Biasanya para peneliti etnografi memfokuskan
penelitian pada suatu masyarakat (tidak selalu secara geografis, juga memerhatikan pekerjaan).
Penerapan metode etnografi dapat juga digunakan dalam bidang pegajaran bahasa. Menurut
Johnson dalam Emzir terdapat dua fokus umum stufy etnografi yang secara khusus relevan dala
bidang pemerolehan dan pengajaran bahasa (kedua) yaitu etnografi pendidikan dan etnografi
komunikasi.

Johnson dalam Emzir mendefinisikan etnografi pendidikan sebagai studi tentang suatu atau
semua proses pendidikan, apakah berhubungan dengan sekolah atau tidak. Johnson
mendefinisikan etnografi sekolah sebagai studi tentang proses pendidikan dan proses enkulturatif
yang berhubungan dengan sekolah persekolahan intensional, termasuk aspek-aspek sekolah yang
berhubungan dengan kehidupan seperti peer groups. Karena tradisi penelitian ini memberikan
informasi kepada kita tentang proses enkulturasi dan proses akulturasi yang penting dalam
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang semua yang terlibat dalam pembelajaran
suatu bahasa dan budaya tambahan. Itu juga penting dalam memahami cara-cara untuk membuat
pengalaman pendidikan secara kultur lebih peka dan lebih layak.

Mengenai etnografi komunikasi mengombinasikan pandangan antropologis dan


sosiologuistik pada studi perilaku komunikatif sebagaimana fungsinya dalam konteks budaya.
Fokus analisis terdapat pada sistem peristiwa tutur komunikatif dalam suatu komunitas tutur
tersebut.

Peneliti berupaya mendeskripsikan peristiwa alih kode dan campur kode dalam pembelajaran
bahasa Indonesia kelas III SD Lentera Internasional berdasarkan keadaan yang sebenarnya.
Strategi penelitian yang digunakan adalah analisis isi (content analysis), yaitu menganalisis hasil
dokumen tindak tutur yang mengandung unsur alih kode dan campur kode dalam pembelajaran
yang diamati.

2. Hasil Dan Pembahasan.

Dapat di simpulkan bahwa :

1. Bentuk alih kode dan campur kode

Bentuk alih kode yang terjadi dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas III SD Lentera
Internasional yang dilakukan oleh guru dan siswa yaitu perlaihan kode secara eksteren dari
bahasa Indonesia ke bahasa Inggris atau sebaliknya.
Bentuk campur kode yang terjadi dalam pembelajar bahasa Indonesia kelas III SD Lentera
Internasional yang dilakukan guru dan siswa berbentuk.

1) Campur kode kata

2) Camur kode frasa

3) Campur kode klausa

Campur kode kata, campur kode frasa, dan campur kode klausa dilakukanboleh guru karena
guru mengetahui bahwa pemahaman kosa kata yang dimiliki oleh siswa tergolong rendah. Guru
melakukan alih kode untuk alasan akademik, yaitu terkadang siswa tidak mengetahui makna kata
dalam bahasa Indonesia sehingga guru melakukan campur kode. Campur kode yang dilakukan
oleh guru tersebut secara sadar dengan maksud untuk menjelaskan pelajaran dengan lebih baik
lagi sehingga campur kode terjadi.

2. Faktor yang melatarbelakangi terjadinya alih kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia

a. Untuk mengimbangi kemampuan siswa singga siswa mampu menangkap dan memahami
materi yang disampaikan oleh guru dengan lebih baik.

b. Kebiasaan guru menggunakan bahasa Inggris.

c. Menarik perhatian siswa

3. Faktor nyang melatarbelakangi guru melakukan campur kode dalam pembelajaran bahasa
Indonesia.

a. Rendahnya penguasaan kosa kata bahasa Indonesia siswa

b. Menjelaskan kata dengan memimjam bahasa Inggris kepada siswa

4. Pengaruh positif terjadinya alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa
Indonesia yaitu proses belajar mengajar dapat berjalan ancar, karena bahasa yang digunakan antara
siswa dan guru dapat dipahami oleh keduanya.

