Anda di halaman 1dari 130

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN

MODUL J-01
PENETRASI BAHAN-BAHAN BITUMEN

KELOMPOK 6 :
Windie Antasari Suwandi (1211600026)
M. Reyhan Yafi (1211600009)
Farhan Buntaran (1211600017)
Reynaldi Indra S (1211600039)
Fityah Nabila (1211600043)
Adelina Shafira A (1211600050)

Tanggal Praktikum : Sabtu, 20 Oktober 2018


Asisten Praktikum : Verdy Ananda Upa,ST,MT
Tanggal Disetujui : Jum’at , 9 November 2018
Nilai :
Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN


Program Studi Teknik Sipil – Institut Teknologi Indonesia
Kampus ITI , Tangerang 15320 , telepon (021)7561112 ext.111
Jl.Raya Puspitek ,Serpong , Kota Tangerang Selatan,Banten.

Kelompok 6 1
J-01 PENETRASI BAHAN-BAHAN BITUMEN

(PA-0301-76)

(AASHTO T-49-80)

(ASTM D-5-97)

1. MAKSUD
Pemerikasaan ini dimaksudkan untuk menentukan penetrasi
bitumen keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan menusukkan
jarum penetrasi ukuran tertentu, dengan beban dan waktu tertentu ke
dalam bitumen pada suhu tertentu.

2. TEORI
Aspal adalah material termoplastis yang mencair apabila di
panaskan dan akan membeku/mengental apabila didinginkan, namun
demikian prinsip material tersebut terhadap suhu prinsipnya membentuk
suatu sprektum/beragam tergantung komposisi unsur unsur penyusunnya.
Dari sudut pandang rekayasa, ragam dari komposisi unsur aspal
biasanya tidak ditnjau lebih lanjut, untuk menggambarkan karakteristik
ragam respon aspal tersebut diperkenalkan beberapa parameter, salah
satunya adalah Pen (penetrasi). Nilai ini menggambarkan kekerasan aspal
pada suhu standar  yaitu 25° C , yang diambil dari pengukur
kedalaman  penetrasi jarum standar (5 gr/100 gr) dalam rentang waktu
standar (5 detik).
BRITISH standar membagi nilai penetrasi tersebut menjadi 10
macam , dengan rentang nilai penetrasi 15 s/d 40 , Sedangkan
ASTHO  mendefinisikan nilai pen  40 – 50 sebagai nilai pen untuk
material sebagai bahan bitumen terlembek/terlunak.
Penetrasi sangat sensitif terhadap suhu, pengukuran di atas suhu
kamar menghasilkan nilai yang berbeda variasi suhu terhadap nilai
penetrasi dapat disusun sedemikian rupa hingga dihasilakan nilai grafik

Kelompok 6 2
antara suhu dan penetrasi. Penetrasi indeks dapat ditentukan dari grafik
tersebut.
Nilai penetrasi dinyatakan sebagai rata rata sekurang kurangnya
dari 3 pembacaan. Berdasarkan SNI 06 – 2456 – 1991 nilai penetrasi
dinyatakan sebagai rata-rata sekurang-kurangnya dari tiga pembacaan
dengan ketentuan bahwa hasil pembacaan tidak melampaui ketentuan
dibawah ini :

Tabel 1.1 . Penetrasi


Hasil
0 – 49 50 – 149 150 – 179 200
Penetrasi
Nilai
2 4 6 8
Toleransi

Nilai penetrasi menentukan kekerasan aspal makin tinggi nilai penetrasi


makin lunak aspal tersebut begitu sebaliknya.
Pembagian kekerasan dan kekenyalan aspal :
1.      Aspal pen 40/50    : Bila jarum penetrasi benda pada range (40 – 59)
2.      Aspal pen 60/70    : Bila jarum penetrasi benda pada range (60 – 79)
3.      Aspal pen 85/100  : Bila jarum penetrasi benda pada range(85 – 100)
4.      Aspal pen 120/150:Bila jarum penetrasi benda pada range(120 – 150)
5.      Aspal pen 200/300:Bila jarum penetrasi benda pada range(200– 300)
Aspal yang penetrasinya rendah digunakan untuk arah panas dan
lalulintas dengan  volume tinggi, sedangkan aspal dengan penetrasi tinggi
digunakan untuk daerah bercuaca dingin dan lalu lintas rendah.
Tabel 1.2 Syarat Pemeriksaan Aspal Keras

Kelompok 6 3
Hubungan penetrasi dengan pelaksanaan dilapangan adalah untuk
mengetahui:
1.      Lokasi kontruksi jalan
2.      Jenis kontruksi yang dilaksanakan
3.      Suhu perkerasan , iklim kepadatan lalau lintas.
(sumber:http://emridho.blogspot.com/2012/01/laporanpraktikumpengujia
n-penetrasi.html)

3. PERALATAN
a. Alat penetrasi yang dapat menggerakkan pemegang jarum turun naik
tanpa gesekkan dan dapat mengukur penetrasi sampai 0,1 milimeter.
Gambar 1.1
b. Pemegang jarum seberat (47,5 ± 0,05 gram) yang dapat dilepas
dengan mudah dari alat penetrasi untuk peneraan.
c. Pemberat dari (50 ± 0,05) gram dan (100 ± 0,05) gram masing-masing
dipergunakan untuk pengukuran penetrasi dengan beban 100 gram dan
200 gram.
d. Jarum penetrasi dibuat dari stainless steel mutu 440 C, atau HRC 54
sampai 60 dengan bentuk dan ukuran menurut Gambar 1.2, ujung
jarum harus berbentuk kerucut terpancung.
e. Cawan contoh terbuat dari logam atau gelas berbentuk silinder dengan
dasar yang rata. Ukuran cawan untuk pengukuran penetrasi sebagai
berikut :

Tabel 1.3 Data Penetrasi

Penetrasi Kapasitas Diameter Dalam

Di bawah 200 90 ml 55 mm 35 mm

200 - 350 175 ml 70 mm 45 mm

f. Bak perendam ( water bath )


Terdiri dari bejana dengan isi tidak kurang dari 10 liter, dan dapat
menahan suhu tertentu dengan ketelitian ± 0,1 ˚C. Bejana dilengkapi
dengan plat dasar belubang-lubang, terletak 50 mm diatas dasar bejana

Kelompok 6 4
dan tidak kurang dari 100 mm di bawah permukaan air dalam bejana.
Gambar 1.3
g. Tempat air untuk benda uji ditempatkan di bawah alat penetrasi.
Tempat tersebut mempunyai isi tidak kurang dari 350 ml, dan tinggi
yang cukup untuk merendam benda uji tanpa bergerak.
h. Pengukur waktu
Untuk pengukur penetrasi dengan tangan diperlukan stopwatch dengan
skala pembagian terkecil 0,1 detik atau kurang, dan kesalahan tertinggi
0,1 detik 60 per detik. Untuk pengukuran dengan alat otomatis
kesalahan alat tersebut tidak boleh melebihi 0,1 detik.
i. Termometer, sesuai Gambar 1.4

4. PERSIAPAN PERCOBAAN
Bitumen dipanaskan perlahan-lahan dan diaduk sehingga cukup
cair untuk dapat dituangkan. Pemanasan bitumen tidak boleh melebihi dari
60˚C, diatas perkiraan titik lembek, dan untuk bitumen tidak boleh lebih
dari 90 ˚C diatas perkiraan titik lembek.
Waktu pemanasan tidak boleh lebih dari 30 menit. Diaduklah
secara perlahan-lahan agar udara tidak masuk ke dalam bitumen. Setelah
bitumen cair merata dituangkan ke dalam tempat atau wadah dan
didiamkan hingga dingin. Tinggi bitumen dalam tempat tersebut tidak
kurang dari angka penetrasi ditambah 10 mm. Dua benda uji dibuat
(duplo). Benda uji ditutup agar bebas dari debu dan didiamkan pada suhu
ruang selama 1 sampai 1,5 jam untuk benda uji kecil, dan 1,5 sampai 2
jam untuk benda uji besar.

5. PROSEDUR
a. Untuk benda uji sebelum kehilangan berat.
1. Benda uji diletakkan ke dalam tempat air yang kecil dan
dimasukkan tempat air tersebut ke dalam bak perendam yang telah
berada pada suhu yang telah ditetapkan. Didiamkan dalam bak

Kelompok 6 5
tersebut selama 1 sampai 1,5 jam untuk benda uji kecil dan 1,5
sampai 2 jam untuk benda uji besar.
2. Pemegang jarum diperiksa agar jarum dapat dipasang dengan baik
dan dibersihkan jarum penetrasi dengan toluene atau pelarut lain
kemudian dikeringkan jarum tersebut dengan lap bersih, dan
dipasangkan jarum pada pemegang jarum.
3. Pemberat 50 gram diletakkan diatas jarum untuk memperoleh
beban sebesar (100 ± 0,1) gram.
4. Tempat air dipindahkan dari bak perendam ke bawah alat
penetrasi.
5. Jarum diturunkan perlahan-lahan sehingga jarum tersebut
menyentuh permukaan benda uji. Kemudian diatur angka 0 di
arloji penetrometer, sehingga jarum penunjuk berimpit dengannya.
6. Pemegang jarum dilepaskan dan serentak dengan dijalankannya
stopwatch selama jangka waktu ( 5 ± 0,1 ) detik.
7. Arloji penetrometer diputar dan dibaca angka penetrasi yang
berimpit dengan jarum penunjuk. Dibulatkan hingga angka 0,1 mm
terdekat.
8. Jarum dilepaskan dari pemegang jarum dan siapkan alat penetrasi
untuk pekerjaan berikutnya.
9. Pekerjaan (1) sampai (7) dilakukan tidak kurang dari 3 kali untuk
benda uji yang sama, dengan ketentuan setiap titik pemeriksaan
berjarak satu sama lainnya dari tepi dinding lebih dari 1 cm.
b. Untuk benda uji setelah kehilangan berat.
1. Pemeriksaan dilakukan penurunan berat minyak dan aspal sesuai
dengan tata cara PA-0304-76 Standar Bina Marga.
2. Langkah-langkah dilakukan seperti pada pemeriksaan sebelum
kehilangan berat (Langkah A ).

Kelompok 6 6
6. ANALISA
a) Analisa Percobaan
Benda uji (bitumen) diletakkan di alat penetrasi lalu jarum diturunkan
perlahan-lahan sehingga jarum tersebut menyentuh permukaan benda
uji. Kemudian diatur angka 0 di arloji penetrometer, sehingga jarum
penunjuk berimpit dengan benda uji (bitumen). Lalu, pemegang jarum
dilepaskan dan serentak dengan dijalankannya stopwatch selama
jangka waktu 5 detik. Dibaca angka penetrasi yang berimpit dengan
jarum penunjuk. Selanjutnya, jarum dilepaskan dari pemegang jarum,
lakukan sampai 5 kali percobaan.
b) Analisa Perhitungan
Berdasarkan pengujian penetrasi bahan bitumen yang dilakukan maka
diperoleh data sebagai berikut :
 Benda Uji 1
Penetrasi pada 25℃, 5 detik, 100 gram

Tabel 1.4 Data Percobaan


Percobaan 1 2 3 4 5 Rata-rata (mm)
Benda uji 1 58,5 62 65 63,5 69 63,6

 Berat benda uji 2


Penetrasi pada 25℃, 5 detik, 100 gram

Tabel 1.5 Data Percobaan


Percobaan 1 2 3 4 5 Rata-rata (mm)
Benda uji 2 67,5 72 75 77,5 70 72,4

c) Analisa Kesalahan
 Analisa kesalahan praktikan : Kurang tepatnya melihat jarum
yang menyentuh permukaan benda uji dengan jalannya
stopwatch yang berfungsi untuk melihat berapa waktu yang
diperlukan jarum untuk menyentuh benda uji.
 Analisa kesalahan alat : Pemasangan jarum kurang tepat.

7. KESIMPULAN

Kelompok 6 7
Didapatkan hasil dari benda uji 1 dan benda uji 2 memenuhi pada tabel
syarat pemeriksaan aspal keras yaitu di penetrasi 60/70, yang pada benda
uji 1 memenuhi di syarat minimum 60, dan pada benda uji 2 memenuhi di
syarat maximum 79.

8. LAMPIRAN

a) Gambar Alat

Gambar 1.1 Alat penetrasi

Gambar 1.2 Jarum penetrasi

Kelompok 6 8
Gambar 1.3 Bak perendam ( water bath )

Gambar 1.4 Termometer

b) Prosedur Pengujian

Gambar 1.6 Benda Uji Disiapkan Terlebih Dahulu

Kelompok 6 9
Gambar 1.7 Kemudian diatur angka 0 di arloji penetrometer, sehingga jarum
penunjuk berimpit dengan benda uji (bitumen)

Gambar 1.8 Pemegang jarum dilepaskan dan serentak dengan dijalankannya


stopwatch selama jangka waktu 5 detik

Kelompok 6 10
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN

MODUL J-02
TITIK LEMBEK ASPAL DAN TER

KELOMPOK 6 :
Windie Antasari S (1211600026)
Fityah Nabila (1211600043)
Adelina Shafira A (1211600050)
M.Reyhan Yafi (1211600009)
Farhan Buntaran (1211600017)
Renaldi Indra S (1211600039)

Tanggal Praktikum : -
Asisten Praktikum : Verdy Ananda Upa,ST.MT.
Tanggal Disetujui : 19 November 2018
Nilai :
Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN


Program Studi Teknik Sipil – Institut Teknologi Indonesia
Kampus ITI , Tangerang 15320, telepon (021)7561112 ext. 111
Jl.Raya Puspitek, Serpong, Kota Tangerang Selatan , Banten .

Kelompok 6 11
J-02 TITIK LEMBEK ASPAL DAN TER

(PA-0302-76)

(AASHTO T-53-81)

(ASTM D-36-95)

1. MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik lembek aspal
dan ter yang berkisar antara 30 ˚C sampai 200 ˚C.

2. TEORI
Aspal adalah material termoplastis yang secara bertahap mencair
sesuai dengan pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada
pengurangan suhu. Namun perilaku material aspal tersebut terhadap suhu
atau prinsipnya membentuk suatu spektrum / beragam. Tergantung dari
komposisi unsur-unsur penyusunannya.

Percobaan ini di lakukan karena pelembekan bahan aspal dan ter,


tidak terjadi secara lansung dan tiba tiba pada suhu tertentu, tetapi bahan
gradual seiring penambahan suhu. Oleh sebab itu setiap prosedur yang di
pergunakan diadopsi untuk menentukan titik lembek aspal dan ter,
hendaknya mengikuti sifat dasar tersebut artinya penambahan suhu pada
percobaan hendaknya berlansung secara gradual dalam jenjang yang halus.

Dalam percobaan ini titik lembek ditujukan dengan suhu pada bola
baja dengan berat tertentu mendesak  turun suatu lapisan aspal atau ter
yang tertahan dalam cincin dengan ukuran tertentu sehingga plat tersebut
menyentuh plat dasar yang terletak pada tinggi tertentu sebagai kecepatan
pemanasan.

Titik lembek menjadi suatu batasan dalam penggolongan aspal dan


ter. Titik lembek haruslah diperhatikan dalam membangun kontruksi jalan.
Titik lembek hendaknya lebih tinggi dari suhu permukaaan jalan. titik
lembek aspal dan ter adalah 30 ° C - 200° C  yang artinya masih ada nilai

Kelompok 6 12
titik lembek yang hamper sama dengan suhu permukaan jalan. Pada
umumnya cara ini diatasi dengan menguakkan filler terhadap campuran
aspal.

Metoda ring and ball pada umumnya di terapkan pada aspal dan ter
ini. Dapat mengukur titik lembek bahan semi solit sampain solit. Titik
lembek  adalah  besar besar suhu dimana aspal mencapai derajat
kelembekan (mulai leleh) dibawah  kondisi spsic tes, berdasarkan tesau
sparatus yang ada bahwa pengujian titik lembek di pengaruhi banyak
factor.

