Anda di halaman 1dari 114

PENGARUH PEMBINAAN KEROHANIAN ISLAM

TERHADAP KESADARAN BERAGAMA NARAPIDANA


(Studi kasus di Lembaga Pemasyarakatan Wanita
Kelas IIA, Tangerang)

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I)

Oleh:

Novalian Kesumasari
109011000063

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
LEMBAR PERNYATAAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Novalian Kesumasari


Nim : 109011000063
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Angkatan Tahun : 2009/2010
Alamat : Jalan Teratai No.18a, Stadion Sukung, RT:003/RW:008,
Kelapa Tujuh Kotabumi Selatan, Kotabumi, Lampung Utara,
Lampung.

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA


Bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Kesadaran
Beragama Narapidana (Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A,
Tangerang adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama : Marhamah Saleh, Lc., MA


NIP : 19720313 200801 2 010
Dosen Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima
segala konsekuensi apabila pernyataan skripsi ini bukan hasil karya sendiri.

Jakarta, 2 Desember 2013


Menyatakan,

NOVALIAN KESUMASARI

ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Maka Nikmat Tuhan Kamu Yang Manakah Yang Kamu


Dustakan?”

(QS. Ar-Rahman)

“Berdoa tanpa usaha adalah bohong

Berusaha tanpa berdoa adalah sombong”

(Pepatah)

Puji syukur kepada Allah SWT. atas segala nikmat yang

telah diberikan sehingga saya mampu menyelesaikan skripsi

ini. Skripsi ini saya persembahkan kepada kedua orang tua

saya tercinta, karena ketulusan cinta dan kasih sayangnya

pula-lah hingga sampai saat ini saya masih mampu

menjalani hari-hari penuh kebahagiaan dan keberkahan atas

Ridho-Nya melalui setiap do’a-do’a yang dengan tulus

dimohonkan kepada-Nya.

iii
Abstrak

Pengaruh Pembinaan Kerohanian Islam Terhadap Kesadaran Beragama


Narapidana
(Studi Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A, Tangerang )
Kata kunci: Pembinaan Kerohanian Islam dan Kesadaran Beragama Narapidana.
Penelitian ini dilatarbelakangi adanya kegelisahan yang selama ini
dirasakan apakah ada pengaruh antara Pembinaan Kerohanian Islam dengan
Kesadaran Beragama Narapidana. Studi penelitian ini bertujuan untuk menjawab
permasalahan (1) bagaimana pelaksanaan Pembinaan Kerohanian Islam di
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A, Tangerang dan (2) adakah pengaruh
antara Pembinaan Kerohanian Islam dengan Kesadaran Beragama Narapidana
Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A, Tangerang. Permasalahan tersebut
dibahas melalui sebuah penelitian kualitatif sebagai deskripsi kenyataan di lapan
dan penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasional sebagai pembanding
nilai pengaruh yang dilaksanakan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas II A
Tangerang. Proses pengumpulan data pada penelitian ini dengan cara observasi,
angket, wawancara, dan dokumentasi. Kemudian data ini dianalisis dengan
pendekatan rumus statistik product moment.
Penelitian ini menunjukkan bahwa (1) pelaksanaan Pembinaan Kerohanian
Islam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tangerang berbentuk
program pengajaran, pelatihan, dan pembinaan, seperti kegiatan pelaksanaan
pembinaan kerohanian yang selalu dilaksanakan setiap senin hingga sabtu mulai
pukul 08.00 pagi s/d 12.00 siang dengan agenda kegiatan pembacaan Iqro dan Al-
Qur’an serta dilanjutkan dengan pengajian bersama dan tausiah yang dipimpin
langsung oleh Ustad dan Ustadzah yang terpercaya. (2) Terdapat pengaruh yang
signifikan antara Pembinaan Kerohanian Islam Terhadap Kesadaran Beragama
Narapidana Wanita Kelas IIA Tangerang, hal ini terlihat dari hasil perolehan
angka korelasi yang menunjukkan r hitung (rh) = 0,58 lebih besar dari r tabel (rt)
5% = 0,361. Sehingga dapat dinyatakan bahwa semakin sering seorang
Narapidana mengikuti kegiatan pembinaan kerohanian Islam berupa materi
Pendidikan Agama Islam dengan membaca Al-Qur’an dan mengikuti tausiyah
agama , maka lebih baik pula kesadaran beragama Narapidana.

NOVALIAN KESUMASARI (PAI)

iv
KATA PENGANTAR



Alhamdulillah segala puji hanya bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam
yang menggenggam setiap kejadian, penyempurna setiap kebahagiaan, tempatku
bersandar dan bersyukur atas seluruh nikmat tanpa batas. Shalawat dan Salam
senantiasa menyelimuti baginda Nabi Muhammad SAW tercinta beserta keluarga,
sahabat, dan pengikut sampai akhir zaman.

Selama penulisan skripsi yang berjdul Pengaruh Pendidikan Agama Islam


Terhadap Kesadaran Beragama Narapidana (Studi kasus di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita, Tangerang, penulis menyadari sepenuhnya
bahwa tidak sedikit kesulitan dan hambatan yang dialami. Namun berkat kerja
keras, doa dan kesungguhan hati serta dukungan dari berbagai pihak untuk
menyelesaikan skripsi ini, semua dapat teratasi. Oleh sebab itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Kedua orang tuaku tercinta, Akuan Mansyur dan Roslini Hartawi, yang selalu
penulis banggakan karena telah memberikan dukungan secara moril dan
materil. Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan cinta yang selalu
diberikan beliau kepada penulis.
2. Prof. Dr. Komarudin Hidayat., Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Nurlena Rifa’i, MA, Ph.D.,Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Drs. H. Abdul Majid Khon. M.Ag., Ketua jurusan Pendidikan Agama Islam.
FakultasIlmu Tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Marhamah Saleh, Lc. MA., Sekretaris jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Marhamah Saleh Lc., MA., Pembimbing skripsi yang penuh keikhlasan
dalam membagi waktu, tenaga, dan pikiran beliau dalam upaya memberikan

v
bimbingan, petunjuk, serta mengarahkan penulis dalam proses penyelesaian
skrpsi ini dengan sebaik-baiknya.
7. Cipriana Murbihastuti, Bc.IP, Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA
Wanita Tangerang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
melakukan penelitian di lembaga yang beiau pimpin.
8. Yusmarni, SE., MH dan Nuraini P.Amd., IP., MH selaku subseksi Binapi dan
Subseksi Bimpas sekaligus observer yang telah membantu penulis
melaksanakan penelitian ini.
9. Pimpinan dan Staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan yang telah memberikan fasilitas berupa kemudahan dalam
peminjaman buku.
10. Para Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tangerang
yang telah bersedia sebagai subyek dalam Penelitian.
11. Abang dan Adikku dialah Alfredo dan Irdini, terima kasih atas doa dan
dukungannya selama ini, serta telah memberi keceriaan yang mampu
menghilangkan penatku.
12. Sahabat-sahabatku, Merina Ayi, Alena, Aviana, Aufa, Eva Faizah, Mufliha,
Nur Sa’adah, Nurul, Septiara, Nisa, dan Reni. Terimakasih atas doa,
dukungan, bantuan dan kebersamaan selama ini yang kalian berikan.
13. Sahabat-sahabat seperjuangan jurusan Pendidikan Agama Islam angkatan
2009, kelas PAI-B dan Fiqih-B. Terimakasih atas kebersamaannya,
dukungan, bantuan dan motivasi. Tiada hal yang terindah kecuali mengenang
masa kita berjuang bersama di kampus tercinta.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan
bantuan yang sangat bermanfaat bagi penulis demi terselesaikannya skripsi
ini.
Tiada ucapan yang dapat penulis haturkan kecuali “Jazakumullah
Ahsanal Jazaa” semoga amal baiknya diterima oleh Allah SWT.
Penulis mengharapkan masukan berupa saran dan kritik yang konstruktif
dari pembaca demi memperbaiki karya tulis ini, semoga dapat membawa manfaat
bagi para pengkaji/pembaca dan bagi penulis sendiri. Amin Ya Robbal ‘Alamin.

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN .................................................................. i


LEMBAR PERNYATAAN .................................................................. ii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................... iii
ABSTRAK ............................................................................................ iv
KATA PENGANTAR .......................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ................................................................................ x
BAB I – PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .......................................................................... 8
C. Pembatasan Masalah ......................................................................... 8
D. Perumusan Masalah .......................................................................... 9
E. Tujuan Penelitian ............................................................................... 9
F. Kegunaan Penelitian .............................................................................. 9

BAB II – KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik ............................................................................ 10


1. Pembinaan Kerohanian Islam .............................................. 10
a. Pengertian Kerohanian Islam ......................................... .......... 10
b. Dasar-dasar Kerohanian Islam ...................................... ........... 11
c. Ruang Lingkup Kerohanian Islam ............................................ 13

2. Kesadaran Beragama ........................................................... 14


a. Pengertian Kesadaran Beragama ......................................... ..... 14
b. Fungsi dan Tujuan Agama....................................................... 15
c. Kebutuhan Terhadap Agama bagi Manusia ............................. 16
d. Faktor yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan ........................ 17

vii
e. Indikator Sikap Keagamaan ..................................................... 22
3. Narapidana .......................................................................... 24
a. Pengertian Narapidana ............................................................. 24
b. Tujuan Pembinaan Hukum Pidana ........................................... 24
c. Penggolongan Narapidana ....................................................... 25
d. Hak dan Kewajiban Narapidana............................................... 25

B. Hasil Penelitian Yang Relevan .......................................................... 26


C. Kerangka Berpikir ............................................................................. 28
D. Hipotesis penelitian ........................................................................... 29

BAB III – METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 30


B. Metode Penelitian .............................................................................. 30
C. Populasi dan Sampel .......................................................................... 31
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 32
E. Teknik Analisa Data .......................................................................... 35
F. Hipotesis Statistik .............................................................................. 39

BAB IV – HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Data ....................................................................................... 40


1. Gambaran Umum Lapas .......................................................... 40
2. Gambaran Umum Narapidana.. ................................................ 41
3. Gambaran Kegiatan Lapas ....................................................... 41
4. Prosentase Hasil Angket Penelitian .......................................... 43

B. Pengujian Hipotesis ........................................................................... 60


C. Pembahasan hasil Penelitian .............................................................. 63
1. Interpretasi Data Statistik ......................................................... 63

viii
2. Keterkaitan Temuan dengan Variabel yang Membatasi ............ 65
3. Komparasi dengan Penelitian Terdahulu .................................. 66

D. Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 66

BAB V – KESIMPULAN

A. Kesimpulan ....................................................................................... 67
B. Implikasi ............................................................................................ 67
C. Saran ................................................................................................. 68
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................
Lampiran-lampiran ..............................................................................

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pedoman Observasi.......................................................................... 44

Tabel 3.2 Kisi-kisi Instrumen ............................................................................ 45

Tabel 3.3 Kisi-kisi Wawancara ......................................................................... 46

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai r............................................................................. 49

Tabel 4.1 Diajarkan Pendidikan Agama Islam sejak dini................................... 53

Tabel 4.2 Mempelajari Pendidikan Agama Islam ketika berada di Lapas .......... 54

Tabel 4.3 Meyakini bahwa Allah SWT dan malaikat-Nya mengawasi............... 54

Tabel 4.4 Meyakini setiap kehendak Allah SWT .............................................. 55

Tabel 4.5 Bersedekah mengajarkan untuk selalu rendah hati ............................. 55

Tabel 4.6 Berpuasa mengajarkan agar selalu bersabar ....................................... 56

Tabel 4.7 Sholat mengajarkan agar disiplin waktu ............................................ 57

Tabel 4.8 Zakat mengajarkan untuk membersihkan hati .................................... 57

Tabel 4.9 Mengikuti ulil amri saat perayaan Idul Fitri ....................................... 58

Tabel 4.10 Mampu mempraktikan tata cara wudhu dan sholat ............................ 58

Tabel 4.11 Menyempatkan waktu mempelajari Al-Qur’an .................................. 59

Tabel 4.12 Menghafal surat-surat pendek dalam Al-Qur’an ................................ 59

Tabel 4.13 Mengikuti pengkajian Al-Qur’an di Lapas ........................................ 60

Tabel 4.14 Menghafal Asmaul Husna dan maknanya .......................................... 60

Tabel 4.15 Meneladani Rasulullah saw. .............................................................. 61

Tabel 4.16 Meyakini hari kiamat ........................................................................ 62

x
xi

Tabel 4.17 Menyukai pembelajaran Pendidikan Agam Islam .............................. 62

Tabel 4.18 Membiasakan khusu’ dalam melaksanakan sholat ............................. 63

Tabel 4.19 Membiasakan membaca doa agar mendapatkan keberkahan .............. 63

Tabel 4.20 Meminta maaf jika melakukan kesalahan kepada sesama .................. 64

Tabel 4.21 Membiasakan membaca Al-Qur’an ................................................... 64

Tabel 4.22 Hati menjadi tenang dan tentram ketika mendengar lantunan ayat suci

Al-Qur’an ......................................................................................... 65

Tabel 4.23 Membaca buku Pendidikan Agama Islam sebagai media penambah

ilmu pengetahuan agama .................................................................. 66

Tabel 4.24 Rutin dalam mengikuti pengajian di dalam Lapas.............................. 66

Tabel 4.25 Mampu memimpin pengajian di Lapas .............................................. 67

Tabel 4.26 Mengakui kesalahan sehingga mendapatkan hukuman dari negara .... 67

Tabel 4.27 Takut akan dosa jika melakukan kedalahan yang dilarang oleh

agama .............................................................................................. 68

Tabel 4.28 Mmenyesali kesalahan yang pernah dilakukan .................................. 68

Tabel 4.29 Merasa bersalah kepada Allah SWT, diri sendiri, dan keluarga karena

telah melakukan tindak pidana .......................................................... 69

Tabel 4.30 Terpaksa mengikuti pengajian di dalam Lapas .................................. 69

Tabel 4.31 Uji Korelasi ...................................................................................... 71


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah bagian dari proses yang diharapkan untuk mencapai


suatu tujuan.1 Dalam definisi tersebut tercermin suatu proses kegiatan mendidik.
Dengan demikian dalam praktiknya pendidikan adalah suatu usaha, proses,
bimbingan, tuntunan, dan pembekalan yang secara sadar oleh pendidik kepada
anak didiknya guna membantu anak didik tersebut memiliki kecakapan-kecakapan
dan keterampilan yang dibutuhkan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Agama merupakan risalah yang disampaikan Allah SWT kepada Nabi


SAW sebagai petunjuk bagi manusia dan hukum-hukum sempurna untuk
dipergunakan manusia dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata serta
mengatur hubungan dengan dan tanggung jawab kepada Allah SWT, dirinya
sebagai hamba Allah SWT, manusia dan masyarakat serta alam sekitarnya. 2
Hukum yang dimaksud disini ialah sebagai alat keseimbangan kehidupan manusia
di dunia dan di akhirat yang mengatur pemeliharaan hubungan antara manusia
dengan Sang Khalik, manusia dengan manusia, dan manusia dengan
lingkungannya.

1
Fadilah Suralaga dkk, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2005), cet ke-1, h.39.
2
Zakiyah Darajat, dkk, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta, Bulan Bintang, 1984), h.58.

1
2

Sebagaimana firman-Nya dalam surat Adz-Dzariyat: 56:

      


“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Pendidikan agama menyangkut manusia seutuhnya, ia tidak hanya
membekali dengan pengetahuan agama dan mengembangkan intelektual anak
didik saja, serta tidak pula mengisi dan menyuburkan perasaan (sentiment) agama
saja. Akan tetapi, melalui pendidikan agamalah kepribadian anak didik akan
terbentuk secara keseluruhan mulai dari pengetahuan agama, latihan-latihan
amaliah sehari-hari, sikap keberagamaannya dan perilaku (akhlak), yang sesuai
dengan ajaran, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan, manusia
dengan manusia lainnya, manusia dengan alam serta manusia dengan dirinya
sendiri.3
Dalam Islam, pendidikan mempunyai posisi yang sangat signifikan
sebagai bagian dari suksesnya dakwah agama ini. Hal ini terlihat dari turunnya
wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw., dalam surat al-Alaq
yaitu Iqra yang biasa diterjemahkan dengan bacalah! Kata ini merupakan pintu
gerbang bagi terbukanya ilmu pengetahuan. Perintah membaca merupakan
perintah yang paling berharga yang dapat diberikan kepada ummat manusia.
Membaca merupakan jalan yang mengantar manusia mencapai derajat
kemanusiaannya yang sempurna. Sehingga, wajarlah bila dikatakan bahwa
membaca adalah syarat utama guna membangun peradaban, dan bila diakui bahwa
semakin luas pembacaan semakin tinggi peradaban, demikian pula sebaliknya.4

Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam


menyiapi peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani ajaran agama islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati

3
Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 2009), h. 124.
4
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat, (Bandung: mizan, 2003), cet. XXVI, h. 170.
3

penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar ummat


beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.5 Dengan kata lain,
Pendidikan Agama Islam memberikan arti yang sangat penting sebagai sarana
pembentukan tingkah laku anak didik, karena mereka merupakan penerus generasi
bangsa, negara, dan agama. Banyak bekal pengetahuan dan kesiapan mental yang
matang yang harus dimiliki anak didik dalam rangka melaksanakan tugasnya agar
dapat memiliki dedikasi yang tinggi dan bertanggug jawab.

Melalui pendidikanlah para pendidik Islam menghasilkan pribadi-pribadi


yang nanti menjadi pendidik pula, menyebarkan agama Islam kepada generasi
yang akan datang, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw.
kepada para sahabatnya, sehingga pada tiap-tiap diri para sahabat terpancar ke-
Islaman yang utuh.

Mengenai keutamaan belajar, Allah SWT mengangkat derajat orang-orang


yang berilmu dan mengembangkan ilmunya, salah satu ayat yang menjelaskan
tentang keutamaan pendidikan yaitu dalam surat Al-Mujadalah: 11:

          

  


“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”,
(QS. Al-Mujadalah:11).
Dengan demikian pendidikan Islam mentransfer nilai-nilai atau keilmuan
Islam harus mampu membentuk sikap hidup yang dijiwai nilai ajaran Islam yang
telah disampaikan tersebut.

5
Abdul Majid, dkk, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: Rosda Karya,
2004), Cet. 1, h. 130.
4

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan mempunyai fungsi
serta tujuan tertentu. Seperti dijelaskan dalam Undang-undang No 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 bahwa:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”.6
Tujuan ini sangat sesuai dengan fitrah manusia, salah satunya fitrah
beragama. Dengan demikian pendidikan agama sangat penting bagi manusia,
terutama Pendidikan Agama Islam.