5. Pegaruh negatif terjadinya alih kode dan campurnkode dalam pembelajaran adalah
rusaknya tatanan bahasa Indonesia akibat inferensi dan integrasi. Terjadinya alih kode dan campur
kode dalam kelas mengakibatkan syarat penggunaan bahasa yang baik dan benar menjadi tidak
terpenuhi.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Keunggulan.

1. Kegayutan Antar Elemen.

Jurnal pertama, Dari sub-sub jurnal dan paragraf sudah baik dan memiliki hubungan satu
sama lain saling berkaitan dengan pembahasan 1 dan seterusnya. kemudian jurnal ini menjelaskan
nilai-nilai yang terkandung dari unsur-unsur dan karakter dari dongeng modern sastra anak.

Jurnal pembanding, dari kegayutan antar elemen Sama dengan jurnal utama sudah baik dan
memiliki hubungan materi yang sama dari pembahasan jurnal masing-masingnya. kemudian jurnal
ini menjelaskan bentuk alih kode dan campur kode pada pembelajaran bahasa Indonesia di kelas
3 SD lentera internasional.
2. Originalitas Temuan.

Jurnal utama temuan baru, yang membahas nilai dan karakter dari sastra anak dari dongeng
modern. Kemudian tujuan dan manfaat dari jurnal ini adalah Berkenaan dengan manfaat sastra
anak sebagai sarana menanamkan dan mengembangkan nilai-nilai positif, juga telah menjelaskan
bahwa sastra anak biasanya mengembangkan pemahaman afektif tentang kehidupan anak- anak
sehari-hari, baik dari sisi karakter maupun kondisi kejiwaannya. Peneliti terdahulu telah
mengungkapkan hasil penelitiannya mengenai nilai karakter pada sastra anak.

3. Kemutahiran Masalah.

Jurnal utama dari segi penelitian tidak ada kemutakhiran masalah, kemudian jurnal ini sangat
mendasar artinya jurnal ini membahas aspek dari nilai dan karakter dari sastra anak pada dongeng
modern.

Pada jurnal pembanding tidak ada kemutakhiran masalah dari aspek penulisan atau sumber
data maupun metode, kemudian jurnal ini meneliti bagaimana alih kode dan campur kode antara
guru dan siswa dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia.

4. Kohesi Dan Koherensi Isi Jurnal

Pada kedua jurnal ini saling berkaitan dengan penjelasan atau dalam aspek pembelajaran
bahasa indonesia.

B. Kelemahan

1. Kegayutan Antar Elemen

Pada jurnal utama dari hubungan hasil dan pembahasan sebaiknya diberi tabel agar pembaca
memudahkan melihat nilai dan karakter bagaimana dan apa saja dalam sastra anak tersebut.
Kemudian diperhatikan lagi dari kesimpulan dari sisi kirinya agar di rapikan.

Pada jurnal kedua diperhatikan lagi sub-sub di bagian pendahuluan sedikit tidak rapi dan di
akhir dari hasil penelitian diperhatikan penyusunan paragraf nya.

2. Originalitas Temuan

Dari jurnal utama sebaiknya penulis lebih memaparkan lagi tujuan maupun masalah dari
penelitian ini dalam muatan nilai dan karakter pada sastra anak.
Pada jurnal pembanding sebaiknya penulis membuat perbandingan penelitian dari SD
maupun satuan pendidikan yang lain seperti SMP dan lain sebagainya agar pembaca memahami
dan dapat mengambil kesimpulan dalam uraian tersebut.

3. Kemutahiran Masalah

Pada jurnal utama kemutakhiran masalah yang muncul adalah Muatan nilai nasionalis yang
ditemukan belum sesuai dengan deskripsi dari nilai karakter nasionalis yang berarti cara berpikir
dan bertindak yang menunjukkan penghargaan dan kepedulian yang tinggi terhadap kepentingan
bangsa dan negara daripada kepentingan pribadinya mencakup bahasa, lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, dan politik.

Pada jurnal pembanding dalam penelitian ini, penulis mengamati telah terjadi pergeseran
dalam penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama dan bahasa dominan anak Indonesia
di Sekolah Lentera Internasional atau peran bahasa Indonesia telah digantikan oelh bahasa Inggris
sebagai bahasa pertama dan bahasa dominan pada siswa kelas III SD Lentera Internasional.