Spesifikasi bina marga tentang titik lembek untuk aspal keras pen
40 (Ringg and ball) adalah 51°C (minimum) dan 63 °C (maksimum),
sedangkan pen 60 adalah min 48°C  dan max 58°C

Titik lembek adalah suhu pada saat bola baja, dengan berat
tertentu, mendesak turun suatu lapisan aspal atau ter yang tertahan dalam
cincin berukuran tertentu, sehingga apsal atau ter menyentuh pelat dasar
yang terletak di bawah cincin pada tinggi tertentu, sebagai akibat
kecepatan pemanasan tertentu. Menurut SK SNI 06 – 2434 – 1991, titik
lembek aspal dan ter berkisar antara 46º - 54ºC.

Faktor – faktor yang mempengaruhi pengujian titik lembek antara


lain adalah :

1.      Kualitas dan jenis cairan penghantar.


2.      Berat bola besi.
3.      Jarak antara Ring dengan aspal plat besi.
4.      Besarnya suhu pemanasan.

Kelompok 6 13
Tabel 2.1 ASTM softening Point

Tabel 2.2 Syarat pemeriksaan aspal keras

(sumber: http://em-ridho.blogspot.com/2012/01/laporan-praktikum-
pengujian-titik.html)

3. PERALATAN
a. Termometer sesuai Gambar 2.1.
b. Cincin kuningan, Gambar 2.4a.
c. Bola baja, diameter 9,53 mm-berat 3,45 sampai 3,55 gram. Gambar
2.5.
d. Alat pengarah bola, Gambar 2.4b.
e. Bejana gelas, tahan pemanasan mendadak dengan diameter dalam 18,5
cm dengan tinggi sekurang-kurangnya 12 cm. Gambar 2.2
f. Dudukan benda uji, Gambar 2.4c.
g. Penjepit. Gambar 2.3.

Kelompok 6 14
4. BENDA UJI
a. Contoh dipanaskan perlahan-lahan sambil diaduk terus-menerus
hingga cair merata dan dapat dituang. Pemanasan dan pengadukan
dilakukan perlahan-lahan agar gelembung-gelembung udara tidak
masuk.Suhu pemanasan ter tidak melebihi 56 ˚C diatas perkiraan titik
lembeknya, dan untuk aspal tidak melebihi 100 ˚C.
Waktu untuk pemanasan tidak boleh lebih dari 30 menit diatas
kompor/hotplate atau tidak boleh lebih dari 2 jam didalam oven.
b. Dua buah cincin dipanaskan sampai mencapai suhu tuang dan kedua
cincin diletakkan diatas pelat kuningan yang telah diberi lapisan dari
campuran talc atau sabun.
c. Contoh dituangkan ke dalam 2 (dua) buah cincin. Kemudian
didiamkan pada suhu sekurang-kurangnya 8˚C di bawah titik
lembeknya selama minimal 30 (tiga puluh) menit.
d. Setelah dingin, permukaan contoh diratakan dalam cicin dengan pisau
yang telah dipanaskan.

5. PROSEDUR
a. Kedua benda uji diatas dipanaskan dan diatur dudukannya dan
pengarah bola diletakkan diatasnya. Kemudian seluruh peralatan
tersebut dimasukkan ke dalam bejana gelas.
Bejana dengan air suling baru diisi, dengan suhu ( 5 ± 1 ) ˚C. sehingga
tinggi permukaan air berkisaran antara 101,6 mm sampai 108 mm.
termometer yang sesuai untuk pekerjaan ini diletakkan diantara kedua
benda uji ( kurang lebih 12,7 mm dari tiap cincin ).
Jarak antara permukaan plat dasar benda uji diperiksa dan diatur
sehingga menjadi 25,4 mm.
b. Bola-bola baja bersuhu 5 ˚C diletakkan diatas dan ditengah permukaan
masing-masing benda uji yang bersuhu 5 ˚C menggunakan penjepit
dengan bantuan pengarah bola.
c. Bejana dipanaskan dengan kecepatan pemanasaan 5 ˚C per menit.
Kecepatan pemanasan ini tidak boleh diambil dari kecepatan

Kelompok 6 15
pemanasan rata-rata dari awal dan akhir pekerjaan ini. Untuk 3 (tiga)
menit berikutnya perbedaan kecepatan pemanasan per menit tidak
boleh melebihi 0,5 ˚C.

6. ANALISA
 Analisa Percobaan
Dari percobaan dapat dianalisa bahwa, kedua benda uji diatur
kedudukannya dan pengaruh bola diletakkan diatasnya, kemudian
peralatan dimasukkan kedalam bejana gelas. Isi bejana tersebut
dengan air suling dengan suhu ( 5 ± 1 ) ˚C. Kemudian letakkan
bola-bola baja yang bersuhu 5 ˚C diatas dan ditengah permukan
masing-masing benda uji yang bersuhu 5 ˚C menggunakan penjepit
dengan bantuan pengarah bola. Setelah itu, panaskan bejana
dengan kecepatan pemanasaan 5 ˚C per menit.
 Analisa Perhitungan

Tabel 2.3 Data Percobaan

Percobaan I Percobaan II
No Waktu Suhu No Waktu Suhu
1 0 5 1 0 5
2 1 9.5 2 1 10.5
3 2 15 3 2 16
4 3 20.5 4 3 21
5 4 24.5 5 4 25.5
6 5 30 6 5 30.5
7 6 35 7 6 35
8 7 40 8 7 39.5
9 8 44.5 9 8 44.5
10 9 49 10 9 49
11 10 53
12 11 58

Temperatur pada saat bola menyentuh Plat dasar :


I : 49℃ II : 58℃

Kelompok 6 16
Temperatur titik lembek (Ringball) rata-rata : 53,5℃. Kecepatan
pemanasan 5 ˚C per menit. Kecepatan pemanasan ini tidak boleh diambil
dari kecepatan pemanasan rata-rata dari awal dan akhir pekerjaan ini.

 Analisa Kesalahan
o Analisa kesalahan praktikan :
- Kurang telitinya mengukur tinggi bola baja.
- Kurang teliti dalam membaca termometer
o Analisa kesalahan alat :
- Bola baja sudah tidak berfungsi dengan baik dikarenakan
umur alat tersebut.

7. KESIMPULAN
a. Dari hasil praktikum ini didapatkan titik lembek aspal dan ter adalah
53,5℃ yang di mana suhu tersebut berkisar antara 30 ˚C sampai 200 ˚C
b. Dari tabel syarat pemeriksaan aspal keras, hasil dari praktikum ini
masuk dalam kategori penetrasi 60/70 yaitu 48 ˚C adalah suhu
minimum lalu 58 ˚C adalah suhu maksimum.

8. LAMPIRAN
a. Gambar Alat

Gambar 2.1. Termometer titik lembek

Kelompok 6 17
Gambar 2.2 Bejana gelas

Gambar 2.3. Penjepit

Gambar 2.4a. Cincin kuningan Gambar 2.4b. Alat pengarah


bola

Kelompok 6 18
Gambar 2.4c. Dudukan benda uji

Gambar 2.5. Bola Baja


b. Prosedur Pengujian

Gambar 2.6. Alat dan bahan disiapkan Gambar 2.7. Benda uji dipanaskan

Kelompok 6 19
Gambar 2. 8. Bejana gelas disiapkan lalu diisi dengan air suling

Gambar 2.9. Benda uji dimasukkan ke dalam bejana gelas yang telah diisi air
suling

Gambar 2.10. Bejana gelas dipanaskan

Kelompok 6 20
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN

MODUL J-03
TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR DENGAN CLEVELAND
OPEN

KELOMPOK 6 :
Windie Antasari S (1211600026)
Fityah Nabila (1211600043)
Adelina Shafira A (1211600050)
M.Reyhan Yafi (1211600009)
Farhan Buntaran (1211600017)
Renaldi Indra S (1211600039)

Tanggal Praktikum : -
Asisten Praktikum : Verdy Ananda Upa,ST.MT.
Tanggal Disetujui : 19 November 2018
Nilai :
Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN


Program Studi Teknik Sipil – Institut Teknologi Indonesia
Kampus ITI , Tangerang 15320, telepon (021)7561112 ext. 111
Jl.Raya Puspitek, Serpong, Kota Tangerang Selatan , Banten .

Kelompok 6 21
J-03 TITIK NYALA DAN TITIK BAKAR DENGAN CLEVELAND
OPENCUP

(PA-0301-76)

(AASHTO T-48-81)

(ASTM D-92-02)

1. MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan titik nyala dan
titik bakar dari semua jenis hasil minyak bumi, kecuali minyak bakar
dan bahan lainnya yang mempunyai titik nyala open cup kurang dari
79˚C.

2. TEORI
Titik nyala adalah suhu pada saat terlihat nyala singkat pada suatu
titik di atas permukaan aspal. Titik bakar adalah suhu pada saat terlihat
nyala sekurang-kurangnya 5 detik pada suatu titik di atas permukaan
aspal.
Terdapat dua metode pratikum yang umum dipakai untuk
menentukan titik nyala  dari bahan aspal. Pratikum untuk Aspal Cair
biasanya dilakukan dengan menggunakan alat Tagliabue Open Cup,
sementara untuk bahan aspal dalam bentuk padat biasanya digunakan
alat Cleveland Open Cup. Kedua metode tersebut pada prinsipnya
adalah sama, walau pada metode Cleveland Open Cup, bahan aspal
dipanaskan di dalam tempat besi yang direndam di dalam bejana air,
sedangkan pada metode Tagliabue Open Cup, pemanasan dilakukan
pada tabung kaca yang juga diletakkan di dalam air. Dalam praktikum
ini membahas dengan metode Cleveland open.
Pada kedua metode tersebut, suhu dari material aspal ditingkatkan
secara bertahap pada jenjang yang tetap. Seiring kenaikan suhu, titik
api kecil dilewatkan di atas permukaan benda uji yang dipanaskan

Kelompok 6 22
tersebut. Titik nyala ditentukan sebagai suhu terendah dimana percikan
api pertama kali terjadi sedangkan titik bakar ditentukan sebagai suhu
dimana benda uji terbakar.
Syarat minimum temperature titik nyala oleh Bina Marga untuk
aspal PEN 60/70 (100 ºC). Titik nyala dan titik bakar aspal perlu
diketahui karena : 
Sebagai indikasi temperatur, pemanasan maximum dimana masih
dalam batas-batas aman pengerjaan. Agar karakteristik aspal tidak
berubah (rusak) akibat dipanaskan melebihi temperature titik bakar. 
Untuk mendapatkan temperature titik nyala dan titik bakar yang
akurat, perlu diperhatikan dalam pengujiannya sebagai berikut :
a. Tersedianya pelindung angin yang menjaga nyala api dari
hembusan angin.
b. Kecepatan pemanasan dengan menggunakan Bunsen (pengatur
besar kecilnya api).
c. Pemberian api pemancing (pilot) dilakukan menjelang
temperature mendekati titik nyala perkiraan dengan
memperhatikan :
- Jarak as api pilot terhadap benda uji ± 10 mm.
- Kecepatan lewat api pilot di atas muka benda uji ± 1 detik
perjurusan.
- Diameter api pilot berkisar 3.2 mm sampai 4.8 mm
d. Cahaya ruangan diatur sedemikian rupa sehingga nyala api
pilot dan nyala api pertama (pijaran api pertama terputus-putus
dalam kurun waktu 5 detik) dapat dilihat jelas (dapat juga
dilakukan di ruangan gelap).
e. Thermometer harus bersih dan skalanya terbaca jelas,
diupayakan memakai bantuan kaca pembesar dalam
pembacaannya.

Kelompok 6 23
Pada pemeriksaan ganda (duplo) sebagai titik nyala benda uji yang
dapat memenuhi syarat toleransi sebagai berikut :

Tabel 2.1 Termometer ASTM


Titik Nyala Ulangan Oleh Satu Orang Ulangan Oleh Beberapa
dan Titik Bakar Dengan Satu Alat Orang Dengan Satu Alat

Titik Nyala
5 ºF (2 0C) 10 ºF (5.5 ºC)
175 ºF – 550 ºF

Titik Bakar 10 ºF (5.5 ºC) 15 ºF (8 ºC)

Tabel 3.2 Syarat Pemeriksaan Aspal Keras

Tabel 3.3 Syarat Toleransi

Kelompok 6 24
3. PERALATAN
a. Termometer, sesuai Gambar 3.1
b. Cleveland open cup, yaitu cawan kuningan dengan bentuk dan
ukuran, seperti Gambar 3.3
c. Pelat pemanas, terdiri dari logam, untuk melakukan cawan
Cleveland, Gambar 8b dan bagian atas dilapisi seluruhnya oleh
asbes setebal 0,6 cm (¼ˮ). Gambar 3.2
d. Sumber pemanas, Pembakaran Gas atau Tungku Listrik, atau
Pembakar alkohol yang tidak menimbulkan asap atau nyala di
sekitar bagian atas cawan.
e. Penahan angin, alat yang menahan angin apabila digunakan nyala
sebagai pemanas.
f. Nyala penguji, yang dapat di atur dan memberikan nyala dengan
diameter 3,2 – 4,8 mm, dengan panjang tabung 7,5 cm seperti
Gambar 3.4.

4. BENDA UJI
a. Contoh aspal dipanaskan antara 148,9 ˚C dan 176 ˚C sampai cukup
air.
b. Kemudian cawan clevelan diisi sampai garis dan dihilangkan
(gelembung udara dipecahkan yang ada pada permukaan cairan)

5. PROSEDUR
a. Cawan diletakkan di atas pelat pemanas dan sumber pemanas
diatur sehingga terletak dibawah titik tengah cawan.
b. Nyala penguji diletakkan dengan poros jarak 7,5 cm dari titik
tengah cawan.
c. Termometer ditempatkan tegak lurus di dalam benda uji dengan
jarak 6,4 mm di atas dasar cawan, dan terletak pada satu garis yang
menghubungkan titik tengah cawan dan titik poros nyala penguji.
Kemudian poros termometer diatur sehingga terletak pada jarak ¼
diameter cawan api.

Kelompok 6 25
d. Penahan angin ditempelkan di depan penguji.
e. Sumber pemanas dinyalakan dan pemanasan diatur sehingga
kenaikan suhu menjadi (15 ± 1)˚C per menit sampai benda uji
mencapai suhu 56 ˚C di bawah titik nyala perkiraan.
f. Kemudian kecepatan pemanasan diatur 5 ˚C per menit sampai 28
˚C dibawah titik nyala perkiraan.
g. Nyala penguji dinyalakan dan diameter nyala penguji tersebut
diatur menjadi 3,2 sampai 4,8 mm.
h. Nyala penguji diputar sehingga melalui permukaan cawan (dari
tepi ke tepi cawan) dalam waktu satu detik. Pekerjaan tersebut
diulang setiap kenaikan 2 ˚C.
i. Pekerjaan (f) dan (h) dilanjutkan sampai terlihat nyala singkat pada
suatu titik diatas permukaan benda uji. Suhu pada termometer
dibaca dan dicatat.
j. Pekerjaan (i) dilanjutkan sampai terlihat nyala yang agak lama
sekurang-kurangnya 5 detik di atas permukaan benda uji (aspal).
Suhu pada termometer dibaca dan dicatat.

6. ANALISA
 Analisa Percobaan
Dari percobaan dapat dianalisa bahwa, nyala penguji
diletakkan ketika cawan telah diletakkan diatas pelat pemanas.
Setelah itu, termometer ditempatkan tegak lurus di dalam benda uji
tersebut. Kemudian pelat pemanas dinyalakan dan diatur suhunya
sehingga kenaikan suhu menjadi (15 ± 1)˚C per menit. Setelah itu,
nyala penguji dinyalakan dan diameter nyala penguji tersebut
diatur. Serta nyala penguji diputar sehingga melalui permukaan
cawan (dari tepi ke tepi cawan) dalam waktu satu detik, hal ini
diulang kembali setiap kenaikan suhu 2 ˚C. Kemudian suhu pada
thermometer dibaca dan dicatat. Pekerjaan dilanjutkan sampai
terlihat nyala yang agak lama sekurang-kurangnya 5 detik di atas
permukaan benda uji (aspal) yang disebut titik bakar.

