Anda di halaman 1dari 12

Nama : M.

Soleh Rodian

NIM : 04011181823012

Kelompok : Gamma 7

Learning Issue

Manajemen Keuangan Dokter Keluarga-BPJS

Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam World Health Report 2010


merumuskan 3 pilar utama untuk mencapai cakupan kesehatan semesta (Universal
Health Coverage), yakni tercapainya ekuitas (kesetaraan) dalam akses dan
pelayanan kesehatan, tersedianya pelayaan kesehatan berkualitas, dan proteksi
finansial dari biaya kesehatan katastrofik (1). Sejak 1 Januari 2014, Indonesia
telah memulai langkah menuju cakupan kesehatan semesta melalui pencanangan
Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

Pemerintah Indonesia menargetkan semua penduduk Indonesia terdaftar


dalam skema asuransi JKN di akhir tahun 2019, namun per Mei 2019 cakupan
peserta JKN baru mencapai 221,6 juta jiwa dari total 265 juta penduduk(2). Di sisi
lain, berbagai masalah masih menyelimuti penyelenggaraan sistem asuransi
kesehatan nasional pertama yang dimiliki Indonesia ini. Di kajian ini, penulis
akan menyajikan potret kesiapan Indonesia menuju cakupan kesehatan semesta
dan memberi masukan untuk penyelenggaraan JKN ke depannya.

Keuangan dalam praktik DOGA tercatat secara seksama dengan cara yang
umum dan bersifat transparansi. Manajemen keuangannya dapat mengikuti sistem
pembiayaan praupaya maupun sistem pembiayaan fee for service.
Berdasarkan bagan tersebut, dapat disimpulkan bahwa sistem pembiayaan
klinik dokter keluarga dapat berasal dari asuransi sosial, asuransi komersial, dan
out of pocket. Model pembiayaan yang diterapkan sesuai dengan kebutuhan.
Untuk dapat menyelenggarakan pelayanan dokter keluarga tentu diperlukan
tersedianya dana yang cukup. Tidak hanya untuk pengadaan berbagai sarana dan
prasarana medis dan non medis yang diperlukan (investment cost), tetapi juga
untuk membiayai pelayanan dokter keluarga yang diselenggarakan (operational
cost). Seyogiyanyalah semua dana yang diperlukan ini dapat dibiayai oleh pasien
dan atau keluarga yang memanfaatkan jasa pelayanan dokter keluarga. Masalah
kesehatan seseorang dan atau keluarga adalah tanggung jawab masing-masing
orang atau keluarga yang bersangkutan. Untuk dapat mengatasi masalah
kesehatan tersebut adalah amat diharapkan setiap orang atau keluarga bersedia
membiayai pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya.

Mekanisme pembiayaan yang ditemukan pada pelayanan kesehatan


banyak macamnya. Jika disederhanakan secara umum dapat dibedakan atas dua
macam. Pertama, pembiayaan secara tunai (fee for service), dalam arti setiap kali
pasien datang berobat diharuskan membayar biaya pelayanan. Kedua, pembiayaan
melalui program asuransi kesehatan (health insurance), dalam arti setiap kali
pasien datang berobat tidak perlu membayar secara tunai, karena pembayaran
tersebut telah ditanggung oleh pihak ketiga, yang dalam hal ini adalah badan
asuransi. Tentu tidak sulit dipahami, tidaklah kedua cara pembiayaan ini dinilai
sesuai untuk pelayanan dokter keluarga. Dari dua cara pembiayaan yang dikenal
tersebut, yang dinilai sesuai untuk pelayanan dokter keluarga hanyalah
pembiayaan melalui program asuransi kesehatan saja. Mudah dipahami, karena
untuk memperkecil risiko biaya, program asuransi sering menerapkan prinsip
membagi risiko (risk sharing) dengan penyelenggara pelayanan, yang untuk
mencegah kerugian, tidak ada pilihan lain bagi penyelenggara pelayanan tersebut,
kecuali berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, dan atau mencegah
para anggota keluarga yang menjadi tanggungannya untuk tidak sampai jatuh
sakit. Prinsip kerja yang seperti ini adalah juga prinsip kerja dokter keluarga.