4. Kohesi Dan Koherensi Isi Jurnal

Dari kedua jurnal tersebut sudah banyak dipaparkan dari keunggulan dan kelemahan agar
penulis ataupun seorang peneliti dapat memperhatikan aspek-aspek di atas dan menjadi referensi
untuk penelitian kedepannya agar terciptanya jurnal yang baik.
BAB IV

IMPLIKASI

A. Teori.

Pada jurnal utama dimana salah satu bacaan literasi yang diminati oleh siswa ialah dongeng.
Hal ini telah dikonfirmasi oleh salah satu guru sekolah dasar negeri. Berkaitan dengan Penguatan
Pendidikan Karakter melalui Budaya Sekolah yakni kegiatan literasi, maka penanaman nilai-nilai
karakter dapat dilakukan melalui cerita dongeng. Bahwa dongeng dapat dijadikan alat untuk
mencapai tujuan pendidikan karakter dan sarana untuk menyampaikan ajaran kebaikan yang
efektif. Namun, dongeng dapat dimanfaatkan sebagai alat untukbpenanaman karakter jika
ceritanya memuat nilai-nilai pendidikan karakter. Ketika dongeng tidak memuat nilai-nilai
karakter, maka dongeng tidak memiliki kontribusi terhadap Penguatan Pendidikan Karakter.

Pada jurnal pembanding yaitu Keberadaan bahasa Indonesia akibat pengaruh budaya global
ini terutama pemakaian bahasa asing dalam berbagai bentuk kegiatan komunikasi, mengakibatkan
kemampuan siswa berbahasa Indonesia yang baik dan benar sangat lemah, akibat terbatasnya
kesempatan untuk menggunakan bahasa Indonesia baku.

B. Program Pembangunan Di Indonesia.

Pada jurnal utama yaitu mengenai pentingnya pemilihan buku literasi atau buku bacaan untuk
siswa SD yang sarat akan nilai-nilai dalam kehidupan, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai nilai-nilai karakter yang termuat dalam sastra anak berjenis dongeng modern.
Peneliti lebih memfokuskan untuk memilih cerita dongeng modern karena cerita jenis ini ditulis
pada era globalisasi atau era yang sudah modern sehingga lebih relevan dengan kehidupan anak
sekarang. Dongeng modern dikaji berdasarkan unsur intrinsiknya, meliputi tema, penokohan, latar,
alur, amanat, dan sudut pandang. Unsur intrinsik inilah yang membentuk sebuah cerita
dongengbmenjadi kesatuan secara utuh.

Pada jurnal pembanding yaitu dalam hasil penelitian ini dapat memberikan dampak positif
terjadinya alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia yaitu proses belajar
mengajar dapat berjalan ancar, karena bahasa yang digunakan antara siswa dan guru dapat
dipahami oleh keduanya.

C. Analisis Mahasiswa.

Kedua jurnal tersebut sangat menunjang Dalam proses pembelajaran bahasa Indonesia untuk
kedepannya di mana jurnal pertama sangat mendasar menjelaskan teori bahasa Indonesia tentang
nilai dan karakter pada sastra anak yang berjenis dongeng modern. dan pada jurnal kedua sangat
berguna dalam aspek-aspek dalam mengajar menggunakan bahasa Indonesia dengan baik untuk
menunjang keberhasilan mata pelajaran bahasa Indonesia kedepannya dengan begitu saya selaku
mahasiswa sangat mendapatkan informasi dan wawasan pada jurnal ini.
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa kedua jurnal tersebut sangat bermanfaat
dalam pembelajaran bahasa Indonesia di mana kita ketahui bisa menambah informasi dan
wawasan tentang pengetahuan yang terdapat pada jurnal pertama yang membahas tentang nilai-
nilai apa saja ataupun karakter pada sastra anak dan pada jurnal kedua analisis guru dan siswa
dalam alih kode dan campur kode dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang sama-sama
meningkatkan mutu pelajaran bahasa Indonesia. dan kedua jurnal ini bisa menjadi referensi untuk
kedepannya kita dalam mengajar dengan baik.

