Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Apabila suatu masyarakat kita perhatikan maka akan nampak walaupun sifat-
sifat individu berbeda-beda, namun para warga keseluruhannya akan memberikan
reaksi yang sama terhadap gejala-gejala tertentu. Dengan adanya reaksi yang sama itu
maka mereka memiliki sikap yang umum sama. Hal-hal yang merupakan milik
bersama itu dalam Antropologi Budaya dinamakan kebudayaan (T.O. Ihromi, 1980:
13). Ditarik dari pengertian yang demikian maka apakah yang dinamkan Budaya
Hukum yang merupakan salah satu bagian dari kebudayaan manusia yang demikian
luas. Budaya hukum adalah tanggapan umum yang sama dari masyarakat tertentu
terhadap gejala-gejala hukum. Tanggapan itu merupakan kesatuan pandangan
terhadap nilai-nilai dari prilaku hukum.
Budaya hukum bukan merupakan budaya pribadi, melainkan budaya
menyeluruh dari masyarakat tertentu sebagai satu kesatuan sikap dan prilaku. Oleh
karenanya dalam membicarakan budaya hukum tidak terlepas dari keadaan
masyarakat, sistem dan susunan masyarakat yang mengandung budaya hukum itu.
Misalnya bagaimana tentang sikap prilaku dan tanggapan masyarakat tertentu
terhadap sikap prilaku dan pandangan masyarakat yang lain.
Maksud pembahasan budaya hukum adalah agar dapat mengenal ciri-ciri
(atribut) yang asasi untuk mengkaji proses yang berlanjut maupun yang berubah atau
yang seirama dengan perkembangan masyarakat dikarenakan sifat kontrol sosial itu
tidak selamanya tetap. Perubahan-perubahan budaya hukum itu tidak saja berlaku di
kalangan masyarakat yang modern tetapi juga di kalanagan masyarakat sederhana
atau masyarakat pedesaan, walaupun terjadinya perubahan itu tidak sama cepat
lambatnya, tergantung pada keadaan, waktu, dan tempatnya.
Dengan demikian budaya hukum itu merupakan tanggapan yang bersifat
penerimaan atau penolakan terhadap suatu peristiwa hukum. Ia menunjukkan sikap
prilaku manusia terhadap masalah hukum dan peristiwa hukum yang terbawa ke
dalam masyarakat. Oleh karena sistem hukum itu merupakan hubungan yang kait-
mengait di anatara manusia, masyarakat, kekuasaan dan aturan-aturan, maka titik

1
perhatian antropologi hukum pada prilakun manusia yang terlibat dalam peristiwa
hukum. Maka lebih jelasnya, akan dibahas oleh penyusun dalam makalah ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari kebudayaan?
2. Apakah ciri-ciri dari kebudayaan?
3. Apakah fungsi dari kebudayaan?
4. Bagaimana jenis atau wujud dari kebudayaan?
5. Apakah hubungan antara hukum dengan kebudayaan?

C. Manfaat
1. Memenuhi tugas mata kuliah Antropologi Hukum
2. Memberikan gambaran teori mengenai Peran, Status, Nilai, Norma, dan juga
Budaya/kebudayaan dalam kaitannya dengan masyarakat sebagai sasaran ilmu
Sosiologi.
3. Sebagai arahan agar mahasiswa dapat mengkorelasikan hubungan antara teori
Peran, Status, Nilai, Norma dan Budaya/kebudayaan dengan hukum dalam
kehidupan masyarakat di kehidupan yang nyata.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Budaya

Budaya merupakan istilah yang banyak dijumpai dan digunakan hampir dalam setiap
aktivitas sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa budaya begitu dekat dengan lingkungan
kita. Kebudayaan berasal dari kata cultuure (Belanda) culture (Inggris) dancolere (Latin)
yang artinya mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan terutama
pengolahan tanah atau bertani.1Budaya merupakan istilah yang banyak dijumpai dan
digunakan hampir dalam setiap aktivitas sehari-hari. Hal ini menunjukkan bahwa budaya
begitu dekat dengan lingkungan kita yang kemudian berkembang menjadi segala daya dan
aktifitas manusia manusia untuk mengolah dan mengubah alam.2

