Anda di halaman 1dari 7

PBL SISTEM NEUROLOGI

DOSEN PENDAMPING
Ns. Zulkifli Pomalango, M.Kep
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2 | KELAS B&C

RahyatiK. Luwiti 841419049


Sukma Ranti Pulumuduyo 841419051
Almalia N. Ahmad 841419059
Zalza A. Putri Hilala 841419062
Adhan Regito Thalib 841419065
Asyulni A. Adjid 841419075
Zulqamaria A A. Lamusu 841419076
Indriyani 841419116
Ismi Bahsoan 841419123
Siti Fanisa Aliu 841419129
Jihan Fahira Lalu 841419135

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS OLAHRAGA DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, dan atas rahmat-Nya maka kami
dapat menyelesaikan penyusunan laporan Asuhan Keperawatan Medikal Bedah III” PBL
SISTEM NEUROLOGI ”.

Dalam penulisan laporan ini kami menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan laporan ini.Dalam penulisan laporan ini kami merasa masih
banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu kritik dan
saran dari semua pihak kami harapkan.

Gorontalo, 14 September 2021

Kelompok 2
KASUS 2

“ KEJANG “

Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, dibawa ke rumah sakit dengan keluhan kejang
saat tidur dengan posisi kepala menengadah ke atas, mata melenting ke atas dan kejang
kelojotan pada keempat anggota gerak. Saat anak kejang tidak sadarkan diri dan
mengompol, mulut berbusa, dan terjadi selama 1-2 menit, keluhan ini terjadi kedua
kalinya. Keluhan pertama dialami sekitar dua minggu yang lalu. Ada riwayat keluhan
yang sama di keluarga. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital saat ini Tekanan darah 100/60
mmHg, HR 88 x/menit, RR 34 x/menit, suhu tubuh 37,50C.

1. Klarifikasi istilah-istilah penting


a. Kejang
b. Mata Melenting ke atas
c. HR
d. RR
2. Kata/problem kunci
 Kejang
 Tidak sadarkan diri
 Mengompol
 Mulut Berbusa
 Terjadi selama 1-2 menit
 Tekanan darah 100/60 mmHg
 RR : 34x/menit
3. Mind map kejang

EPILEPSI MENINGITIS
Definisi : Definisi :
Epilepsi merupakan gangguan neurologi kronis Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang
yang dapat terjadi di segala usia yang timbul mengelilingi otak dan medula spinalis. Meningitis adalah
akibat terganggunya sinyal listrik di dalam otak. peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal
Epilepsi telah dikenal sebagai salah satu penyakit dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi
tertua di dunia (2000 SM ). Terdapat sekitar 50 pada sistem saraf pusat (Novelia, 2017).
juta orang menderita epilepsi di dunia. (Susanti, Etiologi
Ibrahim and Sina, 2017) Menurut nurvadin (2020), meningitis bisa disebabkan
Etiologi : oleh Mikroorganisme (bakteri,virus, dan jamur), faktor
1. Idiopatik Epilepsi predisposisi, faktor maternal, faktor imunologi, anak
2. Kriptogenik, dengan kelainan sistem saraf pusat.
3. Simtomatik 1. Mikroorganisme (Bakteri Virus, dan Jamur)
- Kelainan Kongenital 2. Faktor predisposisi
- Infeksi Risiko 3. Faktor maternal
- Trauma kepala 4. Faktor imunologi
- Gangguan vaskular 5. Faktor anak dengan kelainan system saraf pusat
Manifestasi klinis :
Manifestasi klinis : 1.Meningitis bakteri
a. Dapat berupa kejang-kejang a. Neonatus :tanda-tanda Spesifik
b. Kelainan gambaran EEG b.Neonatus: tanda-tanda non spesifik
c. Tergantung lokasi dan sifat fokus Epileptogen c. Bayi dan anak yang masih kecil
d. Satu atau kedua mata dan kepala bergerak Demam, pemberian makan buruk, vomitus,
menjauhi sisa focus Iritabilitas yang nyata,serangan kejang ( sering di
e. Menyadari gerakan atau hilang kesadaran sertai dengan tangisan bernada tinggi), fontanela
f. Bola mata membalik ke atas menonjol, kaku kuduk dapat terjadi atau tidak
(Andhini, 2017) terjadi, tanda brudzinski dan kernig tidak
membantu dalam penegakan diagnosis
d. Anak-anak dan remaja
Demam, menggigil, sakit kepala,vomitus ,
perubahan sensorik kejang, iritabilitas, agitasi,
dapat terjadi fotofobia, delirium, halusinasi,
perilaku agresif, mengantuk,
stupor, koma dan kaku kuduk , dapat berlanjut
menjadi opistotonus, tanda kernig dan
brudzinski positif, ruam petikie atau purpurik
(infeksi meningokokus), khusus nya jika
disertai dengan keadaan mirip syok, telinga
mengeluarkan sekret yang kronis (meningitis
pneumokokus).
2. Meningitis non bakteri (Aseptik)
Awitan meningitis aseptik bisa bersifat
mendadak atau bertahap. Manifestasi awal
adalah sakit kepala, demam, malaise,
gejalagastrointestinal, dan tanda-tanda iritasi
meningen yang timbul satu atau dua hari setelah
awitan penyakit.