1. Bentuk-bentuk pembiayaan pra-upaya

Mengingat bentuk pembayaran pra-upaya banyak menjanjikan


keuntungan, maka pada saaat ini bentuk pembayaran pra-upaya tersebut banyak
diterapkan. Pada dasarnya ada tiga bentuk pembiayaan secara pra-upaya yang
dipergunakan. Ketiga bentuk yang dimaksud adalah:

a. Sistem kapitasi (capitation system)


Yang dimaksud dengan sistem kapitasi adalah sistem pembayaran
dimuka yang dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara
pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga yang dihitung
untuk setiap peserta untuk jangka waktu tertentu. Dengan sistem
pembayaran ini, maka besarnya biaya yang dibayar oleh badan
asuransi kepada penyelenggara pelayanan yang tidak ditentukan
oleh frekwensi penggunaan pelayanan kesehatan oleh peserta,
melainkan ditentukan oleh jumlah peserta dan kesepakatan jangka
waktu jaminan.
b. Sistem paket (packet system)
Yang dimaksud dengan sistem paket adalah sistem pembayaran di
muka yang dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara
pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga yang dihitung
untuk suatu paket pelayanan kesehatan tertentu. Dengan sistem
pembayaran ini, maka besarnya biaya yang dibayar oleh badan
asuransi kepada penyelenggara pelayanan kesehatan tidak
ditentukan oleh macam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan,
melainkan oleh paket pelayanan kesehatan yang dimanfaatkan.
Penyakit apapun yang dihadapi, jika termasuk dalam satu paket
pelayanan yang sama, mendapatkan biaya dengan besar yang sama.
Sistem pernbiayaan paket ini dikenal pula dengan nama sistem
pembiayaan kelompok diagnosis terkait (diagnosis related group)
yang di banyak negara maju telah lama diterapkan.
c. Sistem anggaran (budget system)
Yang dimaksud dengan sistem anggaran adalah sistem pembayaran
di muka yang dilakukan oleh badan asuransi kepada penyelenggara
pelayanan kesehatan berdasarkan kesepakatan harga, sesuai dengan
besarnya anggaran yang diajukan penyelenggara pelayanan
kesehatan. Sama halnya dengan sistern paket, pada sistem
anggaran ini, besarnya biaya yang dibayar oleh badan asuransi
kepada penyelenggara pelayanan kesehatan tidak ditentukan oleh
macam pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, melainkan oleh
besarnya anggaran yang telah disepakati. Info terbaru terkait sistem
pembiayaan dalam SKN: Salah satu solusi yang dilakukan dalam
sumber pembiayaan (termasuk nantinya pembiayaan praktek
dokter keluarga) untuk menyelenggarakan Sistem Kesehatan
Nasional yang baik adalah dengan menyelenggarakan amanat
Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Undang-Undang
yang telah ditetapkan tahun 2004 ini mengalami kendala dalam
realisasinya terkait pembentukan badan penyelenggaranya (BPJS)
yang seharusnya telah ditetapkan saat 2009. Akhirnya pada hari
rabu, 28 oktober 2011 sekitar pukul 20.40 WIB, RUU BPJS
disahkan menjadi UU BPJS dengan kesepakatan bahwa BPJS I
yang mengurus jaminan kesehatan diselenggarakan oleh ASKES
akan mulai beroperasi pada tanggal 1 januari 2014. Sedangkan
BPJS II (Jamsostek, Taspen, dan Asabri) yang mengurus
ketenagakerjaan selambat-lambatnya beroperasi 1 juli 2015.
Dengan demikian diharapkan penyelenggaraan sistem dokter
keluarga dapat menjadi lebih baik.

Ada 3 fungsi utama sistem pembiayaan kesehatan: mengumpulkan dana


kesehatan (revenue collection), menempatkan dana kesehatan yang terkumpul
dalam satu wadah (pooling) dan pembayaran fasilitas kesehatan (purchasing).
Berikut adalah paparan singkat mekanisme Badan Penyelenggara jaminan sosial
(BPJS), sebagai badan yang bertanggungjawab untuk penyelenggaraan JKN,
dalam menjalankan ke-3 fungsi tersebut.