Dari bahasa Indonesia (Sansekerta) “buddhayah”, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang
berarti budi atau akal. Pendapat lain “budaya” adalah sebagai suatu perkembangan dari kata
majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, karena itu mereka membedakan antara
budaya dan kebudayaan. Budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta,karsa dan rasa.
Kebudayaan adalah hasil dari cipta,karsa dan rasa tersebut, beberapa pendapat ahli
antropologi dunia tentang definisi kebudayaan :

 E.B.Tylor (Primitive Culture) : keseluruhan kompleks yang mengandung ilmu


pengetahuan lain seperti kebiasaan manusia yang bermasyarakat.
 R.Linton (The Cultural Background of Personality) : konfigurasi dari tingkah laku
yang pembentukannya didukung dan diteruskan anggota masyarakat tertentu.
 C.Klukhonn dan W.H Kelly (Hasil Tanya jawab dengan ahli antropologi sejarah) :
Hukum, psikologi yang implisit, rasional, irasional terdapat pada setiap waktu sebagai
pedoman yang potensial bagi tingkah laku manusia.
 Melville J.Herskovits (Ahli antropologi Amerika) : bagian dari lingkungan buatan
manusia “Man Made Part of the Environment”.

1
Koentaningrat,Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. ,Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.Hlm 2
2
Banks, J.A.,Multicultural Education: Issues and Perspectives. Needham Height, Massachusetts :
Allyn and Bacon. Hlm 29.

3
 Dowson (Age of the Gods) : cara hidup bersama(Culture is common way of life).
 J.P.H Dryvendak : kumpulan cetusan dari jiwa manusia yang beraneka ragam dan
berlaku dalam suatu masyarakat tertentu.
 Ralph Linton (1893-1953) : sifat sosial manusia yang turun temurun “Man’s sosial
heredity”.

Beberapa definisi yang dikemukakan oleh pakar Indonesia .

 Prof. Dr.Koentjaara Ningrat : keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakuan
yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapat degan belajar.Dan yang semuanya
tersusun dalam kehidupan masyarakat.
 Sultan Takdir Alisahbana : manifestasi dari cara berfikir.
 Dr. Moh. Hatta : ciptaan dari suatu bangsa.
 Mangunsarkoro : segala yang bersifat hasil kerja manusia dalam artian yang seluas-
luasnya
 Drs. Sidi Gazalba : cara berfikir dan merasa yang menyatakan diri dalam seluruh segi
kehidupan dari segolongan manusia yang membentuk satu kesatuan sosial dengan
suatu ruang dan suatu waktu.

Definisi di atas berbeda-beda namun memiliki prinsip yang sama yaitu mengakui adanya
ciptaan manusia,meliputi perilaku dan hasil kelakuan manusia,yang diatur oleh tata kelakuan
yang diperoleh dengan belajar yang semuanya tesusun dalam kehidupan masyarakat.

Di dalam masyarakat kebudayaan diartikan “The general body of the art” yang meliputi
seni sastra, seni musik, seni pahat, seni rupa, dan pengetahuan filasafat. Dan akhirnya
mendapatkan kesimpulan bahwa kebudayaan adalah hasil budi manusia untuk mencapai
kesempurnaan hidup atau segala sesuatu yang diciptakan manusia baik yang konkrit maupun
abstrak.3

Menurut Prof. M. Djojodiguno (Asas-asas Sosiologi,1958) bahwa kebudayaan atau


budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, rasa, dan karsa.

a. Cipta : kerinduan manusia untuk mengetahui rahasia segala hal yang ada dalam
pengalamannya. Hasil cipta berupa Ilmu pengetahuan.

3
Diakses pada web https://ikanurhalimah16.blogspot.co.id/2016/11/makalah-budaya-dan-non-budaya.html?
showComment=1520083658414#c1785015692054256891, Makalah Budaya dan Non Budaya,tanggal 03 maret
2018 pukul 20.32 wib

4
b. Karsa : kerinduan manusia untuk menginsafi dari mana manusia sebelum lahir dan
kemana sesudah mati.Hasilnya berupa norma-norma keagamaan atau kepercayaan.
c. Rasa : kerinduan manusia akan keindahan dan dorongan untuk menikmati keindahan.
Hasilnya berbagai macam kesenian.

Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam
kehidupan masyarakat.4 Dan dijelaskan sebagai berikut :

1. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia yang
meliputi kebudayaan material (bersifat jasmaniah) dan kebudayaan non material
(bersifat rohaniah).
2. Kebudayaan tidak diwariskan secara generative(biologis) melainkandngan cara
belajar.
3. Kebudayaan diperoleh manusai sebagai anggota masyarakat.
4. Kebudayaan adalah kebudayaan manusia.

Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa budaya itu berkaitan dengan 3 kata
kunci yang mencakup (1) gagasan, (2) perilaku dan (3) hasil karya manusia. Sebagai
pedoman pembahasan , pengertian kebudayaan yakni merupakan program bertahan hidup dan
adaptasi suatu kelompok dengan lingkungannya. Program budaya terdiri dari
pengetahuan,konsep dan nilai-nilai yang dimiliki oleh anggota kelompok melalui sisrem
komunikasi. Esensi budaya bukan pada benda, alat atau elemen budaya yang terlihatlainnya
namun bagaimana kelompok menginterpretasikan, menggunakan dan merasakannya.

Ciri-ciri dari Budaya adalah :

1. Budaya bukan bawaan, tetapi dipelajari.


2. Budaya dapat disampaikan dari orang ke orang, dari kelompok ke kelompok dan dari
generasi ke generasi.
3. Budaya bersifat dinamis, suatu sistem yang bisa berubah sepanjang waktu.
4. Budaya bersifat selektif, merepresentasikan pola-pola perilaku pengalaman manusia
yang jumlahnya terbatas.
5. Etnosentrik (menganggap budaya sendiri sebagai yang terbaik atau standar untuk
menilai budaya lain).

4
Sutarno,Pendidikan Multikultural,Jakarta:Depdiknas,hlm 147

5
Fungsi dari Budaya adalah :

Fungsi budaya yang utama yaitu untuk mempelajari warisan dari nenek moyang kita,
apakah baik untuk dipertahankan atau harus diperbaharui atau ditinggalkan.Budaya dan
unsur-unsur didalamnya terkait oleh waktu. Budaya tetap berubah, seberapa lamban pun
perubahan tersebut. Kelambanan atau kecepatan perubahannya antara lain bergantung pada
seberapa jauh kekuatan budaya tersebut dan intensitas interaksinya dengan budaya lain.

Suatu budaya yang lemah (sebagai minoritas misalnya atau komunikasi yang kurang) yang
sering berhubungan dengan budaya lain yang kuat, maju dan dominan akan cepat berubah
karena pengaruh budaya kedua atau budaya lain.5Ini ditunjukkan oleh Budaya Indonesia yang
cepat berubah karena dipengaruhi budaya Barat. Sebaliknya, komunitas budaya yang
intensitas komunikasinya sedikit dengan budaya luar akan lamban berubah, seperti
ditunjukkan budaya suku Eskimo di Kutub Utara, suku Amish di Amerika, suku Aborigin di
Australia dan budaya suku Baduy dalam di Jawa Barat.

B. Wujud Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat6,Kebudayaan dibeda-bedakan sesuai dengan empat wujudnya,


dapat diistilakan digambarkan secara symbol atau sebagai lingkaran yaitu:

1. Artifacts, atau benda- benda fisik


2. Lingkaran berukutnya (dan tentunya lebih kecil) melambangkan kebudayaan sebagai
sistem tingkah laku dan tindakan yang berpola;
3. Lingkaran yang berikutnya lagi (lebih kecil dari pada kedua lingkaran yang berada di
sebelah “luar”nya, melambangkan sebagai sistem gagasan; dan
4. Lingkaran hitam yang letaknya paling dalam dan bentuknya palinng kecil, dan
merupakan pusat atau inti dari seluruh bagan, melambangkan budaya sebagai sistem
gagasan yang ideologis.