B. Saran

Demoga makalah tentang menganalisis jurnal ini dapat bermanfaat bagi mahasiswa maupun
masyarakat luas dan jurnal yang diberikan dapat menjadi refrensi tambahan dalam mempelajari
Bahasa Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

Brown, Douglas H. 2016. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa. New York:
Pearson Education.

Kidalaksana, Harimurti. 1984. Fungsi bahasa dan Sikap Bahasa. Ogyakarta: Kanisius.

Mahsun. 2008. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Caturningtyas, DA. 2017. Analisis Nilai-nilai Karakter yang Terkandung dalam Buku
Cerita Anak Berjenis Fabel. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIP UM.

Hendri. 2013. Pendidikan Karakter Berbasis Dongeng. Bandung: PT Remaja Rosdakarya


Offset.

JURNAL
Disusun untuk memenuhi tugas rutin mata kuliah bahasa Indonesia
Dosen pengampu: muharrina Harahap

Disusun Oleh :
EKO RONAL SITEPU ( 2193151003)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI RUPA


FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

PRINSIP PRINSIP BAHASA RUPA


Eko Ronal Rinaldo Sitepu

Prodi Pendidikan Seni Rupa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Medan

Email : ekoronal032@gmail.com

Abstraks

The concept of Fine Language is the result of the creation of a long research, originally in the
form of a research report on the science of Fine Language which later developed into dissertation
research as much and as thick as 'one coffin' (58x33x37cm). This Fine Language is a way of
'reading' pictures, from various images, pictures of children, prehistoric cave pictures, wayang
beber pictures, then to symbolic images, decorative images and shadow images from shadow
puppets (wayang kulit). Also included are temple relief images and modern drawings, animated
images, films and pictures produced by other digital technologies, such as ad images. The word
language is different from the image language. In the image language, we can already describe
the shape of the drawn. In the word language, use the word to represent an object that is drawn.
Often experience miscommunication because with various words (from different
regions/tribes/countries) to describe an object. In the language of the image there are wimbas,
in the wimba there is the content of wimba and way of wimba. The content of the wimba is a
picture contained in the wimba, and the way the wimba is how the wimba is drawn and can be
told. Through the 'science' is the original image that is beginning to be understood and retold as
teaching materials or materials of scientific art for future studies, about the image of traditions
and modern drawings.

Keywords: Indonesian Language, Art

Abstrak

Konsep bahasa rupa merupakan hasil kreasi penelitian yang panjang, awalnya
berupa laporan penelitian tentang ilmu bahasa rupa yang kemudian berkembang menjadi
penelitian disertasi sebanyak dan setebal 58x33x37cm. Bahasa Rupa ini merupakan cara
'membaca' gambar, dari berbagai gambar, gambar anak-anak, gambar gua prasejarah, gambar
wayang beber, kemudian ke gambar simbolik, gambar dekoratif dan gambar bayangan dari
wayang kulit. Juga termasuk gambar relief candi dan gambar modern, gambar animasi, film dan
gambar yang dihasilkan oleh teknologi digital lainnya, seperti gambar iklan. Kata bahasa berbeda
dengan bahasa gambar. Dalam bahasa gambar, kita sudah bisa mendeskripsikan bentuk gambar.
Dalam bahasa kata, gunakan kata tersebut untuk merepresentasikan objek yang digambar.
Sering mengalami miskomunikasi karena dengan berbagai kata (dari berbagai daerah / suku /
negara) untuk mendeskripsikan suatu objek. Dalam bahasa gambar ada wimbas, di dalam wimba
ada isi wimba dan cara wimba. Isi wimba adalah gambaran yang terdapat di dalam wimba, dan
cara wimba adalah bagaimana wimba itu digambar dan dapat diceritakan. Melalui 'sains' inilah
citra asli yang mulai dipahami dan diceritakan kembali sebagai bahan ajar atau bahan seni ilmiah
untuk kajian selanjutnya, tentang citra tradisi dan gambar modern.