1. Pertama, dalam mengumpulkan dana kesehatan, program Jaminan Kesehatan


Nasional di Indonesia merupakan gabungan dari sistem asuransi model
Beveridge (pembiayaan dari pajak) dan Bismarck (sistem asuransi kesehatan
yang didanai oleh penyedia kerja dan karyawan melalui pemotongan gaji).
Sumber dana kesehatan utama berasal dari iuran yang dibayarkan oleh peserta,
dimana terdapat dua jenis kepesertaan dalam JKN: Peserta Penerima Bantuan
Iuran (PBI) dan Peserta Bukan Penerima Bantuan Iuran (Non-PBI)(3). Peserta
PBI, yang mencakup fakir miskin dan penduduk dengan disabilitas, iurannya
dibayarkan oleh Pemerintah. Peserta PBI di Indonesia mencakup 94 juta orang
atau sekitar 40% dari seluruh populasi(4) . Adapun iuran bagi Peserta PPU
(Pekerja Penerima Upah) yaitu sebesar 5 persen dari Gaji atau Upah per
bulan(3), dimana pembayarannya dilakukan bersama antara pemberi kerja
(4%) dan peserta PPU (1%). Di sisi lain, untuk mereka yang termasuk dalam
pekerja bukan penerima upah atau peserta mandiri dapat membeli iuran
berdasarkan kelas perawatan yang diinginkan. Keanggotaan bersifat wajib,
namun pada kenyataannya untuk peserta mandiri dan bukan PPU, tidak ada
sanksi bila tidak terdaftar dalam JKN. Sumber dana kesehatan lain termasuk
kontribusi pemerintah lewat pajak penghasilan, cukai rokok, dan dana dari
organisasi pemberi bantuan internasional(4).
2. Kedua, dalam menjalankan fungsi pooling, BPJS menggunakan sistem unitary
risk pooling dimana dana dikumpulkan dalam satu wadah yang dikelola hanya
oleh BPJS Kesehatan. Sistem ini menjamin pembiayaan kesehatan bagi
seluruh penduduk tanpa memperhatikan besaran kontribusi yang dibayarkan
masing-masing peserta. Dengan demikian akan terjadi mekanisme subsidi
silang dari mereka dengan status sosial yang lebih tinggi ke mereka yang
berpenghasilan rendah(5). Selain itu, dengan adanya sistem pooling nasional,
masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan dimanapun tanpa
memandang asal wilayah tinggal, sepanjang masih berada dalam wilayah
NKRI.
3. Ketiga, dalam menjalankan fungsi pembayaran (purchasing mechanism), JKN
menggunakan sistem subsidi pada penyedia jasa (supply-side subsidy).
Pembayaran pada pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau
klinik) menggunakan sistem kapitasi; sedangkan, pada fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan (rumah sakit) pembayaran dilakukan secara prospektif
menggunakan sistem INA-CBGs.

1. Standar Manajemen Keuangan


Pelayanan dokter keluarga mengelola keuangannya dengan manajemen
keuangan professional
a. Pencatatan keuangan
Keuangan dalam praktek dokter keluarga tercatat secara seksama dengan
cara yang umum dan bersifat transparansi
b. Jenis sitem pembiayaan praktik
Manajemen keuangan pelayanan dokter keluarga dikelola sedemikian rupa
sehingga dapat mengikuti, baik sistem pembiayaan praupaya maupun
sistem pembiayaan fee-for service.
2. Pengelolaan Keuangan
a. Kriteria
1) Penanggung jawab Praktik Mandiri secara teratur melakukan
pembukuan sederhana keuangan praktik mandiri
b. Maksud dan Tujuan
1) Dokter/dokter gigi dalam menjalankan praktik mandiri wajib membuat
catatan pembukuan keuangan penyelenggaraan praktik mandiri untuk
menunjukkan akuntabilitas pelayanan pada pihak asuransi/BPJS
c. Elemen Penilaian
1) Dokter/dokter gigi membuat pembukuan keuangan sederhana dalam
menyelenggarakan praktik mandiri
2) Dilakukan pelaporan keuangan sesuai dipersyaratkan oleh pihak
asuransi/BPJS.
Analisis Masalah