5
Naim, Ngainum dan Achmad Sauqi. Pendidikan Multikultural, Konsep dan Aplikasi. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media. Hlm 35
6
Koentjaraningrat,Pengantar Antropologi I, Jakarta : Rineka Cipta, hlm.74-75

6
Contoh dari wujud konkrit dari kebudayaan, dalam bentuk tulisan abjak digambarkan sebagai
lingkaran.

Lingkaran 1, yaitu paling besar, adalah antara lain bangunan-bangunan megah seperti candi
Brobudur, benda-benda seperti kapal tangki, computer, dan lain-lain. Semua hasil karya
manusia tersebut bersifat konkret dan dapat dirabah dan difoto. Sebutan khusus bagi
kebudayaan dalam wujud konkret ini adalah “kebudyaan fisik”.

Lingkaran 2, menggambarkan wujud tingkah laku manusianya, yaitu misalnya menari,


berbicara, tingkah laku dalam melakukan suatu pekerjaan dan lain-lain. Kebudayaan dalam
wujud ini masih bersifat konkret, dapat difoto, dan dapat difilm. Semua gerak-gerik yang
dilakukan dari saat ke saat dan dari hari ke hari, dan masa ke masa, merupakan pola-pola
tingkah lakum manusia disebut “sistem sosial”.

Lingkaran 3, merupakan wujud dari gagasan kebudayaan, dan tempatnya adalah dalam
kepalatip induvidu warga kebudayaan yang bersangkutan, dibawa kemana pun ia pergi.
Kebudayaan dalam wujud ini bersifat abstrak, tak dapat difoto dan difilm, dan hanya dapat
diketahui serta dipahami (oleh warga kebudayaan lain) setelah ia mempelajarinya secara
mendalam, baik melalui wawancara yang insentif atau dengan membaca. Kebudayaan dalam
wujud gagasan juga berpola dan berdasarkan sistem-sistem tertentu yang disebut “sitem
budaya”.

7
Lingkaran 4, yang pada bagian diberi warna hitam, adalah gagasan-gagasan yang telah
dipelajari oleh para warga suatu kebudayaan sejak usia dini, dan karena itu sangat sukar
diubah. Istilah untuk menyebut unsur-unsur kebudayaan yang merupakan pusat dari semua
unsur yang itu adalah “nilai-niali budaya”, yang menentukan sifat dan corak dari pikiran, cara
berpikir, serta tingkah laku manusia suatu kebudayaan. Gagasan inilah yang akhirnya
menghasilkan benda berbagai yang diciptakan manusia bardasarkan nilai-nilai, pikiran dan
tingkah lakunya.

C. Hubungan Hukum dengan Kebudayaan

Hukum sangat berkaitan erat dengan kebudayaan. Hukum sendiri merupakan produk
kebudayaan, karena sejatinya produk hukum adalah produk ciptaan manusia. Dalam studi
hukum dikenal struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Hukum diciptakan
memiliki karakteristik yang berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lainnya sesuai dengan
kebudayaan setempat. Artinya, kebudayaan membentuk hukum. Menurut Prof. Tjip, hukum
itu bukanlah skema yang final7,tetapi terus bergerak sesuai dengan dinamika dan
perkembangan zaman umat manusia. Artinya, hukum akan terus berubah sesuai dengan
perkembangan zaman dan dinamika manusia ini terlahir dalam proses kebudayaan yang
berbeda.

Kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat terlibat dalam hal pembentukan hukum. Di
Indonesia dikenal adanya masyarakat Hukum Adat yang jumlahnya sangat banyak.
Perkembangan kebudayaan dan hukum menciptakan suatu subjek hukum yang bernama
Hukum Adat.Dalam Pendidikan Tinggi hukum, terdapat mata kuliah yang kaitannya dengan
Hukum, Masyarakat, dan Kebudayaan: Hukum Adat, Antropologi Hukum, Hukum dan
Masyarakat, dan Sosiologi Hukum.Mata kuliah-mata kuliah inilah adalah awal pengenalan
mahasiswa hukum terhadap hubungan dari hukum dan kebudayaan.

Kita mengenal konsepsi hukum sebagai bentuk dari peraturan-peraturan baik tertulis
maupun tidak tertulis yang hadir dalam masyarakat. Peraturan-peraturan ini mengandung
norma dan nilai di dalamnya. Kebudayaan hukum juga bersumber dari kekuasaan karena 
setiap sanksi yang dibuat di dalam hukum tidak terlepas dari ikut campur peran penguasa.
Prof. Sudikno Mertokusumo mengungkapkan bahwa hakikat kekuasaan tidak lain adalah

7
Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Progresif,  Jakarta: Kompas, 2010.

