Anda di halaman 1dari 18

TUGAS MANDIRI

KARYA ILMIAH

“DRAINASE TPA SAMPAH”

DRAINASE PERKOTAAN

DOSEN MATA KULIAH:

Ir. AZWA NIRMALA, M.T.


NIP. 196804291993032004

DIKERJAKAN OLEH:

CHANDRA SANJAYA
NIM. D1011181084

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah YME karena dengan berkah
dan rahmat-Nya lah saya dapat menyelesaikan Tugas Mandiri Karya Ilmiah
“Drainase TPA Sampah” untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Drainase Perkotaan
sesuai dengan yang direncanakan.

Tugas ini berupa tugas Karya Ilmiah Drainase Lapangan Terbang, oleh karena
itu saya sebagai penyusun ingin berterima kasih yang sebesar – besarnya kepada Bu
Ir. Azwa Nirmala, M.T. selaku dosen mata kuliah hingga tugas ini dapat
terselesaikan. Tidak lupa juga, saya mengucapkan terima kasih kepada orang tua,
keluarga, serta teman – teman atas dukungan dan masukannya dalam pengerjaan
tugas karya ilmiah ini.

Akhir kata, saya sebagai penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga
tugas terstruktur ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan penyusun di masa
yang akan datang, Amin.

Pontianak, April 2021

Chandra Sanjaya / D1011181084


Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………...…………………...
i

DAFTAR ISI……………………………………………………………….………...
ii

BAB 1. LATAR BELAKANG ……...…………………………………….………...


1

BAB 2. PEMBAHASAN ……...……………..…………………………….………...


2

2.1. Pengertian dan Fungsi Umum Tempat Pembuangan Akhir ...……... 2


2.2. Sistem Drainase TPA……...……………..……………………………...
3

2.3. Ketentuan Teknis Drainase TPA……...……………..……………..... 4


2.4. Perancangan Drainase TPA…………..…………..…….……...……... 5
2.5. Saluran Drainase …………..…………..…….……...……………….....
7

BAB 3. KESIMPULAN …………..…………..…….……...………………….…...


14

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

LATAR BELAKANG

Salah satu permasalahan perkotaan yang sering menjadi persoalan yang cukup
serius kota-kota di Indonesia adalah Tempat Pembuangan Akhir TPA sampah yang
mengalami resistensi penolakan dari masyarakat sekitarnya disebabkan kondisi TPA
kurang memenuhi syarat aman terhadap lingkungan. Kondisi tersebut disebabkan
oleh sistem pengelolaan TPA yang buruk dan open dumping sebagai metode
pembuangan akhir sampah. Penentuan lokasi TPA harus mempertimbangkan potensi
lahan yang terdapat di wilayah yang baru dengan mengenali karakteristik lahan
tersebut secara fisik. Setiap wilayah yang ada dan tersebar diseluruh indonesia ini
memiliki berbagai bentang lahan dengan ciri khas yang berbeda-beda satu dengan
yang lainya. Lahan yang ada dapat dilihat dari proses terbentuknya secara
geomorfologi yang dipengaruhi oleh energi endogen maupun energi eksogen.

Untuk membangun sebuah sistem drainase air hujan dalam suatu wilayah
diperiukan beberapa macam analisa terhadap berbagai bidang yang terkait dan
berpengaruh terhadap sistem perencanaan. Maka dari itulah, diperlukan analisa yang
bertahap supaya bisa membangun drainase yang baik agar TPA tidak sampai
mengganggu kehidupan masyarakat di sekitarnya.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian dan Fungsi Umum Tempat Pembuangan Akhir

Tempat Pembuangan Akhir (TPA) merupakan salah satu tempat yang


digunakan untuk membuang sampah yang sudah menacapai tahap akhir dalam
pengelolaan sampah yang dimulai dari pertamakali sampah dihasilkan,
dikumpulkan, diangkut, dikelola dan dibuang. TPA adalah tempat pengumpulan
sampah yang merupakan lokasi yang harus terisolir secara baik sehingga tidak
menyebabkan pengaruh negatif pada lingkungan sekitar TPA.