Manusia hidup di dunia ini pastilah mempunyai tujuan hidup yang sama
yaitu bahagia dunia dan akhirat. Salah satu cara yang akan membawa manusia
kepada kebahagiaan adalah melalui ilmu pendidikan. Ilmu dapat diperoleh dengan
adanya pendidikan, baik pendidikan yang dimulai dari dalam rumah atau
keluarga, di sekolah, maupun di dalam masyarakat. Oleh karena itu pendidikan
sangat berperan penting dalam mencapai tujuan hidup yang dicita-citakan.

Bimbingan kerohanian Islam berupa pendidikan agama Islam sebaiknya


telah ditanamkan sejak manusia berada dalam kandungan seperti misalnya
seorang ibu yang sedang mengandung bayi dianjurkan untuk lebih banyak
berdzikir dan membaca Al-Qur’an serta berdoa demi perkembangan janin dan
keselamatannya kelak. Manusiapun sejak lahir hingga akhir hayatnya selalu
membutuhkan agama sebagai bagian dari kebutuhan jiwanya. Misalnya sejak
seorang calon bayi yang telah ditiupkan ruhnya oleh Allah SWT sejak itu pula ia
selalu berdzikir kepada Tuhannya, dilahirkan oleh ibunya, kemudian tumbuh dan
berkembang menjadi anak-anak, remaja, dewasa, hingga sebelum ia di
kuburkanpun seseorang tetap bersinggungan dengan agama.

6
Undang-undang SISDIKNAS, (Jakarta: Sinar Grafika, 2003), Cet. 1, h. 7.
5

Oleh karena itulah pembinaan kerohanian Islam berupa pendidikan agama


Islam sangat penting sebab dengan bimbingan kerohanian Islam, orang tua atau
guru berusaha secara sadar memimpin dan mendidik anak serta mengarahkan
kepada perkembangan jasmani dan rohaninya sehingga mampu membentuk
kepribadian yang sesuai dengan ajaran agama Islam.

Pada prinsipnya bimbingan kerohanian Islam berupa pendidikan agama


Islam baik di lembaga pendidikan non formal maupun formal bertujuan untuk
membekali seseorang agar memiliki pengetahuan lengkap tentang agama Islam
dan mampu mengaplikasikannya dalam bentuk amalan praktis. Dengan demikian
seseorang dapat melaksanakan ritual-ritual ibadah secara benar menurut ajaran
Islam sesuai dengan ibadah yang dipraktikan dan diajarkan oleh Rasulullah SAW.
baik itu berupa ibadah secara akhlak maupun ibadah praktis seperti sholat dan
sebagainya.

Dengan bimbingan kerohanian Islam, seseorang diharapkan dapat


memahami berbagai teori ibadah dan tatacara pelaksanaannya. Sehingga dengan
teori-teori tersebut secara sadar mereka mampu melaksanakan ibadah secara baik
dan benar.

Kebutuhan pokok lainnya adalah kebutuhan rasa kasih sayang dan rasa
aman. Untuk melindungi serta menunjang hidupnya hingga ia mampu berdiri dan
mandiri menjalani kehidupannya di dalam bermasyarakat. Dalam hal ini orang
pertama yang mempengaruhi sikap dan tingkahlaku seseorang ialah kedua orang
tuanya, keluarga, lingkungan pendidikan, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
Keluarga merupakan sumber utama pembentuk kepribadian seseorang yang sesuai
dengan fitrahnya sejak lahir, maka apabila didalam suatu keluarga tidak adanya
keseimbangan dan kesadaran serta tanggungjawab dalam mendidik anak-anak
didiknya akan menimbulkan sebab dari penyimpangan sosial yang dilakukan
seseorang. Dengan kata lain, hendaklah minimal dalam lingkungan keluarga telah
tertanam kesadaran beragama dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
6

Arus modernisasi di samping berdampak positif bagi kehidupan ummat


manusia, namun di sisi lain ternyata telah melahirkan dampak yang negatif pula
bagi kehidupan manusia itu sendiri, yaitu dengan menggejalanya berbagai
problema yang semakin kompleks, baik yang bersifat personal maupun yang
bersifat sosial. Manusia modern telah terpedaya oleh produk pemikirannya sendiri
karena kurang mampu mengontrol efek dari hasil pemikiran itu sendiri.

Derasnya arus modernisasi membutuhkan penanganan serius dimuali dari


penanaman rohani Islam yang terkandung dalam Pendidikan Agama Islam. Oleh
karena itu bimbingan kerohanian Islam sangat berperan penting dalam
perkembangan seorang anak didik sedini mungkin guna tidak terjerumusnya
seseorang kelak dalam permasalahan-permasalahan negatif yang khas seperti
pertumbuhan pribadi, perkembangan emosi, pergaulan sosial yang menyimpang
dalam masyarakat.

Untuk menuju kesadaran keagamaan yang utuh, setiap umat beragama


harus memenuhi dimensi-dimensi keagamaan secara keseluruhan. Dimensi-
dimensi itu ialah: dimensi keyakinan, dimensi peribadatan, dimensi pengalaman,
dimensi pengamalan, dan dimensi pengetahuan. Dari dimensi tersebut, dimensi
pengetahuan akan sangat berperan terhadap munculnya kesadaran keagamaan.
Agar kesadaran keagamaan itu muncul dengan baik dalam kehidupan seorang
penganut agama, maka model pendidikan agama sangat menentukan.Untuk itu,
model pendidikan agama yang harus dikembangkan tidak semata bersifat
doktrinal, dengan menekankan serangkaian ajaran dan kewajiban kepada pemeluk
agama, melainkan pendidikan agama harus dilakukan dengan melibatkan emosi
dan rasionalitas para penganutnya.

Faktor lainnya yang mempengaruhi kepribadian seseorang adalah


pendidikan baik formal maupun non formal dan lingkungan sekitarnya. Dalam hal
pendidikan, ada seorang anak didik yang sejak kecil telah diajarkan tentang ilmu
pendidikan agama oleh orang tuanya dan mereka tinggal di lingkungan
masyarakat yang mempunyai nilai kesadaran beragama yang memadai.
7

Ada pula seorang anak didik yang hampir tidak pernah dikenalkan tentang
ilmu agama oleh orang tuanya, namun ia tinggal di dalam lingkungan masyarakat
yang mempunyai nilai kesadaran beragama yang tinggi sehingga anak tersebut
mempelajari ilmu agama bersama teman sepermainannya serta warga sekitarnya,
namun ada pula seorang anak didik yang jarang sekali diberikan pengetahuan
keagamaan oleh orang tuanya, kemudian di dalam masyarakat pula ia sering
merasa asing karena sangat jarang bertemu dan bersosialisasi di lingkungan
sekitarnya sehingga ia lebih memilih menyendiri dan asik dengan dunianya
sendiri.

Pada kondisi yang memprihatinkan inilah seorang anak didik yang kurang
kontrol terhadap agama, orang tua, dan masyarakat sekitarnya yang akan berefek
negatif pada diri anak didik itu sendiri. Sebagai contoh, seorang anak didik yang
akhirnya mengkonsumsi narkoba dan sejenisnya dengan dalih kurangnya
perhatian dari kedua orang tuanya serta mengikuti trend teman-teman sekitarnya
yang akhirnya anak didik tersebut terbuai oleh perilaku menyimpang yang
menyebabkan ia menjadi pelaku tindak pidana sehingga terhampaslah
kemerdekaannya di dalam bermasyarakat dan menjadi narapidana guna menebus
kesalahannya.

Kesenjangan antara pendidikan dan moral ini bukan semata-mata karena


unsur ketidaksengajaan, namun setiap perilaku seseorang ialah bergantung pada
kesadaran seorang tersebut terhadap agamanya. Jika seseorang yang
berpendidikan secara sadar bahwa setiap tindakan yang dapat merugikan orang
lain, adalah suatu keburukan dan takut akan dosa dari Tuhannya, maka dapat
diartikan bahwa seseorang tersebut telah mengamalkan keyakinan keagamaan
yang ada pada dirinya, namun jika seseorang yang berpendidikan dan telah
mendapatkan bimbingan kerohanisn Islam sedari kecil, namun karena terlenanya
ia akan suatu hal yang menyebabkan ia melakukan perbuatan yang merugikan diri
sendiri bahkan merugikan orang lain dan kurang menyadari perbuatannya
tersebut, maka patut dipertanyakan bahwa kemanakan pendidikan agama Islam
yang telah dipelajarinya.
8

Dari kronologis diatas terlihat bahwa selain perhatian orang tua, keluarga,
dan masyarakat dalam mendidik anak didik, peran agama yang telah tertanam
pada dirinya pula akan menjadi kontrol dalam setiap tindakannya. Jika seseorang
mempunyai kesadaran bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan
penyimpangan tindak pidana serta diharamkan pula oleh agama karena hal
tersebut di qiyaskan dengan khamr yang dapat merusak akal, maka hal tersebut
mungkin tak akan pernah terjadi. Dengan melihat kejadian tersebut yang
menyebabkan perilaku menyimpang sebagai bagian dari kepribadian beragama
tatkala seseorang menunjukkan hal-hal yang tidak dapat dimaklumi sebagai
perilaku yang mencerminkan kesadaran beragama, sehingga timbulah upaya-
upaya untuk memperbaikinya.

Selama ini upaya yang telah dilakukan untuk menangani pelaku tindak
pidana yaitu dengan pembinaan di dalam lembaga pemasyarakatan (LAPAS)
dengan tujuan untuk membina warga binaan kembali menjadi pribadi yang lebih
baik dari sebelumnya dan dapat diterima kembali di dalam masyarakat.Pembinaan
di dalam lembaga pemasyarakatan bukan hanya pemberian hukuman, penanaman
bakat dan keterampilan, namun juga terdapat pembinaan moral dan kerohanian
berupa pembinaan kesadaran beragama guna menunjang jiwa keagamaan anak
binaan. Banyak hal yang dilaksanakan dalam kegiatan pembinaan kerohanian
Islam pada narapidana misalnya, pada setiap harinya narapidana selalu
melaksanakan pembacaan ayat suci Al-Qur’an yang dibimbing langsung oleh
beberapa ustadzah, kemudian setelah masing-masing narapidana mengaji,
kegiatan selanjutnya yaitu berupa tausiah-tausiah keagamaan yang berguna untuk
mengembangkan pengetahuan para anak binaan memahami ilmu agama yang
benar.

Dengan pembinaan kerohanian Islam, seorang narapidana diharapkan


dapat memahami berbagai teori ibadah dan tata cara pelaksanaannya. Dengan
teori-teori tersebut mereka secara sadar mampu melaksanakan ibadah secara baik,
benar, dan bagus, namun terkadang masih ada saja seorang Narapidana yang telah
mendapatkan pembinaan kerohanian Islam berupa pendidikan agama Islam
9

didalam Lembaga Pemasyarakatan, ketika seorang tersebut telah bebas hukuman


dan kembali di masyarakat, mantan Narapidana tersebut tidak melaksanakan
kewajiban agamanya seperti yang biasa ia lakukan di dalam Lembaga
Pemasyarakatan sebelumnya. Bahkan ironisnya lagi adalah, ketika berada di
dalam Lembaga Pemasyarakatan seorang Narapidana bahkan bisa lebih
meluaskan jaringannya karena bertemu dengan Narapidana lain yang terjerat
dengan kasus yang sama bahkan lebih profesional. Disinilah seharusnya kontrol
agama dalam dirinya yang berperan dalam setiap tindakannya. Oleh karena itu
patut dipertanyakan bahwa kemanakah kesadaran beragama terhadap dirinya
Maka dari itu akan ada pengaruh antara teori pembinaan kerohanian Islam dengan
kesadaran beragama seseorang.

Atas dasar pemikiran itulah, untuk lebih jauh mengetahui adanya pengaruh
antara Pendidikan Agama Islam yang dimiliki seseorang dengan Kesadaran
Beragamanya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul:
“PENGARUH PEMBINAAN KEROHANIAN ISLAM TERHADAP
KESADARAN BERAGAMA NARAPIDANA (STUDI KASUS di
LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A WANITA,
TANGERANG)”

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dalam


hal ini penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Banyaknya individu-individu yang salah dalam pergaulan.


2. Belum tertanamnya nilai agama dalam diri seseorang sehingga melakukan
tindak pidana.
3. Kurang efektifnya
4. Pendekatan atau metode penyampaian pendidikan agama Islam yang
kurang menarik bagi narapidana.
10

C. Pembatasan Masalah

Kegiatan penelitian ini terbatas pada masalah sebagai berikut:

1. Pendidikan Agama Islam yang dimaksud adalah materi Pendidikan Agama


Islam yang diberikan kepada para Narapidana dalam pembinaan kesadaran
beragama yang dilaksanakan di lembaga pemasyarakatan wanita
Tangerang.
2. Kesadaran beragama tujuannya adalah agar para Narapidana secara sadar
melaksanakan tugas dan kewajiban pribadinya sebagai hamba Allah SWT.
3. Narapidana yang akan menjadi sampel peneliti selanjutnya adalah
narapidana muslim yang mengikuti kegiatan pembinaan kesadaran
beragama di dalam Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Wanita, Tangerang.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka peneliti merumuskan


masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam di Lembaga


Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita, Tangerang?
2. Apakah ada pengaruh pendidikan agama Islam terhadap kesadaran
beragama para Narapidana?

E. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pendidikan agama Islam di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita, Tangerang.
2. Untuk mengetahui adakah pengaruh pendidikan agama Islam terhadap
kesadaran beragama para Narapidana.
11

F. Kegunaan Penelitian
1. Berguna bagi penulis dalam menyelesaikan karya ilmiyahnya sebagai
tugas akhir perkuliahan.
2. Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan masukan,
guna lebih meningkatkan pentingnya Pendidikan Agama Islam dalam
kesadaran beragama.
3. Dengan mengetahui informasi tentang tingkat kesadaran beragama,
lembaga dapat berusaha melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan
kesadaran beragama para narapidana
4. Dengan data ini, diharapkan menjadi bahan informasi bagi lembaga
pemasyarakatan tentang tingkat kesadaran beragama para narapidana.
5. Serta sebagai bahan rujukan pembaca lainnya dalam pembahasan
Pendidikan Agama Islam dan Kesadaran Beragama.
BAB II

KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoritik
1. Pembinaan Kerohanian Islam
a. Pengertian Pembinaan

Istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan pemberian awalah “pe”
dan akhiran “kan” mengandung arti “perbuatan” hal, cara, dan sebagainya. Istilah
pendidikan ini semula berasal dari bahasa yunani, yaitu paedagogie, yang berarti
bimbingan yang di berikan kepada anak. Istilah ini dalam bahasa Inggris dikenal
dengan education yang berasal dari kata Latin educare, educatie. Kata educare
dalam bahasa Inggris berarti proses menghasilkan dan mengembangkan, yang
mengacu kepada yang bersifat fisik dan materil.1

Dalam literatur Pendidikan Islam, istilah pendidikan mengandung


pengertian al-Tarbiyah, al-Ta’dib, dan al-Ta’lim.2

Adapun pengertian pendidikan sebagaimana yang di kutip oleh Hasbullah,


3
adalah:

1
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta, Kalam Mulia, 1990), h.3 (al-
Tarbiyah=pendidik, al-Ta’dib=mendidik, al-Ta’lim=mengetahui)
2
Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam PendekatanHistoris, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta:
Ciputat Press, 2002), h.25.

12
13

1) Menurut Langeveld
Pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan
bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan
anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap
melaksanakan tugas hidupnya sendiri.
2) John Dewey
Pendidikan adalah proses pebentukan kecakapan-kecakapan
fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan
sesama mmanusia.
3) J.J Rousseau
Pendidikan adalah memberi kita pembekalan yang tidak ada pada
masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya ketika
dewasa.
4) Driyarkarya
Pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan
manusia muda ke taraf insani.
5) Ki. Hajar Dewantara
Mendidik ialah mengerahkan segala potensi di dalam diri seorang
anak agar dia mencapai kebahagiaannya dan keselamatan di
dalam dirinya dan di dalam masyarakatnya.4
6) Menurut UU No.2 Tahun 1989
Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik
melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang.5
7) Menurut UU No. 20 Tahun 2003
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
3
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Edisi Revisi, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada,
1999), h. 2-3.
4
M. Alisuf Sabri, Ilmu Pendidikan, (Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya, 1999), cet. Ke-1, h. 6
5
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan,.... h.4
14

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk


berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara
yang demokratis serta bertanggung jawab.”6

Dari beberapa pengertian diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa


pendidikan adalah suatu usaha, proses, bimbingan, tuntunan dan pembekalan yang
secara sadar oleh pendidik kepada anak didiknya guna membantu anak didik
tersebut cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri baik secara intelektual dan
emosional yaitu memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan ketika
ia dewasa yang hidup di dalam bermasyarakat, bangsa, dan negara.

b. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Kehadiran Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad


SAW.diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera
lahir dan batin.

Dalam Al-Quran ditegaskan bahwa Allah SWT.telah menganugerahkan


kepada manusia suatu kelebihan dan keutamaan di atas makhluk lainnya yaitu
fitrah, kebebasan, ruh yang kekal, dan akal.

          

       

“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka
di daratan dan dilautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami
lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk
yang telah Kami ciptakan”. (Al-Isra: 70).

6
Undang-undang SISDIKNAS…, h. 7.
15

Kemudian diterangkan pula dalam firman-Nya bahwa pendidikan telah


tercipta sejak adanya makhluk (manusia) yang pertama:

          

    

“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,


kemudian mengemukakannya kepada Malaikat lalu berfirman: Sebutkanlah
kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar!”
(QS. Al-Baqarah: 31).
Para ahli pendidikan Islam telah mencoba memformulasi pengertian
pendidikan agama Islam, di antara batasan yang sangat variatif tersebut adalah:

Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam


menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga
mengimani ajaran agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati
penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar ummat
beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.7

Pendidikan agama Islam menurut Zuhairini adalah usaha-usaha sistematis


dan pragmatis dalam membentuk anak didik agar nantinya setelah selesai dari
pendidikan ia dapat memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran agama
Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh serta menjadikan ajaran agama
Islam sebagai suatu pandangan dalam hidupnya untuk keselamatan dan
kesejahteraan hidup di dunia dan di akhirat.8

Menurut Zakiyah Darajat seperti yang dikutip oleh Abdul Majid dkk,
pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh
peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh.

7
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung:
PT RemajaRosdakarya, 2006), Cet. III, h. 130.
8
Zuhairini, Metode Khusus Pendidikan Agama Islam, (Surabaya: Biro Ilmiah Fak.Tarbiyah
IAIN Sunan Ampel, 1983), h.27.
16

Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta


menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.9

Dari beberapa pendapat diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa,


pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana untuk menyiapkan
peserta didik agar terbentuknya pribadi yang beragama dan toleransi terhadap
agama lain, serta mampu mengamalkan agama Islam untuk keselamatan dirinya di
dunia dan di akhirat.

c. Dasar-dasar Kerohanian Islam

Dalam firman-Nya dinyatakan bahwa Allah SWT. mengangkat derajat


ummatnya yang berilmu, bahkan ayat pertama yang diturunkan oleh Allah SWT
melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW. bukanlah ayat yang
menerangkan tentang shalat, puasa, ataupun zakat, melainkan perintah “Iqra”
yaitu membaca, menelaah, merenungkan, dan mengkaji yang merupakan salah
satu upaya dalam mencerdaskan manusia melalui pendidikan.