1. Bagaimana prosedur dalam merujuk pasien?

Gambar 1. Sistem Rujukan Berjenjang


a. Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis, yaitu:
1) Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama
2) Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat
dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua
3) Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes primer.
4) Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat
diberikan atas rujukan dari faskes sekunder dan faskes primer.
b. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke
faskes tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan
rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya tersedia di
faskes tersier.
c. Ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam
kondisi:
1) Terjadi keadaan gawat darurat; Kondisi kegawatdaruratan mengikuti
ketentuan yang berlaku
2) Bencana; Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau
Pemerintah Daerah
3) Kekhususan permasalahan kesehatan pasien; untuk kasus yang sudah
ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat
dilakukan di fasilitas kesehatan lanjutan
4) Pertimbangan geografis; dan e. pertimbangan ketersediaan fasilitas
d. Pelayanan oleh bidan dan perawat
1) Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
2) Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali
dalam kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan
pasien, yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi
pemberipelayanan kesehatan tingkat pertama
e. Rujukan Parsial
1) Rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi
pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau
pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di
Faskes tersebut.
2) Rujukan parsial dapat berupa:
a) Pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau
tindakan
b) Pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang
3) Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka
penjaminan pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk.

2. Siapa saja yang termasuk peserta BPJS kesehatan?


Semua penduduk Indonesia WAJIB menjadi peserta JKN-KIS yang dikelola
oleh BPJS Kesehatan termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat
6 (enam) bulan di Indonesia dan telah membayar iuran.
3. Apa saja syarat menjadi peserta BPJS-Kesehatan?
Semua penduduk Indonesia WAJIB menjadi peserta JKN-KIS yang dikelola
oleh BPJS Kesehatan termasuk orang asing yang telah bekerja paling singkat
6 (enam) bulan di Indonesia dan telah membayar iuran. Secara umum, peserta
BPJS Kesehatan sendiri dapat dibagi menjadi tiga kelompok.
a) Kelompok pertama adalah peserta yang merupakan penerima bantuan
iuran (PBI). Khusus untuk menjadi peserta BPJS di kelompok ini, orang
tidak langsung mendaftar secara langsung. Persyaratan BPJS Kesehatan
ini yang terkhusus hanyalah orang yang terdata sebagai fakir miskin atau
orang tidak mampu. Pendataan tersebut biasanya merujuk pada data yang
dibuat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan telah tervalidasi oleh
Kementerian Sosial. Barulah setelah, penduduk yang telah terdata tersebut
didaftarkan langsung, baik oleh pemerintah pusat melalui Kementerian
Sosial maupun kepala daerah masing-masing. Para peserta PBI di BPJS
Kesehatan ini tidak perlu membayar iuran bulanan sebab telah dibayarkan
pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
b) Kelompok peserta pekerja penerima upah (PPU)
Kepesertaan untuk anggota BPJS Kesehatan perusahaan atau badan usaha
umumnya diurus langsung oleh perusahaan tempat orang bekerja.
c) Kelompok pekerja mandiri.
Jika tidak tergolong sebagai penerima bantuan dari pemerintah serta tidak
bekerja di perusahaan, Anda harus mendaftar secara pribadi ke BPJS
Kesehatan. Umumnya, masyarakat yang masuk ke dalam kelompok ini
adalah para pekerja lepas, wirausaha, ataupun orang yang memutuskan
berhenti atau diberhentikan dari perusahaan karena suatu sebab.

4. Apakah waktu kerja dr. Ali sudah sesuai dengan standar produktivitas dokter
keluarga yang efektif?
5. Siapakah yang menanggung pembiayaan/gaji untuk perawat, bidan,
administrator klinik, asisten rumah tangga, dan penjaga keamanan dalam suatu
praktik dokter keluarga?

6. Bagaimana klasifikasi dalam kepesertaan BPJS?

Gambar 2. Klasifikasi kepesertaan BPJS

7. Bagaimana manfaat BPJS Kesehatan?


a) Pelayanan kesehatan tingkat pertama
b) Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)
c) Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP)
d) Pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan
e) Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL)
f) Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL)

8. Bagaimana sistem pembiayaan oleh BPJS baik di faskes primer maupun


sekunder atau tersier?
Pembayaran pada pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (puskesmas atau
klinik) menggunakan sistem kapitasi; sedangkan, pada fasilitas kesehatan
tingkat lanjutan (rumah sakit) pembayaran dilakukan secara prospektif
menggunakan sistem INA-CBGs.

Anda mungkin juga menyukai