Gambar 1.1. Struktur TPA

2
3

2.2. Sistem Drainase TPA

Drainase TPA berfungsi untuk mengurangi volume air hujan yang masuk
pada
area timbunan sampah. Sistem drainase di lokasi TPA haras direncanakan dengan
baik untuk menyalurkan air hujan, baik dari sekeliling TPA maupun dari
permukaan TPA yang telah ditutup tanah. Jumlah leachate tergantung pada
kondisi cuaca, komposisi sampah, serta usia TPA. Sistem drainase tersebut adalah
penting bagi selurah lokasi TPA tersebut. Bila sistem tersebut macet, ketinggian
air di TPA akan meningkat. Lambat-laun TPA tersebut akan tergenang dan
selama musim hujan tidak dapat dimasuki. Selain itu, air leachate tersebut akan
merembes ke bagian TPA yang lebih rendah dan bisa menyebabkan pencemaran
terhadap air tanah. Oleh karena itu, operasi dan pemeliharaan sistem drainase
merapakan prioritas mutlak.
Analisis kesesuaian lahan untuk tempat pembuangan akhir sampah
menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif. Analisis dimulai dengan
menjelaskan karakteristik lahan yang dihasilkan peta kesesuaian lahan dari proses
overlay parameter yang digunakan. Karakteristik lahan yang direkomendasikan
dalam menentukan kesesuaian lahan secara fisik terdiri dari beberapa faktor-
faktor yang mempengaruhi diantaranya adalah.
1. Kemiringan lereng,
2. Penggunaan lahan,
3. Rawan banjir,
4. Drainase permukaan ,
5. Kedalaman muka air tanah ,
6. Kedalaman sampai batas keras atau kedalaman efektif tanah.
7. Permeabilitas.
Dari seluruh paramter yang digunakan untuk penentuan lokasi TPA parameter
yang menjadi pertimbangan paling besar dalam merencanakan drainase adalah
pada kemiringan lereng dan penggunaan lahan.
4

Dalam penentuan drainase TPA sangat diperhatikan kemiringan lerengnya,


lererng sangat mempengaruhi letak dan posisi TPA. Apabila TPA diletakan di
Tempat yang kemiringan lerengnya lanadai maka akan sangat mudah tergenang
air hujan, yang dikarenakan drainasenya tidak cukup baik. Apabila diletakan pada
kemiringan lereng yang curam akan mengakibatkan material sampah akan mudah
terbawa kebawah dan air lindian akan mencamari daerah yang dibawahnya.
Drainase permukaan merupakan proses berpindahnya air sebidang tanah, baik
berupa limpasan permukaan maupun peresapan air kedalam tanah. Drainase
dinilai berdasarkan pendekatan bentuk lahan, penggunaan lahan dan kelembaban
tanah. Penilaian drainase permukaan sebagai parameter kesesuaian lahan untuk
permukiman disajikan pada Tabel 1.1 kelas drainase permukaan.

Tabel 1.1. Drainase Permukaan

Drainase Permukaan pada daerah yang akan digunakan untuk TPA harus baik
dan dapat mengering dengan cepat pada saat air hujan turun.Turunnya air hujan
dapat mengakibatkan timbunan sampah yang ada runtuh dan membawa air lindian
ketempat yang lebih rendah sehingga dapat masuk pada area permukiman serta
agar tidak tergenang di TPA.

2.3. Ketentuan Teknis Drainase TPA

Drainase TPA berfungsi untuk mengurangi volume air hujan yang masuk
pada area timbunan sampah. Ketentuan teknis drainase TPA ini adalah sebagai
berikut:
5

a) Jenis drainase berapa drainase permanen ( jalan utama,disekeliling timbunan


terakhir, daerah kantor, bengkel, gudang, tempat cuci) dan drainase sementara
(dibuat secara lokal pada zone yang akan dioperasikan).

b) Kapasitas saluran dihitung dengan persamaan manning.