8
kemampuan seorang untuk memaksakan kehendaknya kepada orang lain dan penegakan
hukum dalam hal ada pelanggaran adalah monopoli penguasa.8

Seperti yang telah dituliskan sebelumnya, bahwa hukum itu berkaitan dengan manusia
dan kebudayaan. Hukum yang lahir dari kebudayaan merupakan suatu proses hukum yang
lahir dengan cara bottom-up (dari bawah keatas), dari akar rumput masyarakat, dari kaidah-
kaidah kepercayaan, spiritual, dan kaidah sosial yang ada di masyarakat menjadi suatu hukum
yang berlaku. Hukum Adat juga demikian, ada karena budaya di masyarakat yang
membangunnya. Bahwa Hukum Adat antara masyarakat Jawa, masyarakat Minang,
masyarakat Bugis adalah berbeda. Ini adalah suatu konsep pluralisme hukum (legal
pluralism) dimana hukum hadir dalam bentuk kemajemukan kebudayaan.

“Hukum itu bukanlah merupakan tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan
yang sifatnya non-yuridis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum. Faktor-
faktor di luar hukum itulah yang membuat hukum itu dinamis,”9

 Hukum itu dinamis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum. Untuk itulah
hukum memerlukan ilmu non-hukum yang sifatnya multidisipliner seperti filsafat, sosiologi,
dan juga antropologi. Dalam pendekatan Penemuan Hukum, kita memerlukan filsafat. Dalam
hal Sejarah Hukum, kita memerlukan Ilmu Sejarah. Dalam hal Hukum dan Masyarakat, kita
memerlukan cabang Ilmu Sosiologi, dalam hal Hukum dan Kebudayaan, maka kita
memerlukan Ilmu Antropologi.

Jadi kesimpulannya,   Bahwa kebudayaan memiliki peran penting terhadap eksistensi


hukum. Dimensi kebudayaan ini masuk kedalam norma-norma hukum. Hal ini terjadi dengan
adanya Hukum Adat yang lebih sempit lagi melahirkan konsep-konsep hak tanah atas
masyarakat adat yang lebih sering dikenal sebagai hak ulayat. Kebudayaan juga memberi
ruang dalam proses penyelesaian perkara secara informal, seperti yang terjadi dalam
masyarakat Kpelle di Liberia Tengah, Afrika. Kebudayaan hadir dimana-dimana, dan
membentuk sebuah pemahaman hukum yang sifatnya pluralis.
8
Hukum ada karena kekuasaan yang sah. Kekuasaan yang sahlah yang menciptakan hukum. Hubungan
Hukum dan Kekuasaan disini bersumber pada hukum yang tertulis di Indonesia berupa Undang-undang
yang dibentuk oleh DPR dan disahkan oleh Presiden. Hukum seperti ini timbul dalam proses Up-
Bottom (dari atas kebawah). Untuk lebih jelas baca tulisan Prof. Sudikno Mertokusumo relasi “Hukum dan
Kekuasaan”. Lihat  Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Yogyakarta: Penerbit
Universitas Atmajaya, 2010, hlm. 25
9
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum: Suatu Pengantar, Yogyakarta: Penerbit Universitas
Atmajaya,hlm.49

9
K.M Masinambow dalam suatu pengantarnya mengatakan: jikalau kita berbicara tentang
peran hukum di dalam masyarakat, maka muncul dua perspektif kalau yang dipersoalkan
adalah kemajemukan budaya. Pada suatu pihak kemajemukan itu dapat dilihat dari apa yang
disebut “Pluralisme Hukum” atau “Kemajemukan Hukum”, yaitu pandangan bahwa dalam
dunia pragmatis sedikit-dikitnya dua sistem norma dan sistem aturan terwujud dalam
interaksi sosial; sedangkan pada lain pihak pandangan itu bertolak dari “kemajemukan
budaya” dan mengkaji bagaimana hukum itu berperan dan menyesuaikan diri dalam kondisi
seperti itu.10

Disinilah letak peranan dari antropologi baik antropologi budaya maupun antropologi
hukum dalam memaknai hukum dan kemajemukan budaya. Hukum lahir karena produk
manusia, antropologi ilmu yang mengkaji tentang perilaku manusia secara luas dan manusia
sebagai individu membentuk suatu sistem bersama dengan individu lainnya membentuk
masyarakat yang mempunyai nilai, norma, dan hukum sesuai kebudayaan dimana masyarakat
itu berasal.