Kelompok 6 26
 Analisa Perhitungan

Tabel 3.4 Data Praktikum


No Menit ke- Suhu
1 0 140
2 1 155
3 2 170
4 3 185
5 4 200
6 5 215
7 6 230
8 7 245
9 8 260
10 9 265
11 10 270
12 11 275
13 12 280
14 13 285
15 14 295

Data yang didapatkan dari praktikum ini berupa kenaikan


suhu tiap menit sampai material tersebut mencapai titik nyala dan
titik bakarnya. Titik nyala dapat ditentukan dengan melihat
perubahan suhu yang berubah disetiap menitnya, disebut dengan
titik nyala ketika terjadi perubahan suhu yang tidak konstan yang
dimana sebelumnya perubahan suhunya konstan. Titik bakar dari
percobaan ini adalah nyala singkat pada suatu titik di atas
permukaan benda uji yang terjadi selama 5 detik. Dari data dapat
dilihat juga bahwa perubahan suhu yang tidak konstan kedua
kalinya maka data tersebut adalah titik bakar. Sehingga dari
percobaan yang dibuat, diperoleh titik nyala sebesar 265℃ dan
membutuhkan waktu 9 menit. Sedangkan titik bakar material aspal
tersebut sebesar 295℃ dan membutuhkan waktu 14 menit.

Kelompok 6 27
 Analisa Kesalahan
o Analisa kesalahan praktikan :
- Kurang tepatnya penglihatan mata ke thermometer yang
untuk mengukur suhu.
- Tidak tepatnya waktu yang di tentukan dengan
thermometer tersebut.
o Analisa kesalahan alat :
- Pelat pemanas yang tidak berfungsi dengan baik sehingga
suhu nyala penguji tidak merata

7. KESIMPULAN
a. Titik nyala dan titik bakar pada praktikum ini mempunyai titik
nyala open cup lebih dari 79 ˚C maka jenis minyak bumi pada
praktikum ini adalah minyak bakar.
b. Dari praktikum penetrasi bahan bahan bitumen didapatkan hasil
penetrasi 60/70. Dapat dilihat dari tabel syarat pemeriksaan aspal
keras bahwa nilai titik nyala 265℃ lebih besar dari minimum pen
60/70 yaitu 232℃.

8. LAMPIRAN
a. Gambar Alat

Gambar 3.1 Termometer titik nyala

Kelompok 6 28
Gambar 3.2 Pelat pemanas

Gambar 3.3 Cleveland open cup

Kelompok 6 29
Gambar 3.4 Nyala penguji

b. Prosedur Praktikum

Gambar 3.5 Proses awal pemanasan benda uji

Kelompok 6 30
Gambar 3.6 Pengujian titik nyala dipicu dengan api

Gambar 3.7 Pengujian titik bakar dipicu dengan api

Kelompok 6 31
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN

MODUL J-04
PENURUNAN BERAT MINYAK DAN ASPAL

KELOMPOK 6 :

Windie Antasari S (1211600026)


Fityah Nabila (1211600043)
Adelina Shafira A (1211600050)
M.Reyhan Yafi (1211600009)
Farhan Buntaran (1211600017)
Renaldi Indra S (1211600039)

Tanggal Praktikum : -
Asisten Praktikum : Verdy Ananda Upa,ST,MT
Tanggal Disetujui : Kamis, 22 November 2018
Nilai :
Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN


Program Studi Teknik Sipil – Institut Teknologi Indonesia
Kampus ITI , Tangerang 15320 , telepon (021)7561112 ext.111
Jl.Raya Puspitek ,Serpong, Kota Tangerang Selatan, Banten

Kelompok 6 32
J-04 PENURUNAN BERAT MINYAK DAN ASPAL
(THICK FILM TEST)
( PA-0304-76)
(AASHTO T-47-82)
(ASTM D-6-95)

1. MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menetapkan kehilangan berat
minyak dan aspal dengan cara pemanasan dan tebal tertentu yang
dinyatakan dalam persen berat semula.

2. TEORI
Cahaya diketahui memiliki efek yang merusak pada aspal.
Kerusakan yang timbul sering berasal dari sinar matahari, yang akan
merusak aspal dengan dibantu oleh factor air dan cairan pelarut lainnya.
Kerusakan molekul dengan cara ini disebut factor oksidasi,
untungnya sinar yang merusak ini hanya dapat mempengaruhi beberapa
lapisan molekul lapisan atas aspal. Namun proses di atas tidak dapat di
abaikan dalam kontribusinya terhadap proses pengerusakan akibat cuaca
pada lapisan permukaan tipis aspal. Karakteristik campuran aspal
khususnya mengenai durabilitas sangat tergantung.
Pada karakteristik yang tersedia pada lapisan tipis aspal. Untuk
mengevaluasi durabilitas material aspal tersedia prosedur yang disebut
Thin film oven test (TFOT) dengan melakukan pembatasan evaluasinya
hanya pada karakteristik aspal seperti kehilangan berat.
Pada pengujian ini kita menggunakan metoda TFOT, dimana suatu
sampel tipis di panaskan dalam oven selama periodetertentu, dan
karakteristik sampel sesudah dipanaskan kemudian diperiksa untuk
meneliti indikasi adanya proses pengerasan dari material aspal.

Kelompok 6 33
Tabel 4.1 Syarat Pemeriksaan Aspal Keras

3. PERALATAN
a. Termometer Gambar 4.1
b. Oven, yang dilengkapi dengan: Gambar 4.2
1) Pengatur suhu untuk memanasi sampai (180 ± 1) oC.
2) Pinggiran logam berdiameter 25 cm, menggantung dalam oven
pada poros vertikal dan berputar dengan kecepatan 5 sampai 6
putaran per menit.
c. Cawan Gambar 4.3
d. Logam atau gelas berbentuk silinder, dengan dasar rata-rata ukuran
dalam : diameter 55 mm dan tinggi 35 mm. Gambar 4.4
e. Neraca analitik, dengan kapasitas (200 ± 0,001 ) gram. Gambar 4. 5

4. PERSIAPAN PERCOBAAN
Contoh minyak atau aspal diaduk serta dipanaskan, bila perlu
untuk mendapatkan campuran yang merata. Contoh kira-kira (50 ± 0.5)
gram dituangkan ke dalam cawan dan ditimbanglah setelah dingin dengan
ketelitian 0,01 gram (A). Benda uji diperiksa yang harus bebas dari air.
Disiapkan benda uji ganda (duplo).

5. PROSEDUR
a. Benda uji diletakkan diatas pinggan setelah oven mencapai suhu (163
+ 1) °C.
b. Termometer dipasang pada dudukan nya sehingga terletak pada jarak
1,9 cm dari pinggir pinggan dengan ujung 6 mm diatas pinggan.

Kelompok 6 34
c. Benda uji diambil dari oven setelah 5 jam sampai 5 jam 15 menit.
d. Benda uji didingkinkan pada suhu ruang, kemudian ditimbang dengan
ketelitian 0,01 gram (B).

6. ANALISA
a) Analisa Percobaan
Praktikan meletakkan benda uji diatas pinggan setelah oven
mencapai suhu (163 + 1) °C. Kemudian termometer dipasang pada
dudukannya sehingga terletak pada jarak 1,9 cm dari pinggir
pinggan dengan ujung 6 mm diatas pinggan. Setelah itu benda uji
diambil dari oven setelah 5 jam sampai 5 jam 15 menit. Lalu benda
uji didinginkan pada suhu ruang, dan ditimbang dengan ketelitian
0,01 gram (B).

b) Analisa Perhitungan
Tabel 4.2 Data Praktikum
BERAT SEBELUM BERAT SETELAH
CAWAN 1 PEMANASAN (A) PEMANASAN (B)
GRAM GRAM
Cawan + Aspal 95.78 95.5
Cawan 21.35 21.35
Aspal 74.43 74.15
Penurunan Berat % 0.37619

Presentase kehilangan berat aspal adalah

( Berat awal−Berat akhir)


¿ x 100 %
Berat awal

(74,43−74,15 )
¿ x 100 %
74,43

Presentase=0,37619 %

c) Analisa Kesalahan
Pada percobaan praktikum, kemungkinan kesalahan sering terjadi
pada praktikan dan alat, kesalahan dapat terjadi akibat:

Kelompok 6 35
 Analisa Kesalahan Praktikan:
- Ketidak telitian praktikan dalam menimbang benda uji
awal dan akhir.
- Praktikan kurang memperhatikan lama waktu oven
yaitu 5 jam sampai 5 jam 15menit.
 Analisa Kesalahan Alat:
- Oven tidak menghasilkan suhu yang tepat sehingga
pemanasan yang diihasilkan kurang maksimum.

7. KESIMPULAN
Persentase kehilangan berat minyak dan aspal yang diperoleh dari
praktikum ini yaitu 0,37619%, jadi memenuhi spesifikasi pada tabel
syarat pemeriksaan aspal keras dengan spesifikasi kehilangan berat
maksimal 0,4%.

8. LAMPIRAN
a) Gambar Alat

Gambar 4.1 Termometer

Kelompok 6 36
Gambar 4.2 Oven

Gambar 4.3 Cawan

Gambar 4.4 Logam Silinder

Kelompok 6 37
Gambar 4.5 Neraca Analitik

b) Prosedur Pengujian

Gambar 4.7. Ambilah aspal keras pada drum aspal yang tersedia

Kelompok 6 38
Gambar 4.8. Panaskan aspal keras sambil diaduk hingga cair merata

Kelompok 6 39
Gambar 4.9. Sementara aspal dipanaskan, timbang terlebih dahulu berat
kosong cawan yang akan digunakan

Gambar 4.10. Setelah cair merata tuangkan kedalam cawan dan diamkan
hingga dingin
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN

Kelompok 6 40
MODUL J-05
KELARUTAN BITUMEN DALAM KARBON TERTRA KLORIDA

KELOMPOK 6 :

Windie Antasari S (1211600026)


Fityah Nabila (1211600043)
Adelina Shafira A (1211600050)
M.Reyhan Yafi (1211600009)
Farhan Buntaran (1211600017)
Renaldi Indra S (1211600039)

Tanggal Praktikum : -
Asisten Praktikum : Verdy Ananda Upa,ST,MT
Tanggal Disetujui : Kamis, 22 November 2018
Nilai :
Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN


Program Studi Teknik Sipil – Institut Teknologi Indonesia
Kampus ITI , Tangerang 15320 , telepon (021)7561112 ext.111
Jl.Raya Puspitek ,Serpong, Kota Tangerang Selatan ,Banten

Kelompok 6 41
J-05 KELARUTAN BITUMEN
DALAM KARBON TETRA KLORIDA
(PA-0305-76)
(AASHTO T - 44- 81)
(ASTM D – 2042 -97)

1. MAKSUD

Pemeriksaan ini di maksudkan untuk menentukan kadar bitumen


yang larut dalam karbon tetra klorida.

2. TEORI
Berat benda uji tanpa air dikurangi berat zat yang tidak larut dalam
karbon tetra klorida , adalah sebagai berikut :
( b−a )−( d−c )
Kadar kelarutan : x 100 % .................... ( rumus 5.1)
( b−a )
Dimana : a = berat gelas ukur
b = berat benda uji dan gelas ukur
c = berat kertas penyaring

d = berat kertas penyaring setelah terkena larutan

Tabel 5.1 Syarat Penggunaan Aspal Keras

Kelompok 6 42
3. PERALATAN
Peralatan yang di gunakan dalam percobaan ini :
a. Labu erlenmeyer (Gambar 5.1)
b. Corong (Gambar 5.2)
c. Kertas penyaring (Gambar 5.3)
d. Neraca analitik dengan kapasitas (200 ± 0.001 ) gram (Gambar 5.4)
e. Cairan karbon tetra klorida (Gambar 5.5)
f. Batang pengaduk (Gambar 5.6)
g. Gelas ukur (Gambar 5.7)

4. PERSIAPAN PERCOBAAN

Contoh bitumen diambil yang telah dikeringkan di bawah suhu.


penguapan air ± 2 gram .

5. PROSEDUR
a. Gelas ukur ditimbang
b. Benda uji dimasukan kedalam gelas ukur, kemudian ditimbang
c. Kertas penyaring ditimbang
d. Cairan karbon tetra klorida dimasukan kedalam gelas ukur hingga 1/3
tinggi gelas ukur . diaduk secara perlahan hingga benda uji larut .
e. Larutan bitumen di saring dengan menuangkan kedalam labu
erlenmeyer menggunakan corong yang diatasnya diletakan kertas
penyaring .

f. Kertas penyaring di timbang bila sudah kering.

6. ANALISA
A. Analisa percobaan
Gelas ukur ditimbang . Kemudian benda uji dimasukkan ke dalam
gelas ukur kemudian di timbang. Setelah itu karbon tetra klorida
dimasukkan ke dalam gelas ukur hingga 1/3 ukuran gelas . kemudian
diaduk secara perlahan jingga benda uji ikut larut . larutan bitumen di

Kelompok 6 43
saring dengan kertas penyaring ,biarkan kertas penyaring hingga
kering . kemudian timbang kertas penyaring .
B. Analisa perhitungan

Tabel 5.1 Data Percobaan


Pemeriksaan Berat (gram)
Tabung erlenmeyer (A) 125.65
Tabung erlenmeyer + benda uji (B) 126.65
Berat kertas saring (C) 5.436
Berat kertas saring + endapan (D) 5.441
kadar kelarutan 99.5 %

C. Analisa kesalahan
a. Kesalahan Praktikum
Kesalahan praktikan adalah kurang telitinya saat proses
penimbangan .
b. Kesalahan alat

Kesalahan alat adalah kurang akuratnya nilai yang didapat ,


karena sulitnya timbangan ke titik nol .

7. KESIMPULAN

Kadar kelarutan yang didapat adalah 99.5 %. bila dilihat dari tabel
syarat pemeriksaan aspal keras dengan penetrasi 60/70 memiliki nilai
standar 99 %, dengan nilai 99.5 % yang didapat maka dapat di simpulkan
titik kelarutan sesuai standar.

8. LAMPIRAN
a. Alat

Kelompok 6 44
Gambar 5.1 Labu Erlenmeyer

Gambar 5.2 Corong

Gambar 5.3 Kertas penyaring

Gambar 5.4 Neraca Analitik

Gambar 5.5 cairan karbon tetra klorida

Kelompok 6 45
Gambar 5.6 Batang pengaduk

Gambar 5.7 gelas ukur

b. Langkah percobaan

Gambar 5.8 Persiapan benda uji

Gambar 5.9 mencampurkan cairan karbon tetra klorida pada benda uji

Kelompok 6 46
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN

MODUL J-06
DAKTILITAS BAHAN-BAHAN BITUMEN

KELOMPOK 6 :

Windie Antasari S (1211600026)


Fityah Nabila (1211600043)
Adelina Shafira A (1211600050)
M.Reyhan Yafi (1211600009)
Farhan Buntaran (1211600017)
Renaldi Indra S (1211600039)

Tanggal Praktikum : -
Asisten Praktikum : Verdy Ananda Upa,ST,MT
Tanggal Disetujui :
Nilai :
Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN


Program Studi Teknik Sipil – Institut Teknologi Indonesia
Kampus ITI , Tangerang 15320 , telepon (021)7561112 ext.111
Jl.Raya Puspitek ,Serpong, Kota Tangerang Selatan ,Banten

Kelompok 6 47
J-06 DAKTILITAS BAHAN-BAHAN BITUMEN
( PA-0306-76)
(AASHTO T-51-81)
(ASTM D-113-79)

1. MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengukur jarak terpanjang
yang dapat ditarik antara cetakan yang berisi bitumen keras sebelum putus,
pada suhu dan kecepatan tarik tertentu.

2. TEORI
Pengujian daktilitas aspal yaitu untuk menentukan keplastisan
suatu aspal, apabila digunakan nantinya aspal tidak retak. Percobaan ini
dilakukan dengan cara menarik benda uji berupa aspal dengan kecepatan
50 mm/menit pada suhu 25 ˚C dengan toleransi ± 5%.
Sifat reologis daktilitas digunakan untuk mengetahui ketahanan
aspal terhadap retak dalam penggunaannya sebagai lapis perkerasan. Aspal
dengan daktilitas yang rendah akan mengalami retak-retak dalam
penggunaannya karena lapisan perkerasan mangalami perubahan suhu
yang agak tinggi. Oleh karena itu aspal perlu memiliki daktilitas yang
cukup tinggi.
Sifat daktilitas dipengaruhi oleh sifat kimia aspal, yaitu susunan
ssenyawa hidrokarbon yang dikandung oleh aspal tersebut. Standar
regangan yang dipakai adalah 100 – 200 cm.
Pada pengujian daktilitas diisyaratkan jarak terpanjang yang dapat
ditarik antara cetakan yang berisi bitumen minimum 100 cm.