Adapun dasar-dasar Pendidikan Agama Islam menurut M. Arifin dalam


bukunya Filsafat Pendidikan Islam, yaitu:

1) Al-Quran. Merupakan kalam Allah SWT yang telah diwahyukan-


Nya kepada Nabi Muhammad SAW. bagi seluruh ummat
manusia. Al-Quran merupakan petunjuk yang lengkap, pedoman
bagi manusia yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia dan
bersifat universal.
Dengan demikian Al-Qur’an merupakan pedoman atau kitab suci
yang berisi petunjuk Allah SWT bagi manusia untuk mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Nabi Muhammad SAW
sebagai pendidik pertama pada masa pertumbuhan Islam telah
menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar pendidikan agama Islam
disamping sunnah. Kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber pokok

9
Abdul Majid dkk, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,..h.130
17

pendidikan dapat dipahami dari ayatAl-Qur’an surat An-Nahl:64,


yaitu:

          

    

Artinya: “dan Kami tidak menurunkan kepadamu al-Kitab (Al-ur’an)


ini melainkan agarkamu dapat menjelaskan kepada mereka perselisihan
itu menjadi petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Q.S. an-
Nahl:64)

2) Hadits (As-Sunnah). Dasar yang kedua selain al-Quran adalah


Sunnah Rasulullah SAW. Yaitu perbuatan, perkataan, dan taqrir
yang pernah di contohkan Nabi Muhammad SAW. dalam
perjalanan hidupnya melaksanakan dakwah Islam.10
Dalam lingkup pendidikan, sunnah mempunyai dua faidah, yaitu:
pertama, menjelaskan system pendidikan agama Islam
sebagaimana terdapat di dalam Al-Qur’an dan menerangkan hal-
hal rinci yang tidak terdapat di dalamnya. Kedua, menggariskan
metode-metode pendidikan yang dapat dipraktekan. Pribadi Rasul
sendiri, merupakan contoh hidup serta bukti konkrit dari hasil
pendidikan agama Islam. Sebagaimana Allah berfirman dalam
surat Al-Ahzab ayat 21:

           

     

Artinya: “sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah SAW. itu


suri tauladan yang baik bagimu, (yaitu)bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah SWT dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut nama Allah SWT.” (Q.S. l-Ahzab:21)
Pada zaman konseptual sekarang ini, kita tidak bisa terlepas dari
ijtihad, termasuk dalam bidang pendidikan agama Islam. Ijtihad

10
. Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2001), cet 1, hlm 95-97
18

dalam agama Islam harus tetap bersumber pada Al-Qur’an dan


Hadis yang di olah oleh akal sehat dari para ahli pendidikan
agama Islam. Contoh lain pada ijtihad dalam pendidikan agama
Islam, yaitu belajar-mengajar di dalam kelas, pembaruan
kurikulum, dan pemakaian berbagai teknologi terutama dalam
proses kegiatan belajar-mengajar.

d. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Agama Islam

Segala usaha yang dilakukan tentu mempunyai tujuan tertentu, sebab


tujuan merupakan salah satu cara yang diharapkan setelah usaha atau kegiatan
selesai dilaksanakan. Tujuan merupakan faktor yang penting dalam suau kegiatan
atau usaha. Demikian pula dengan proses pendidikan, tanpa adanya suatu tujuan
dalam pelaksanaannya maka akan menimbulkan ketidaktentuan dalam prosesnya.

Menurut Fadilah Suralaga dkk, tujuan pendidikan Islam sejajar dengan


pandangan bahw manusia merupakan makhluk Allah yang mulia dengan akal dan
perasaan serta ilmu dan kebudayaannya yang pantas menjadi khalifah Allah SWT
di bumi. Sedangkan tujuan umum proses pendidikan ini berkaitan dengan upaya
permunculan seluruh potensi ruhiyah dan jasmaniyah yang merupakan fitrah
manusia dalam mencapai bentuk-bentuk pribadi Insan Kamil dalam setiap diri
seseorang.11

Berdasarkan Undang-undang SISDIKNAS NO 20 Tahun 2003, Pasal 3,


Bab II tentang dasar, fungsi, dan tujuan, menjelaskan bahwa:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan


membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab;
“Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan

11
Fadilah Suralaga dkk, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam...h.39-40.
19

mengambangkan anusia seutuhnya yaitu manusia yang beriman dan


bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur,
mempunyai pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani,
kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab
kemasyarakatan dan kebangsaan.”12

Sedangkan tujuan Pendidikan Agama Islam menurut para ahli pendidikan


seperti yang di kutip oleh Zakiyah Darajat, yaitu:13

1) Menurut Muhammad Quraish Shihab, tujuan pendidikan Islam


adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok, sehingga
mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba dan khalifahnya
guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan
Allah SWT.
2) Menurut Ibnu Sina, bahwa tujuan pendidikan harus diarahkan
pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang
kearah perkembbangannya yang sempurna, yaitu perkembangan
fisik, intelektual dan budi pekerti.
3) Menurut Zakiyah Darajat bahwa tujuan pendidikan Islam yaitu
kepribadian yang membuatnya menjadi “Insan Kamil” dengan
pola taqwa Insan Kamil artinya manusia utuh jasmani dan rohani,
dapat hidup berkembang secara wajar dan normal karena
taqwanya kepada Allah SWT.

Dari berbagai pendapat diatas, maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa


fungsi dan tujuan pendidikan agama islam yaitu membina dan mengembangkan
segala potensi yang secara fitrah telah dimiliki oleh setiap manusia agar anak
didik dapat melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai hamba Tuhan didalam
hidup bermasyarakat serta membentuk kepribadian manusia seutuhnya menjadi
Insan Kamil.

12
Undang-undang SISDIKNAS (Sistem Pendidikan Nasional)…, h 7
13
Zakiyah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004), cet ke 5, h. 29
20

Dengan tercantumnya kata “beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang


Maha Esa dan berakhlak mulia”, dalam rumusan tersebut menunjukkan bahwa
pendidikan agama sangat diharapkan berperan langsung dalam upaya pencapaian
tujuan pendidikan nasional, karena tanpa melalui pendidikan agama, keimanan
dan ketaqwaaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tersebut tak akan mungkin dapat
terwujud, oleh karena itu pendidikan agama Islam mempunyai peran yang sangat
penting dalam sistem pendidikan Nasional, yaitu merupakan bagian dari sistem
pendidikan Nasional.

e. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam

Ruang lingkup pendidikan agama Islam meliputi keserasian, keselarasan,


dan keseimbangan antara: Hubungan manusia dengan Allah SWT. Hubungan
manusia dengan sesama manusia. Hubungan manusia dengan dirinya sendiri.
Hubungan manusia dengan makhluk lainnya dan alam semesta. 14

Dalam rangka menjelaskan ruang lingkup pelaksanaan pembinaan


kerohanian Islam, berikut ini akan dikemukakan beberapa bidang pembahasan
pengajaran agama yang menjadi pedoman dalam pembelajaran yang dilaksanakan
dalam pembinaan. Ruang lingkup pembelajaran dalam pembinaan kerohanian
Islam hampir sama halnya dengan kurikulum yang diajarkan seperti di sekolah-
sekolah atau di lembaga informal lainnya yaitu berupa pembelajaran Aqidah-
Akhlak, Fiqh, Al-Quran-Hadis, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI).

Materi agama Islam yang diberikan tidak disusun dalam bentuk silabus
atau rencana pembelajaran terlebih dahulu, akan tetapi ustadzah yang mempunyai
peran penuh dalam menentukan materi dengan topik yang akan disampaikan pada
setiap pertemuan dalam pelaksanaan pembinaan kerohanian Islam di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tangerang.

14
Zakiyah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta, Bumi Aksara, 2008),
h.59
21

1) Pengajaran Aqidah-akhlak, meliputi:


a) Pengajaran Keimanan, meliputi keperayaan kepada Allah
SWT, kepada Rasulullah saw., kepada para Malaikat, kepada
Kitab-kitab Allah SWT, kepada Hari Akhir, dan kepada
Qadha dan Qadar.
b) Pengajaran Akhlak, meliputi sifat-sifat terpuji dan tercela dan
hal yang langsung ikut mempengaruhi pembentukan sifat-sifat
itu pada diri seseorang secara umum.
c) Pengajaran Ibadat, meliputi semua rukun Islam,
membicarakan hal-hal yang wajib, sunnat, hukum
melaksanakan ibadah, rukun, syarat, kaifiyat, dan bai’atnya.
2) Pengajaran Fiqh, meliputi:
a) Fiqh, meliputi hukum yang diatur dalam fiqh Islam itu terdiri
dari hukum wajib, sunnat, mubah, makruh, dan haram,
disamping itu ada pula dalam bentuk lain seperti sah, batal,
benar, salah, berpahala, berdosa dan sebagainya.
b) Pengajaran Ushul Fiqh, meliputi bentuk-bentuk dan macam-
macam hukum, mahkumfih, mahkum’alaih, awaridl
muktasabah dan awaridl samawiyah, masalah istinbath dan
istidlal, masalah ra’yu, ijtihad, ittiba dan taqlid, masalah
adillah syar’iyah, serta masalah ra’yu dan Qiyas.
3) Pengajaran Al-Qur’an-Hadits, meliputi:
a) Qiraat Qur’an, meliputi keterampilan membaca Al-Qur’an
dengan baik sesuai dengan kaidah yang disusun dalam ilmu
Tajwid.
b) Pengajaran Tafsir, menjelaskan uraian penjelasan terhadap
arti teks Al-Qur’an; yang berarti lebih luas dan lebih jelas dari
alih bahasa.
22

c) Pengajaran Ilmu Tafsir, menjelaskan tentang sejumlah teori


atau ilmu yang berhubungan dengan berbagai petunjuk dan
ketentuan untuk menafsirkan Al-Qur’an.
d) Pengajaran Hadis, meliputi ajaran Islam yang berhubungan
dengan masalah yang dibicarakan.
e) Pengajara Ilmu Hadis, berisi bagaimana menilai sesuatu teks
hadis untuk dijadikan sumber hukum dalam ajaran Islam.

4) Pengajaran Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI), meliputi:


a) Tarikh Islam, membahas tentang sejarah yang berhubungan
dengan pertumbuhan dan perkembangan ummat Islam.
b) Tarikh Tasyri, membahas tentang pertumbuhan dan
perkembangan ajaran hukum Islam

2. Kesadaran Beragama
a. Pengertian Kesadaran Beragama

Kesadaran berasal dari kata “sadar” yang berarti insaf, ingat kembali, dan
bangun. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kesadaran adalah
keadaan atau hal yang dirasakan atau dialami oleh seseorang. 15

Sedangkan agama, berasal dari kata “al-Din”, menurut Quraish Shihab,


dalam bahasa arab terdiri dari huruf dal, ya, dan nun. Dari huruf-huruf ini bisa
dibaca dengan dain yang berarti hutang, dan dengan Din yang mengandung arti
agama, menguasai, menundukkan, patuh, kebiasaan, dan hari kiamat. Ketiga arti
tersebut sama-sama menunjukkan adanya dua pihak yang berbeda. Pihak pertama
berkedudukan lebih tinggi, berkuasa, ditakuti, dan disegani oleh pihak kedua.

15
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2002) Cet. Ke-2, h.975.
23

Dalam agama, Tuhan adalah sebagai pihak utama yang lebih tinggi daripada
manusia.16

Menurut Zakiyah Darajat, kesadaran beragama adalah aspek mental dari


aktivitas agama. Aspek ini merupakan bagian atau segi agama yang hadir (terasa)
dalam pikiran dan dapat diuji melalui introspeksi. Dengan adanya kesadaran
agama dalam diri seseorang yang akan di tunjukkan melalui akifitas keagamaan,
maka munculah pengalaman beragama. Adapun yang di maksud dengan
pengalaman beragama ialah unsur perasaan dalam kesadaran agama, yaitu
perasaan yang membawa kepada keyakinan yang dihasilkan dalam tindakan
(amaliyah) nyata.17

Dengan demikian, Kesadaran Beragama adalah keadaan sadar seorang


hamba terhadap penciptanya sehingga keberadaan Tuhannya tercipta di dalam
dirinya yang dengan keadaan tersebut ia melaksanakan segala perintah Tuhannya
dan menjauhi larangan-Nya.

Kesadaran Beragama dalam tulisan ini meliputi rasa keagamaan,


pengalaman ke-Tuhanan , keimanan, sikap dan tingkah laku keagaman, yang
terorganisasi dalam sistem mental dari kepribadian. Karena agama melibatkan
seluruh fungsi jiwa raga manusia, maka kesadaran beragamapun mencapai aspek-
aspek afektif, konatif, kognitif dan motorik. Keterlibatan fungsi afektif dan
konatif terlihat didalam pengalaman ke-Tuhanan, rasa keagamaan dan rindu
kepada Tuhan. Aspek kognitif nampak dalam keimanan dan kepercayaan.
Sedangkan keterlibatan fungsi motorik nampak dalam perbuatan dan gerakan
tingkah laku dan keagamaan. Dalam kehidupan sehari-hari, berbagai aspek

16
Achmad Gholib, Studi Islam (Pengantar Memahami Agama, Al-Quran, Al-Hadis, Dan
Sejarah Peradaban Islam), (Jakarta: Faza Media, 2006), cet ke 2, hlm 4
17
Ramayulis,Psikologi Agama, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), cet ke 9, hlm 8.
24

tersebut sukar dipisahkan karena merupakan suatu sistem kesadaran beragama


yang utuh dalam pribadi seseorang.18

b. Fungsi dan tujuan agama

Menurut Abudin Nata seperti yang dikutip oleh Achmad Gholib dalam
bukunya study Islam, sekurang-kurangnya ada tiga alasan perlunya manusia
terhadap agama, yakni: Pertama, latar belakang fitrah manusia. Kenyataan bahwa
manusia memiliki fitrah keagamaan tersebut untuk pertama kali ditegaskan dalam
ajaran islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan manusia. Kedua, alasan
tentang kelemahan dan kekurangan manusia. Alasan inipun kelihatannya bisa
diterima, disamping karena keterbatasan akal manusia untuk menentukan hal-hal
yang diluar kekuatan pikiran manusia itu sendiri, juga karena manusia sendiri
merupakan makhluk dhaif (lemah) yang sangat memerlukan agama. Ketiga,
adanya tantangan manusia. Manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi
berbagai tantangan, baik dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari dalam
berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan syetan, sedangkan tantangan dari luar
dapat berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan manusia yang secara
sengaja berupaya memalingkan manusia dari Tuhan. 19

Dijelaskan pula dalam referensi lain, bahwa seorang sosiolog agama


bernama Elizabeth K. Nottingham sebagaimana yang dikutip oleh Bambang
Syamsul Arifin menurut gambarannya, agama adalah gejala yang begitu sering
“terdapat dimana-mana”dan agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk
mengukur dalamnya makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam
semesta. Selain itu, agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang palng

18
Abdul Aziz Ahyadi, .Psikologi Agama.(Bandung:Sinar Baru Al gensindo.1995). hlm 37
19
Achmad Gholib, Studi Islam (Pengantar Memahami Agama, Al-Quran, Al-Hadis, Dan
Sejarah Peradaban Islam)…, hlm 10-11
25

sempurna dan juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian tertuju kepada
adanya suatu dunia yang tak dapat dillihat (akhirat), namun agama melibatkan
dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia, baik kehidupan
individu maupun kehidupan sosial.20

Ditinjau dari segi tujuannya, agama berfungsi untuk membeimbing ummat


manusia agar hidup tenang dan bahagia di dunia dan di akhirat. Menurut
Murtadha Muthari, ada tiga bagian pengaruh dan manfaat-manfaat keyakinan
keagamaan terhadap manusia. Pertama, agama akan memberi manfaat untuk
memperoleh kebahagiaan dan kegembiraan. Kedua, agama berfungsi dalam
mempererat hubungan-hubungan sosial dan kemasyarakatan. Ketiga, agama
berfungsi sebagai penawar tekanan jiwa.21

c. Kebutuhan Terhadap Agama Bagi Manusia

Dalam buku karya Prof. Dr. Abudin Nata, mengatakan bahwasannya ada
tiga alasan yang melatarbelakangi manusia memerlukan agama, yaitu sebagai
berikut:22

1. Latar belakang fitrah manusia.

Kenyataan bahwa manusia memiliki fitrah keagamaan ditegaskan


dalam ajaran islam, yakni bahwa agama adalah kebutuhan fitrah manusia.

Setiap anak yang dilahirkan memiliki potensi beragama, maka kedua


orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut menjadi Islam, Kristen,
Hindu, maupun Budha.

Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi agama


yaitu pada manusia primitif yang tidak pernah mendapat informasi

20
Bambang Syamsul arifin, Psikologi Agama, (Bandung, pustaka setia, 2008), h.142-143.
21
Achmad Gholib, Studi Islam (Pengantar Memahami Agama, Al-Quran, Al-Hadis, dan
Sejarah Peradaban Islam)…, hlm 11-12
22
Abudin Nata, Metodology Study Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm.16.
26

mengenai Tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya Tuhan, meskipun


yang mereka percayai itu terbatas pada khayalan.

Dari penjelasan diatas dapat kita pahami bahwa, dalam diri manusia
sudah terdapat potensi beragama yang di berikan Tuhannya kepada kita,
namun potensi ini harus di kembangkan akan dibawa kemana jiwa yang
mempunya potensi agama tersebut.