Kata Kunci: Bahasa Indonesia, Seni

PENDAHULUAN

“Ilmu” Bahasa Rupa lahir di Indonesia (1991) di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD)
Institut Teknologi Bandung (ITB), dalam disertasi Primadi Tabrani, yang merupakan hasil studi
perbandingan berbagai bahasa rupa: gambar anak, gambar gua prasejarah, gambar primitip,
gambar Wayang Beber Jaka Kembang Kuning, relief cerita Lalitavistara candi Borobudur dan seni
rupa modern. Disertasi ini tebalnya ‘ satu peti’ (58x33x27 cm). Masih ditahun 1991 American
Library of Congress dari Amerika Serikat memesan 7 peti yang di bagikan pada berbagai
perguruan tinggi seni rupa di Amerika. Mereka berpendapat bahwa apa yang ditemukan
disertasi tersebut merupakan sesuatu yang baru dan belum ada dalam literatur barat. Ketika
saya katakan, “Kan ini dalam bahasa Indonesia”, mereka menjawab “Tak masalah, banyak ahli
kita yang mampu menerjemahkannya”. Hati saya terkesiap, jangan jangan temuan disertasi
tersebut akan segera disosialisasikan, dan dipraktekkan di Amerika, sedang di Indonesia sendiri
belum bergema.

1. Khasiat Bahasa Rupa


Apa sebab American Library of Conggres tertarik? Karena Bahasa Rupa ada Khasiatnya.
Dengan ‘ ilmu’ Bahasa rupa kita kini bisa ‘ membaca’ gambar gua Prasejarah, gambar Primitip,
gambar tradisi, relief Candi, gambar Anak, Komik, Desain, dsbnya walaupun tak ada teks yang
mendampinginya.Gambar Gua Prasejarah, Primitip. Relief candi, gambar Anak memang
umumnya tanpa teks, bahkan gambar prasejarah tak ada sumber acuannya, karena manusianya
telah punah, dan belum ada tulisan . Bukan hanya itu, Bahasa Rupa juga bisa membantu kita
dalam membuat gambar, membuat segala sesuatu yang kasat mata . Membaca gambar dan
Membuat gambar bisa dilaksanakan secara manual dan digital. Faktor digital ini jadi menarik.
Ilmu Bahasa Rupa lahir dan berkembang seiring dengan munculnya Teknologi Informasi dengan
Digital editingnya. Kedua ilmu ini: Bahasa Rupa dan IT (Teknologi Informasi) seakan ilmu
‘ kembar’ yang saling mengisi dan dibutuhkan jamannya Perkembangan IT (Teknologi Informasi)
dengan seni digitalnya (Gambar, Foto, Film. Multi media, dan sebagainya) melengkapi senirupa
dengan sejumlah ‘ trik’ teknik, semula manual, lalu analog, kemudian digital. Digital merupakan
“teknik” penggambarannya, yang penting bukan hanya kecanggihan teknik digitalnya, tapi
hasilnya yang berupa karya yang kasat mata, yang keindahannya membutuhkan estetika, namun
keterbacaannya membutuhkan Bahasa Rupa, karena Senirupa adalah sebentuk komunikasi.

2. Bahasa Rupa dalam Kurikulum

Karena khawatir temuan temuan disertasi akan segera dimanfaatkan dan dipraktekkan
untuk berkarya senirupa di Amerika, team kami segera memasukkan ilmu Bahasa Rupa dalam
kurikulum di sejumlah Fakultas Senirupa dan Desain di Indonesia. Diberikan teori Bahasa Rupa,
yang mencakup kajian lintas sejarah, sejak prasejarah, tradisi, gambar Anak, sampai seni rupa
digital masa kini. Ujiannya berupa proyek tugas baik manual maupun digital. Tugas membaca
gambar Tradisi dengan bantuan Bahasa rupa (Ujian Tengah Semester). Dan tugas menggambar
folklore tradisi, dengan bantuan Bahasa Rupa (Ujian Akhir semester).