Kelompok 6 48
Tabel 6.1 Syarat Pemeriksaan Aspal Keras

3. PERALATAN
a. Cetakan daktilitas kuningan Gambar 6.1
b. Termometer sesuai Gambar 6.2
c. Bak perendam isi 10 liter yang dapat menjaga suhu tertentu selama
pengujian dengan ketelitian 0,1 ˚C dan benda uji dapat direndam
sekurang-kurangnya 10 cm, di bawah permukaan air. Bak tersebut
dilengkapi dengan plat dasar yang berlubang di letakkan 5 cm dari
dasar bak peendam untuk meletakkan benda uji. Gambar 6.3
d. Mesin uji dengan ketentuan sebagai berikut : Gambar 6.4
 Dapat menarik benda uji
 Dapat menjaga banda uji tetap terendam dan tidak
menimbulkan getaran selama pemeriksaan.
e. Methly alcohol teknik dan sodium klorida teknik (jika diperlukan).

4. PERSIAPAN PERCOBAAN
Semua bagian dilapisi dalam cetakkan daktilitas dan bagian atas
pelat dasar dengan campuran glycerin dan dextrin atau glycerin dan talk
atau glycerin dan kaolin amalgam. Contoh aspal dipanaskan kira-kira 100
gram sehingga cair dan dapat dituang. Dengan hati-hati dilakukan untuk
menghindarkan pemanasan setempat. Pemanasan dilakukan sesuai suhu
antara 80˚C sampai 100˚C (diatas titik lembek). Contoh dengan saringan
No.50 disaring dan setelah diaduk, dituangkan dalam cetakkan. Pada
waktu mengisi, contoh dituangkan dengan cara hati-hati dari ujung ke
ujung hingga penuh berlebihan. Kemudian cetakan pada suhu ruang

Kelompok 6 49
didinginkan selama 30 sampai 40 menit, lalu pindahkan seluruhnya
kedalam bak perendam yang telah disiapkan pada suhu pemeriksaan
(sesuai dengan spesifikasi) selama 30 menit, kemudian contoh yang
berkelebihan diratakan dengan pisau atau spatula yang panas sehingga
cetakan terisi penuh dan rata.

5. PROSEDUR
a. Benda uji didiamkan pada suhu 25 ˚C dalam bak perendam selama 85
sampai 90 menit, kemudian benda uji di lepaskan dari plat dasar dan
sisi-sisi cetakannya.
b. Benda uji dipasangkan pada alat mesin uji, dan benda uji ditarik secara
teratur dengan kecepatan 5cm/menit, sampai benda uji putus.
Perbedaan kecepatan lebih kurang 5% masih diijinkan. Jarak dibaca
antara pemegang cetakan, pada saat benda uji putus (dalam cm).
Selama percobaan berlangsung benda selalu terendam sekurang-
kurangnya 2,5 cm dari air dan suhu dipertahankan tetap (25 ± 0,5 ˚C ).

6. ANALISA
a) Analisa Percobaan
Praktikan menyiapkan benda uji dengan cara mendiamkan
pada suhu 25 ˚C dalam bak perendam selama 85 sampai 90 menit,
kemudian benda uji di lepaskan dari plat dasar dan sisi-sisi
cetakannya. Kemudian benda uji dipasangkan pada alat mesin uji,
dan benda uji ditarik secara teratur dengan kecepatan 5cm/menit,
sampai benda uji putus. Perbedaan kecepatan lebih kurang 5%
masih diijinkan. Jarak dibaca antara pemegang cetakan, pada saat
benda uji putus (dalam cm). Selama percobaan berlangsung benda
selalu terendam sekurang-kurangnya 2,5 cm dari air dan suhu
dipertahankan tetap (25 ± 0,5 ˚C ).

Kelompok 6 50
b) Analisa Perhitungan
Tabel 6.2 Data Percobaan

Percobaan I Percobaan II

No Waktu Jarak No Waktu Jarak

1 0 0 1 0 0

2 1 5 2 1 5

3 2 10 3 2 10

4 3 15 4 3 15

5 4 20 5 4 20

6 5 25 6 5 25

7 6 30 7 6 30

8 7 35 8 7 35

9 8 40 9 8 40

10 9 45 10 9 45

11 10 50 11 10 50

12 11 55 12 11 55

13 12 60 13 12 60

14 13 65 14 13 65

15 14 70 15 14 70

16 15 75 16 15 75

17 16 80 17 16 80

18 17 85 18 17 85

19 18 90 19 18 90

20 19 95 20 19 95

21 20 100 21 20 100

22 21 105 22 20.5 103.5

23 22 110

24 23 115

25 23.5 119.5
Kelompok 6 51
Tabel 6.3 Hasil Perhitungan

Percobaan I Percobaan II

Jarak Jarak

119.5 103.5

Daktilitas Rata-rata 111.5

119.5 +103.5
Daktilitas Rata−rata=
2

¿ 111.5 cm

c) Analisa Kesalahan
Pada percobaan praktikum, kemungkinan kesalahan sering terjadi
pada praktikan dan alat, kesalahan dapat terjadi akibat:
 Analisa Kesalahan Praktikan:
- Ketidaktelitian praktikan dalam membaca skala yang
terdapat pada alat praktikum.
- Praktikan kurang memperhatikan pada saat uji tarik
sehingga perbedaan kecepatan lebih dari 5%.
 Analisa Kesalahan Alat:
- Suhu alat tidak mencapai 25 ± 0,5 ˚C seperti yang
diharapkan.

7. KESIMPULAN
Daktilitas bahan-bahan bitumen yang diperoleh pada praktikum ini adalah
111.5 cm dan memenuhi spesifikasi pada tabel syarat pemeriksaan aspal keras
dengan spesifikasi daktilitas minimum 100 cm.

Kelompok 6 52
8. LAMPIRAN
a) Gambar Alat

Gambar 6.1 Cetakan Daktilitas Kuningan

Gambar 6.2 Termometer

Gambar 6.3 Bak Perendam

Kelompok 6 53
Gambar 6.4 Alat Uji Daktilitas

b) Prosedur Pengujian

Gambar 6.5 Benda uji didiamkan pada suhu 25 ˚C dalam bak perendam

Kelompok 6 54
Gambar 6.6 Benda uji di lepaskan dari plat dasar dan sisi-sisi cetakannya

Gambar 6.7 Benda uji dipasangkan pada alat mesin uji

Kelompok 6 55
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN

MODUL J-07
BERAT JENIS BITUMEN KERAS DAN TER

KELOMPOK 6 :

Windie Antasari S (1211600026)


Fityah Nabila (1211600043)
Adelina Shafira A (1211600050)
M.Reyhan Yafi (1211600009)
Farhan Buntaran (1211600017)
Renaldi Indra S (1211600039)

Tanggal Praktikum : -
Asisten Praktikum : Verdy Ananda Upa,ST,MT
Tanggal Disetujui : Jum’at , 9 November 2018

Kelompok 6 56
Nilai :
Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN


Program Studi Teknik Sipil – Institut Teknologi Indonesia
Kampus ITI , Tangerang 15320 , telepon (021)7561112 ext.111
Jl.Raya Puspitek ,Serpong, Kota Tangerang Selatan ,Banten

J-07 BERAT JENIS BITUMEN KERAS DAN TER


( PA-03-07-76)
(AASHTO-228-79)
(ASTM D-70-03)

1. MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis
bitumen keras dan ter dengan piknometer.

2. TEORI
Berat jenis bitumen atau ter adalah perbandingan antara berat
bitumen atau ter terhadap berat air suling dengan isi yang sama pada suhu
tertentu, yaitu dilakukan dengan cara menggantikan berat isi air dengan
berat bitumen atau ter dalam wadah yang sama (yang sudah diketahui
volumenya berdasarkan konversi berat jenis air sama dengan satu).
Berat jenis dari bitumen sangat tergantung pada nilai penetrasi dan
suhu dari bitumen itu sendiri.
Macam-macam berat jenis bitumen dan kisaran nilainya adalah sebagai
berikut :
 Penetration grade bitumen dengan berat jenis antara 1,010 (untuk
bitumen dengan penetrasi 300) sampai dengan 1,040 (untuk
bitumen dengan penetrasi 25)
 Bitumen yang telah teroksidasi (oxidized bitumen) dengan berat

Kelompok 6 57
jenis berkisar antara 1,015 sampai dengan 1,035
 Hard grades bitumen dengan berat jenis berkisar antara 1,045
sampai dengan 1,065
 Cutback grades bitumen dengan berat jenis berkisar 0,992 sampai
dengan 1,007.
Tabel 7.1 Syarat Penggunaan Aspal Keras

(sumber : http://em-ridho.blogspot.com/2012/01/laporan-praktikum-
pengujian-berat-jenis_4254.html)

3. PERALATAN
a. Bak perendam yang dilengkapi pengatur suhu dengan ketelitian 0,1˚C.
Gambar 7.1
b. Piknometer, sesuai Gambar 7.2
c. Termometer, sesuai Gambar 7.3
d. Air suling sebanyak 1000cm3.
e. Bejana gelas. Gambar 7.4

4. PERSIAPAN PERCOBAAN
Contoh bitumen keras dan ter sejumlah 50 gram dipanaskan
sampai menjadi cair, dan diaduk untuk mencegah pemanasan setempat.

5. PROSEDUR
a. Bejana diisi dengan air suling sehingga diperkirakan bagian atas
piknometer yang tidak terendam setinggi 40 mm, kemudian bejana
direndam dan dijepit dalam bak perendam sekurang-kurangnya 400
mm, suhu bak perendam diatur pada suhu 25˚C.

Kelompok 6 58
b. Piknometer dibersihkan, dikeringkan dan ditimbang dengan ketelitian
1 mg (A).
c. Bejana diangkat dari bak perendam dan piknometer diisi dengan air
suling, kemudian pimnometer ditutup tanpa ditekan.
d. Piknometer diletakkan kedalam bejana dan ditekan penutup sehingga
rapat, bejana berisi piknometer dikembalikan kedalam bak perendam.
Bejana tersebut didiamkan didalam bak perendam selama sekurang-
kurangnya 30 menit, kemudian piknometer diangkat dan dikeringkan
dengan lap (kain pel). Piknometer ditimbang dengan ketelitian 1 mg.
(B).
e. Benda uji tersebut dituang kedalam piknometer yang telah kering
hingga terisi ¾ bagian.
f. Piknometer dibiarkan sampai dingin, waktu tidak kurang dari 40 menit
dan ditimbang dengan penutupnya dengan ketelitian 1 mg (C).
g. Piknometer yang berisi benda uji diisi dengan air dan ditutup tanpa
ditekan. Didiamkan agar gelembung-gelembung udara keluar.
h. Bejana diangkat dari bak perendam dan piknometer diletakkan
didalamnya dan kemudian ditekan penutup hingga rapat.
i. Bejana dimasukkan dan didiamkan kedalam bak perendam selama
sekurang-kurangnya 30 menit. Piknometer diangkat, dikeringkan dan
ditimbang (D).

6. ANALISA
a. Analisa Percobaan
Piknometer diisi dengan air suling, kemudian piknometer
ditutup tanpa ditekan. Keringkan piknometer dengan lap (kain pel).
Piknometer ditimbang dan didapatkan berat piknometer+air. Lalu
air suling di piknometer tersebut dibuang lalu piknometer di
keringkan dengan lap (kain pel). Kemudian piknometer diisi
dengan benda uji sebanyak ¾ bagian. Piknometer dibiarkan sampai
dingin, waktu tidak kurang dari 40 menit dan ditimbang dengan
penutupnya. Piknometer yang berisi benda uji diisi dengan air

Kelompok 6 59
suling dan ditutup tanpa ditekan. Didiamkan agar gelembung-
gelembung udara keluar.

b. Analisa Perhitungan

Tabel 7.2 Data Perhitungan


PEMERIKSAAN
BERAT PIKNOMETER 38,42 gram
BERAT PIKNOMETER + AIR 64,96 gram
BERAT PIKNOMETER + ASPAL 56,69 gram
BERAT PIKNOMETER + ASPAL + AIR 65,15 gram
Hitunglah berat jenis dengan rumus :
( 56,69 gr−38,42 gr )
Berat jenis =
( 64,96 gr −38,42 gr )− ( 65,15 gr−56,69 gr )
18,27 18,27
¿ = =1,00716648 ≈ 1 gram
( 26,54−8,4 ) 18,14
Keterangan : A = Berat piknometer (dengan penutup), gram
B = Berat piknometer berisi air, gram
C = Berat piknometer berisi aspal, gram
D = Berat piknometer berisi aspal dan air, gram
c. Analisa Kesalahan
 Analisa kesalahan praktikan :
- Ketidaktelitian praktikan membaca neraca timbangan
- Praktikan kurang memperhatikan lama waktu
pendinginan yaitu 40 menit.
 Analisa kesalahan alat : Suhu aspal tidak mencapai 25˚C
seperti yang diharapkan.

7. KESIMPULAN
Berat jenis bitumen yang diperoleh pada praktikum ini adalah 1 gram.
Dan memenuhi spesifikasi pada tabel persyarat pemeriksaan aspal

Kelompok 6 60
keras dengan penetrasi 60/70.

8. LAMPIRAN
a) Gambar Alat

Gambar 7.1. Bak perendam ( water bath )

Gambar 7.2. Piknometer

Gambar 7.3. Thermometer

Kelompok 6 61
Gambar 7.4. Bejana gelas

b) Prosedur Pengujian

Gambar 7.6. Bitumen keras dan ter sejumlah 50 gram sampai menjadi
cair

Gambar 7.7 Berat piknometer yang berisi air suling

Kelompok 6 62
Gambar 7.8. Berat piknometer yang berisi benda uji

Gambar 7.9. Piknometer yang berisi bitumen keras dan ter dan ditambah air
suling

Gambar 7.10. Berat piknometer yang berisi benda uji diisi dengan air suling.

Kelompok 6 63
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN

MODUL J-08
ANALISA SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR

KELOMPOK 6 :

Windie Antasari Suwandi (1211600026)


M. Reyhan Yafi (1211600009)
Farhan Buntaran (1211600017)
Reynaldi Indra S (1211600039)
Fityah Nabila (1211600043)
Adelina Shafira A (1211600050)

Tanggal Praktikum : Sabtu, 22 September 2018


Asisten Praktikum : Verdy Ananda Upa,ST,MT
Tanggal Disetujui :
Nilai :
Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN


Program Studi Teknik Sipil – Institut Teknologi Indonesia
Kampus ITI , Tangerang 15320 , telepon (021)7561112 ext.111
Jl.Raya Puspitek ,Serpong, Kota Tangerang Selatan ,Banten

Kelompok 6 64
J-08 ANALISA SARINGAN AGREGAT HALUS DAN KASAR
(PB-0210-76)
(AASHTO T-27-82)
(ASTM C-136-04)

1. MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan distribusi ukuran
butiran (gradasi) agregat halus dan agregat kasar dengan menggunakan
saringan .

2. TEORI
Agregat kasar (Coarse Aggregate) biasa juga disebut kerikil
sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan atau berupa batu pecah yang
diperoleh dari industri pemecah batu, dengan butirannya berukuran antara
4,76 mm — 150 mm.
Ketentuan agregat kasar antara lain:
 Agregat kasar harus terdiri dari butiran yang keras dan tidak berpori.
Agregat kasar yang butirannya pipih hanya dapat dipakai jika jumlah
butir-butir pipihnya tidak melampaui 20% berat agregat seluruhnya.
 Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% dalam
berat keringnya. Bila melampaui harus dicuci.
 Agregat kasar tidak boleh mengandung zat yang dapat merusak beton,
seperti zat yang relatif alkali.
 Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil alam dari batu pecah.
 Agregat kasar harus lewat tes kekerasan dengan bejana penguji
Rudeloff dengan beban uji 20 ton.
 Kadar bagian yang lemah jika diuji dengan goresan batang tembaga
maksimum 5%.
 Angka kehalusan (Fineness Modulus) untuk Coarse Aggregate antara
6–7,5.