2. Kelemahan dan Kekurangan manusia


Disamping manusia memiliki berbagai kesempurnaan manusia juga
memiliki kekurangan. Dalam pandangan al-Qur’an, manusia diciptakan
oleh Allah dalam keadaan sempurna, namun diperoleh pula manusia
berpotensi positif dan negatif, sedangkan daya tarik keburukan lebih kuat
dari pada kebaikan.
Sifat-sifat keburukan yang ada pada manusia antara lain sombong,
inkar, iri, dan lain sebagainya, karena itu manusia dituntut untuk menjaga
kesuciaannya, hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kesuciannya
dengan cara mendekatkan diri pada Tuhan dengan bimbingan agama dan
disinilah letak kebutuhan manusia terhadap agama.
3. Tantangan Manusia
Manusia dalam kehidupannya senantiasa menghadapi berbagai
tantangan, baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Tantangan dari
dalam berupa dorongan hawa nafsu dan bisikan setan, sedangkan
tantangan dari luar berupa rekayasa dan upaya-upaya yang dilakukan
manusia dengan sengaja ingin memalingkan manusia dari Tuhan.
Upaya mengatasi dan membentengi manusia adalah dengan mengajar
mereka agar taat menjalankan agama. Jadi upaya mengagamakan
masyarakat menjadi sangat penting, agar masyarakat mampu menghadapi
tantangan baik dari luar maupun dari dalam.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan


27

Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna, yang diberikan


kelebihan berupa akal yang istimewa dan tidak dimiliki oleh makhluk ciptaan
yang lainnya. Dari akal tersebutlah manusia mampu mengenal Tuhannya, yang
terlahir sebagai ummat beragama. Dan keduanya ini merupakan fitrah yang
dianugerahkan oleh Tuhan dalam diri manusia.
Dengan kemampuan mengenal Tuhan, manusia dapat memenuhi kebtuhan
jiwanya seperti kebutuhan kebebasan, kebutuhan akan rasa kasih sayang,
kebutuhan rasa aman, dan sebagainya. Namun demikian, tidak semua orang
mampu memaksimalkan kerja akalnya, yang menyebabkan mereka tidak
mengenal agamanya. Hal tersebut dapat terjadi disebabkan karena kurangnya
pengetahuan orang tua terhadap agama yang menyebabkan anak didikannya
menjadi minim pemahaman agamanya serta kurang efektifnya pendidikan agama
Islam yang di terima oleh masing-masing individu, ditambah lagi dengan keadaan
lingkungan yang mungkin jauh dari nilai-nilai dan norma-norma agama. Selain itu
ada juga yang mendapat kesempatan untuk mengenal agama, baik dari pendidikan
orang tuanya di rumah, pendidikan agama islam di bangku sekolah, maupun
pendidikan yang di terimanya dalam pergaulan di lingkungan masyarakat.
Agama menyangkut batin manusia, oleh karena itu kesadaran beragama
dan pengalaman seseorang lebih menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan
yang ada kaitannya dengan sesuatu yang sakral dan ghaib. Dari kesadaran
beragama dan pengalaman beragamalah yang kemudian munculah sikap
keagamaan yang ditampilkan seseorang.
Jadi, dapat disimpulkan bahwasannya sikap keagaman seseorang dapat di
pengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Berikut akan di
jelaskan mengenai dua faktor tersebut:
1. Faktor intern, yaitu faktor yang terdapat dari manusia itu sendiri,
karena manusia adalah homo religius (makhluk beragama) yang
sudah memiliki fitrah untuk beragama.23

23
. Jalaludin-Ed.Rev, Psikologi Agama, (Jakarta: Raja Grafindo, 2010), h. 304-311.
28

Di sumber lain di katakan bahwa secara garis besar faktor-


faktor yang ikut berpengaruh terhadap perkembangan jiwa
keagamaan antara lain adalah sebagai berikut:
a. Hereditas
Jiwa keagamaan memang bukan secara langsung sebagai faktor
bawaan yang diwariskan secara turun-temurun, melainkan
terbentuk dari berbagai unsur lainnya yang mencakup kognitif,
afektif, dan konatif. Menurut Sigmund Freud sebagaimana yang
dikutip oleh Jalaludin, perbuatan yang buruk dan tercela jika di
lakukan akan menimbulkan rasa bersalah (sense of guilt) dalam diri
seseorang. Bila pelanggaran yang dilakukan terhadap larangan
agama, maka dalam diri pelakunya akan timbul rasa berdosa dan
perasaan seperti ini barangkali yang ikut mempengaruhi
perkembangan jiwa keagamaan seseorang sebagai unsur hereditas,
sebab dari berbagai kasus pelaku zina sebagaian besar memiliki
latar belakang keturunan dengan kasus yang sama.
b. Tingkat Usia
Meskipun tingkat usia bukan merupakan satu-satunya faktor
perkembangan jiwa keagamaan seseorang, tetapi kenyataannnya ini
dapat dilihat dari perbedaan pemahaman agama dari tingkat usia
yang berbeda.
c. Kepribadian
Kepribadian menurut pandangan psikologi terdiri dari dua
unsur, yaitu unsur hereditas dan pengaruh lingkungan. Hubungan
antara unsur herditas dan pengaruh lingkungan inilah yang
membentuk kepribadian, dan setiap manusia memiliki kepribadian
yang unik dan berbeda-beda, sehingga perbedaan tersebut
membawa pengaruh terhadap perkembangan jiwa keagamaan
seseorang.
d. Kondisi Jiwa Seseorang
29

Bagaimanapun juga kondisi jiwa seseorang akan berpengaruh


pada pandangan tentang agama, seseorang yang mengidap phobia
akan dicekam rasa takut yang irrasional sehingga pandangannya
terhadap agama akan dipengaruhi oleh hal yang demikian juga.
Sedangkan seseorang yang normal akan memandang agama secara
sadar dan dapat berpikir sehat.
2. Faktor ekstern, yaitu lingkungan yang dinilai berpengaruh dalam
perkembangan jiwa keagamaan seseorang, karena lingkungan
merupakan tempat dimana seseorang itu hidup dan berinteraksi,
lingkungan disini dibagi menjadi tiga, yaitu keluarga, institusi, dan
masyarakat.24
a. Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah wadah pertama dan utama bagi pertumbuhan
dan perkembangan anak. Jika suasana dalam keluarga itu baik dan
menyenangkan, maka anak akan tumbuh baik pula, begitupun
sebaliknya.
Berdasarkan Al-Quran dan Sunnah, tujuan terpenting dari
pembentukan keluarga ialah sebagai berikut:
1) Mendirikan syariat Allah dalam segala permasalahan rumah
tangga.
2) Mewujudkan ketentraman dan ketenangan psikologis.
3) Mewujudkan sunnah Rasulullah.
4) Memenuhi kebutuhan cinta-kasih anak.
5) Menjaga fitrah anak agar anak tidak melakukan
25
penyimpangan-penyimpangan.
Jadi, keluarga adalah orang yang pertama yang bertanggung
jawab terhadap perkembangan atau pendidikan anak yang sedang
tumbuh. Hal tersebut sebagaimana firman-Nya dalam surat At-
Tahrim ayat 6:

24
Jalaludin, Psikologi Agama... h.311-313
25
Abdurrahman, An Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,
(jakarta: gema insani, 1995), cet.1. hlm.139
30

        

        

    


“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia
dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”
(QS. At-Tahriim:6)

Banyak alasan mengapa pendidikan agama di rumah sangat


penting. Pertama, karena pendidikan di sekolah, di masyarakat, di
rumah ibadah seperti masjid hanya berlangsung beberapa jam saja
setiap minggunya, sedangkan di sekolah hanya berlangsung selama
dua sampai empat jam pelajaran saja di setiap minggunya. Kedua,
bahwasannya inti dari pendidikan agama Islam adalah penanaman
iman ke dalam diri seseorang, dan penanaman iman itu hanya
mungkin di lakukan di rumah, karena pendidikan agama intinya
adalah pendidikan keberimanan, yaitu usaha menanamkan
26
keimanan di hati anak didik.
Pembentukan kesadaran beragama ini sangat erat kaitannya
dengan peran orang tua sebagai teladan dalam pembentukan pribadi
anak, karena orang tua adalah panutan dan cermin pertama kali
yang mereka lihat dan mereka tiru sebelum mereka berpaling
kepada lingkungan sekitarnya, sehingga dari kesadaran beragama
tersebut akan menimbulkan sikap atau tingkah laku beragama.
b. Lingkungan Institusional

26
Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1999), cet. IV, h. 134.
31

Lingkungan institusional yang ikut mempengaruhi


perkembangan jiwa keagamaan dapat berupa institusi formal
seperti sekolah maupun non formal seperti perkumpulan atau
organisasi.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang
melaksanakan pembinaan pendidikan dan pengajaran dengan
sengaja, teratur dan terencana.
Zakiyah Darajat mengatakan, bahwa:
Lembaga pendidikan yang melaksanakan pembinaan
pendidikan dan pengajaran dengan sengaja, teratur dan terencana
adalah sekolah. Guru-guru yang melaksanakan tugas pembinaan,
pendidikan dan pengajaran tersebut adalah orang-orang yang telah
dibekali dengan pengetahuan tentang anak didik, dan mempunyai
kemampuan untuk melaksanakan tugas pendidikan. Guru masuk
kedalam kelas, membawa seluruh unsur kepribadiannya,
agamanya, akhlaknya, pemikirannya, sikap, dan ilmu pengetahuan
yang dimilikinya. Penampilan guru, pakaiannya, cara berbicara,
bergaul, dan memperlakukan anak bahkan emosi dan keadaan jiwa
yang dialaminya, ideologi dan paham yang dianutnya terbawa
tanpa disengaja ketika ia berhadapan dengan anak didiknya.
Seluruhnya akan terserap oleh si anak tanpa disadari oleh guru dan
orang tua, bahkan anak sampai kagum dan sayang kepada
gurunya.27
c. Lingkungan Masyarakat
Dalam kehidupan, manusia tidak akan lepas dari orang lain,
karena manusia adalah makhluk sosial yang dalam hidupnya saling
membutuhkan satu sama lain. Untuk itu, lingkungan masyarakat
merupakan salah satu faktor yang juga ikut mempengaruhi
perkembangan sikap dan perilaku seseorang.

27
Abudin Nata, Pendidikan dalam Persepektif Al-Quran, (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2005),
Cet. 1, h. 270.
32

Masyarakat disini dapat diartikan sebagai komunitas yang


amat heterogen dengan berbagai aspeknya. Di dalamnya terdapat
berbagai kegiatan dalam bidang agama, sosial, ekonomi, politik,
seni budaya, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Semuanya itu
merupakan ligkungan yang dapat digunakan untuk kegiatan
pendidikan.28
Adapun lingkungan masyarakat yang dapat memberi pengaruh
terhadap perkembangan sikap keagamaan anak dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok, yaitu:29
1. Lingkugan yang acuh tak acuh terhadap agama.
Lingkungan seperti ini biasanya tidak peduli terhadap segala
aspek kegiataan yang bersifat keagamaan bagi masyarakatnya.
Masyarakat seperti ini menganggap bahwasannya urusan
agama merupakan tanggung jawab pribadi masing-masing.
2. Lingkungan yang berpegang teguh pada tradisi agama, tetapi
tanpa dorongan batin.
Biasanya lingkungan seperti ini menghasilkan anak-anak
beragama tanpa kritik, atau beragama secara kebetulan.
3. Lingkungan yang mempunyai tradisi agama dengan sadar dan
hidup dalam lingkungan agama.
Bagi lingkungan yang kurang kesadarannya, anak-anak akan
mengunjungi tempat-tempat ibadah dan ada dorongan orang tua,
tetapi tidak kritis dan tidak ada bimbingan. Sedangkan bagi
lingkungan agama yang kuat, kemungkinan hasilnya akan lebih
baik dan bergantung kepada baik buruknya pimpinan dan
kesempatan yang diberikan.

e. Indikator Sikap Keagamaan

28
Abudin Nata, Pendidikan dalam Perspektif Al-Quran..., h.276
29
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), Cet. 2, h.175
33

Agama menyangkut kehidupan manusia. Kesadaran agama dan


pengalaman agama seseorang menggambarkan sisi-sisi batin dalam kehidupan
yang berkaitan dengan sesuatu yang sakral dan ghaib. Dari kesadaran dan
pengalaman agama inilah timbulnya sikap keagamaan yang ditampilkan oleh
seseorang.
Untuk dapat menilai apakah seseorang mempunyai sikap keagamaan atau
tidak dapat dilihatdari lima dimensi, yaitu:30
1. Dimensi keyakinan (ideologis) yang disejajarkan dengan akidah.
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat keyakinan seorang
muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama
terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik. Di
dalam islam, dimensi ini menyangkut keyakinan tentang Allah SWT,
para Malaikat, Nabi/Rasul, kitab-kitab Allah SWT, surga dan neraka
dan lain-lain. Contoh: Apakah mereka percaya pada Allah SWT, para
Malaikat, Nabi/Rasul, Kitab-kitab Allah SWT, surga dan neraka dan
lain-lain.
2. Dimensi peribadatan/praktek agama (ritualistik) yang disejajarkan
dengan syariah.
Dimensi merujuk pada seberapa jauh tingkat kepatuhan seseorang
muslim dalam mengerjakan kegiatan ritual sebagaimana diperintahkan
dan dianjurkan oleh agamanya, dalam Islam dimensi peribadatan
menyangkut pelaksanaan shalat, zakat, membaca Al-Qur’an, berdoa,
dan lain-lain. Contoh: apakah mereka shalat, puasa, zakat, membaca
Al-Qur’an, berdoa, dan lain-lain.
3. Dimensi penghayatan (eksperiensal)
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat seorang muslim
dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman
religius, dalam Islam dimensi ini terwujud dalam perasaan dekat atau
akrab dengan Allah SWT, perasaan doa-doa terkabul, perasaan

30
Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islam; Solusi Islam akan Problem
Psikologi, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005), Cet. 1, h. 77
34

bersyukur pada Allah dan lain-lain. Contoh: Apakah mereka memiliki


perasaan dekat atau akrab dengan Allah dan lain-lain.
4. Dimensi pengetahuan
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat pengetahuan dan
pemahaman seorang muslim terhadap ajaran-ajarannya, terutama
mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya, dalam Islam dimensi
ini menyangkut pengetahuan tentang isi Al-Qur’an, pokok-pokok
ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun Iman dan rukun
Islam), hukum-hukum Islam dan sebagainya. Contoh: Apakah mereka
mengikuti pengajian, kegiatan-kegiatan keagamaan, membaca buku-
buku keagamaan dan lain-lain.
5. Dimensi pengamalan (konsekuensial) yang disejajarkan dengan
akhlak.
Dimensi ini merujuk pada seberapa jauh tingkat pengalaman seorang
muslim berprilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya yaitu
bagaimana seorang manusia berinteraksi dengan alam dan manusia
lain. Dalam Islam, dimensi ini meliputi suka menolong, bekerjasama
menegakkan keadilan, berlaku jujur, bersikap sopan santun,
memaafkan, tidak mencuri dan lain-lain.
Secara umum cerminan sikap keagamaan dinyatakan dalam tiga hal, yaitu
akidah, syariah, dan akhlak. Akidah merupakan pondasi utama yang akan
menentukan sikap seseorang dengan keimanan yang tertanam dalam dirinya.
Obyek keimanan yang tidak akan berubah dan tidak akan pernah hilang adalah
keimanan yang ditentukan oleh agama. Akhlak itu sendiri merupakan tingkah laku
manusia atau sikap hidup mansia dengan pergaulan hidup, sedangkan syariah
merupakan peraturan-peraturan yang diciptakan Allah SWT atau pokok-pokok
supaya manusia berpegang teguh kepadanya di dalam hubungannya dengan
Tuhannya dan dengan kehidupannya. 31
Dari berbagai uraian tentang sikap keagamaan, maka yang dimaksud
dengan sikap keagamaan pada narapidana dalam penelitian ini adalah suatu

31
Zuhairini, Filsafat Pendidikan Islam..., h.42-43
35

keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah
laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Sikap keagamaan tersebut
terjadi oleh adanya konsistensi antara pemahaman terhadap keagamaan dan
prilaku terhadap keagamaannya.
Dengan demikian sikap keagamaan dari seorang yang berkepribadian muslim
adalah suatu perwujudan dari keseluruhan totalitas manusia, baik sikap dan
karakternya, tabiatnya, dan tindakannya sesuai dengan ajaran-ajaran agama Islam,
karena Islam bukan hanya diwujudkan dalam ibadah ritual saja, tetapi juga dalam
bentuk aktivitas lainnya dalam kehidupan sehari-hari.

3. NARAPIDANA
a. Pengertian Narapidana
Narapidana adalah orang yang sedang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di dalam lembaga pemasyarakatan.32 Sesuai dengan UU No. 12
Tahun 1995, pasal 1 angka ke 7 bahwa narapidana adalah terpidana yang
menjalani pidana hilang kemerdekaannya, tapi ada hak-hak narapidana yang tetap
dilindungi dalam sistem pemasyarakatan Indonesia.
Narapidana bukan hanya sebagai objek tetapi juga sebagai subyek yang
tidak berbeda dengan manusia lainnyayang sewaktu-waktu dapat melakukan
kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus
diberantas. Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat dikenakan
pidana.33

Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, narapidana adalah


orang yang pada waktu tertentu dalam konteks suatu budaya, prilakunya dianggap
32
Andi Hamzah. Terminologi Hukum Pidana(Jakarta: Sinar Grafika, 2009), cet: ke-2, hlm 107.
33
Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Indonesia, (Bandung: Refika
Aditama, 2006), h.103
36

tidak dapat ditoleransi dan harus diperbaiki dengan penjatuhan sanksi


pengambilan kemerdekaannya sebagai penegakkan norma-norma (aturan-aturan)
oleh alat-alat kekuasaan (negara) yang ditunjukkan untuk melawan dan
memberantas prilaku yang mengancam keberlakuan norma tersebut.

b. Tujuan Pembinaan Narapidana


Dijelaskan dalam Rancangan Undang-undang tentang Asas-asas dan
Dasar-dasar Pokok tata hukum Indonesia, pada BAB II tentang pidana, pasal 7:
“Kepada tindak pidana dijatuhkan pidana, berupa suatu penderitaan,
dengan tujuan untuk menjadikannya bertaubat dan insaf serta
membimbingnya sebagai warga masyarakat yang baik menuju ke
pembangunan masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur”.

c. Penggolongan Narapidana
Dalam UU RI Nomor 12 Tahun 1995 pada BAB III tentang Narapidana,
pada pasal 12 disebutkan:
1. Dalam rangka pembinaan narapidana di LAPAS dilakukan penggolongan
atas dasar:
a) Jenis kelamin
Berdasarkan jenis kelamin dibedakan berdasarkan perbedaan
antara pria dan wanita.
b) Usia
Berdasarkan usia, narapidana digolongkan menjadi dua, yang
pertama usia dewasa yaitu mereka yang sudah berumur 18 tahun
keatas, dan yang kedua usia anak-anak yaitu mereka yang berusia
kurang dari 18 tahun.
c) Jenis kasus
Berdasarkan jenis kasus di lembaga pemasyarakatan, narapidana
di pisahkan dalam beberapa jenis kasuskejahatan, yaitu kejahatan
politik dan kejahatan kriminal dengan kekerasan seperti perampokan,
37

penodongan, serta kriminal tanpa kekerasan seperti penipuan, dan


lain-lain.
d) Lama hukuman
Berdasarkan lama hukuman narapidana digolongkan berdasarkan
lamanya masa hukuman yang dijatuhkan vonis pengadilan yang
terhadapnya, yaitu: seumur hidup, 1-20 tahun (klasifikasi B-I), 4-12
bulan (klasifikasi klas IIa), 1-3 bulan (klasifikasi B-IIb), pidana denda
(klasifikasi B-IIIc) yang sudah ditentukan pengadilan.
2. Pembinaan narapidana wanita di laksanakan di LAPAS wanita.

d. Hak-hak dan kewajiban Narapidana


Yang telah diatur pula dalam UU RI Nomor 12 Tahun 1995 pada BAB III
tentang Narapidana, pasal 14 ayat 1:34
1. Narapidana berhak:
a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
b) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani.
c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang
layak.Menyampaikan keluhan.
e) Mendapat bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya
yang tidak dilarang.
f) Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Pada pasal 15, narapidana wajib:
a) Narapidana wajib mengikuti secara tertib program pembinaan dan
kegiatan tertentu.