Sebuah contoh

Relief Lalitavistara di Candi Borobudur (800M), dilorong 1, badan candi, deret atas, panil 49
berjudul ‘ Sayembara Memanah’ . Sutranya: 4 paragrap tersebar di 3 halaman. Pada panil nomor
49 ini, sutranya (sastranya) menyebut kisah ini di 4 paragrap yang tersebar di 3 halaman. Pakar
Belanda yang mencoba membaca relief ini berdasar sutranya bingung. Paragrap keberapa di
halaman mana yang di” abadikan” di panil 49 ini? Pakar Belanda tersebut tidak menemukannya,
bahkan ia menduga bahwa para pemahat Borobudur menggunakan teks yang berbeda. Sutra
menyebut bahwa Budha mendapat giliran memanah yang terakhir, dan ia memanah sendirian
karena semua peserta sayembara memanah lainnya telah meninggalkan lapangan. Tapi mengapa
pada relief tampak begitu banyak peserta sayembara lainnya yang seakan baru saja selesai
memanah? Budha yang mana? Rasanya yang sedang memanah dilatar depan, sesuai dengan judul
panil ini ‘ Sayembara Memanah'. Tapi di panil ini ada seorang tokoh dilatar depan agak ditengah
yang merupakan satu satunya tokoh yang dibawah payung (tokoh terpenting), ada kemungkinan
inilah sang Budha. Akhirnya pakar Belanda tersebut ‘ menyerah’ dan berkata ” Mungkin saja
para pemahat Borobudur memahat Budha lebih dari satu” . Bila kita baca dengan ‘ ilmu’ Bahasa
Rupa: Relief ini dibaca dari kanan kekiri (cara Pradaksina). Latar Belakang diceritakan lebih dulu,
baru latar di depannya. Selama latar belakang diceritakan, latar depan ‘ belum’ muncul, latar
depan baru muncul setelah latar belakang selesai diceritakan (Cara Lapisan Latar).

Jadi di bacanya sebagai berikut: Alkisah pada suatu hari diselenggarakan sayembara
memanah. Sang raja yang punya hajat tampak di pojok kanan (diceritakan lebih dulu) sedang
menyaksikan para peserta sayembara sedang memanah (di latar belakang – diceritakan lebih
dulu). Setelah para peserta malaksanakan gilirannya, mereka meninggalkan lapangan. Kemudian
di ‘ solve’ lah Budha di latar depan ditengah, ia mencoba berbagai busur yang berpatahan karena
tenaganya yang begitu kuat. Akhirnya diperoleh busur yang kuat dan Budha di ‘ insert’ ke
sebelah kiri (diceritakan belakangan setelah Budha yang ditengah), melaksanakan giliran
memanah. Tenaganya begitu kuat, hingga anak panahnya (diperbesar agar kelihatan), menembus
tujuh pohon lontar. Keseluruhan cerita di latar belakang dan di latar depan di ’ dissmix’ , semua
tokoh yang pernah ‘ masuk’ panil tampak dan bisa diceritakan.

Ada sedikitnya lima adegan dalam ‘ sekuen’ ini, kesemua 4 paraprap di 3 halaman tersebut,
dilebur jadi satu panil 49 ini: cerita yang begitu panjang durasinya di ‘ dilebur’ dalam satu panil
!! Panil 49 merupakan gambar tunggal yang ‘ bercerita’ .

DASAR TEORITIS RIWAYAT BAHAS RUPA

1. Awal Mula
Di tahun 1968 sejumlah mahasiswa senirupa ITB terlibat dalam Jajaran Pendidikan Senirupa
yang membina gugus kegiatan senirupa di berbagai tempat di Bandung. Merupakan suatu kejutan
bagi kami, karena umumnya para orang tua, dan para guru mendapat kesulitan untuk mengerti
gambar anak. Ini dikarenakan anak melihat dan menggambar dengan cara yang berbeda dengan
kita manusia dewasa. Kita, ‘ kaum sekolahan’ melihat dan menggambar dengan sistem
Naturalis-PerspektipMomenopname (NPM) dari Barat yang berglobalisasi melalui kolonialisme.
Di Indonesia sejak jaman kolonial, NPM diajarkan di SD sampai saat ini, (gambar gunung dua
dengan perspektip jalan, pohon kelapa, tiang listrik dan sebagainya) padahal anak tampaknya
menggunakan sistem menggambar yang berbeda.
Itulah sebabnya tim penelitian kami meneliti gambar anak, untuk mencoba ‘ mengerti’
gambar anak, dengan harapan agar kita manusia dewasa (orang tua, para guru) bisa mengapresiasi
gambar anak. Yang kami teliti adalah gambar yang representatip – yang mewakili aslinya,
(aslinya bisa dikenali) bukan yang abstrak atau geometris.