Dimana
Q=debit aliran air hujan (m3/det)
A= luaspenampang basah saluran (m )
S = kemiringan (%)
n = konstanta
R = jari-jari hidrolis (m)
c) Pengukuran besamya debit dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Dimana:
D=debit (m3/det)
C = angka pengaliran
I = intensitas hujan maksimum (mm/jam)
A = luas daerah aliran (km2)

2.4. Perancangan Drainase TPA


Dalam merancang drainase TPA, perlu adanya investigasi dasar dari
tempat pembuangan sampah yang mencakup.
1. Analisis file eksploitasi (jika ada) yang menjelaskan jenis dan usia limbah
serta kejadian tak terduga (kebakaran, tanah longsor, limbah berbahaya, dll.);
2. Survei pembuangan limbah;
3. Kondisi hidrogeologi;
4. Parameter mekanik limbah;
6

5. Deskripsi kawasan lindung (jika ada);


6. Penilaian volume gas.

Kriteria filter pada drainase leacheat dan sistem pengumpulan biasanya


terdiri dari.
1. lapisan pengeringan;
2. Lapisan filter;
3. Pipa pembuangan,;
4. Sumur inspeksi.
Tujuan utama dari sistem drainase leacheat adalah:
1. Pengumpulan dan aliran curah hujan yang bermigrasi melalui badan limbah
selama operasi TPA dan ditutup;
2. Perlindungan terhadap peningkatan level lindi yang tidak terkendali di badan
limbah;
3. Tahan bahan kimia dari elemen saluran;
4. Aliran pengendapan yang diambil-alih dan keluar di lereng TPA;
5. Pengurangan volume air dan waktu eksisting di TPA;
6. Perlindungan terhadap penumpukan air di lapisan dasar.
Kriteria filter untuk lapisan mineral tergantung pada jenis tanah yang
dilindungi, yaitu kohesif atau non-kohesif. Untuk tanah non-kohesif, kriteria
Terzaghi klasik (1922) sering digunakan, Untuk tanah kohesif,
direkomendasikan kriteria filter yang diusulkan oleh Sherard et al. (1984) harus
digunakan. Performa filtrasi geotekstil bergantung pada dua kondisi (Wolski,
1987), yaitu :
1. Sistem pori geotekstil harus cukup baik untuk menahan partikel tanah yang
terkikis,
2. Permeabilitas geotekstil harus cukup tinggi, sehingga kehilangan kepala
pada filter dapat diabaikan.
7

Persyaratan di atas jelas serupa dengan yang harus dipenuhi oleh filter
granular, dan oleh karena itu jenis kriteria desain utama yang sama telah
digunakan:
1. Permeabilitas,
2. Resistensi penyumbatan.
Permeabilitas geotekstil harus jauh lebih tinggi dari pada tanah yang
dilindungi. Penyumbatan sebagian yang mungkin terjadi tidak dapat
mengurangi permeabilitas geotekstil di bawah tanah dasar. Untuk filter
geotekstil dalam sistem drainase lindi, kriteria permeabilitas yang dimodifikasi
harus ditetapkan bahkan selama penyumbatan sebagian geotekstil.

2.5. Saluran Drainase

Dalam merencanakan saluran drainase hal-hal yang menjadi pertimbangan


adalah sebagai berikut.
a) Analisa Hidrologi.
Data hidrologi dapat digunakan untuk menentukan kapasitas
maksimum dan minimum dari run off. volume aliran. banjir dan kondisi rata-
rata perairan. Dari data ini sangat diperiukan untuk perencanaan dalam
mendesain reservoar, saluran drainase dan straktur hidrologi lainnya.
Untuk membangun sebuah sistem drainase air hujan dalam suatu
wilayah diperiukan beberapa macam analisa terhadap berbagai bidang yang
terkait dan berpengaruh terhadap sistem perencanaan. Salah satu yang penting
adalah menganalisa sumber air yang ada teratama air hujan sehingga diketahui
distribusi curah hujan.Untuk perencanaan saluran air hujan sehingga diketahui
distribusi curah hujan. Untuk perencanaan saluran air hujan (drainase)
dilakukan analisa curah hujan yang paling tinggi untuk tahun tertentu. Data
curah hujan atau data hidrologi yang dipcroleh digunakan untuk :
8