Kelompok 6 65
Jenis agregat kasar yang umum adalah:

1. Batu pecah alami: Bahan ini didapat dari cadas atau batu pecah alami yang
2. digali.
3. Kerikil alami: Kerikil didapat dari proses alami, yaitu dari pengikisan tepi
maupun dasar sungai oleh air sungai yang mengalir.
4. Agregat kasar buatan: Terutama berupa slag atau shale yang biasa
digunakan untuk beton berbobot ringan.
5. Agregat untuk pelindung nuklir dan berbobot berat: Agregat kasar yang
diklasifikasi disini misalnya baja pecah, barit, magnatit dan limonit

Agregat halus berupa pasir alam sebagai hasil desintegrasi alami dari
batuan-batuan atau berupa pasir buatan yang dihasilkan oleh alat pemecah
batu. Agregat ini berukuran 0,063 mm — 4,76 mm yang meliputi pasir
kasar (Coarse Sand) dan pasir halus (Fine Sand). Untuk beton penahan
radiasi, serbuk baja halus dan serbuk besi pecah digunakan sebagai agregat
halus.agregat halus memenuhi syarat:

 Agregat halus harus terdiri dari butiran-butiran tajam, keras, dan bersifat
kekal artinya tidak hancur oleh pengaruh cuaca dan temperatur, seperti
terik matahari hujan, dan lain-lain.
 Agregat halus tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5 % berat kering,
apabila kadar lumpur lebih besar dari 5%, maka agregat halus harus dicuci
bila ingin dipakai untuk campuran beton atau bisa juga digunakan
langsung tetapi kekuatan beton berkurang 5 %.
 Agregat halus tidak boleh mengandung bahan organik (zat hidup) terlalu
banyak dan harus dibuktikan dengan percobaan warna dari ABRAMS-
HARDER dengan larutan NaOH 3%.
 Angka kehalusan (Fineness Modulus) untuk Fine Sand antara 2,2–3,2.
 Angka kehalusan (Fineness Modulus) untuk Coarse Sand antara 3,2–4,5.
 Agregat halus harus terdiri dari butiran yang beranekaragam besarnya.

Kelompok 6 66
Agregat halus harus terdiri dari butiran yang beranekaragam dan apabila diayak
dengan ayakan susunan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

 Sisa diatas ayakan 4 mm minimum beratnya 2%


 Sisa diatas ayakan 1mm minimum beratnya 10%
 Sisa diatas ayakan 0,025 beratnya berkisar antara 80% sampai 95%.

Menghitung persentase tertahan ( % retained )

berat tertahan
x 100 % ............... (Rumus 8.1)
berat sample

Menghitung persentase lolos ( % passing )

100 %−% retained ................ (Rumus 8.2)

3. PERALATAN

a. Timbanlgan dan neraca dengan ketelitian 0,2% dari berat benda uji
(Gambar 8.1)
b. Satu set saringan : (Gambar 8.2)
7,6 mm (3’’) 50,8 mm (2”)
2,5 mm (1”) 12,7mm (0,5”)
6,4 mm (0,25”) No.16 ; No.30
6,3 mm (2,5”) 33,1mm (1,5”)
19,2 mm (0,75”) 9,5 mm (3/8”)
No.4 ; No.8 No. 50;No.100
c. Oven yang dilengkapi dengan pengantar suhu untuk memanasi sampai
(110±5)˚C (Gambar 8.3)
d. Alat pemisah contoh (sample splitter) (Gambar 8.4)
e. Mesin penggetar saringan (Gambar 8.5)
f. Talam-talam (Gambar 8.6)
g. Kuas, sikat kuningan, sendok dan alat-alat lainnya. (Gambar 8.7)

Kelompok 6 67
4. PERSIAPAN PERCOBAAN
Persiapkan benda uji sebanyak 7500 gram dengan kondisi benda uji
sudah dalam keadaan berat tetap . kemudian benda uji dimasukan kedalam
saringan yang telah di susun sesuai urutannya .

5. PROSEDUR

a. Benda uji dikeringkan di dalam oven dengan suhu (110±5)˚C sampai


berat tetap.
b. Saring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran paling besar
ditempatkan paling atas. Saringan digetarkan dengan mesin penggetar
selama 15 menit.

6. ANALISA
A. Analisa Percobaan
Benda uji harus dalam keadaan berat tetap sebelum dilakukan
percobaan dimana yang dimaksud berat tetap adalah keadaan berat
benda yang diuji selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasan
dalam oven selang waktu 2 jam berturut-turut tidak mengalami
perubahan kadar air lebih besar daripada 0.1 % dinginkan pada suhu
ruang.
B. Analisa Perhitungan

Tabel 8.1 Data Percobaan


berat tertahan saringan (gram)
No.saringa Diameter saringan
n (mm) agregat agregat agrega
kasar medium t halus
3/4" 19.1 0 0 0

1/2" 12.7 1982 105.3 0

3/8" 9.52 1660 364 0

Kelompok 6 68
4 4.75 810 1240.5 35

8 2.38 535 265.2 65

16 1.91 - - 55

30 0.59 - - 104

50 0.279 - - 69.8

100 0.149 - - 112.5

200 0.075 - - 50.2

pan   13 25 8.5

Ʃ 5000 2000 500

jumlah keseluruhan 7500

Tabel 8.2 Persen retained (%)


Ukuran
saringa agregat agregat agregat
n kasar medium halus
3/4" 0 0 0

1/2" 39.64 5.265 0

3/8" 33.2 18.2 0

4 16.2 62.025 7

8 10.7 13.26 13

16 - - 11

30 - - 20.8

50 - - 13.96

100 - - 22.5

200 - - 10.04

pan 0.26 1.25 1.7

Kelompok 6 69
Tabel 8.3 data hasil perhitungan
Jumlah Persen lolos / passing (%)
Agregat kasar Agregat medium Agregat Halus
60.36 100 100
27.16 94.735 100
10.96 76.535 100
0.26 14.51 93
- 1.25 80
- - 69
- - 48.2
- - 34.24
- - 11.74
- - 1.7
0 0 0

hubungan antara % passing dan ukuran butir


110
100
90
80
70
% passing

60
50 % passing
40
30
20
10
0
100 10 1
ukuran butir

Grafik 8.1 Hubungan antara % passing dan ukuran butir

Tabel 8.4 analisa campuran agregat (blending)


saringan agregat kasar agregat halus
spesifikasi total
No. 100% 91% 100% 9%
3/4 60.36 54.9276 100 9 100 63.9276
1/2 27.16 24.7156 100 9 80-100 33.7156
3/8 10.96 9.9736 100 9 70-90 18.9736
4 0.26 0.2366 93 8.37 50-70 8.6066

Kelompok 6 70
8 - - 80 7.2 35-50 7.2
30 - - 48.2 4.338 18-29 4.338
50 - - 34.24 3.0816 13-23 3.0816
100 - - 11.74 1.0566 8-16 1.0566
200 - - 1.7 0.153 4-10 0.153

Saringan Agregat
100

80

60
% passing

agregat kasar
40 agregat medium
agregat halus
20

0
21 17.5 14 10.5 7 3.5 0
Ukuran butir (mm)

Grafik 8.2 Saringan Agregat

Grafik Analisa Saringan


120

100
persentase berat lolos (%)

80 batas atas+' FIX


analisa saringan '!
$R$28
60
batas bawah
40
lolos saringan
20

0
0.01 0.1 1 10 100
ukuran butir (mm)

Grafik 8.3 Grafik Analisa Saringan

C. Analisa Kesalahan

Kelompok 6 71
a. Kesalahan praktikum
kesalahan yang terjadi adalah benda uji masih banyak yang
tertinggal pada saringan . dan kurang telitinya praktikan saat
menimbang benda uji,yang menjadikan data tidak akurat .
b. Kesalahan Alat
Timbangan / neraca tidak dapat sampai ke angka nol .
7. KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang didapat , maka dapat disimpulkan bahwa
dari 7500 gram terdapat 3 jenis agregat . yaitu agregat kasar, agregat
medium dan agregat halus . dengan komposisi agregat kasar 66.7%
agregat medium 26.6 % dan agregat halus 6.7%.

8. LAMPIRAN
a. Alat

Gambar 8.1 Timbangan

Kelompok 6 72
Gambar 8.2 Saringan

Gambar 8.3 oven

Gambar 8.4 sample spiltter

Gambar 8.5 alat penggetar

Kelompok 6 73
Gambar 8.6 wadah

Gambar 8.7 kuas

b. Langkah percobaan

Gambar 8.8 pengambilan benda uji

Kelompok 6 74
Gambar 8.9 penimbangan benda uji

Gambar 8.10 benda uji dimasukan kedalam saringan

Gambar 8.11 praktikan mengatur timer pada alat penggetar

Gambar 8.5 alat penggetar berkerja

Kelompok 6 75
Gambar 8.6 proses pembersihan sisa benda uji pd saringan

Gambar 8.7 benda uji di timbang

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN

MODUL J-09
BERAT JENIS DAN PENYERAPAN DARI AGREGAT KASAR

KELOMPOK 6 :
Windie Antasari Suwandi (1211600026)

Kelompok 6 76
M. Reyhan Yafi (1211600009)
Farhan Buntaran (1211600017)
Renaldi Indra S (1211600039)
Fityah Nabila (1211600043)
Adelina Shafira A (1211600050)

Tanggal Praktikum :
Asisten Praktikum : Verdy Ananda Upa,ST,MT
Tanggal Disetujui :
Nilai :
Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN


Program studi teknik sipil – Institut Teknologi Indonesia
Kampus ITI , Tangerang 15320 , telepon (021)7561112 ext.111
Jl.Raya Puspitek ,Serpong, Kota Tangerang Selatan ,Banten

J-09 BERAT JENIS DAN PENYERAPAN DARI AGREGAT KASAR


(PB-0202-76)
(AASHTO-85-81)
(ASTM D-127-04)

1. MAKSUD

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk),


berat jenis kering permukaan jenuh (Saturated Surface Dry = SSD), berat
jenis semu ( apparent ) dari agregat kasar.

2. TEORI

Kelompok 6 77
a. Berat jenis (bulk specific grafity), ialah perbandingan antara berat
agregat kering dan air suling yang isinya sama dengan agregat dalam
keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), yaitu perbandingan antara
berat agregat kering permukaan jenuh dan bert air suling yang isinya
sama dengan agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
c. Berat jenis semu (apparent specific grafity), ialah perbandingan antara
berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
d. Penyerapan, ialah presentasi berat air yang dapat diserap pori terhadap
berat agregat kering.
e. Dari praktikum ini didapat data berupa nilai berat jenis agregat kasar
dan medium yang diuji coba. Menurut SNI 03-1969-1990 agregat yang
baik memiliki Bj > 2,5 dan penyerapan < 3 %. Jika agregat yang di uji
tidak memenuhi standard maka agregat tidak baik digunakan untuk
konstruksi, namun jika Bj agregat melebihi standard boleh dipakai.

3. PERALATAN

a. Keranjang kawat ukuran 3,35 mm atau 2,36 mm (No.6 atau No.8)


dengan kapasitas kira-kira 5 (lima) kg.
b. Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk
pemeriksaan. Tempat ini harus dilengkapi dengan pipa, sehingga
permukaan air selalu tetap.
c. Timbangan dengan kapasitas 5 (lima) kg dengan ketelitian 0,1% dari
berat contoh yang ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung
keranjang. ( Gambar 9.2 )

Kelompok 6 78
d. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110±5)˚C.
e. Alat pemisah contoh.
f. Saringan No.4. ( Gambar 9.1 )

4. PERSIAPAN BENDA UJI

Benda uji adalah agregat yang tertahan saringan No.4 diperoleh dari
alat pemisah contoh atau cara perempat sebanyak kira-kira 10000 gram
(2 x 5000 gram).

5. PROSEDUR

a. Benda uji di cuci untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain


yang merekat pada permukaan.
b. Benda uji di keringkan dalam oven pada suhu 105˚C sampai berat
tetap.
c. Benda uji di dinginkan pada suhu kamar selama 1-3 jam, kemudian
timbang dengan ketelitian 0,5 gram (BK)
d. Benda uji di rendam dalam air pada suhu kamar 24±4 jam. ( Gambar
9.4 )
e. Benda uji di keluarkan dari air, lap dengan kain penyerap sampai
selaput air pada permukaan hilang (kondisi SSD), untuk butiran yang
besar pengeringan harus satu persatu. ( Gambar 9.5 )

f. Benda uji di timbang dalam keranjang, goncangkan batunya untuk


mengeluarkan udara yang tersekap dan tentukan beratnya dalam air
(Ba). Ukur suhu air untuk menyesuaikan perhitungan kepada suhu
standar (25˚C). ( Gambar 9.8 dan 9.9 )

6. ANALISA

 Analisa Praktikum

Kelompok 6 79
Benda uji disiapkan sebanyak 10000 gram, kemudian benda uji di
cuci untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain yang merekat
pada permukaan. Selanjutnya benda uji di keringkan dalam oven pada
suhu 105˚C sampai berat tetap dan di dinginkan pada suhu kamar
selama 1-3 jam, kemudian timbang dengan ketelitian 0,5 gram (BK).
Setelah itu benda uji di rendam dalam air pada suhu kamar 24±4 jam.
Selanjutnya benda uji di keluarkan dari air, lap dengan kain penyerap
sampai selaput air pada permukaan hilang (kondisi SSD), untuk
butiran yang besar pengeringan harus satu persatu. Terakhir, benda uji
di timbang dalam keranjang, goncangkan batunya untuk mengeluarkan
udara yang tersekap dan tentukan beratnya dalam air (Ba). Ukur suhu
air untuk menyesuaikan perhitungan kepada suhu standar (25˚C).

 Analisa Perhitungan

Berdasarkan pengujian benda uji agregat kasar dan agregat


medium yang dilakukan maka diperoleh data sebagai berikut :

1. Agregat Kasar

A = Berat contoh SSD di udara = 5080 gr/cm3


B = Berat contoh SSD dalam air = 3200 gr/cm3
C = Berat contoh kering oven = 5000 gr/cm3

5000
 Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) =
5000−3200
= 2,78 gr/cm3
5000
 Berat jenis curah (Bulk Specifi Gravity) =
5080−3200
= 2,66 gr/cm3

Kelompok 6 80
5080
 Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) =
5080−3200
= 2,70 gr/cm3
5080−5000
 Persentasi penyerapan (Absorbsi) = x 100
5000
= 1,60 %

2. Agregat Medium

A = Berat contoh SSD di udara = 5072 gr/cm3


B = Berat contoh SSD dalam air = 3142 gr/cm3
C = Berat contoh kering oven = 5000 gr/cm3

5000
 Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) =
5000−3142
= 2,69 gr/cm3
5000
 Berat jenis curah (Bulk Specifi Gravity) =
5072−3142
= 2,59 gr/cm3
5072
 Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) =
5072−3142
= 2,63 gr/cm3
5072−5000
 Persentasi penyerapan (Absorbsi) = x 100
5000
= 1,44 %

 Analisa Kesalahan
Pada percobaan praktikum, kemungkinan kesalahan sering terjadi.
Pada praktikum kali ini, kesalahan bisa terjadi akibat :
1. Kesalahan Praktikan
 Ketika praktikan mengeringkan benda uji belum sepenuhnya
dalam kondisi SSD.

2. Kesalahan Alat

Kelompok 6 81
 Oven yang di gunakan temperaturnya tidak stabil. Karna di
gunakan juga untuk praktikum yang lainnya.
 Timbangan yang digunakan kondisinya kurang memadai.

7. KESIMPULAN

Nilai berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) agregat kasar 2,78
gr/cm3. Berat jenis curah (Bulk Specifi Gravity) agregat kasar 2,66 gr/cm3.
Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) agregat kasar 2,70 gr/cm3.
Persentasi penyerapan (Absorbsi) agregat kasar 1,6 %.
Sedangkan nilai berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) agregat
medium 2,69 gr/cm3. Berat jenis curah (Bulk Specifi Gravity) agregat
medium 2,59 gr/cm3. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) agregat
medium 2,63 gr/cm3. Persentasi penyerapan (Absorbsi) agregat medium
1,44 %.
Nilai agregat kasar dan agregat medium yang didapat baik digunakan
untuk kontruksi karena didapatkan nilai Bj > 2,5 dan penyerapan < 3 %
yang dimana memenuhi standar menurut SNI 03-1969-1990.