BAB III

10
E.K.M . Masinambow, Hukum dan Kemajemukan Budaya: Sumbangan Karangan Untuk Menyambut
Hari Ulang Tahun ke-70 Prof. Dr. T.O. Ihromi, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,hlm.5

10
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia
untuk memenuhi kehidupannya dengan cara belajar, yang semuanya tersusun dalam
kehidupan masyarakat.11 Dan dijelaskan sebagai berikut :

1. Kebudayaan adalah segala sesuatu yang dilakukan dan dihasilkan manusia yang
meliputi kebudayaan material (bersifat jasmaniah) dan kebudayaan non material
(bersifat rohaniah).
2. Kebudayaan tidak diwariskan secara generative(biologis) melainkandngan cara
belajar.
3. Kebudayaan diperoleh manusai sebagai anggota masyarakat.
4. Kebudayaan adalah kebudayaan manusia.
Contoh dari wujud konkrit dari kebudayaan, dalam bentuk tulisan abjak digambarkan
sebagai lingkaran.

Menurut Koentjaraningrat12,Kebudayaan dibeda-bedakan sesuai dengan empat wujudnya,


dapat diistilakan digambarkan secara symbol atau sebagai lingkaran yaitu:

1. Artifacts, atau benda- benda fisik


2. Lingkaran berukutnya (dan tentunya lebih kecil) melambangkan kebudayaan sebagai
sistem tingkah laku dan tindakan yang berpola;
3. Lingkaran yang berikutnya lagi (lebih kecil dari pada kedua lingkaran yang berada di
sebelah “luar”nya, melambangkan sebagai sistem gagasan; dan
4. Lingkaran hitam yang letaknya paling dalam dan bentuknya palinng kecil, dan
merupakan pusat atau inti dari seluruh bagan, melambangkan budaya sebagai sistem
gagasan yang ideologis.

Kesimpulannya,   Bahwa kebudayaan memiliki peran penting terhadap eksistensi


hukum. Dimensi kebudayaan ini masuk kedalam norma-norma hukum. Hal ini terjadi
dengan adanya Hukum Adat yang lebih sempit lagi melahirkan konsep-konsep hak tanah
atas masyarakat adat yang lebih sering dikenal sebagai hak ulayat. Kebudayaan juga
memberi ruang dalam proses penyelesaian perkara secara informal, seperti yang terjadi

11
Sutarno,Pendidikan Multikultural,Jakarta:Depdiknas,hlm 147
12
Koentjaraningrat,Pengantar Antropologi I, Jakarta : Rineka Cipta, hlm.74-75

11
dalam masyarakat Kpelle di Liberia Tengah, Afrika. Kebudayaan hadir dimana-dimana,
dan membentuk sebuah pemahaman hukum yang sifatnya pluralis.

B. Saran

Dalam penyampain makalah ini atas segala keterbatan kami kami mengharapakan ada
masukan dari seluruh pembaca, baik dalam kerangka pemikiran ataupun dalam yang
kaitannya non materi.

DAFTAR PUSTAKA

12
J.A, Banks. Multicultural Education: Issues and Perspectives. Needham Heig. Massachusetts
: Allyn and Bacon. Hlm 29.

Koentjaraningrat. 2000. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama, hlm. 2

Koentjaraningrat. Pengantar Antropologi. Jakarta : Rineka Cipta, hlm.74-75

Naim, Ngainum dan Achmad Sauqi. Pendidikan Multikultural, Konsep dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Hlm 35

Rahardjo, Satjipto. 2010Penegakan Hukum Progresif,  Jakarta: Kompas, 2010.

Sutarno. Pendidikan Multikultural. Jakarta: Depdiknas,hlm 147

13

Anda mungkin juga menyukai