34
Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Indonesia...h.167
38

B. Hasil Penelitian yang Relevan


1. Berdasarkan hasil penelitian yang ditulis oleh Setiawan dengan judul
“Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Sikap Beragama Remaja
Arrojan Pasir Putih, Depok”, menyimpulkan bahwa Masjid Roudhatul
Jannah memiliki organisasi remaja Arrojan yang berkontribusi cukup
besar dalam membina sikap keberagamaan remaja yang menjadi anggota
Arrojan tersebut. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang menyatakan
80,58% dan ini berarti kegiatan pendidikan agama Islam organisasi
Arrojan memiliki kontribusi yang cukup baik terhadap sikap
keberagamaan remaja. Kontribusi tersebut dapat terlihat dari kegiatan-
kegiatan yang dilaksanakan oleh organsasi Arrojan.35
2. Berdasarkan hasil penelitian yang ditulis oleh Siti Shofiyah dengan judul
“Pembinaan Kesadaran Beragama Pada Kehidupan Anak Jalanan”, maka
dapat disimpulkan bahwa:
a. Pembinaan kesadaran beragama pada komunitas anak jalanan yang
diselenggarakan pada Rumah Singgah Anak Kurnia berpengaruh
pada tingkah laku anak jalanan.
b. Efektivitas pembinaan kesadaran anak jalanan dalam beragama pada
Rumah Singgah Anak Kurnia menunjukkan hasil yang baik (78,8%),
hal ini membuktikan bahwa pembinaan yang ada berpengaruh pada
anak jalanan khususnya dalam kesadaran beragama agar lebih
ditingkatkan supaya hasil yang didapat lebih maksimal.
c. Berdasarkan hasil hipotesis mengenai pembinaan kesadaran
beragama pada kehidupan anak jalanan yang dilaksanakan pada di
Rumah Singgah Anak Kurnia menunjukkan hasil yang cukup, hal ini
menunjukkan sebagai bukti bahwa teori yang penulis ajukan dapat

35
Setiawan, Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap Sikap Beragama Remaja Arrojan
Pasir Putih Depok, Faktultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, h.63
39

diterima walaupun belum sepenuhnya dikarenakan adanya faktor-


faktor penghambat.36
3. Berdasarkan hasil penelitian yang ditulis oleh Hari Kohari Permasandi
dengan judul “Peranan pembimbing Agama Dalam Meningkatkan Ibadah
Shalat Pada Lansia Di Balai Perlindungan Sosial Dinas Provinsi Banten”,
maka dapat dismpulkan bahwa:
a. Implementasi pembimbing agama dalam meningktakan ibadah shalat
pada lansia adalah tidak terlepas dari beberapa aspek yaitu waktu
pelaksanaan, materi yang diberikan dan cara penyampaiannya.
b. Metode pembimbing agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada
lansia, adalah:
1) Metode ceramah
2) Metode Tanya jawab
3) Metode pama-pami
c. Faktor pendukung serta faktor penghambat dalam meningkatkan
ibadah sholat pada lansia adalah sebagai berikut:
1) Adanya dukungan dari berbagai phak, baik pihak lembaga,
pembimbing agama, dan para lansia yang iikut berpartisipasi
dalam kelancaran kegiatan ini. Adapun bagi pembimbing agama
pribadi yang menjadi factor pendukung dalam ibadah sholat
pada lansia adalah adanya pedoman yaitu Al-Qur’an dan Hadis.
2) Kurang adanya kesadaran dari para lansia akan pentingnya
bimbingan agama, yang tujuan dan kepentingannya untuk
mereka pribadi bagi kehidupannya di dunia dan di akhirat
kelak.37

C. Kerangka Berfikir

36
Siti Shofiah, Pembinaan Kesadaran Beragama Pada Kehidupan Anak Jalanan (Studi Kasus
di Rumah Singgah Anak Kurnia), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, hlm: 90.
37
Hari kohari Permasandi, Peranan Pembimbing Agama Dalam meningkatkan Ibadah Sholat
Pada Lansia di Balai Perlindunngan Sosial Propinsi Banten, FDK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, hlm: 57-58.
40

Dari uraian di atas nampak jelas kiranya pendidikan mempunyai peranan


penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan merupakan kegiatan antara
manusia yang dilakukan secara sadar yaitu untuk membimbing, mengarahkan,
mengajarkan, latihan, pembiasaan, kepada peserta didik untuk mengembangkan
kepribadian, bakat, kemampuan, minat pada tingkat kedewasaan.

Agama yang didirikan oleh Allah SWT melalui Nabi dan Rasul adalah
untuk memberi solusi kepada manusia atas masalahnya, namun terkadang apa
yang kita lihat bahwa agama itu sendiri identik dengan api manusia, dengan
agamanya ada sebab, konflik, kebencian, kehancuran, dan lainnya yang
menggambarkan bahwa agama pada manusia sangatlah lemah. Salah satu cara
perenungan bukan kembali ke Allah SWT, melainkan kepada diri sendiri, karena
intisari semua agama itu pasti sama, bahwa agama mempercayai Tuhan, agama
mengajarkan nilai-nilai luhur, dan agama tidak mentolerir perbuatan mencuri,
berbohong, dan perbuatan negatif lainnya. Kalau karena agama menjadikan orang
berkelahi maka bisa jadi dikarenakan ajaran yang dia terima sebelumnya yang
mempunyai kesalahan.

Dalam hal ini, pendidikan agama Islam yang diterima seseorang baik
dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun di dalam masyarakat sangatlah
berpengaruh terhadap kesadaran agama manusia itu sendiri. Jika sejak dini
seorang anak sudah diberikan pengetahuan yang memadai tentang agamanya,
maka kelak anak tersebut akan senantiasa melaksanakan kewajibannya sebagai
ummat beragama. Begitupun bagi seorang narapidana, jika seorang narapidana
yang sebelumnya mereka telah mendapatkan ilmu pendidikan agama Islam,
namun dengan sadar atau tidak sadarnya narapidana ini melakukan tindak pidana
yang kemudian mereka dituntut untuk menebus kesalahannya di Lembaga
Pemasyarakatan, dan di dalam Lembaga Pemasyarakatan tersebut mereka
mendapatkan kembali pembinaan keagamaan yang bertujuan untuk menyadarkan
kesalahan yang lama agar tak terulang serta kembali ke jalan yang benar. Maka
terdapat pengaruh positif bahwa, “jika seorang narapidana menjalani pembinaan
41

keagamaan secara tertib dan sebaik mungkin, maka kesadaran beragamanya pun
akan semakin baik.”

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis berasal dari 2 penggalan kata, “hypo” yang artinya “di bawah” dan
“thesa” yang artinya “kebenaran”.38 Hipotesis adalah dugaan yang kemungkinan
benar atau juga kemungkinan salah setelah dilakukan penelitian oleh penguji.

Hipotesis akan diterima jika bukti-bukti membenarkan dan akan dikelola jika
tidak benar. Penolakan dan penerimaan hipotesis tergantung pada penyelidikan
bukti-bukti yang di kumpulkan.

Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis Nol (Ho), yaitu tidak ada pengaruh yang signifikan antara
Pendidikan Agama Islam terhadap kesadaran beragama narapidana.
2. Hipotesis alternatif (Ha), yaitu adanya pengaruh yang signifikan
antara pendidikan agama Islam terhadap kesadaran beragama
narapidana.

38
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI),
(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), Cet-13, h.71
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian yang akan menjadi objek peneliti adalah Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II Wanita Tangerang, jalan Moh. Yamin,
Tangerang.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian sudah dimulai sejak tanggal 18 Oktober 2013 s/d 30
November 2013 pengamatan diawali dengan cara mengikuti kegiatan
pengajian rutin para narapidana didalam mushola Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II Wanita Tangerang.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu mix method atau
metode campuran antara metode kuantitatif dan metode kualitatif. Pendekatan
utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif yang
merupakan salah satu pendekatan dalam penelitian yang menekankan pada data
yang bersifat kumulatif untuk menghasilkan penafsiran yang kokoh. Untuk
mendukung pemahaman lebih kuat, maka dilengkapi pula dengan metode

42
43

kualitatif guna melengkapi data-data yang belum dapat terjelaskan melalui metode
kuantitatif.

Metode penelitian kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah


metode korelasi, yakni melihat bentuk hubungan antara variabel-variabel yang
diteliti. Metode korelasi ini bertujuan untuk meneliti sejauh mana variabel pada
satu faktor berkaitan dengan faktor lainnya.

Disamping pendekatan kuantitatif, penelitian ini juga menggunakan


penelitian kualitatif dengan metode deskriptif, yang bertujuan menggambarkan
keadaan sebenarnya.

C. Populasi dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan nilai yang mungkin, hasil pengukuran


ataupun perhitungan, kualitatif maupun kuntitatif mengenai karakteristik tertentu
dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajarai sifat-
sifatnya.1

Menurut terminology riset populasi adalah “keseluruhan subyek


penelitian. Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian yang terdiri dari
manusia, benda, hewan, tumbuh-tumbuhan dan peristiwa sebagai sumber data
yang memeiliki karakteristik tertentu dalam sebuah peneliti anggota populasi”.

Sedangkan yang dimaksud dengan sample, bagian yang diambil dari


sebuah populasi yang dianggap dapat mewakili populasi tersebut.2 Dalam
pengambilan sampel kali ini peneliti akan menggunakan cara random sampling
yaitu pengambilan sampel secara acak.

Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh


narapidana muslimah di Lapas Kelas IIA Wanita Tangerang sebanyak 306

1
M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Statistic 1 (statistic deskriptif), (Jakarta: Bumi Aksara,
2005), cet ke 3, hlm 12
2
M. Iqbal Hasan, Pokok-pokok Materi Statistic 1 (statistic deskriptif)…,hlm 12
44

narapidana dan yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu narapidana
muslimah yang mengikuti kegiatan pembinaan kesadaran beragama yang
diadakan di dalam lapas tersebut, yaitu diambil sebanyak 10% dari 308 populasi.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini diperlukan beberapa teknik,


adapun teknik pengumpulan data yang saya gunakan adalah:

1. Observasi langsung kelapangan dengan melakukan pengamatan dan


pencatatan, adapun obyek observasinya adalah:

Tabel 3.1

Pedoman Observasi

No Obyek Observasi
1 Keadaan lingkungan Lembaga
2 Fasilitas Lembaga Pemasyarakatan
3 Struktur organisasi
4 Keadaan petugas lapangan
5 Keadaan para narapidana Lembaga Pemasyarakatan
6 Jenis-jenis kegiatan narapidana

2. Angket, teknik ini dapat dipandang sebagai interview tertulis, dengan


berbagai pertanyaan untuk dijawab tertulis pula oleh responden.
Dengan teknik ini pula akan memudahkan peneliti dalam mengambil
kesimpulan menngenai Pendidikan Agama Islam dengan kesadaran
beragama narapidana Lembaga Pemasyarakatan (LP) Wanita II,
Tangerang.
45

Tabel 3.2

Kisi-kisi Instrumen

No Variabel Dimensi Indikator No Soal Jml


1 PAI  Dimensi  Latar belakang 1, 2, 3, 4. 4
Pengalman keagamaan
keluarga dan
lingkungan
sekitar.
 Membina
keagamaan.

 Dimensi  Keimanan, 5, 6, 8, 11
Pemahaman ibadah, fiqh, 10, 11,
ushul fiqh, Al- 12, 13,
Qur’an-Hadis, 16, 17,
dan tafsir. 19, 20.

 Dimensi  Berakhlak dan 7, 9, 14, 5


Keterampila pergaulan. 15, 18.
n
 Keterammpila
n mempelajari
Al-Qur’an.
1, 2, 15 3
2 Kesadara  Dimensi  Kesadaran
n keyakinan meyakini
Beragam ajaran agama
a

 Dimensi  Kesadaran 4, 5, 14 3
peribadatan melatih diri
dalam
melaksanakan
kewajiban
sebagai hamba

 Dimensi  Kesadaran 3, 8, 9, 7
pengetahua menuntut ilmu 10, 12,
n pengetahuan 13, 20
 Kesadaran
bersosialisasi
46

untuk saling
berbagi ilmu
agama

 Kesadaran 8, 16, 17, 4


 Dimensi menghayati 19
penghayata kehidupan
n  Bersikap
menerima
dalam keadaan
apapun yang
diberikan oleh
Allah SWT
6, 11, 18 3
 Kesadaran
 Dimensi berprilaku baik
pengamalan  Menunjukkan
sikap pemaaf
 Berpakaian
dan
penampilan
yang syar’i

3. Interview atau wawancara, interview merupakan alat pengumpul


informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan yang diajukan
secara lisan. Ciri uatama pada interview ini adalah si peneliti bertatap
langsung dengan objek yang diteliti. Dalam hal ini peneliti akan
mengadakan wawancara langsung denggan kepala Lembaga
Pemasyarakatan (LP) Wanita II, Tangerang.

Table 3.3

Kisi-kisi Wawancara

No Objek Indikator Jumlah


Wawancara Soal
1 SubSeksi 1. Jenis kasus 4
Bimpas 2. Jenis pemberian pertimbangan
3. Jenis-jenis kegiatan
47

4. Controling kegiatan

2 Ustadzah 1. Materi pembelajaran 2


2. Pola penyampaian materi
3 Narapidana 3
1. Materi
2. Ketertarikan belajar
3. Pemahaman

4. Dokumentasi, yaitu cara pengumpulan data dengan cara mempelajari


data yang sudah direkomendasikan oleh kepala Lembaga
Pemasyarakatan (LP) Wanita II, Tangerang.

E. Teknik Analisis Data

Data yang telah terkumpul diolah terlebih dahulu melalui langkah-langkah


sebagai berikut:3

1. Editing, yaitu memeriksa data pertanyaan yang telah diserahkan oleh


responden. Tujuannya untuk merapikan data agar bersih dan rapih
sehingga dapat mengadakan pengolahan lebih lanjut. Langkah dalam
kegiatan ini antara lain:
a. Mengecek nama dan kelengkapan identitas pengisi.
b. Mengecek kelengkapan data.
c. Mengecek macam isian data.
2. Tabulating, bertujuan untuk mendapatkan gambaran frekuensi dalam
setiap item yang penulis kemukakan. Untuk itu dibuatlah tabel yang
mempunyai kolom setiap bagian angket, sehingga terlihat jawaban yang
satu dengan yang lain. Langkah dalam kegiatan ini antara lain:
a. Memberikan skor terhadap item-item yang perlu diberi skor.

3
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI)...h.235-
237.
48

b. Memberikan kode terhadap item-item yang tidak diberi skor.


c. Mengubah jenis data, disesuaikan atau dimodifikasikan dengan
teknik analisis yang akan digunakan.
d. Memberikan kode dalam hubungan dengan pengolahan data jika
akan menggunakan komputer.
3. Penerapan data sesuai sesuai dengan Pendekatan Penelitian.

Analisa data adalah proses penyederhanaan kedalam bentuk yang


lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Tujuan analisa data dalam
penelitian ini yaitu untuk membatasi penemuan-penemuan sehingga
mudah dipahami bukan hanya oleh penulis tetapi oleh orang lain yang
ingin mengetahui hasil dari penelitian ini.

Analisa data dilakukan dengan menggunakan bentuk tabel dengan


menggunakan teknik deskriftif prosentase dengan rumus sebagai berikut:

F
P x100%
N
Keterangan:

P= Presentase
F= Frekuensi
N= Jumlah responden4
Dalam analisis penelitian ini dengan menggunakan korelasi product
moment, adapun rumus yang digunakan adalah rumus korelasi product moment,
secara operasional, analisa data tersebut dilakukan melalui tahap:

1. Mencari angka korelasi dengan rumus:

r
N  XY -  X  Y 
xy 
 
N  X 2 -  X  N  Y 2   Y 
2 2

4
Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), Cet.
X, h.43
49

r
xy = Angka indeks korelasi “r” Product Moment

N = Jumlah responden

XY= Julah hasil perkalian skor X dan skor Y

X= Jumlah seluruh skor X

Y= Jumlah seluruh skor Y5

2. Memberikan interprestasi terhadap angka indeks korelasi “r” product


moment

a. Interprestasi kasar atau sederhana, yaitu dengan mencocokkan


perhitungan dengan angka indeks korelasi “r” product moment,
seperti dibawah ini:

Tabel 3.4

Interpretasi nilai r

Besarnya “r” Interprestasi


Product
Moment (rxy)

0,00  0,20 Antara variabel X dan variabel Y memang terdapat


korelasi, akan tetapi korelasi itu diabaikan (dianggap
tidak ada korelasi antara variabel X dan variabel Y)

0,20  0,40 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi,


yang lemah/ rendah

0,40  0,70 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi,


yang sedang/ cukup

5
Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan...., h. 205-206
50

0,70  0,90 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi,


yang kuat/ tinggi

0,90  1,00 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi,


yang sangat kuat/ tinggi

b. Interprestasi menggunakan tabel nilai “r” product moment (rt),


dengan terlebih dahulu mencari derajat bebesnya (db) atau
degrees of freedom (df) yang rumusnya adalah:

df= N-nr

Keterangan:

df = Degress of freedom

N = Number of Cases

Nr = Banyaknya variabel yang dikorelasikan.6

Untuk mencari konstribusi variabel X terhadap variabel Y penulis


menggunakan rumus sebagai berikut:

KD = r2 X 100%

Keterangan:

KD = Konstribusi variabel X terhadap Y

R = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y

F. Hipotesis Statistik
H0 : = 0
H1 : ≠0

6
Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan..., h.192-194
BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi data
1. Gambaran Umum Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA
Tangerang

Lembaga pemasyarakatan kelas IIA wanita tangerang terletak di jalan


Moh. Yamin tangerang. Bangunan ini diresmikan oleh direktur Jendral
pemasyarakatan Ahmad Arief, SH., MPH., luas keseluruhan areal tanah Lembaga
Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita Tangerang ini seluas 16.900 M2. Lembaga
Pemasyarakatan ini mulai digunakan sejak tanggal 05 Februari 1981.