8. LAMPIRAN

a. Gambar Alat

Gambar 9.1. Saringan No 4 Gambar 9.2. Timbangan

Kelompok 6 82
b. Langkah Percobaan

Gambar 9.3. Sampel benda uji di ambil Gambar 9.4. Benda uji di cuci
Sebanyak 5000 gram

Gambar 9.5. Benda uji di lap Gambar 9.6. Benda uji di timbang

Kelompok 6 83
Gambar 9.7. Benda uji di pindahkan Gambar 9.8. Keranjang berongga

Gambar 9.9. Hasil dari timbangan di catat

Kelompok 6 84
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN

MODUL J-10
BERAT JENIS DAN PENYERAPAN DARI AGREGAT HALUS

KELOMPOK 6 :
Windie Antasari Suwandi (1211600026)
M. Reyhan Yafi (1211600009)
Farhan Buntaran (1211600017)
Renaldi Indra S (1211600039)
Fityah Nabila (1211600043)
Adelina Shafira A (1211600050)

Tanggal Praktikum : -
Asisten Praktikum : Verdy Ananda Upa,ST,MT
Tanggal Disetujui :
Nilai :
Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN


Program studi teknik sipil – Institut Teknologi Indonesia
Kampus ITI , Tangerang 15320 , telepon (021)7561112 ext.111
Jl.Raya Puspitek ,Serpong, Kota Tangerang Selatan ,Banten

Kelompok 6 85
J-10 BERAT JENIS DAN PENYERAPAN DARI AGREGAT HALUS
(PB-0203-76)
(AASHTO-84-81)
(ASTM D-128-04)

1. MAKSUD

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis (bulk),


berat jenis kering permukaan jenuh (Saturated Surface Dry = SSD), berat
jenis semu ( apparent ) dan penyerapan dari agregat halus.

2. TEORI

a. Berat jenis (bulk specific grafity), ialah perbandingan antara berat


agregat kering dan air suling yang isinya sama dengan agregat dalam
keadaan jenuh pada suhu tertentu.
b. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD), yaitu perbandingan antara
berat agregat kering permukaan jenuh dan bert air suling yang isinya
sama dengan agregat dalam keadaan jenuh pada suhu tertentu.
c. Berat jenis semu (apparent specific grafity), ialah perbandingan antara
berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi
agregat dalam keadaan kering pada suhu tertentu.
d. Penyerapan, ialah presentasi berat air yang dapat diserap pori terhadap
berat agregat kering.
e. Dari praktikum ini didapat data berupa nilai berat jenis agregat halus
yang diuji coba. Menurut SNI 03-1970-1990 agregat yang baik
memiliki Bj > 2,5 dan menurut SNI 03-1969-1990 penyerapan yang
baik memiliki nilai < 3 %. Jika agregat yang di uji tidak memenuhi
standard maka agregat tidak baik digunakan untuk konstruksi, namun
jika Bj agregat melebihi standard boleh dipakai.

Kelompok 6 86
3. PERALATAN

a. Timbangan, dengan kapasitas minimum 1 kg dengan ketelitian 0,1


gram. ( Gambar 10.1 )
b. Piknometer dengan kapasitas ± 500 ml. ( Gambar 10.1 )
c. Kerucut terpancung (cone), diameter bagian atas (40±3) mm, diameter
bagian bawah (90±3) mm dan tinggi (75±3) mm, dibuat dari logam
tebal minimum 0,8 mm. ( Gambar 10.2 )
d. Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat
(340±15) gram, diameter permukaan penumbuk (25±3) mm.
( Gambar 10.2)
e. Saringan No.4
f. Oven, yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai
(110±5)˚C
g. Pengukur suhu dengan ketelitian pembacaan 0,1˚C.
h. Talam
i. Benjana tempat air
j. Pompa hampa udara (vacuum pump) atau tungku
k. Air suling
l. Desikator

4. PERSIAPAN BENDA UJI

Benda uji adalah agregat yang lewat saringan No.4 diperoleh dari alat
pemisah contoh atau cara perempat sebanyak kira-kira 500 gram

5. PROSEDUR

a. Benda uji di keringkan dalam oven pada suhu (110±5)˚C sampai berat
tetap. Yang di maksud dengan berat tetap, adalah keadaan berat yang
diuji selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasaan dalam oven
dengan selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami

Kelompok 6 87
perubahan kadar air lebih besar dari pada 0,1%. Dinginkan pada suhu
ruang, kemudian rendam dalam air semalam (24±4) jam.
b. Air perendam di buang hati-hati, jangan ada butiran yang hilang,
tebarkan agregat di atas talam, keringkan di udara panas dengan cara
membalik-balikan benda uji. Lakukan pengeringan sampai tercapai
keadaan kering permukaan jenuh.
c. Benda uji di periksa dengan mengisinya ke dalam kerucut terpancung
pada keadaan kering permukaan jenuh, padatkan dengan batang
penumbuk selama 25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering
permukaan jenuh tercapai bila benda uji runtuh, akan tetapi masih
dalam keadaan tercetak. ( Gambar 10.5, 10.6 dan 10.7 )
d. Sebanyak 500 gram benda uji di masukkan ke dalam piknometer
setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh. Air suling di
masukkan sampai mencapai 90% isi pikometer, putar sambil
diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara di dalamnya. Untuk
mempercepat proses ini dapat dipergunakan pompa hampa udara tetapi
harus di perhatikan jangan sampai ada air yang ikut terhisap, dapat
juga dilakukan dengan merebus piknometer. ( Gambar 10.9 dan
10.10 )
e. Piknometer di rendam dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian
perhitungan kepada suhu standar 25˚C. ( Gambar 10.11 )
f. Air di masukkan sampai mencapai tanda batas.
g. Piknometer berisi air dan benda uji di timbang sampai ketelitian 0,1
gram (Bt).
h. Benda uji di keluarkan , keluarkan dalam oven dengan suhu (110±5)˚C
samapi berat tetap, kemudian dinginkan benda uji dalam desikator.
i. Setelah benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk)
j. Berat piknometer berisi air penuh di tentukan dan suhu air di ukur
guna penyesuaian dengan suhu standar 25˚C (B)

6. ANALISA

 Analisa Praktikum

Kelompok 6 88
Siapkan benda uji agregat halus kering permukaan jenuh, setelah
itu ambil sampel benda uji sebanyak 500 gram. Sebagian benda uji
yang kering permukaan jenuh, dimasukkan kedalam cetakan kerucut
pasir / kerucut terpancung ( metal sand cone mold ). Benda uji
dipadatkan dengan tongkat pemadat sampai 25 kali tumbukan.
Kondisi SSD ( saturated surface dry ) diperoleh jika cetakan diangkat,
butiran agregat halus runtuh, longsor sebagian akan tetapi masih
dalam keadaan tercetak.
Agregat halus 500 gram SSD dimasukkan kedalam piknometer
dan diisi air sampai kapasitasnya 90%. Gelembung – gelembung udara
dibebaskan dengan cara menggoyang – goyangkan piknometer.
Rendamlah piknometer dengan temperatur air ( 23 ± 2 )º C. Kemudian
timbang berat piknometer yang berisi benda uji dan air. Pisahkan
contoh benda uji dari piknometer dan keringkan pada temperatur ( 110
± 5 )º C, setelah dikeringkan pada temperatur ( 110 ± 5 )º C dinginkan
benda uji untuk mendapatkan berat tetap, kemudian timbang. Lalu
timbang juga berat piknometer berisi air sesuai dengan kapasitas
kalibrasi pada temperatur ( 23 ± 2 )º C, dengan ketelitian 0,1 gram.

 Analisa Data Perhitungan

A = Berat contoh = 508 gr/cm3


B = Berat contoh kering oven (Bk) = 465 gr/cm3
C = Berat piknometer berisi air (B) = 682 gr/cm3
D = Berat piknometer berisi benda uji dan air = 992 gr/cm3

 Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) =

465
(682+ 465−992)
= 3 gr/cm3
 Berat jenis curah (Bulk Specifi Gravity) =

465
(682+508−992)

Kelompok 6 89
= 2,35 gr/cm3
 Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) =

508
(682+508−992)
= 2,56 gr/cm3

 Persentasi penyerapan (Absorbsi) =

508−465
x 100
465
= 9,25 %

Dari perhitungan di atas, maka di dapatkan nilai sebagai berikut :


 Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) = 3 gr/cm3
 Berat jenis curah (Bulk Specifi Gravity) = 2,35 gr/cm3
 Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) = 2,56 gr/cm3
 Persentasi penyerapan (Absorbsi) = 9,25 %

 Analisa Kesalahan
Pada percobaan praktikum, kemungkinan kesalahan sering terjadi.
Pada praktikum kali ini, kesalahan bisa terjadi akibat :
3. Kesalahan Praktikan
 Ketika praktikan mengeringkan benda uji belum sepenuhnya
dalam kondisi SSD.
 Ketidak telitian praktikan saat memasukkan benda uji agregat
halus kedalam piknometer.
4. Kesalahan Alat
 Suhu saat merendam piknometer tidak mencapai 25˚C seperti
standard yang diharapkan.

 Timbangan yang digunakan kondisinya kurang memadai.

7. KESIMPULAN

Kelompok 6 90
Setelah kita melakukan praktikum ini kita dapat mengambil beberapa
kesimpulan yaitu:
a. Dengan nilai Berat jenis semu (Apparent Specific Gravity) agregat
halus 3 gr/cm3. Berat jenis curah (Bulk Specifi Gravity) agregat halus
2,35 gr/cm3. Berat jenis kering permukaan jenuh (SSD) agregat halus
2,56 gr/cm3. Persentasi penyerapan (Absorbsi) agregat halus 9,25 %.
b. Nilai berat jenis semu dan berat jenis kering permukaan jenuh agregat
halus yang didapat baik digunakan untuk kontruksi karena didapatkan
nilai Bj > 2,5. Akan tetapi nilai berat jenis curah yang di dapat tidak
memenuhi standar karena nilai Bj < 2,5 dan nilai penyerapan > 3 %
yang dimana tidak memenuhi standar menurut SNI 03-1970-1990 dan
SNI 03-1969-1990.

8. LAMPIRAN

a. Gambar Alat

Gambar 10.1. Timbangan Gambar 10.2. Kerucut( Cone)


Piknometer Penumbuk.

b. Prosedur Pengujian

Kelompok 6 91
Gambar 10.3. Sampel benda uji Gambar 10.4. Sampel di
ambil sebanyak di ambil 500
gram

Gambar 10.5. Benda uji di masukkan Gambar 10.6. Benda uji dimasukkan
ke dalam cone ke dalam cone
hingga penuh

Kelompok 6 92
Gambar 10.7. Cone di angkat Gambar 10.8. Air di ambil
sebanyak perlahan dan lihat
hasilnya batas yang
ditentukan

Gambar 10.9. Benda uji di masukkan Gambar 10.10. Benda uji


dikocok hingga ke dalam piknometer tidak ada gelembung didalamnya

Kelompok 6 93
Gambar 10.11. Benda uji di rendam.

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN

MODUL J-11
CAMPURAN ASPAL DENGAN ALAT MARSHALL

Kelompok 6 94
KELOMPOK 6 :
Windie Antasari Suwandi (1211600026)
M. Reyhan Yafi (1211600009)
Farhan Buntaran (1211600017)
Reynaldi Indra S (1211600039)
Fityah Nabila (1211600043)
Adelina Shafira A (1211600050)

Tanggal Praktikum : 27 Oktober 2018


Asisten Praktikum : Verdy Ananda Upa,ST,MT
Tanggal Disetujui : 22 November 2018
Nilai :
Paraf Asisten :

LABORATORIUM TEKNOLOGI BAHAN JALAN


Program studi teknik sipil – Institut Teknologi Indonesia
Kampus ITI , Tangerang 15320 , telepon (021)7561112 ext.111
Jl.Raya Puspitek ,Serpong, KotaTangerang Selatan ,Banten

J-11 CAMPURAN ASPAL DENGAN ALAT MARSHALL


( PB – 0305 – 76 )
( AASHTO T - 44- 81)
( ASTM D – 1559 - 76)

1. MAKSUD
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan ketahanan
(Stabilitas), kelelehan plastis (Flow), dan kadar aspal optimum dari
campuran aspal.

2. TEORI
Alat Marshall merupakan alat tekan yang di lengkapi dengan
proving ring yang berkapasitas 22,5 KN atau 5000 lbs. Proving ring

Kelompok 6 95
dilengkapi dengan arloji pengukur yang berguna untuk mengukur stabilitas
campuran. Disamping itu terdapat arloji kelelehan (flow meter) untuk
mengukur kelelehan plastis, karena prinsip dasar metode Marshall adalah
pemeriksaan stabilitas dan kelelehan (flow), serta analisis kepadatan dan
pori dari campuran padat yang terbentuk.
Ketahanan (stabilitas), ialah kemampuan suatu campuran aspal
untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis yang dinyatakan
dalam kilogram atau pound.
Kelelehan plastis, ialah keadaan perubahan bentuk suatu campuran
aspal yang teradi akibat suatu beban sampai batas runtuhan yang
dinyatakan sebagai millimeter atau 0,01 inchi.
Rancangan campuran berdasarkan metode Marshall ditemukan
oleh Bruce Marshall, dan telah distandarisasi oleh ASTM ataupun
AASHTO melalui beberapa modifikasi, yaitu ASTM D 1559-76, atau
AASHTO T-245-90.

Secara garis besar, pengujian Marshall ini meliputi :


 Persiapan benda uji.
 Penentuan berat jenis bulk dari benda uji.
 Pemeriksaan nilai stabilitas dan flow.
 Perhitungan sifat volumetrik benda uji..

Campuran yang di gunakan pada pengujian Marshall harus


memenuhi beberapa persyaratan dalam pengujiannya. Adapun persyaratan
campuran untuk aspal keras dapat dilihat pada Tabel 11.1.

Tabel 11.1 Spesifikasi Campuran AC (Aspal Keras)


Spesifikasi Campuran AC
Sifat-sifat Campuran Spesifikasi AC
Jumlah tumbukan per bidang 75 kali
Rongga dalam Campuran (VIM) 3.5 - 5.5 %
Rongga dalam Agregat (VMA) Min 15 %
Rongga terisi Aspal (VFA) Min 65 %
Stabilitas Min 800 kg
Kelelehan (Flow) Min 3 mm
Marshall Quotient (MQ) Min 250 kg/mm

Kelompok 6 96
Sumber : Spesfikasi Umum Bina Marga 2010 (Revisi 3)

Perhitungan Dalam Marshall ,dasar perhitungan yang menjadi


acuan dalam penganalisisan data yaitu mengacu pada SNI 06-2489-1991
dan The Asphalt Institute sebagai berikut :

1. Rongga dalam Agregat (VMA)


Rongga antar mineral agregat (VMA) adalah ruang rongga diantara
partikel agregat pada suatu perkerasan, termasuk rongga udara dan volume
aspal efektif (tidak termasuk volume aspal yang diserap agregat). VMA
dapat dihitung dengan rumus berikut :
100−( % Aspal )
VMA = 100− x(% Aspal) ………………… (rumus 11.1)
Bj Agregat
Keterangan :
VMA : Rongga udara pada mineral agregat (%)
% Aspal : Kadar aspal terhadap campuran (%)
B.J. Agregat : Berat jenis efektif

2. Rongga dalam Campuran (VIM)


Rongga udara dalam campuran (VIM) dalam campuran perkerasan
beraspal terdiri atas ruang udara diantara partikel agregat yang terselimuti
aspal. Volume rongga udara dalam campuran dapat ditentukan dengan
rumus berikut:
Berat isi bendauji
VIM = 100 – (100 x ) ……………………… (rumus
Bj Teoritis
11.2)
Berat jenis maksimum teoritis :
100
Bj.Teoritis = % Agregat % Aspal ……………………………..
(Bj Agregat )
+(
Bj Aspal
)

(rumus 11.3)
Keterangan :

Kelompok 6 97
VIM : Rongga udara pada campuran setelah pemadatan (%)
Bj Teoritis : Berat jenis campuran maksimum teoritis setelah
pemadatan (gr/cc)

3. Rongga terisi Aspal (VFWA)


Rongga terisi aspal atau Volume of voids Filled with Asphalt
(VFWA) adalah persen rongga yang terdapat diantara partikel agregat
(VMA) yang terisi oleh aspal, tidak termasuk aspal yang diserap oleh
agregat. Rumus adalah sebagai berikut:
% Aspal x berat dalam air
( )
VFWA = 100 x Bj Aspal ……………....................
VMA
(rumus 11.4)
Keterangan :
VFWA : Rongga udara terisi aspal (%)
VMA : Rongga udara pada mineral agregat (%)
VIM : Rongga udara pada campuran seteah pemadatan (%)

4. Stabilitas
Stabilitas adalah kemampuan lapis keras dalam menahan beban
lalu lintas tanpa terjadi perubahan bentuk yang permanen, dinyatakan
dalam kg. Pengukuran stabilitas dengan uji Marshall diperlukan untuk
mengetahui kekuatan tekan geser dari sampel yang ditahan dua sisi kepala
penekan, dengan nilai stabilitas yang cukup tinggi diharapkan perkerasan
dapat menahan beban lalu lintas tanpa terjadi kehancuran geser.