1.1 Hasil penelitian: Berbagai Cara Bahasa Rupa

-Cara Digeser
-Cara dari kepala – kaki
-Cara Tampak Khas Semua objek bisa dilihat, dibaca, diceritakan sulit disalah tafsirkan
-Cara Media Dingin (Marshall McLuhan)Pemirsa akrip berimajinasi dan berfikir agar mampu
‘ menangkap’ kejadian yang sebenarnya.
-Tanpa Bingkai (frame), tanpa Perspektip, tanpa Zoom in dan Zoom out,
- Cara Media Dingin (Marshal McLuhan) Pemirsa aktip berimajinasi dan berfikir dan mampu
‘ menangkap’ kejadian yang sebenarnya.
-Cara Diperbesar. Cara Diperkecil.
-Tanpa: perspektip/ zoom in-out/ bingkai.

1.2 Hubungannya dengan MacLuhan, Enstein dan Hawking


Pada gambar ‘ rebahan’ favorit anak anak ini, sejumlah bangunan direbahkan keluar
jalan lingkar. Bila tegak seperti biasa maka akan ada peristiwa/panorama yang tak kelihatan
karena ‘ terhalangi’ hingga tak bisa diceritakan. Karena buat anak gambar = bercerita, maka
semua direbahkan keluar, semua tampak, semua bisa dibaca, bisa diceritakan. Hebatnya pemirsa
bisa menangkap keadaan/panorama yang sebenarnya!. McLuhan (pakar komunikasi Amerika)
menyebut bahwa gambar tunggal Pendahulu (termasuk gambar anak) = media dingin = bahan
mentah. Kita para pemirsa yang ‘ panas’ berfikir dan berimajinasi agar dapat menangkap
kejadian yang sebenarnya. Sementara itu McLuhan menyebut gambar NPM barat = media panas:
semua sudah lengkap seperti dilihat mata, ‘ ceklik’ seperti dipotret. Pemirsanya jadi ‘ dingin’ ,
tak perlu lagi berimajinasi dan berfikir, terima saja, karena sudah seperti dilihat mata.

PEMBAHASAN
HASIL KAJIAN DAN PEMBAHASAN

1.1 Langkah Pamungkas


Dengan kesemua temuan temuan tersebut, penulis menyelesaikan disertasinya (1991)
yang merupakan studi perbandingan antara lukisan prasejarah (60 lukisan, sample dunia), lukisan
primitip (30 gambar, sampel dunia), gambar anak (35 gambar, sampel dunia), relief cerita
Borobudur (120 panil, media visual tradisi Indonesia, gambar wayang beber (24 gambar, media
audio visual tradisi Indonesia). Kesemuanya diperbandingkan dengan seni modern (lukisan, foto,
iklan, animasi, dan sebaginya – sample dunia).
2. Bahasa Kata dan Bahasa Rupa
Dalam bahasakata, tiap suku dipengaruhi oleh lingkungan dan latar budaya yang berbeda,
memiliki istilah yang berbeda untuk menyebut benda yang sama. Misalnya, kuda (Indonesia),
horse (Inggris), Uma (Jepang), Cavallo (Itali), Cheval (Perancis), Kabayo (Tagalog), Paard
(Belanda), dan sebagainya.
Di bahasa rupa, keadaannya berbeda. Gambar Representatip dari jaman manapun (sejak
prasejarah), biasanya bisa dikenali oleh bangsa lain dari jaman manapun. Jadi yang lebih menarik
pada bahasa rupa bukanlah gambar apa yang digunakan untuk mewakili suatu objek tertentu
(seperti di bahasakata), tapi bagaimana objek itu digambar. Karena bahasarupa merupakan suatu
‘ ilmu’ yang baru, terutama bahasarupa RWD, (belum ada dalam literatur barat) kami
memerlukan menciptakan beberapa istilah baru.