Bentuk bangunan lembaga pemasyarakatan wanita kelas IIA tengerang ini


merupakan lembaga pemasyarakatan percontohan, kerna disesuaikan dengan
sistem lembaga pemasyarakatan. Secara umum, bentuk bangunan lembaga
pemasyarakatan wanita kelas IIA tangerang ini dikelompokkan menjadi 3 fungsi,
yaitu bangunan yang digunakan untuk kegiatan perkantoran, bangunan untuk
tempat tinggal penghuni, dan bangunan untuk kegiatan pembinaan.

51
52

2. Gambaran Umum Narapidana

Keadaan penghuni Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA


Tangerang, pada 30 November 2013 berjumlah 424 orang yang seharusnya
kapasitas penghuni hanya 250 orang, dengan keterangan WNI 351 Narapidana
dan 73 tahanan, serta WNA 27 Narapidana dan 6 tahanan.

“Menurut Yusmarni, salah satu petugas seksi Binapi: mayoritas para


Narapidana maupun tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas
IIA Tangerang ini beragama Islam, namun beberapa ada yang beragama
lain. Jenis kasus yang sering terjadi dari dulu hingga sekarang masih
tentang Narkoba, baik itu pemakai, pengedar, ataupun keduanya.”

3. Gambaran Kegiatan LAPAS

Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tangerang juga memiliki


berbagai macam kegiatan yang harus diikuti oleh para narapidana, yaitu
pembinaan olah raga, hiburan/rekreasi, dan pembinaan kerohanian, salah satunya
yaitu pembinaan kerohanian Islam. Kegiatan ini meliputi pengajian Iqra dan Al-
Qur’an mulai pukul 08.00-10.00 kemudian dilanjutkan kembali dengan siraman
rohani Islam mulai pukul 10.00-12.00, keseluruhan kegiatan keagamaan ini
diajarkan langsung oleh ustadzah-ustadzah terpercaya dan berpengalaman dalam
pembinaan Narapidana.

Kewajiban mengikuti pembinaan ini bertujuan untuk membentuk


kepribadian muslimah sebagai bentuk kesadaran dalam beragama dan menjadikan
pribadi selalu lebih baik agar kelak menjadi Warga Negara yang patuh dan
bermoral dalam menjalani hukum yang berlaku serta sebagai pedoman bagi
narapidana untuk mendapatkan keringanan hukuman bagi hukumannya. Agar
kelak dapat diterima kembali di masyarakat, menjadi warga negara yang aktif,
produktif, dan mandiri.

“Pernyataan diatas berdasarkan hasil wawancara petugas bagian subseksi


Bimpas Ibu Nuraini: kewajiban seluruh Narapidana disini ialah wajib
53

mematuhi segala macam peraturan dan kegiatan yang telah diatur dan
dijadwalkan sebagaimana mestinya. Salah satu kegiatan yang mendukung
Narapidana agar dapat memperbaiki keimanan dan ketaqwaannya yaitu
dengan mengikuti kegiatan pembinaan kerohanian Islam yang telah
dijadwalkan setiap senin hingga sabtu, mulai pukul 08-12 siang, mulai dari
membaca Al-Quran hingga mengikuti tausiyah dari para ustadzah terpilih.
Kedisiplinan dalam keikutsertaan dalam setiap kegiatan juga berfungsi
untuk mendapatkan remisi hukuman.”

Kurikulum yang digunakan oleh pelaksana pembinaan kerohanian Islam di


Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tangerang adalah berdasarkan
kreativitas dan inovasi pembina kerohanian Islam yang bertugas, tidak berstandar
pada Diknas atau Departemen Pendidikan.

“Ustadzah: Materi pembelajaran yang diajarkan dalam kegiatan ini tidak


mengikuti sebagaimana kurikulum yang berlaku, namun kami memberikan
materi yang memang secara umum mampu dipahami oleh narapidana,
dengan metode ceramah yaitu dengan tausiyah-tausiyah dan
penggambaran umum dunia-akhirat. Baik itu tentang fiqh, akidah-akhlak,
sejarah kebudayaan Islam, serta Al-Quran-Hadis. Kalau materi
pengetahuan agama secara teoritis, narapidananya diberikan seperti
handout untuk mereka pelajari bersama.”

Pernyataan salah satu ustadzah pembinaan kerohanian Islam diatas, bahwa


pendidikan yang diterapkan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA
Tangerang adalah pendidikan orang dewasa (andragogi). Pendidikan dewasa
dirumuskan sebagai suatu proses yang menumbuhkan keinginan untuk bertanya
dan belajar secara berkelanjutan sepanjang hidup dan berhubungan dengan
bagaimana mengarahkan diri sendiri untuk bertanya dan mencari jawabannya, dan
Narapidana mengikuti peraturan yang berlaku.
54

”Kalau pengajian Iqra dan Al-Quran, langsung dibimbing oleh para


Ustadzah terpilih yang diadakan sebelum memulai materi ceramah yaitu
pukul 08.00-10.00, setelah itu barulah materi ceramah keagamaan yang
diawali dengan shalawat-shalawat Nabi dan Rasul serta Asma’ul Husna.
Namun yang lebih ditekankan adalah Narapidana minimal mampu
menghafal Asma’ul Husna dan surat-surat pendek.”

4. Prosentase hasil angket penelitian

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Pendidikan Agama Islam Terhadap


Kesadaran Beragama Narpidana”,data-data dalam penelitian ini diperoleh dari
hasil observasi, wawancara, dan angket. Untuk mendapatkan gambaran mengenai
pengaruh Pendidikan Agama Islam terhadap Kesadaran Beragama Narapidana,
maka dapat diketahui dari hasil distribusi. Hasil dari angket dianalisis dengan cara
diuraikan dalam bentuk table prosentase.

Setelah diperoleh berdasarkan hasil angket yang diberikan kepada


Narapidana kelas IIA wanita Tangerang, maka langkah pertama yang dilakukan
adalah mencari angka prosentse dalam bentuk tabel dengan menggunakan teknik
prosentase sebagai berikut:

F
P x100%
N
Keterangan:
P= Presentase
F= Frekuensi
N= Jumlah responden1
Berikut penulis sajikan hasil angket dari 30 pertanyaan yang diberikan
kepada 30 responden (10% dari 308 Narapidana Kelas IIAwanita yang Muslim).

1
Anas Sudjono, Pengantar Statistik Pendidikan, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), Cet.
X, h.43
55

Tabel 4.1

Diajarkan PAI sejak dini

Pertanyaan Kategori F %
1 Selalu 28 93,33
Sering 2 6,67
Jarang 0 -
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar (93,33%)


menyatakan selalu terhadap pernyataan diajarkan pendidikan agama Islam sejak
dini. Sisanya yaitu (6,67%) menyatakan sering, dan sama sekali tidak ada (0%)
yang menyatakan bahwa jarang serta tidak ada pula (0%) menyatakan tidak
pernah diajarkan PAI sejak dini. Hal ini menunjukan seluruh narapidana telah
diajarkan Pendidikan Agama Islam sejak dini.

Tabel 4.2

Mempelajari PAI ketika berada di dalam Lapas

Pertanyaan Kategori F %
2 Selalu 23 76,7
Sering 7 23,3
Jarang 0 -
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100
56

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 23 responden (76,7%)


menyatakan selalu. 7 responden (23,3%) menyatakan sering, dan tidak ada
responden (0%) yang menyatakan bahwa jarang serta tidak ada (0%) yang
menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa para narapidana juga
mempelajari Pendidikan Agama Islam ketika berada di dalam Lapas.

Table 4.3

Meyakini bahwa Allah dan malaikatnya selalu mengawasi

Pertanyaan Kategori F %
3 Selalu 24 80
Sering 5 16,7
Jarang 1 3,3
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 24 responden (80%)


menyatakan selalu terhadap keyakinan bahwa Allah SWT dan malaikatnya selalu
mengawasi. Sisanya yaitu sebanyak (16,7%) menyatakan sering, dan sisanya 1
responden (3,3%) yang menyatakan bahwa jarang serta tidak ada (0%)
menyatakan tidak pernah terhadap pernyataan diatas. Hal ini menunjukan bahwa
narapidana meyakini bahwa Allah SWT dan malaikat-Nya selalu mengawasi
setiap tindakan mereka.

Tabel 4.4

Meyakini setiap kehendak Allah SWT

Pertanyaan Kategori F %
4 Selalu 26 86,7
Sering 3 10
Jarang 1 3,3
Tidak Pernah 0 -
57

Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 26 responden (86,7%)


menyatakan selalu, 3 responden (10%) menyatakan sering, dan hanya 1 responden
(3,3%) yang menyatakan bahwa jarang serta tidak ada (0%) menyatakan tidak
pernah. Hal ini menunjukan bahwa narapidana sangat meyakini setiap sesuatu
yang terjadi didalam kehidupan adalah kehendak dari Allah SWT.

Tabel 4.5

Bersedekah mengajarkan untuk rendah hati

Pertanyaan Kategori F %
5 Selalu 28 93,33
Sering 2 6,67
Jarang 0 -
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden (93,33%)
menyatakan selalu bersedekah, karena mengajarkan untuk rendah hati. Sisanya
yaitu (6,67%) menyatakan sering, dan sama sekali tidak ada (0%) yang
menyatakan bahwa jarang serta tidak ada pula (0%) menyatakan tidak pernah.
Hal ini menunjukan bahwa hampir seluruh narapidana selalu bersedekah karena
mengajarkan agar selalu rendah hati.

Tabel 4.6

Berpuasa mengajarkan untuk selalu bersabar

Pertanyaan Kategori F %
6 Selalu 22 73,3
Sering 8 26,7
58

Jarang 0 -
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 22 responden (73,3%)


menyatakan selalu berpuasa karena mengajarkan mereka untuk selalu bersabar.
Sisanya yaitu sebanyak 8 responden (26,7%) menyatakan sering, dan sama sekali
tidak ada (0%) yang menyatakan bahwa jarang serta tidak ada pula (0%)
menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa seluruh narapidana sudah
melaksanakan berpuasa karena mengajarkan untuk selalu bersabar.

Tabel 4.7

Sholat mengajarkan untuk disiplin waktu

Pertanyaan Kategori F %
7 Selalu 18 60
Sering 11 36,7
Jarang 1 3,3
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa sebanyak 18 responden (60%) menyatakan


selalu melaksanakan sholat karena mengajarkan mereka agar disiplin. Sebanyak
11 responden (36,7%) menyatakan sering, dan 1 responden (3,3%) yang
menyatakan bahwa jarang serta tidak ada (0%) menyatakan tidak pernah. Hal ini
59

menunjukan bahwa dengan sholat mereka mendapatkan ibrah agar selalu disiplin
terhadap waktu.

Tabel 4.8

Ber-Zakat mengajarkan untuk membersihkan hati

Pertanyaan Kategori F %
8 Selalu 15 50
Sering 15 50
Jarang 0 -
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas terlihat bahwa setengah responden (50%) menyatakan


sangat selalu. Setengah lainnya (50%) menyatakan sering, dan sama sekali tidak
ada (0%) yang menyatakan bahwa jarang serta tidak ada pula (0%) menyatakan
tidak pernah terhadap pernyataan tersebut. Hal ini menunjukan bahwa narapidana
melaksanakan berzakat karena berguna untuk membersihkan hati.

Tabel 4.9

Jadwal Idul Fitri mengikuti waktu dari pemerintah

Pertanyaan Kategori F %
9 Selalu 13 43,4
Sering 16 53,3
Jarang 1 3,3
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 9 responden (30%)


menyatakan selalu. Selanjutnya 13 responden (43,3%) menyatakan sering, dan
sebanyak 8 responden (26,7%) yang menyatakan bahwa jarang serta tidak ada
60

(0%) menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa para narapidana juga
mengikuti jadwal yang ditetapkan pemerintah sebagai salah satu cara untuk
mengikuti ulil amri dan ijtihad dari para ulama.

Tabel 4.10

Mampu mempraktikan tata cara wudhu dan sholat

Pertanyaan Kategori F %
10 Selalu 10 33,3
Sering 17 56,7
Jarang 3 10
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 10 responden (33,3%)


menyatakan sangat setuju. 17 responden (56,7%) menyatakan setuju, dan hanya 3
responden (10%) yang menyatakan bahwa tidak setuju serta tidak ada (0%) yang
menyatakan sangat tidak setuju. Hal ini menunjukan bahwa para narapidana sudah
baik pengalaman beribadah dan bersuci.

Tabel 4.11

Menyempatkan waktu mempelajari Al-Qur’an

Pertanyaan Kategori F %
11 Selalu 11 36,7
Sering 19 63,3
Jarang 0 -
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian responden (36,7%)


menyatakan selalu. Sisanya yaitu 19 responden (63,3%) menyatakan sering, dan
61

sama sekali tidak ada (0%) yang menyatakan bahwa jarang serta tidak ada pula
(0%) menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa narapidana sudah
sangat baik dalam menyempatkan waktunya untuk mengkaji dan mempelajari Al-
Qur’an.

Tabel 4.12

Menghafal surat-surat pendek di dalam Al-Qur’an

Pertanyaan Kategori F %
12 Selalu 9 30
Sering 13 43,3
Jarang 8 26,7
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 9 responden (30%)


menyatakan selalu. Selanjutnya 13 responden (43,3%) menyatakan sering, dan
sebanyak 8 responden (26,7%) yang menyatakan bahwa jarang serta tidak ada
(0%) menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar para
narapidana telah mempelajari menghafal surat-surat pendek di dalam Al-Qur’an
sebagai bacaan ketika melaksanakan ibadah sholat.

Tabel 4.13

Mengikuti pengkajian Al-Qur’an di Lapas

Pertanyaan Kategori F %
13 Selalu 9 30
Sering 11 70
Jarang 0 -
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100
62

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian responden (30%)


menyatakan selalu. Sisanya yaitu (70%) menyatakan sering, dan sama sekali tidak
ada (0%) yang menyatakan bahwa jarang serta tidak ada pula (0%) menyatakan
tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa seluruh narapidana diwakili oleh
beberapa responden sudah mengikuti pengkajian Al-Qur’an di dalam Lapas
sebagai tanda menambah ilmu pengetahuan keagamaan.

Tabel 4.14

Mengafal Asma Al-Husna dan maknanya

Pertanyaan Kategori F %
14 Selalu 8 26,7
Sering 16 53,3
Jarang 6 20
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 8 responden (26,7%)


menyatakan selalu. Sebagiannya yaitu 16 responden (53,3%) menyatakan sering,
dan sisanya sebanyak 6 responden (20%) yang menyatakan bahwa jarang dan
tidak ada responden (0%) menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa
narapidana sudah dapat menghafal asma-asma Allah SWT serta maknanya.

Tabel 4.15

Meneladani Rasulullah

Pertanyaan Kategori F %
15 Selalu 6 20
Sering 21 70
Jarang 3 10
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100
63

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 6 responden (20%)


menyatakan selalu. Sisanya yaitu 21 responden (70%) menyatakan sering, dan 3
responden (10%) yang menyatakan bahwa jarang serta tidak ada (0%)
menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa narapidana sudah baik
dalam meneladani Rasulullah saw sebagai suri tauladan yang patut ditiru.

Tabel 4.16

Meyakini hari kiamat

Pertanyaan Kategori F %
1 Selalu 18 60
Sering 10 33,3
Jarang 2 6,7
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 18 responden (60%)


menyatakan selalu meyakini hari kiamat. Sisanya yaitu sebanyak (33,3%)
menyatakan sering, dan hanya 2 responden (6,7%) yang menyatakan bahwa
jarang serta tidak ada (0%) yang menyatakan tidak pernah terhadap pernyataan
diatas. Hal ini menunjukan bahwa narapidana sudah meyakini akan adanya hari
kiamat.

Tabel 4.17

Suka mempelajari agama Islam

Pertanyaan Kategori F %
2 Selalu 22 73,3
Sering 8 26,7
Jarang 0 -
64

Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 22 responden (73,3%)


menyatakan sangat setuju suka mempelajari PAI. Sisanya yaitu sebanyak 8
responden (26,7%) menyatakan setuju, dan tidak ada responden (0%) yang
menyatakan bahwa tidak setuju serta tidak ada pula (0%) menyatakan tidak
pernah terhadap pernyataan diatas. Hal ini menunjukan bahwa narapidana sudah
menyukai pembelajaran pendidikan agama Islam.

Tabel 4.18

Membiasakan khusu’ dalam melaksanakan sholat

Pertanyaan Kategori F %
3 Selalu 16 53,3
Sering 12 40
Jarang 2 6,7
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 16 responden (53,3%)


menyatakan selalu terhadap pernyataan diatas. Sisanya yaitu sebanyak12
responden (40%) menyatakan sering, dan sisanya 2 responden (6,7%) yang
menyatakan jarang serta tidak ada (0%) menyatakan tidak pernah. Hal ini
menunjukan bahwa narapidana sudah menyadari untuk membiasakan khusu’
dalam melaksanakan ibadah sholat.
65

Tabel 4.19

Membiasakan berdoa ketika memulai kegiatan agar berkah

Pertanyaan Kategori F %
4 Selalu 16 53,3
Sering 13 43,4
Jarang 1 3,3
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 16 responden (53,3%)


menyatakan selalu terhadap pernyataan diatas. Sisanya yaitu sebanyak 13
responden (43,4%) menyatakan sering, dan sisanya 1 responden (3,3%) yang
menyatakan jarang serta tidak ada (0%) menyatakan tidak pernah. Hal ini
menunjukan bahwa narapidana sudah membiasakan berdoa sebelum memulai
aktivitas agar mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

Tabel 4.20

Meminta maaf jika melakukan kesalahan kepada sesama

Pertanyaan Kategori F %
5 Selalu 21 70
Sering 9 30
Jarang 0 -
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 21 responden (70%)


menyatakan selalu terhadap pernyataan diatas. Sisanya yaitu sebanyak 9
responden (30%) menyatakan sering, dan tidak ada responden (0%) yang
menyatakan bahwa jarang serta tidak ada pula responden (0%) menyatakan tidak
66

pernah. Hal ini menunjukan bahwa narapidana sudah mempunyai akhlak yang
baik karena jika melakukan kesalahan mereka meminta maaf.

Tabel 4.21

Membiasakan membaca Al-Qur’an

Pertanyaan Kategori F %
6 Selalu 16 53,3
Sering 13 43,4
Jarang 1 3,3
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 16 responden (53,3%)


menyatakan selalu terhadap pernyataan di atas. Sisanya yaitu sebanyak 13
responden (43,4%) menyatakan selalu, dan sisanya 1 responden (3,3%) yang
menyatakan bahwa jarang serta tidak ada (0%) menyatakan tidak pernah. Hal ini
menunjukan bahwa narapidana sudah membiasakan untuk membaca Al-Quran.