1. Perhitungan dimensi saluran baik yang tertutup ataupun terbuka.


2. Perhitungan dimensi bangunan-bangunan saluran periintasan seperti
gorong-gorong dan siphon.
3. Perhitungan batang jembatan.
4. Perhitungan waduk pengendali banjir mikro dan makro

b) Melengkapi Data Curah Hujan yang Hilang


Dalam suatu wilayah perencanaan kadang data curah hujan yang
diperoleh tidak lengkap dan ada beberapa data yang hilang. hal ini
kemungkinan terjadi dikarenakan adanya berbagai sebab misalnya kerusakan
alat, petugas yang lalai didalam melaksanakan tugas dan sebagainya. Oleh
sebab itu sebelum dilakukan terlebih dahulu sehingga diperiukan pengisian
data yang hilang tersebut dengan membandingkan stasiun yang ada. Rumus
yang digunakan sebagai berikut:

Dimana:
rx : Nilai tinggi curah hujan yang dicari
Rx : Nilai rata-rata tinggi curah hujan pada stasiun pengamat yang salah
satu tinggi curah hujannya sedang dicari
n: Banyaknya stasiun pengamat hujan untuk perhitungan n > 2
rn : Nilai tiap hujan pada tahun yang sama dengan rx pada stasiun
pembanding
Rn : Nilai rata-rata tinggi curah hujan pada setiap stasiun pengamat hujan
yang datanya sedang dicari (sumber :Gunadarma, 1997).

c) Metode Menghitung hujan harian maksimum


Metode-metode yang digunakan adalah:
1. Metode gumbel
9

2. Metode Iway Kadoya


3. Metode Log Pearson Type III

d) Distribusi Hujan Dengan Metode Hasper-Weduwen


Untuk menghitung distribusi hujan, maka diperiukan data Hujan
Harian Maksimum (HHM) dari perhitungan sebelumnya.
1. Waktu distribusi hujan yang digunakan ialah : 5,10,20,30,40,60,80,120 menit
2. Rumus yang digunakan ialah:
a)

b)

Dimana:

Xt = Curah hujan harian maksimum (mm)

t = durasi hujan (jam)

Sehingga :

e) Metode Menghitung Lengkung Intensitas Hujan


Dapat dihitung dengan menggunakan beberapa rumus,seperti dibawah
ini:
1. Rumus Talbot
10

2. Rumus Sherman
3. Rumus Ishigoro
Setelah menentukan ramus intensitas berdasarkan ketiga metode, lalu
dicari nilai dan dibandingkan dengan Intensitas Hujan hasil perhitungan
Hasper Weduwen. Dicari yang mempunyai beda terkecil dan rumus tersebut
yang digunakan.
f) Jaringan Drainase
1. Kriteria Desain Perencanaan
Hal-hal yang harus dicari antara lain:
(a) Menghitung debit limpasan air hujan.

Untuk daerah < dari 80 Ha

Untuk daerah > dari 80 Ha


Dimana
Q = Debit limpasan (lt/dtk)
C = Koefisien pengaliran
I = Rata-rata intensitas hujan yang besamya tergantung waktu
konsentrasi (mm/jam)
A = Luas daerah tangkapan (Ha)
Cs = Koefisien penampungan

(b) Waktu Koefisien (Tc)


Waktu koefisien adalah waktu yang diperiukan untuk
mengalirkan air hujan dari titik terjauh menuju suatu titik tinjauan
tertentu sehingga diperoleh debit maksimum.
Rumus yang dipakai adalah:
Tc = To +Td
Dimana:
11

To = Waktu yang diperiukan air untuk mengalir pada permukaan


tanah menuju saluran terdekat
Td = Waktu pengaliran dalam saluran menuju titik tinjauan
Berikut ini adalah rumus untuk menghitung To, Td atau
langsung menuju perhitungan Tc.
 Untuk panjang aliran ± 300 m, maka:

 Untuk panjang aliran ± 1000 m, maka:

 Rumus Td

Dimana
n = angka kekasaran manning
V = kecepatan rata-rata aliran
R = jari-jari hidrolis
(c) Koefisien Pengaliran
Adalah perbandingan antara tinggi aliran dengan tinggi hujan
untuk luas DAS yang sama dalam jangka waktu yang cukup
panjang. Dipengaruhi oleh keadaan hujan. luas dan bentuk DAS.
kemiringan DAS dan dasar saluran. daya infiltrasi dan perkulasi
tanah.
Rumu C :