Kelompok 6 98
Nilai stabilitas diperoleh berdasarkan nilai masing masing yang
ditunjukkan oleh jarum arloji. Untuk nilai stabilitas, nilai yang ditunjukkan
pada arloji perlu dikonversi terhadap alat Marshall. Hasil pembacaan di
arloji stabiilitas harus dikalikan dengan nilai kalibrasi proving ring yang
digunakan pada alat Marshall. Pada penelitian ini, alat Marshall yang
digunakan mempunyai nilai kalibrasi proving ring sebesar 15,9.
Selanjutnya, nilai tersebut juga harus disesuaikan dengan angka koreksi
terhadap ketebalan benda uji.

Tabel 11.2 Angka Koreksi Tebal Benda Uji


Tebal Angka Koreksi
65 0.935
66 0.9
67 0.885
68 0.865
69 0.855
70 0.845
71 0.835
72 0.825
Sumber : Ashpalt Institute MS-2, 1988

Rumus adalah sebagai berikut :


(Pembacaan arloji stabilitas x Kalibrasi alat) x Korelasi tinggi .. (rumus
11.5)

5. Kelelehan (Flow)
Nilai flow ditunjukkan oleh jarum arloji pembacaan flow pada alat
Marshall. Untuk arloji pembacaan flow, nilai yang didapat sudah dalam
satuan mm, sehingga tidak perlu dikonversi lebih lanjut.

6. Marshall Quotient
Marshall Quotient dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut:
MS
MQ = ........................................................................ (rumus
MF
11.6)
dengan,

Kelompok 6 99
MQ = Marshall Quotient (kg/mm)
MS = Marshall Stability (kg)
MF = Flow Marshall (mm)

Sumber :
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/11123/BAB
%20III.pdf?sequence=7&isAllowed=y

3. PERALATAN
a. Cetakan benda uji yang berdiameter 10 cm ( 4” ) dan tinggi 7,5 (3”)
lengkap dengan plat alas dan leher sambung. (Gambar 11.11)
b. Alat pengeluar benda uji. Untuk mengeluarkan benda uji yang sudah
di dapatkan dari dalam cetakan benda uji dipakai sebuah alat ejector.
(Gambar 11.12)
c. Penumbuk yang mempunyai permukaan tumbuk rata berbentuk
silinder, dengan berat 4,536 kg ( 10 pound ), dan tinggi jauh lebih
bebas 45,7 cm (18”). (Gambar 11.10)
d. Landasan pemadat terdiri dari balok kayu (jati atau yang sejenis)
berukuran kira-kira
(20 x 20 x 15) cm atau (8” x 8” x 8”) yang dilapisi pelat baja
berukuran (30 x 30 x 2,5) cm atau (12”x12”x1”) dan kaitkan pada
lantai beton silinder dengan 4 bagian siku.
e. Silinder cetakan benda uji. (Gambar 11.11)
f. Mesin tekan lengkap dengan (Gambar 11.8) :
1. Kepala penekan berbentuk lengkung (breaking head)
2. Cincin penguji yang berkapasitas 2500 kg (5000 pound) dengan
ketelitian 12,5 kg (25 pound) dilengkapi arloji tekan dengan
ketelitian 0,0025 cm (0,0001”)
3. Arloji kelelehan dengan ketelitian 0,25 mm (0,01”) dengan
perlengkapannya.
g. Oven, yang dilengkapi dengan pengantar suhu untuk memanasi
sampai (200 ± 3)˚C. (Gambar 11.18)

Kelompok 6 100
h. Bak Perendam (waterbath) dilengkapi dengan pengatur suhu
minimum 20 ˚C. (Gambar 11.9)
i. Perlengkapan lain :
1. Wajan untuk memanaskan agregat, aspal dan campuran aspal.
(Gambar 11.13)
2. Pengukur suhu dari logam (metal thermometer) berkapasitas
250˚C dan 100˚C dengan ketelitian 0,5 atau 1 % dari kapasitas
(Gambar 11.14)
3. Timbangan yang dilengkapi pengantung benda uji berkapasitas 2
kg dengan ketelitian 0,1 gram dan timbangan berkapasitas 5 kg
ketelitian 1 gram (Gambar 11.15)
4. Kompor (Gambar 11.13)
5. Sarung asbes dan karet (Gambar 11.16)
6. Sendok pengaduk dan perlengkapan lain. (Gambar 11.17)

4. PERSIAPAN PERCOBAAN

a. Persiapan benda uji :


Agregat dikeringkan, sampai beratnya tetap pada suhu
(105±5)˚C. Agregat dipisahkan dengan cara penyaringan kering
kedalam fraksi-fraksi yang dikehendaki atau sampai berikut ini :
1” sampai 3/4”
3/4” sampai 3/8”
3/8” sampai No. 4 ( 4,76 mm )
No. 4 ( 4,76 mm ) sampai No. 8 ( 2,38 mm )
Lewat saringan No. 8 ( 2,38 mm )
b. Penentuan suhu pencampuran dan pemadatan
Suhu pencampuran dan pemadatan harus ditentukan
sehingga bahan pengikat yang dipakai menghasilkan viskositas
seperti tabel 5.

Tabel 11.3 Viskositas Penentuan Suhu


Bahan CAMPURAN PEMADATAN

Kelompok 6 101
Kinemati Saybolt Engle Saybolt
pengikat k furol r Kinematik furol Engler
C St Det S.F.   C St Det.S.F.  
Aspal Panas 170 ± 20 85 ± 10   280 ± 30 140 ± 15  
Aspal Dingin 170 ± 20 85 ± 10   280 ± 30 140 ± 15  
Tar     25 ± 3     40 ± 5

c. Persiapan Campuran
Untuk tiap benda uji diperlukan campuran agregat dan
aspal sebanyak ± 1200 gram, sehingga menghasilkan tinggi benda
uji kira-kira 6,25 cm ± 0,125 ( 2,5” ± 0,05” ). Panci pencampuran
beserta agregat dipanaskan dengan kira-kira ± 28˚C di atas suhu
pencampur untuk aspal panas dan tar, dan diaduk sampai merata,
untuk aspal dingin pemanasan sampai 14˚C suhu pencampuran.
Sementara itu aspal dipanaskan sampai suhu pencampuran. Aspal
dituangkan sebanyak yang dibutuhkan ke dalam agregat yang
sudah dipanaskan tersebut. Kemudian diaduk dengan cepat pada
suhu sesuai tabel 11.3 sampai agregat terlapis merata.
d. Pemadatan Benda uji
Perlengkapan cetakan benda uji serta bagian-bagiannya
dibersihkan, maka penumbuk dengan seksama dan dipanaskan
sampai suhu antara 93,3˚C dan 148,9˚C. Selembar kertas saring
diletakkan atau kertas penghisap yang sudah digunting menurut
cetakan ke dalam dasar cetakan, kemudian seluruh campuran
dimasukkan ke dalam cetakan dan campuran keras ditusuk dengan
spatula yang dipanaskan atau diaduk dengan sendok semen 15 kali
keliling pinggirannya dan 10 kali di bagian dalam.
Leher dilepaskan dan permukaan campuran diratakan
dengan digunakannya sendok semen menjadi bentuk yang sedikit
cembung. Waktu akan dipadatkan suhu campuran harus dalam
batas-batas suuhu pemadatan seperti yang di sebut pada tabel 11.3.
Cetakan diletakkan di atas landasan pemadat, dalam
pemegang cetakan. Pemadatan dilakukan dengan alat penumbuk
sebanyak 75, 50, atau 35 kali sesuai kebutuhan dengan tinggi jatuh

Kelompok 6 102
45 cm (18”), selama pemadatan tahanlah agar sumbu palu
pemadatan selalu tegak harus pada cetakan. Capping alas
dilepaskan dan lehernya alat cetak berisi benda uji dibalikkan dan
dipasangkan kembali lehernya dibalik ini, kemudian ditumbuk
dengan jumlah tumbukkan yang sama. Sesudah pemadatan, benda
uji didiamkan sampai suhu ruang, kemudian capping alas
dilepaskan dan alat pengeluar benda uji dipasang pada permukaan
ujung ini. Dengan hati-hati, benda uji dikeluarkan dan diletakkan
di atas permukaan rata yang halus, dan dibiarkan selama kira-kira
24 jam pada suhu ruang.

5. PROSEDUR
a. Kotoran-kotoran yang menempel pada benda uji dibersihkan
b. Pada masing-masing benda uji diberikan tanda pengenal
c. Tebal benda uji diukur dengan ketelitian 0,1 mm
d. Benda uji ditimbang
e. Benda uji direndam kira-kira 24 jam pada suhu ruang
f. Di dalam air benda uji ditimbang untuk mendapatkan isi
g. Benda uji ditimbang dalam kondisi permukaan jenuh
h. Benda uji direndam dalam kondisi aspal panas dan terdalam bak
perendam selama 30-40 menit atau dipanaskan di dalam oven
selama 2 jam dengan suhu tetap ( 60 ± 1 )˚C untuk benda uji aspal
panas dan (38 ± 1 )˚C untuk benda uji tar.
Untuk benda uji aspal dingin benda uji dimasukkan ke dalam oven
selama minimum 2 jam dengan suhu tetap ( 25 ± 1 )˚C.
Sebelum melakukan pengujian batang penuntun (guide rod ) dan
permukaan dalam dari kepala penekan (test heads) dibersihkan.
Lumasi batang penuntun sehingga kepala penekan yang atas dapat
meluncur bebas, bila dikehendaki kepala penekan direndam
bersama-sama benda uji pada suhu antara 21 sampai 38˚C. Benda
uji dikeluarkan dari bak perendam atau dari oven pemanas udara
dan diletakkan ke dalam segmen bawah kepala penekan. Segmen

Kelompok 6 103
atas dipasang di atas benda uji, dan keseluruhannya diletakkan
dalam mesin penguji. Arloji kelelehan (flowmeter) dipasangkan
pada kedudukannya di atas salah satu batang penuntun, dan
kedudukan jarum penunjuk diatur pada angka nol, sementara
selubung tangkai arloji (sleeve) dipegang teguh terhadap segmen
atas kepala penekan (breaking head). Selubung tangkai arloji
kelelehan ditekan pada segmen atas dari kepala penekan selama
pembebanan berlangsung.
i. Sebelum pembebanan diberikan, kepala penekan beserta benda
ujinya dinaikkan hingga menyentuh alas cincin penguji.
Kedudukan jarum arloji diatur dan ditekan pada angka nol. benda
uji diberikan pembebanan dengan kecepatan tetap besar 50 mm per
menit sampai pembebanan maksimum tercapai atau pembebanan
menurut seperti yang ditunjukan oleh jarum arloji tekan dan catat
pembebanan yang dicapai. Selubung tangkai arloji kelelehan
(sleeve) dilepaskan pada saat pembebanan mencapai maksimum
dan nilai kelelehan yang ditunjukan oleh jarum arloji dicatatkan.
Waktu yang diperlukan dan saat diangkatnya benda uji dari
rendaman air sampai tercapainya beban maksimum tidak boleh
melebihi 30 detik.

6. ANALISA
a) Analisa Percobaan
Percobaan Marshall Test ini dimulai dengan perhitungan mix design,
dimana terdapat cetakan untuk benda uji yang dapat menampung
1200 gram untuk campuran aspal dan agregat kasar, agregat medium,

Kelompok 6 104
agregat halus. Perhitungan mix design yaitu 5,5 % untuk aspal, 20 %
untuk agregat kasar, 20 % untuk agregat medium, dan 60 % untuk
agregat halus dari total volume yaitu 1200 gram.
Setelah perhitungan di atas didapatkan maka tahapan selanjutnya
mencampurkan agregat menjadi satu dalam sebuah wajan yang
diletakkan di atas kompor dan juga aspal padat dicairkan dengan
kompor, setelah itu aspal yang sudah mencair dijadikan satu
bersamaan dengan agregat, kemudian diaduk hingga mencapai suhu
200 ºC. Jika campuran aspal dan agregat sudah mencapai suhu 200
ºC, maka dimasukkan ke dalam cetakan yang memiliki volume 1200
gram. Namun, sebelumnya cetakan diberi minyak pada permukaan
dan dalamnya jika sudah maka campuran aspal dimasukkan ke dalam
cetakan dan ditumbuk sebanyak 70 kali kemudian dibalik dan
ditumbuk kembali 70 kali.
Setelah itu campuran aspal yang sudah dicetak dimasukkan ke dalam
waterbath dan dibiarkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, dikeluarkan
untuk melakukan dengan alat Marshall Test, dimana untuk
pembacaan arloji untuk mengetahui kekuatan campuran aspal yang
sudah dicetak tersebut layak atau tidak layak digunakan.

b) Analisa Perhitungan
 Penentuan Kadar Aspal Rencana
Tabel 11.4 Analisa Saringan
Diamete
Saringan Berat Agregat Halus % Lolos % Tertahan PB K
r
3/4'' 19.1 0 100 0 20 CA 0.75

Kelompok 6 105
1/2'' 12.7 0 100 0
3/8'' 9.52 0 100 0
4 4.75 35 93 7
8 2.38 65 80 13
16 1.91 55 69 11
30 0.59 104 48.2 20.8
50 0.279 69.8 34.24 13.96 80 FA
100 0.149 112.5 11.74 22.5
200 0.075 50.2 1.7 11.74
Pan - 8.5 0 0 0 0

- CA = Σ (% Tertahan pada saringan ¾’’– 8)


= 0 + 0 + 0 + 7 + 13
= 20 %
- FA = Σ (% Tertahan pada saringan ¾’’– 8)
= 11 + 20.8 + 13.96 + 22.5 + 11.74 + 0
= 80 %
- K = Memiliki Nilai 0.5 – 1.5 , Maka diambil rata-rata
0.5+1.5
=
2
= 0.75
- Pb = (0.035 x CA) + (0.045 x FA) + (0.18 x Filler) + K
= (0.035 x 20) + (0.045 x 80) + (0.18 x 0) + 0.75
= 5.3 %
Maka dari hasil di atas didapatkan Nilai Kadar Aspal Rencana 5.3 %
Tabel 11.5 Tabel Perkiraan Nilai Kadar Aspal
Perkiraan Nilai Kadar Aspal
PB-1 PB-0,5 PB PB+0.5 PB+1
4.3 4.8 5.3 5.8 6.3

 Perhitungan Analisa Saringan Agregat


Tabel 11.6 Analisa Saringan Berdasarkan Spesifikasi
Spesifikas
Saringan Agregat Kasar Agregat Medium Agregat Halus Total
i
No.
100% 33% 100% 20% 100% 47%
¾ 100 33 100 20 100 47 100 100

Kelompok 6 106
94.73
½ 60.36 19.9188 18.947 100 47 80-100 85.8658
5
76.53
3/8 27.16 8.9628 15.307 100 47 70-90 71.2698
5
4 10.96 3.6168 14.51 2.902 93 43.71 50-70 50.2288
8 0.26 0.0858 1.25 0.25 80 37.6 35-50 37.9358
30 - - - - 48.2 22.654 18-29 22.654
50 - - - - 34.24 16.0928 13-23 16.0928
100 - - - - 11.74 5.5178 8-16 5.5178
200 - - - - 1.7 0.799 4-10 0.799