Table cek list


Penyakit
Tanda Tidak Tekanan darah RR :
kejang Mulut berbusa
&gejala sadarkan diri 100/60 34x/menit
Epilepsi     
Meningitis   -  -

4. Pertanyaan-pertanyaan penting
1. Mengapa bias terjadi kejang ?
2. Mengapa mulut pasien berbusa ?
5. Jawaban pertanyaan

1. Kejang dapat terjadi karena aktivitas penyebaran sinyal listrik ini terganggu, sehingga
terjadi gerakan-gerakan anggota tubuh yang tidak terkontrol, baik untuk bergerak
secara terus-menerus, maupun tidak bisa bergerak/menegang. 
Kejang dapat disebabkan oleh berbagai keadaan yaitu, epilepsi, kejang demam,
hipoglikemia, hipoksia, hipotensi, tumor otak, meningitis, ketidakseimbangan
elektrolit, dan overdosis obat.

2. Mulut berbusa saat terjadi kejang disebabkan karena saat kejang, mulut akan menjadi


lebih kaku dan tertutup. Selain itu terdapat aktivasi berlebih pada kelenjar ludah. Ini
membuat Anda menghasilkan ludah lebih banyak, tetapi Anda tidak mampu
menelannya.
6. Tujuan pembelajaran selanjutnya
Setelah membuat laporan ini harapan kami kedepannya bisa lebih memahami mengenai
diagnosa dan pencegahan dari penyakit epilepsi
7. Informasih tambahan
EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG DEMAM TERHADAP
SIKAP ORANG TUA DALAM PENANGANAN KEGAWATDARURATAN KEJANG
DEMAM PADA ANAK DI BANJAR BINOH KELOD DESA UBUNG KAJA
8. Klarifikasih Informasi
Demam merupakan salah satu pemicu yang dapat menyebabkan terjadinya kejang
demam. Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada 2 – 5% anak yang berusia
dibawah 5 tahun dengan kejadian yang paling rawan di tahun kedua (Seinfeld, 2013).
Kejadian ini terjadi saat tubuh mengalami kenaikan suhu antara 38- 38,9⁰C, yang
disebabkan karena adanya infeksi pada jaringan ekstrakranial seperti tonsillitis, otitis
media akut dan brochitis (Rahayu, 2014). Menurut World Health Organization (WHO),
(2012) kejadian kejang demam sebanyak 80% menyebabkan terjadinya epilepsi terutama
di negara – negara miskin (Andretty, 2015). Kejadian kejang demam dominan terjadi
pada anak usia dibawah 5 tahun sebesar 2-5% (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2014).
Menurut data dari RSUD Wangaya Denpasar (2017) kejang demam mengalami
peningkatan dari 142 penderita pada tahun 2016 menjadi 153 penderita pada tahun 2017.
Faktor utama yang mempengaruhi dalam penanganan kejang demam adalah
pengetahuan. Penanganan kejang demam harus didasari dengan pengetahuan yang benar
tentang kejang demam dan memerlukan pembelajaran yang tepat melalui pendidikan baik
formal maupun informal (Taslim, 2013 dalam Marwan, 2017).
Kekhawatiran dan kecemasan yang berlebih dapat disebabkan karena edukasi atau
pengetahuan orang tua yang masih kurang tentang kejadian kejang demam pada anak.
Hal ini menunjukan bahwa sangat diperlukan pendidikan tambahan tentang bagaimana
sikap orang tua dalam penanganan kegawatdaruratan kejang demam pada anak.
9. Analisa dan Sintesis Informasi
Berdasarkan hasil diskusi kelompok yang merujuk pada kasus yang ada dimana
terdapat Seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, dibawa ke rumah sakit dengan keluhan
kejang saat tidur dengan posisi kepala menengadah ke atas, mata melenting ke atas dan
kejang kelojotan pada keempat anggota gerak. Saat anak kejang tidak sadarkan diri dan
mengompol, mulut berbusa, dan terjadi selama 1-2 menit, keluhan ini terjadi kedua
kalinya. Keluhan pertama dialami sekitar dua minggu yang lalu. Ada riwayat keluhan
yang sama di keluarga. Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital saat ini Tekanan darah
100/60 mmHg, HR 88 x/menit, RR 34 x/menit, suhu tubuh 37,50C.
Berdasarkan informasi dan pemeriksaan yang didapatkan berdasarkan kasus
bahwa tanda dan gejala yang diraskan pasien menunjukkan pasien mengalami masalah
pada sistem neurologi, dimana dilihat dari tanda dan gejala yang dirasakan oleh pasien,
kemudian dari hasil pengkajian dan tanda-tanda vital. Berdasarkan hal tersebut dapat
timbul beberapa diagnosa banding untuk mengidentifikasi lebih lanjut sebelum
ditetapkan penyakit yang dialami oleh pasien. Diagnosa bandingnya adalah epilepsi dan
meningitis diagnosa tersebut terdapat beberapa manifestasi klinis yang sesuai dengan
tanda dan gejala yang diraskan oleh pasien serta berdasarkan pemeriksaan yang telah
dilakukan, dari kedua diagnosa tersebut yang paling sesuai dengan tanda dan gejala serta
pemeriksaan yang didapatkan yaitu Epilepsi. Dimana dari tanda dan gejala yang
dikeluhkan pasien serta hasil pengkajian tersebut maka dapat ditetapkan diagnosa utama
dari diagnosa pembanding bahwa pasien mengalami kelainan sistem neurologi yang
merujuk pada Epilepsi sebagai diagnosa utama.
10. Laporan Diskusi

Anda mungkin juga menyukai