(d) Koefisien Pengaliran


12

Merapakan efek penampungan dari suatu saluran terhadap


puncak banjir dimana koefisien ini akan semakin besar bila daerah
alirannya semakin luas. Rumus yang dipakai adalah:

2. Pemilihan Bentuk Saluran


Menurut Standar Dinas PU (Pekerjaan Umum), untuk Indonesia
digunakan saluran berbentuk rektanguler dengan tipikal saluran terbuka.
maka dalam
perencanaan ini digunakan tipe rektanguler. Dipilihnya bentuk saluran ini
karena beberapa pertimbangan yaitu:
a. Mudah dibuat oleh tenaga local
b. Ongkos kerja lebih murah daripada pembuatan bentuk trapezoidal,
lingkaran maupun segitiga
c. Nilai (R) atau luas penampang basahcukup lebar
d. Perawatan tergolong mudah
e. Untuk variasi bahan pembuatan dasar dinding saluran lebih banyak
pilihan dan mudah pemasangannya
f. Menghemat penggunaan lahan yang ada.

Gambar 1.1 Penampang Saluran Drainase


Keterangan :
b = lebar saluran
h = kedalaman
13

f = freeboard
b = 2h (untuk penampang ekonomis)

3. Kontrol Kecepatan
Pada saluran yang direncanakan nantinya akan dilakukan perhitungan
tambahan yaitu kontrol kecepatan, dimana untuk kecepatan aliran air
dalam saluran air haras memenuhi kriteria tertentu, kriteria tersebut
adalah;
a. Kecepatan minimum 0.5 m3/s (tujuannya adalah agar tidak terjadi
pengendapan dinding saluran) .
b. Kecepatan maksimum 3 m3/s (tujuannya adalah agar tidak terjadi
penggerusan atau erosi terhadap dinding saluran).
Persamaan untuk V cek adalah:

1.
BAB III
KESIMPULAN

Dari pembahasan, dapat kita simpulkan bahwa :

 Drainase permukaan pada daerah yang akan digunakan untuk TPA harus baik
dan dapat mengering dengan cepat pada saat air hujan turun.Turunnya air hujan
dapat mengakibatkan timbunan sampah yang ada runtuh dan membawa air
lindian ketempat yang lebih rendah sehingga dapat masuk pada area permukiman
serta agar tidak tergenang di TPA.
 Sistem drainase di lokasi TPA haras direncanakan dengan baik untuk
menyalurkan air hujan, baik dari sekeliling TPA maupun dari permukaan TPA
yang telah ditutup tanah.
 Dalam merencanakan saluran drainase hal-hal yang menjadi pertimbangan
adalah sebagai berikut.
1. Analisa Hidrologi.
2. Melengkapi Data Curah Hujan yang Hilang
3. Metode Menghitung hujan harian maksimum
4. Distribusi Hujan
5. Metode Menghitung Lengkung Intensitas Hujan
6. Jaringan Drainase, dimana harus diperhatikan
a. Kriteria Desain Perencanaan
b. Pemilihan Bentuk Saluran
c. Kontrol Kecepatan

14
DAFTAR PUSTAKA

1) https://www.researchgate.net/publication/274697521_Design_of_leachate
_drainage_systems_in_old_sanitary_landfills
2) Marpuah, Sururun 2006. KEBUTUHAN PRASARANA DAN SARANA
LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) DI WILAYAH
AGLOMERASl PERKOTAAN YOGYAKARTA. Yogyakarta. Universitas
Islam Indonesia
3) Diharto. KEBUTUHAN PRASARANA DAN SARANA LOKASI TEMPAT
PEMBUANGAN AKHIR (TPA) DI WILAYAH AGLOMERASl
PERKOTAAN YOGYAKARTA. Universitas Negeri Semarang.
4) https://www.gramedia.com/best-seller/cara-menulis-daftar-pustaka/

Anda mungkin juga menyukai