 Berat Total Campuran untuk Sampel 1200 gram


- Kandungan aspal 4.3 %
Berat aspal : 4.3 % x 1200 = 51.6 gram
Berat agregat : 95.7 % x 1200 = 1148.4 gram
 Kasar : 33 % x 1148.4 = 378.97 gram
 Medium : 20 % x 1148.4 = 229.68 gram
 Halus : 47 % x 1148.4 = 539.75 gram

- Kandungan aspal 4.8 %


Berat aspal : 4.8 % x 1200 = 57.6 gram
Berat agregat : 95.2 % x 1200 = 1142.4 gram
 Kasar : 33 % x 1142.4 = 376.99 gram
 Medium : 20 % x 1142.4 = 228.48 gram
 Halus : 47 % x 1142.4 = 536.93 gram

- Kandungan aspal 5.3 %


Berat aspal : 5.3 % x 1200 = 63.6 gram
Berat agregat : 94.7 % x 1200 = 1136.4 gram
 Kasar : 33 % x 1136.4 = 375.01 gram
 Medium : 20 % x 1136.4 = 227.28 gram
 Halus : 47 % x 1136.4 = 534.11 gram

- Kandungan aspal 5.8 %


Berat aspal : 5.8 % x 1200 = 69.6 gram
Berat agregat : 94.2 % x 1200 = 1130.4 gram
 Kasar : 33 % x 1130.4 = 373.03 gram
 Medium : 20 % x 1130.4 = 226.08 gram
 Halus : 47 % x 1130.4 = 531.29 gram
- Kandungan aspal 6.3 %
Berat aspal : 6,3 % x 1200 = 75.6 gram
Berat agregat : 93.7 % x 1200 = 1124.4 gram
 Kasar : 33 % x 1124.4 = 371.05 gram
 Medium : 20 % x 1124.4 = 224.88 gram

Kelompok 6 107
 Halus : 47 % x 1124.4 = 528.47 gram

Tabel 11.7 Job Mixed Formula (JMF)


Job Mixed Formula (JMF)

Fraks Berat Jenis (gr/cm3)


% Tertahan % Penyerapan Bj Terpakai
i
Bulk SSD Apparent
1 2 3 4 5 6 7
Kasar 20 2.66 2.7 2.78 1.6 2.78
Halus 80 2.35 2.41 3 9.25 2.675
Filler - - - - - -

 Perhitungan Berat Jenis Terpakai


- Bj Terpakai (Kasar) = Berat Jenis Apparent
= 2.78 gr/cm3
- Bj Terpakai (Halus) =

Berat Jenis Bulk + Berat Jenis Apparent


2
2.35+3
=
2
= 2.675 gr/cm3
Perhitungan Berat Jenis Terpakai digunakan untuk perhitungan Berat
Jenis Effektif Agregat
 Data Benda Uji
- Diameter Benda Uji = 10.16 cm
- Tinggi Benda Uji = 6.25 cm
- Volume Benda Uji = ¼ π d2 t
= ¼ π (10.16)2 (6.25)
= 506.45 cm3
Data Benda Uji ini digunakan untuk perhitungan Tabel Marshall Test

 Data Praktikum
Tabel 11.7 Data Praktikum

Kelompok 6 108
 Perhitungan Berat Jenis Effektif Agregat
Tabel 11.8 Data Berat Jenis
%
Kadar Bj Aspal % Bj Terpakai Bj Eff Agg
Agrega
Aspal (%) (gr/cm3) Tertahan (gr/cm3) (gr/cm3)
t

Kelompok 6 109
4.3 1.0317 95.7 Kasar Kasar
4.8 1.0317 95.2 20 2.78
5.3 1.0317 94.7 Halus Halus 2.674
5.8 1.0317 94.2 80 2.675
6.3 1.0317 93.7  

Berat Jenis Effektif Agregat =

100 %
% CA % FA
+
Berat JenisTerpakai Kasar Berat JenisTerpakai Halus
100
= 20 80
+
2.78 2.675
= 2.674 gr/cm3
Berat Jenis Effektif Agregat digunakan untuk perhitungan Tabel Marshall
Test

 Tabel Marshall Test


Tabel 11.9 Data Perhitungan Marshall Test

Kelompok 6 110
Tabel 11.10 Keterangan Perhitungan Tabel Marshall Test
Keterangan Tabel Perhitungan Marshall Test

Kelompok 6 111
a % Aspal terhadap campuran
b Tinggi benda uji
c Berat (gr)
d Berat dalam keadaan jenuh (gr)
e Berat dalam air (gr)
f Isi (ml) = d-e
g Berat isi benda uji = c/f
h Berat jenis teoritis = 100/ (% agregat/Bj agregat) + (% aspal/Bj aspal)
i a x g / Bj aspal
j (100-a)x a / Bj agregat
k Jumlah kandungan rongga (%) = 100-i-j
l Persen rongga thd agregat = 100-j
m Persen rongga terisi aspal = 100 x i/l
n Persen rongga thd campuran = 100-(100 g/h)
o Pembacaan arloji stabilitas
p Stabilitas = o x kalibrasi alat (22.6)
q Stabilitas = p x korelasi tinggi (0.96)
r Kelelehan (mm)
s Stabilitas/kelelehan = q/r (kg/mm)

 Tabel Standar Spesifikasi untuk Tabel dan Grafik Kadar Aspal terhadap
beberapa Parameter
Tabel 11.11 Standar Spesifikasi Bina Marga 2010
Standar Spesifikasi Bina Marga 2010
1 Stabilitas ( > 800 kg )
2 VFWA ( Min. 65 % )
3 VMA ( Min. 15 % )
4 Flow ( Min. 3 mm )
5 VIM ( 3.5 % < VIM < 5 % )
6 MQ ( Min. 250 kg/mm )
7 Density ( Min. 2 gr/cm3 )

 Tabel dan Grafik Kadar Aspal terhadap beberapa Parameter


1. Kadar Aspal dengan Density

Kelompok 6 112
Tabel 11.12 Kadar Aspal dengan Density
Kadar Aspal (%) Density (gr/cm3)
4.3 2.35
4.8 2.36
5.3 2.36
5.8 2.39
6.3 2.40

Grafik Kadar Aspal (%) dengan Density (gr/cm3)


2.90

2.70

2.50 2.39 2.40


2.35 2.36 2.36
Density (gr/cm3)

2.30

2.10

1.90

1.70

1.50
4 4.3 4.6 4.9 5.2 5.5 5.8 6.1 6.4

Kadar Aspal (%)

Gambar 11.1 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan


Density
Keterangan : ( - - - - - ) Standar Spesifikasi Bina Marga 2010

2. Kadar Aspal dengan VMA


Tabel 11.13 Kadar Aspal dengan VMA
Kadar Aspal (%) VMA (%)

Kelompok 6 113
4.3 15.75
4.8 15.89
5.3 16.35
5.8 15.81
6.3 16.02

Grafik Kadar Aspal (%) dengan VMA (%)


17.00

16.50 16.35
16.02
15.89 15.81
16.00 15.75

15.50
VMA (%)

15.00

14.50

14.00

13.50

13.00
4 4.3 4.6 4.9 5.2 5.5 5.8 6.1 6.4 6.7

Kadar Aspal (%)

Gambar 11.2 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan VMA


Keterangan : ( - - - - - ) Standar Spesifikasi Bina Marga 2010

3. Kadar Aspal dengan VFWA


Tabel 11.14 Kadar Aspal dengan VFWA
Kadar Aspal (%) VFWA (%)
4.3 62.29

Kelompok 6 114
4.8 69.19
5.3 74.20
5.8 84.95
6.3 91.33

Grafik Kadar Aspal (%) dengan VFWA (%)


95.00
91.33
90.00
84.95
85.00

80.00
74.20
VFWA (%)

75.00
69.19
70.00

65.00 62.29

60.00

55.00

50.00
4 4.3 4.6 4.9 5.2 5.5 5.8 6.1 6.4 6.7

Kadar Aspal (%)

Gambar 11.3 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan


VFWA
Keterangan : ( - - - - - ) Standar Spesifikasi Bina Marga 2010

4. Kadar Aspal dengan VIM


Tabel 11.15 Kadar Aspal dengan VIM
Kadar Aspal (%) VIM (%)
4.3 5.94

Kelompok 6 115
4.8 4.90
5.3 4.22
5.8 2.38
6.3 1.39

Grafik Kadar Air (%) dengan VIM (%)


6.50
5.94
6.00
5.50
4.90
5.00
4.50 4.22
4.00
VIM (%)

3.50
3.00
2.38
2.50
2.00
1.39
1.50
1.00
0.50
0.00
4 4.3 4.6 4.9 5.2 5.5 5.8 6.1 6.4 6.7

Kadar Aspal (%)

Gambar 11.4 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan VIM


Keterangan : ( - - - - - ) Standar Spesifikasi Bina Marga 2010

5. Kadar Aspal dengan Stabilitas


Tabel 11.15 Kadar Aspal dengan Stabilitas
Kadar Aspal (%) Stabilitas (kg)
4.3 1110.18

Kelompok 6 116
4.8 1193.28
5.3 1287.22
5.8 1395.7
6.3 1511.56

Grafik Kadar Aspal (%) dengan Stabilitas (kg)


1600 1511.56
1395.7
1400
1287.22
1193.28
1200 1110.18
Stabilitas (kg)

1000

800

600

400
4 4.3 4.6 4.9 5.2 5.5 5.8 6.1 6.4 6.7

Kadar Aspal (%)

Gambar 11.5 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan VIM


Keterangan : ( - - - - - ) Standar Spesifikasi Bina Marga 2010

6. Kadar Aspal dengan Flow (mm)


Tabel 11.16 Kadar Aspal dengan Flow
Kadar Aspal (%) Flow (mm)
4.3 2.93

Kelompok 6 117
4.8 3.27
5.3 3.4
5.8 3.83
6.3 3.9

Grafik Kadar Aspal (%) dengan Flow (mm)


4 3.9
3.83
3.8
3.6 3.4
3.4 3.27
3.2
Flow (mm)

2.93
3
2.8
2.6
2.4
2.2
2
4 4.3 4.6 4.9 5.2 5.5 5.8 6.1 6.4 6.7

Kadar Aspal (%)

Gambar 11.6 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Flow


Keterangan : ( - - - - - ) Standar Spesifikasi Bina Marga 2010

7. Kadar Aspal dengan Marshall Quotient


Tabel 11.17 Kadar Aspal dengan Marshall Quotient
Kadar Aspal (%) Marshall Quotient (kg/mm)
4.3 378.90
4.8 364.92

Kelompok 6 118
5.3 378.595
5.8 364.41
6.3 387.58

Grafik Kadar Aspal (%) dengan Marshall Quotient (kg/mm)


400.00 387.58
378.90 378.60
364.92 364.41
370.00
Marshall Quotient (kg/mm)

340.00

310.00

280.00

250.00

220.00
4 4.3 4.6 4.9 5.2 5.5 5.8 6.1 6.4 6.7

Kadar Aspal (%)

Gambar 11.7 Grafik Hubungan Kadar Aspal dengan Quotient


Keterangan : ( - - - - - ) Standar Spesifikasi Bina Marga 2010

 Penentuan Kadar Aspal Optimum


1. Penentuan Kadar Aspal Optimum menggunakan Metode 1

Kelompok 6 119
Kadar Aspal Optimum ditentukan dari berbagai Parameter dengan
samasama memenuhi Kadar Aspal Rencana dimana didapat 4.8 – 5.3 maka
diambil rata-rata, maka :
4.8+5.3
= 5.05 %
2

2. Penentuan Kadar Aspal Optimum menggunakan Metode 2

Kelompok 6 120
Tabel 11.18 Penentuan Kadar Aspal Optimum dengan Metode kedua
Kadar Aspal Optimum
% Aspal Rata-rata (% Aspal dari tiap Parameter)
Density 4.3 - 6.3 5.3 %

VMA 4.3 - 6.3 5.3 %

VFWA 4.8 - 6.3 5.55 %

VIM 4.8 - 5.3 5.05 %

Stabilitas 4.3 - 6.3 5.3 %

Flow 4.8 - 6.3 5.55 %

MQ 4.3 - 6.3 5.3 %


Kadar Aspal Optimum 5.34 %

 Perhitungan rata-rata untuk % aspal dari tiap parameter


4.3+6.3
- Density =
2
= 5.3 %
4.3+6.3
- VMA =
2
= 5.3 %
4.8+6.3
- VFWA =
2
= 5.55 %
4.8+5.3
- VIM =
2
= 5.05 %
4.3+6.3
- Stabilitas =
2
= 5.3 %
4.8+6.3
- Flow =
2
= 5.55 %

Kelompok 6 121
4.3+6.3
- MQ =
2
= 5.3 %
Perhitungan kadar aspal optimum ditentukan dari rata-rata % aspal
dari tiap parameter dimana dirata-ratakan kembali sehingga :
5.3+5.3+5.55+5.05+5.3+5.55+5.3
= 5.34 %
7
3. Nilai Error
Nilai error digunakan untuk mengetahui seberapa besar perbedaan
diantara 2 metode untuk penentuan kadar aspal optimum, dapat dicari
dengan rumus berikut :

¿| Kadar AspalOptimum Metode 1−Kadar Aspal Optimum Metode 2


Kadar Aspal Optimum Metode 2 |×100 %
5.05−5.34
=|
5.34 |
× 100 %

= 5.34 % < 10 %
Nilai error di bawah 10 % maka perhitungan masih dapat digunakan.

c) Analisa Kesalahan
1. Kesalahan Pratikan
 Ketidaktelitian dalam pembacaan alat
 Ketidakhati-hatian selama percobann
2. Kesalahan Alat
 Alat penumbuk tidak dapat bekerja secara maksimal

Kelompok 6 122
8. KESIMPULAN
Didapatkan dari hasil percobaan Marshall Test
- Ketahanan (Stabilitas)
Kadar Aspal (%) Stabilitas (kg)
4.3 1110.18
4.8 1193.28
5.3 1287.22
5.8 1395.7
6.3 1511.56

- Kelelehan (Flow)
Kadar Aspal (%) Flow (mm)
4.3 2.93
4.8 3.27
5.3 3.4
5.8 3.83
6.3 3.9

Dari data Flow di atas yang tidak memenuhi syarat Standar


Spesifikasi Bina Marga 2010 yaitu pada kadar aspal 4.3 % dengan
Flow 2.93 mm dimana sesuai ketentuan Standar Spesifikasi Bina
Marga 2010 yaitu minimal Flow sebesar 3 mm

- Kadar aspal optimum


Didapatkan kadar aspal optimum 5.05 %

Kelompok 6 123
9. LAMPIRAN
a) Gambar Alat

Gambar 11.8 Foto Alat Marshall Test

Gambar 11.9 Waterbath

Gambar 11.10 Penumbuk

Kelompok 6 124
Gambar 11.11 Cetakan Benda Uji

Gambar 11.12 Pengeluaran Benda Uji

Gambar 11.13 Wajan dan Kompor

Kelompok 6 125
Gambar 11.14 Metal Thermometer

Gambar 11.15 Timbangan

Gambar 11.16 Sarung Tangan Asbes

Gambar 11.17 Sendok Pengaduk

Kelompok 6 126
Gambar 11.18 Oven Laboratorium
b) Prosedur pengujian

Gambar 11.19 Praktikan menimbang agregat kasar

Kelompok 6 127
Gambar 11.20 Berat agregat kasar dalam timbangan sesuai perhitungan
persentase

Gambar 11.21 Praktikan mengambil agregat kasar , agregat medium ,


agregat halus

Kelompok 6 128
Gambar 11.22 Praktikan membersihkan wajan yang akan digunakan untuk
memanaskan campuran agregat

Gambar 11.23 Praktikan mencampurkan agregat kasar, medium, halus sampai


200ºC

Kelompok 6 129
Gambar 11.24 Pratikan menumbuk benda uji pada silinder cetakan

Kelompok 6 130

Anda mungkin juga menyukai