Tabel 4.22

Hati menjadi tenang dan tentram ketika mendengar lantunan ayat Al-
Qur’an

Pertanyaan Kategori F %
7 Selalu 21 70
Sering 9 30
Jarang 0 -
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 21 responden (70%)


menyatakan selalu terhadap pernyataan di atas. Sisanya yaitu sebanyak 9
67

responden (30%) menyatakan sering, dan tidak ada responden (0%) yang
menyatakan bahwa jarang serta tidak ada pula responden (0%) menyatakan tidak
pernah. Hal ini menunjukan bahwa narapidana merasa tenang hatinya ketika
mendengar lantunan ayat suci Al-Quran.

Tabel 4.23

Membaca buku-buku PAI sebagai penambah pengetahuan

Pertanyaan Kategori F %
8 Selalu 10 33,3
Sering 20 66,7
Jarang 0 -
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 10 responden (33,3%)


menyatakan selalu terhadap pernyataan diatas. Sisanya yaitu sebanyak 20
responden (66,7%) menyatakan sering, dan tidak ada responden (0%) yang
menyatakan bahwa jarang serta tidak ada pula responden (0%) menyatakan tidak
pernah. Hal ini menunjukan bahwa narapidana sudah membiasakan untuk
membaca buku-buku keagamaan yaitu pendidikan agama Islam.

Tabel 4.24

Rutin mengikuti pengajian

Pertanyaan Kategori F %
9 Selalu 8 26,7
Sering 19 63,3
Jarang 3 10
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100
68

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 8 responden (26,7%)


menyatakan sangat selalu. Sebanyak 19 responden (63,3%) menyatakan sering,
dan sisanya yaitu 3 responden (10%) yang menyatakan jarang serta tidak ada
responden (0%) menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa narapidana
sudah sangat baik dalam menyempatkan waktunya untuk mengikuti pengajian
sebagai wadah berbagi ilmu pengetahuan agama.

Tabel 4.25

Mampu memimpin pengajian di Lapas

Pertanyaan Kategori F %
10 Selalu 15 50
Sering 15 50
Jarang 0 -
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebagian responden (50%)


menyatakan selalu. Sebagian lainnya (50%) menyatakan sering, dan sama sekali
tidak ada (0%) yang menyatakan bahwa jarang serta tidak ada pula (0%)
menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa narapidana sudah
mempunyai kemampuan untuk memimpin pengajian didalam Lapas.

Tabel 4.26

Mengakui kesalahan sehingga mendapat hukuman dari Negara

Pertanyaan Kategori F %
11 Selalu 13 43,4
Sering 9 30
Jarang 4 13,3
Tidak Pernah 4 13,3
Jumlah 30 100
69

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 6 responden (43,3%)


menyatakan selalu. Sisanya yaitu 21 responden (30%) menyatakan sering, dan
sama sekali tidak ada (13,3%) yang menyatakan bahwa jarang serta tidak ada
pula (13,3%) menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa sebagian
besar narapidana sudah menyatakan bahwa ketika ia telah melakukan kesalahan
yang fatal maka patutlah mendapat hukuman dari Negara.

Tabel 4.27

Takut dosa jika melakukan hal yang dilarang Allah SWT

Pertanyaan Kategori F %
12 Selalu 19 63,3
Sering 11 26,7
Jarang 0 -
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 19 responden (63,3%)


menyatakan selalu. Sisanya yaitu 11 responden (26,7%) menyatakan sering, dan
sama sekali tidak ada (0%) yang menyatakan bahwa jarang serta tidak ada pula
(0%) menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa narapidana sudah
menyepakati dan meyakini bahwa melakukan sebuah perbuatan yang dilarang
oleh Allah SWT adalah perbuatan dosa.

Tabel 4.28

Menyesali kesalahan yang telah dilakukan

Pertanyaan Kategori F %
13 Selalu 10 33,3
Sering 18 60
70

Jarang 2 6,7
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 10 responden (33,3%)


menyatakan selalu. Sisanya yaitu 18 responden (60%) menyatakan sering, dan 2
responden (6,7%) yang menyatakan jarang, dan tidak ada (0%) reponden
menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa narapidana sudah baik
dalam bertaubat, yakni mengakui kesalahan yang telah dilakukan dan tidak akan
mengulanginya kembali.

Tabel 4.29

Merasa bersalah pada Tuhan, diri sendiri, dan keluarga karena melakukan
tindak pidana

Pertanyaan Kategori F %
14 Selalu 16 53,3
Sering 13 43,4
Jarang 1 3,3
Tidak Pernah 0 -
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sebanyak 16 responden (53,3%)


menyatakan selalu. Sebanyak 13 responden (43,4%) menyatakan sering, dan 1
responden (0%) yang menyatakan bahwa jarang, dan tidak ada (0%) responden
menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa narapidana telah menyesali
perbuatan yang telah merugikan dirinya sendiri bahkan orang lain.
71

Tabel 4.30

Terpaksa mengikuti pengajian di Lapas

Pertanyaan Kategori F %
15 Selalu 2 6,7
Sering 3 10
Jarang 15 50
Tidak Pernah 10 33,3
Jumlah 30 100

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa hanya 2 responden (6,7%)


menyatakan selalu. 3 responden (10%) menyatakan sering, dan sebanyak 15
responden (50%) yang menyatakan bahwa jarang serta sebanyak 10 responden
(33,3%) menyatakan tidak pernah. Hal ini menunjukan bahwa hampir seluruh
narapidana tidak terpaksa dalam mengikuti pengajian yang diadakan di Lapas.

B. Pengujian Hipotesis

Dalam menganalisis data, terlebih dahulu penulis memaparkan skor dari


tiap variable dalam sebuah tabel. Hal ini agar data mudah dipahami. Berikut data
dari tiap-tiap variabel.

Untuk mengetahui tingkat signifikansi hubungan antara variabel X


(pendidikan agama Islam) dengan variabel Y kesadaran beragama narapidana)
maka terlebih dahulu dirumuskan hipotesis nihil (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha)
sebagai berikut:

Ho : Tidak ada pengaruh antara pembinaan kerohanian Islam dengan


kesadara beragama narapidana
Ha : Terdapat pengaruh antara pembinaan kerohanian Islam dengan
kesadaran beragama narapidana.
72

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi


product moment dengan menggunakan kriteria:

1. Terima Ho, jika r hit<r tabel


2. Terima Ha, jika r hit>r tabel

Tabel 4.31

Uji korelasi antara

Pembinaan kerohanian Islam dan kesadaran beragama Narapidana

No X Y Xy X2 Y2
1 55 57 3135 3025 3249
2 53 59 3127 2809 3481
3 56 50 2800 3136 2500
4 53 46 2438 2809 2116
5 54 53 2862 2916 2809
6 59 60 3540 3481 3600
7 52 57 2964 2704 3249
8 45 47 2115 2025 2209
9 48 44 2112 2304 1936
10 50 53 2650 2500 2809
11 53 55 2915 2809 3025
12 55 53 2915 3025 2809
13 38 46 1748 1444 2116
14 45 44 1980 2025 1936
15 53 55 2915 2809 3025
16 56 50 2800 3136 2500
17 53 52 2756 2809 2704
18 57 48 2736 3249 2304
19 50 42 2100 2500 1764
20 49 50 2450 2401 2500
73

21 56 60 3360 3136 3600


22 57 51 2907 3249 2601
23 59 60 3540 3481 3600
24 48 44 2112 2304 1936
25 55 53 2915 3025 2809
26 54 55 2970 2916 3025
27 57 48 2736 3249 2304
28 56 60 3360 3136 3600
29 54 53 2862 2916 2809
30 56 50 2800 3136 2500
Jumlah 1586 1555 82620 84464 81425

Diketahui:

N= 30 X=1586 Y=1555

XY= 82620 X2=84464 Y2=81425

Selanjutnya hasil perhitungan itu akan diuji keabsahannya dengan


menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut:

N∑xy − (∑x)(∑y)
=
{N∑x − (∑x) }{{N∑y − (∑y) }

. ( )( )
=
. ( ) }{ . ( ) }

=
{ }{ }

=
{ )( )
74

=

= = 0,58
,

Dari perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa korelasi antara


Pembinaan Kerohanian Islam terhadap Kesadaran Beragama Narapidana sebesar
0,58.

C. Pembahasan Hasil Penelitian


1) Interpretasi Data Hasil Statistik

Untuk mengetahui hubungan antara kedua variable maka dilakukan


dengan cara mencocokkan hasil perhitungan dengan indeks korelasi ‘r” product
moment, dengan berpedoman pada nilai interpretasi, sebagai berikut:

Besarnya “r” Interprestasi


Product
Moment (rxy)

0,00  0,20 Antara variabel X dan variabel Y memang terdapat


korelasi, akan tetapi korelasi itu diabaikan (dianggap
tidak ada korelasi antara variabel X dan variabel Y)

0,20  0,40 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi,


yang lemah/ rendah

0,40  0,70 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi,


yang sedang/ cukup

0,70  0,90 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi,


yang kuat/ tinggi
75

0,90  1,00 Antara variabel X dan variabel Y terdapat korelasi,


yang sangat kuat/ tinggi

Dari perhitungan di atas diperoleh angka korelasi antara variabel X dan


variabel Y atau rxy adalah 0,58 berdasarkan interpretasi nilai rxy berada pada
rentangan antara 0,40-0,70 yang berarti antara variabel X (Pendidikan Agama
Islam) dengan variabel Y (Kesadaran Beragama Narapidana) terdapat korelasi
atau pengaruh yang sedang atau cukup. Dengan demikian secara sederhana
penulis dapat memberi interpretasi terhadap rxy tersebut, yaitu bahwa terdapat
korelasi yang positif antara variable X dan variable Y dengan taraf korelasi yang
sedang atau cukupan.

Untuk mengetahui kebenaran atau kepalsuan dari hipotesa yang telah


diajukan sebelumnya, yaitudengan cara memperbandingkan besarnya “r” yang
telah diperoleh dalam proses perhitungan atau “r” hitung dengan besarnya “r”
yang tercantumdalam table nilai “r” product moment atau “rt”, terlebih dahulu
mencari derajat kebebasannya atau df dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:

Df= N-nr
Df= 30-2
= 28

Dengan df sebesar 28 maka diperoleh r tabel pada taraf signifikansi 5%


sebesar 0,361 dan taraf signifikansi 1% sebesar 0,463, karena rxy pada taraf
signifikansi 5% adalah lebih besar dari r tabel (0,58>0,361), maka pada taraf
signifikansi 5%Ha diterima sedangkan Ho ditolak, ini berarti terdapat korelasi
yang signifikan antara variabel X dengan variabel Y.

Dari hasil konsultasi antara rxy dan r tabel maka penulis berkesimpulan
bawha ada korelasi atau pengaruh antara Pendidikan Agama Islam terhadap
Kesadaran Beragama Narapidana.
76

Perhitungan Koefesien Determinasi (KD) yang penulis manfaatkan untuk


mengertahui kontribusi variabel X dan variabel Y sebagai berikut:


KD= x 100%
= (0,58) x 100%
= 0.3364x100%
= 33,64%

Kesimpulan yang dapat diambil adalah kesadaran beragama Narapidana


kelas II wanita dipengaruhi oleh Pendidikan Agama Islam sebesar 33,64%, dan
sisanya 66,36% dipengaruhi oleh faktor lain, baik intern maupun ekstren dari
narapidana tersebut.

2) Keterkaitan Temuan dengan Teori yang Melandasi Variable-


Variabel Penelitian

Berdasarkan konsep dan teori yang telah dikemukakan pada landasan teori
di bab II bahwasannya kesadaran beragama seseorang dipengaruhi oleh berbagai
factor, baik itu factor intern yaitu pada hereditas, tingkat usia, kepribadian, dan
kondisi jiwa seseorang, maupun factor ekstern baik itu lingkungan keluarga,
institusi pendidikan, serta masyarakat yang ikut mempengaruhi kesdaran
beragama seseorang, dan penellitian ini terfokus pada keterkaitan pendidikan
agama Islam yang mempengaruhi kesadaran beragama narapidana dan
mendapatkan hasil yaitu adanya pengaruh yang signifikan antara variable bebas
(PAI) dan variable terikat (kesadaran beragama).

3. Komparasi antara Temuan Penelitian dengan Hasil Penelitian


Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu dengan hasil penelitian yang


peneliti ajukan hasilnya tidak jauh berbeda, yakni mempunyai taraf signifikasi
yang cukup antara variable-variabel yang di komparasikan, namun pada penelitian
ini peneliti menggunakan objek yang sangat menarik, yaitu narapidana wanita
dewasa. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa, ibu dan calon ibu adalah orang
77

pertama dan utama pembentuk kepribadian anak didiknya, oleh karena itu peneliti
sangat tertarik untuk mengambil objek penelitian yaitu narapidana wanita.

Yang dapat saya komparasikan antara penelitian terdahulu dengan hasil


penelitian yang peneliti dapatkan ialah pada penelitian sebelumnya, objek yang
diambil dalam penelitian tersebut yaitu para siswa-siswi yang mendapatkan
pendidikan agama Islam di sekolah, maupun penerapan kesadaran beragama anak
yatim yang memang sudah diajarkan sejak dini, namun pada penelitian ini peneliti
hanya terfokus pada kegiatan kesadaran beragama narapidana yang memang rutin
dilaksanakan sebagai upaya dari lembaga pemasyarakatan untuk mengembalikan
dan menumbuhkembangkan keagamaan dalam diri narapidana agar kelak dapat
menjadi manusia seutuhnya dan dapat diterima kembali di dalam bermasyarakat.

D. Keterbatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti mempunyai keterbatasan hanya berupa jarak


yang cukup jauh dari tempat tinggal peneliti yang dekat dengan daerah kampus
UIN Syarif Hidayatullah, sehingga demi melaksanakan penelitian ini secara
maksimal,maka peneliti harus mempunyai prediksi yang tepat terhadap waktu
serta membuat perjanjian kepada pengurus lembaga yang bertugas agar dapat
bertemu dan melakukan penelitian sebagaimana mestinya.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pelaksanaan pembinaan kerohanian Islam di Lembaga Pemasyarakatan
Wanita Kelas IIA Tangerang berbentuk program pengajaran, pelatihan,
dan pembinaan, yang selalu dilaksanakan setiap senin hingga sabtu mulai
pukul 08.00 pagi s/d 12.00 siang dengan agenda kegiatan pembacaan iqro
dan Al-Qur’an serta dilanjutkan dengan pengajian bersama dan tausiah
yang dipimpin langsung oleh ustadzah yang terpercaya.
2. Terdapat pengaruh yang sangat signifikan antara peminaan Kerohanian
Islam terhadap kesadaran beragama narapidana Wanita Kelas IIA
Tangerang, hal ini terlihat dari hasil perolehan angka korelasi yang
menunjukkan r hitung (rh) lebih besar dari r tabel (rt). Sedangkan
persentase kontribusi kesadaran beragama Narapidana kelas II wanita
yang dipengaruhi oleh pembinaan kerohanian Islam sebesar 33,64%, dan
sisanya 66,36% dipengaruhi oleh faktor lain, baik intern maupun ekstren
narapidana tersebut.

B. Implikasi
Dikarenakan adanya pengaruh positif pembinaan kerohanian Islam
terhadap kesadaran beragama Narapidana, maka pemberian materi pendidikan
agama Islam di Lapas sudah baik dan struktur acara sudah jelas, namun yang
perlu ditingkatkan lagi adalah, penyadaran keagamaan bukan hanya sekedar
pemberian materi keagamaan saja dengan metode diskusi, tanya jawab, ataupun
ceramah saja, tetapi juga demi meningkatkan kesadaran beragama Narapidana

77
78

dalam melaksanakan tugasnya sebagai hamba, maka perlu ditingkatkan bahwa


Narapidana bukan hanya sebagai objek penerima materi ajar, namun bisa pula
sebagai subjek pembelajaran, misalnya dengan memberikan kesempatan kepada
Narapidana berbagi pengalaman spiritualnya ataupun memberikan kesempatan
untuk memimpin sebuah pengajian.

C. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran-saran
antara lain:
1. Kepada pengurus yang telah menyusun kegiatan pembinaan kerohanian
Islam di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tangerang sudah
sangat baik, seperti membuat kurikulum pembinaan kesadaran beragama
dan kebutuhan-kebutuhan rohani yang diberikan kepada warga binaan
serta subyek yang akan memberikan materi keagamaan.
2. Kepada pelaksana kegiatan pembinaan kerohanian Islam di dalam
Lembaga Pemasyarakatan sudah baik dalam pelaksanaannya, namun
yang perlu ditingkatkan lagi adalah penggunaan metode-metode
pendidikan dalam pemberian materi. Misalnya, menggunakan diskusi
kelompok yang memberikan kesempatan kepada Narapidana untuk
berbagi dan bertukar pikiran antar warga binaan.
3. Kepada warga binaan yang menjadi narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tangerang agar senantiasa
meningkatkan keaktifannya dalam mengikuti pembinaan keagamaan
yang telah dijadwalkan. Karena dengan kegiatan pembinaan kerohanian
Islam dapat membantu kita memperbaiki sikap kesadaran beragama kita
dan dengan kesadaran beragama yang kita butuhkan maka akan sangat
dirasakan manfaatnya dalam bersikap dan berprilaku sepanjang hayat.
DAFTAR PUSTAKA

Ahyadi, Abdul Aziz. Psikologi Agama. Bandung: Sinar Baru Al-Gensindo.1995.

An Nahlawi, Abdurrahman. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta:


Gema Insani. 1995.

Andayani, Dian., dan Majid, Abdul. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006.

Arifin, Bambang Syamsul. Psikologi Agama. Bandung: Pustaka Setia. 2008.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi VI).
Jakarta:Rineka Cipta. 2006.

Darajat, Zakiyah. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

. Dasar-dasar Agama Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1984.

. Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: PT. Bulan Bintang. 2009.

. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2004.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
2002.

Gholib, Achmad. Studi Islam (Pengantar Memahami Agama, Al-Quran, Al-Hadis, Dan
Sejarah Peradaban Islam). Jakarta: Faza Media. 2006.

Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan Edisi Revisi. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
1999.

Hamzah, Andi. Terminologi Hukum Pidana. Jakarta: Sinar Grafika. 2009.


Hasan, M. Iqbal. Pokok-pokok Materi Statistic 1 (statistic deskriptif). Jakarta: Bumi Aksara.
2005.

Jalaludin. Psikologi Agama. Jakarta: Raja Grafindo. 2010.

Majid, Abdul, dkk. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung: Rosda Karya.
2004.

Nata, Abudin. Metodology Study Islam. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2006.

. Pendidikan dalam Persepektif Al-Quran. Ciputat: UIN Jakarta Press. 2005.

Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis. Jakarta:
Ciputat Press. 2002.

. Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media


Pratama. 2001.

Priyatno, Dwidja. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Indonesia. Bandung: Refika Aditama.
2006.

Ramayulis. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia. 1990.