Perkembangan Penelitian
Penelitian Bahasa upa terus dikembangkan. Telah diteliti bahasa rupa wayang golek dan
wayang kulit. Sampai 1991 – 1993, penelitian telah menemukan suatu perbendaharaan
bahasarupa yang terdiri dari 168 Cara, 120 dari system NPM (beberapa diantaranya juga berlaku
untuk sistem RWD), dan 48 dari sistem RWD (yang tidak berlaku untuk sistem NPM).
Perbendaharaan ini masih terus berkembang. Sejumlah candi di pulau Jawa telah disingkap
bahasa rupanya oleh para mahasiswa yang mengambil S2 dan S3. Begitu pula sejumlah gambar
cadas prasejarah di Indonsia.
PENUTUP DAN KESIMPULAN
Demikianlah Prinsip prinsip Bahasa Rupa, sebagai pengantar Lokakarya ” Membaca
Relief Borobudur” ini. Dalam Lokakarya ini kita akan belajar ” membaca” relief berdasar
gambarnya, selangkah demi selangkah dan semoga setelah lokakarya ini kita semua memiliki
kemampuan untuk membaca relief. Sekian, Terimakasih, selamat berloka karya. Semoga berhasil.
DAFTAR PUSTAKA

Pawlak, Mirosław dan Larissa Aronin. 2014. Essential Topics in Applied Linguistics and
Multilingualism. New York: Springer.

De Graaf, 1986, Puncak Kekuasaan Mataram, terjemahan Pustaka Grafiti Press dan KITLV, PT
Pustaka Grafitipres, Jakarta

Ekspedisi Cincin Api, 2011., “Toba Mengubah Dunia”, Kompas 15.10.2011: 38 Hekeren, HR van,
1972, The Stone Age of Indonesia, Koninkelijke Institut voor Taal, Land en Volkenkunde, The Hague.

King, M, Elizabeth, (?), Possible Indonesian or South East Asian influniversity of Pensilvaniya,
Philadelphia, USA.
Kosasih, SA, 1982, “ Tradisi Berburu pada Lukisan Gua di pulau Muna, Sulawesi Tenggara, Laporan
Rapat Evaluasi Hasil Penelitian Arkeologi – 1, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta. Krom,
N.J., 1927, Barabudur – Archaeological Description, Martinus Nijhoff, The Hague.

Meulen, S.J. van der, 1988, Indonesia diambang Sejarah, Penerbit Kanisius, Yogya.

Morwood, Mike, 2002, Vision from the Past, Smithsonian Instution Press.

Pindi Setiawan, 2010, Gambar Cadas Kutei Prasejarah: Kajian Pemenuhan Kebutuhan terpadu dan
Komunikasi Rupa, Disertasi Doktor, FSRD – Institut Teknologi Bandung.

Primadi Tabrani, 2011 (1999, Jurnal Budaya Nusantara Vol. 1 No. 2 | 193 1995), Belajar dari Sejarah
dan Lingkungan, Penerbit ITB, Bandung Primadi, 1991, Meninjau Bahasarupa Wayang Beber Jaka
Kembang Kuning dari telaah Cara Wimba dan Tata Ungkapan Bahasarupa media ruparungu
dwimatra statis modern, dalam hubungannya dengan Bahasarupa gambar Prasejarah, Primitip,
Anak, dan relief Lalitavistara Borobudur, Disertasi Doktor, Fakultas Pasca Sarjana ITB. ---------, “

Kapal Cadik Borobudur” Jurnal Dimensi, FSRD Trisakti, vol2-no.1, September 2004. ---------, 2011
(1995, 1999), Belajar dari Sejarah dan Lingkungan, Penerbit ITB, Bandung. Read, Robert Dick, 2008,
Penjelajah Bahari, Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika, Penerbit Mizan, Bandung. Retno
Bintarti, “Sebelum lewat Tanjung Harapan, hati masih ciut”,

Anda mungkin juga menyukai