. Psikologi Agama. Jakarta: Kalam Mulia. 2009.

Sabri, M. Alisuf. Ilmu Pendidikan. Jakarta: CV Pedoman Ilmu Jaya. 1999.

Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Quran: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan
Masyarakat. Bandung: mizan. 2003.

Suralaga, Fadilah dkk. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Islam. Jakarta: UIN Jakarta
Press, 2005.
Sudjono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2008.

Suroso, Fuad Nashori., dan Ancok, Djamaludin. Psikologi Islam; Solusi Islam akan Problem
Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2005.

Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1999.

Undang-undang SISDIKNAS. Jakarta: Sinar Grafika. 2003.

Zuhairini. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1995.

. Metode Khusus Pendidikan Agama Islam. Surabaya: Biro Ilmiah Fak.Tarbiyah


IAIN Sunan Ampel. 1981.
HASIL OBSERVASI

A. Keadaan Narapidana

Keadaan penghuni Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA


Tangerang, pada 30 November 2013 berjumlah 424 orang yang seharusnya
kapasitas penghuni hanya 250 orang, dengan keterangan WNI 351 Narapidana
dan 73 tahanan, serta WNA 27 Narapidana dan 6 tahanan.

B. Sarana Prasarana

Lembaga pemasyarakatan wanita kelas IIA tangerang ini terdiri dari 5


gedung utama, blok hunian dan fasilitas umum lainnya. Perincian gedung sebagai
berikut:

Gedung Utama I

No Ruang Lantai
1 Kalapas Lantai
2 Kasubag Tata Usaha 2
3 Kaur Kepegawaian/Keuangan
4 Kasi Binapi
5 Kasimin Kamtib dan Kasubsiennya
6 KPLP dan Ruang Besukan Lantai

7 Registrasi dan Letter D 1

8 Kantin dan Kamar Mandi


9 Sekretariat Hak Asasi Manusia
Gedung Utama II
Yaitu gedung aula yang dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan khusus
seperti kunjungan tamu luar, tarawih bersama, kebaktian bersama, dan
lain-lain.

Gedung Utama III


No Ruang
1 Kasi Kegiatan Kerja
2 Kasubsi Sarana Kerja
3 Kasubsi Bimlohja
4 Salon
5 Keterampilan Menjahit
6 Keterampilan Menyulam
7 Penyimpanan Hasil Kerja
8 Gudang Barang dan Peralatan Kerja
9 Kamar Mandi

Gedung Utama IV
No Ruang
1 Kasubsi Bimaswat dan Staff
2 Perpustakaan
3 Keterampilan Menjahit
4 Mushola
Gedung Utama V
No Ruang
1 Praktek Memasak
2 Pembagian Makanan Warga Bianaan
3 Penyimpanan Beras
4 Penyimpanan Peralatan Keterampilan Memasak
5 Kamar Mandi

Blok Hunian Narapidana/Tahanan


No Blok
 Paviliun Melati
 Paviliun Mawar
 Paviliun Kenanga
1 7 Blok Hunian Narapidana  Paviliun Anyelir
 Paviliun Anggrek
 Paviliun Dahlia
2 1 Blok Menara 6 Kamar Hunian dan
Karantina
C. Struktur Organisasi dan Kepegawaian

Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA


Tangeran

Kalapas

Cipriana Murbihastuti, Bc., IP

Ka.KPLP Kasubag TU
Tri Winiarsih, BC., IP., Sri Setiati, BC.,IP., SH
S.Sos

Kaur Reg. Kaur Umum

Tri Nurbaiti Arosmiati, S.sos.,


M.si

Seksi Binapi Kasi Kegiatan Kerja Seksi Adm. Keamanan


a. Pegawai
Yusmarni, LPW
SE., MH
Widiarti, BC., IP Retno Y, BC., IP., SH
Sub Seksi Registrasi Sub Seksi Keamanan
Rita E, Amd., IP., SH.,
Sa’adah
MH
Kasubsi Bimlohja
SubSeksi Kasubsi Pelaporan &
Bimpas&Kepg Indri Y, Amd., IP., S.Sos Tatib

Nuraini P. Amd., IP., SH Kuswanto, SH


Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Tangerang, berdasarkan
data pada bulan November 2013 memiliki 103 jumlah pegawai yang terdiri
atas sarjana (S2) 4 orang, sarjana (S1) 29 orang, sarjana muda (D3) 8
orang, SLTA 61 orang, dan SLTP 1 orang. Dengan rincian sebagai berikut:

Tabel 10

Rekapitulasi Data Pegawai LPW Kelas Tangerang, November 2013

No Gol/R Jumlah Pendidikan Juml


uang ah
L P SLT SLTA D3 S1 S2 S3
P
L P L P L P L P L P L P
1 IV/e
2 IV/d
3 IV/c
4 IV/b
5 IV/a 1 2 1 2 3
6 III/d 7 7 7
7 III/c 1 8 1 1 5 2 9
8 III/b 11 33 9 24 3 8 44
9 III/a 2 6 3 2 3 8
10 II/d 3 1 2 3
11 II/c 1 6 1 1 4 1 7
12 II/b 5 8 5 8 13
13 II/a 6 3 6 3 9
Jumlah 26 77 - 1 21 40 1 7 6 23 - 4 - - 103
Hasil Wawancara

No Objek Indikator Jumlah


Wawancara Soal
1 SubSeksi 1. Jenis kasus 4
Bimpas 2. Jenis pemberian pertimbangan
3. Jenis-jenis kegiatan
4. Controling kegiatan
2 Ustadzah 1. Materi pembelajaran 2
2. Pola penyampaian materi
3 Narapidana 3
1. Materi
2. Ketertarikan belajar
3. Pemahaman

Jawaban

A. Subseksi Bimpas
1. Jenis kasus yang sering terjadi atau narapidana yang berada di lapas ini banyak yang
melakukan tindak pidana obat-obatan terlarang seperti narkoba dan sebagainya, yang
banyaknya sekitar 75%, baik itu pengedar ataupun pemakai, semua ada disini.
2. Narapidana yang ingin mendapatkan remisi atau pertimbangan dan sebagainya adalah
dengan cara selalu berkelakuan baik, tidak melakukan pelanggaran yang diatur di
Lapas, dan aktif mengikuti semua kegiatan.
3. Jenis kegiatan yang mendukung kesadaran beragama narapidana disini adalah dengan
mengikuti pengajian yang terdapat pula di dalamnya ceramah-ceramah dari ustadz
dan ustadzah, pesantren kilat, ESQ, karena salah satu upaya pembinaan disini
bertujuan untuk mmengubah para narapidana menjadi manusia yang produktif, aktif,
dan mandiri.
4. Saya tidak terlalu sering mengontrol secara langsung untuk kegiatan keagamaan ini,
karena ada petugas yang sudah disiapkan untuk terjun langsung mengawasi kegiatan
yang berlangsung dan kemudian baru mmelaporkan kepada saya dan mengisi lembar
kegiatan sebagaimana mestinya.

B. Ustadzah
1. Materi pembelajaran yang diajarkan dalam kegiatan ini tidak mengikuti sebagaimana
kurikulum yang berlaku, namun kami memberikan materi yang memang secara umum
mampu dipahami oleh narapidana. Baik itu tentang fiqh, akidah-akhlak, sejarah
kebudayaan Islam, serta Al-Quran-Hadis. Kalau materi pengetahuan agama secara
teoritis yang tadi, narapidananya diberikan seperti handout untuk mereka pelajari
bersama.
2. Kalau pengajian Iqra dan Al-Quran, langsung dibimbing oleh para Ustadzah terpilih
yang diadakan sebelum memulai materi ceramah yaitu pukul 08.00-10.00, setelah itu
barulah materi ceramah keagamaan yang diawali dengan shalawat-shalawat Nabi dan
Rasul serta Asma’ul Husna. Namun yang lebih ditekankan adalah Narapidana
minimal mampu menghafal Asma’ul Husna dan surat-surat pendek.

C. Narapidana
1. Kalau materi pembelajaran disini hampir sama saja seperti yang ada di sekolah-
sekolah seperti ibadah, akhlak, keimanan, dan sebagainya yang berkaitan dengan
pelajaran agama Islam.
2. Iya. Saya menyukai setiap kegiatan keagamaan yang diadakan disini, karena saya juga
jarang belajar kalau dirumah, jadi kalau disini ya seperti diajarkan di pesantren
mungkin, jadi saya suka mempelajarinya.
3. Kalau dari cara mmengajar para Ustadzah dan saya juga ikut baca-baca materinya, ya
saya mengerti dan faham.
Kisi-kisi Instrumen Penelitian
No Variabel Dimensi Indikator No Soal Jml Soal
1 Pembinaan  Dimensi  Latar belakang 1, 2, 3, 4. 4
kerohanian Pengalman keagamaan
Islam keluarga dan
lingkungan
sekitar.
 Membina
keagamaan.

 Dimensi  Keimanan, 5, 6, 8, 11
Pemahaman ibadah, fiqh, 10, 11,
ushul fiqh, Al- 12, 13,
Qur’an-Hadis, 16, 17,
dan tafsir. 19, 20.

 Dimensi  Berakhlak dan 7, 9, 14, 5


Keterampilan pergaulan. 15, 18.

 Keterammpilan
mempelajari Al-
Qur’an.

2 Kesadaran  Dimensi  Kesadaran 1, 3, 15 3


Beragama keyakinan meyakini ajaran
agama

 Dimensi  Kesadaran 4, 5, 14 3
peribadatan melatih diri
dalam
melaksanakan
kewajiban
sebagai hamba

 Dimensi  Kesadaran 2, 8, 9, 7
pengetahuan menuntut ilmu 10, 11,
pengetahuan 13, 20
 Kesadaran
bersosialisasi
untuk saling
berbagi ilmu
agama

 Dimensi  Kesadaran
penghayatan menghayati 8, 16, 17, 4
19
kehidupan
 Bersikap
menerima dalam
keadaan apapun
yang diberikan
oleh Allah SWT

 Dimensi  Kesadaran
pengamalan berprilaku baik 6, 12, 18 3
 Menunjukkan
sikap pemaaf
 Berpakaian dan
penampilan yang
syar’i
ANGKET SEBELUM DI UJI

VALIDITAS DAN REABILITAS


Quesioner untuk Narapidana Wanita

Pengaruh Pembinaan Kerohanian Islam

Terhadap Kesadaran Beragama

(Study Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita,


Tangerang)

Persetujuan sebagai responden:

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya bersedia
menjadi responden dalam penelitian skripsi yang peneliti ajukan.

Tertanda

Responden

Petunjuk Pengisian Angket

1. Awali dengan membaca Basmallah.


2. Mohon dijawab semua pertanyaan di bawah ini sejujur-jujurnya dengan
memberi tanda contreng (√) pada jawaban yang paling cocok dengan
keadaan Anda, pada kolom SS (apabila sangat setuju), S (apabila setuju),
TS (apabila tidak setuju), dan STS (apabila sangat tidak setuju).
3. Kerahasiaan jawaban Anda dijamin oleh peneliti.
4. Diharapkan semua soal yang terdapat dalam angket ini dapat terisi secara
keseluruhan dan penulis mengucapkan terima kasih atas partisipasinya.
5. Akhiri dengan membaca Hamdallah.
Pertanyaan Mengenai Pembinaan Kerohanian Islam

No Sl Sr Jr TP
1 Lingkungan keluarga saya sangat memahami
pengetahuan agama Islam.
2 Masyarakat sekitar saya sering mengadakan kegiatan
keagamaan.
3 Saya diajarkan pai sejak dini.
4 Saya mendapatkan pendidikan agama islam ketika
saya berada di lembaga pemasyarakatan.
5 Saya yakin bahwa setiap saya sholat selalu dilihat
oleh Allah SWT serta selalu diawasi oleh para
malaikat.
6 Saya yakin bahwa semua yang terjadi adalah
kehendak Allah SWT.
7 Bersedekah mengajarkan saya untuk selalu rendah
hati.
8 Berpuasa mengajarkan saya untuk selalu bersabar.
9 Saya selalu menolong orang yang membutuhkan
pertolongan saya.
10 Sholat mengajarkan saya untuk selalu disiplin
terhadap waktu.
11 Zakat mengajarkan saya untuk membersihkan hati.
12 Saya mengikuti waktu yang ditetapkan pemerintah
saat merayakan Idul fitri.
13 Saya sering melaksanakan ibadah sunnah
14 Saya mampu mempraktikan tata cara wudhu dan
sholat.
15 Saya menyempatkan waktu mempelajari Al-Quran.
16 Saya menghafal surat-surat pendek dalam Al-Qur’an.
17 Saya selalu mengikuti pengkajian Al-Quran di dalam
Lapas.
18 Saya hafal asma Allah dan maknanya.
19 Nabi saw sebagai suri teladan bagi ummat manusia,
oleh karena itu segala perkataan, perbuatan, dan
keputusan yang berasal dari Nabi harus diteladani
dan ditiru.
20 Rasulullah saw mengajarkan saya untuk selalu
berdakwah.

Pertanyaan Mengenai Kesadaran Beragama

No Pertanyaan Sl Sr Jr TP
1 Saya meyakini akan adanya hari kiamat.
2 Saya meyakini qadha dan qadar.
3 Saya suka mempelajari pendidikan agama Islam.
4 Membiasakan khusu’ dalam sholat dan berdoa
sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.
5 Saya selalu membaca doa ketika ingin memulai
akfititas agar mendapat keberkahan.
6 Saya meminta maaf jika melakukan kesalahan
kepada orang lain dan memaafkan kesalahan orang
lain terhadap saya.
7 Hati saya menjadi tenang dan tentram ketika
mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an.
8 Saya membiasakan membaca Al-Qur’an dengan
harapan dapat lancar membacanya.
9 Saya merasa bangga mmemunyai ilmu agama Islam
yang memadai.
10 Membaca buku-buku agama Islam sebagai penambah
pengetahuan.
11 Saya memarahi orang yang mmelakukan kesalahan
kepada saya.
12 Rutin mengikuti pengajian sebagai tempat berbagi
ilmu pengetahuan agama.
13 Saya mampu memimpin kegiatan pengajian didalam
lembaga pemasyarakatan.
14 Saya suka belajar kepemimpinan seperti Rasulullah
saw.
15 Saya takut akan dosa kepada Allah jika saya
melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama.
16 Saya mengakui kesalahan yang saya lakukan
sehingga mendapat hukuman dari negara.
17 Saya menyesali perbuatan saya dan tak akan
mengulanginya lagi.
18 Saya selalu bersikap sopan kepada orang yang lebih
tua.
19 Saya merasa bersalah kepada Tuhan, diri saya, dan
keluarga kerena telah melakukan tindak pidana.
20 Saya terpaksa mengikuti pembinaan kesadaran
beragama (pengajian) di dalam Lembaga
Pemasyarakatan.
ANGKET SETELAH DI UJI

VALIDITAS DAN REABILITAS


Quesioner untuk Narapidana Wanita

Pengaruh Pembinaan Kerohanian Islam

Terhadap Kesadaran Beragama

(Study Kasus di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Wanita,


Tangerang)

Persetujuan sebagai responden:

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya bersedia
menjadi responden dalam penelitian skripsi yang peneliti ajukan.

Tertanda

Responden

Petunjuk Pengisian Angket

1. Awali dengan membaca Basmallah.


2. Mohon dijawab semua pertanyaan di bawah ini sejujur-jujurnya dengan
memberi tanda contreng (√) pada jawaban yang paling cocok dengan
keadaan Anda, pada kolom SS (apabila sangat setuju), S (apabila setuju),
TS (apabila tidak setuju), dan STS (apabila sangat tidak setuju).
3. Kerahasiaan jawaban Anda dijamin oleh peneliti.
4. Diharapkan semua soal yang terdapat dalam angket ini dapat terisi secara
keseluruhan dan penulis mengucapkan terima kasih atas partisipasinya.
5. Akhiri dengan membaca Hamdallah.
Pertanyaan Mengenai Pembinaan Kerohanian Islam

No Sl Sr Jr TP
1 Saya diajarkan pai sejak dini.
2 Saya mempelajari pendidikan agama islam ketika
saya berada di lembaga pemasyarakatan.
3 Saya yakin bahwa setiap saya sholat selalu dilihat
oleh Allah SWT serta selalu diawasi oleh para
malaikat.
4 Saya yakin bahwa semua yang terjadi adalah
kehendak Allah SWT.
5 Bersedekah mengajarkan saya untuk selalu rendah
hati.
6 Berpuasa mengajarkan saya untuk selalu bersabar.
7 Sholat mengajarkan saya untuk selalu disiplin
terhadap waktu.
8 Zakat mengajarkan saya untuk membersihkan hati.
9 Saya mengikuti waktu yang ditetapkan pemerintah
saat merayakan Idul fitri.
10 Saya mampu mempraktikan tata cara wudhu dan
sholat.
11 Saya menyempatkan waktu mempelajari Al-Quran.
12 Saya menghafal surat-surat pendek dalam Al-Qur’an.
13 Saya selalu mengikuti pengkajian Al-Quran di dalam
Lapas.
14 Saya hafal asma Allah dan maknanya.
15 Nabi saw sebagai suri teladan bagi ummat manusia,
oleh karena itu segala perkataan, perbuatan, dan
keputusan yang berasal dari Nabi harus diteladani
dan ditiru.
Pertanyaan Mengenai Kesadaran Beragama

No Pertanyaan Sl Sr Jr TP
1 Saya meyakini akan adanya hari kiamat.
2 Saya suka mempelajari pendidikan agama Islam.
3 Membiasakan khusu’ dalam sholat dan berdoa
sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT.
4 Saya selalu membaca doa ketika ingin memulai
akfititas agar mendapat keberkahan.
5 Saya meminta maaf jika melakukan kesalahan
kepada orang lain dan memaafkan kesalahan orang
lain terhadap saya.
6 Saya membiasakan membaca Al-Qur’an dengan
harapan dapat lancar membacanya.
7 Hati saya menjadi tenang dan tentram ketika
mendengar lantunan ayat suci Al-Qur’an.
8 Membaca buku-buku agama Islam sebagai
penambah pengetahuan.
9 Rutin mengikuti pengajian sebagai tempat berbagi
ilmu pengetahuan agama.
10 Saya mampu memimpin kegiatan pengajian didalam
lembaga pemasyarakatan.
11 Saya mengakui kesalahan yang saya lakukan
sehingga mendapat hukuman dari negara.
12 Saya takut akan dosa kepada Allah jika saya
melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama.
13 Saya menyesali perbuatan saya dan tak akan
mengulanginya lagi.
14 Saya merasa bersalah kepada Tuhan, diri saya, dan
keluarga kerena telah melakukan tindak pidana.
15 Saya terpaksa mengikuti pembinaan kesadaran
beragama (pengajian) di dalam Lembaga
Pemasyarakatan.

Anda mungkin juga menyukai