Anda di halaman 1dari 11

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH MULTITEMPORAL UNTUK

KAJIAN TINGKAT BAHAYA EROSI


(Kasus di Sub DAS Karang Mumus, Kalimantan Timur)

M. Adi Fatmaraga
adhie_fatmaraga@yahoo.com

Retnadi Heru Jatmiko


retnadi@yahoo.com

Abstract
Aim of this research was calculate of land use changes that occurred and Erosion
potensial rate also the dominant factor in the erosion process in the Karang Mumus Sub
Watershed with multitemporal. Analysis of activities the land cover were derived from Landsat
TM and ETM + imagery the period 1997 to 2009 obtained the interpretationof in land use area
and the amendment used two dimensional matrix for each period. In the analysis of
multitemporal erosion rate calculation with others variable USLE such as erosivity was derived
from rainfall data, erodibilty was derived fom soil type, Slope an slope length was obtained
from the processing of Digital Elevation Model (DEM) data was extracted from SRTM
imagery, also management plant and soil conservation was obtained from land use data in
multitemporal Landsat imagery so that will be the rate erosion value. The variables of erosion
were used statical analyze with regression and corelation to determine which dominant
variables were the most of erosion processes in Karang Mumus Sub Watershed.

Keywords : Erosion Potential Rate, Remote Sensing, USLE, Land Use

Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah menghitung perubahan penggunaan lahan yang terjadi
dan mengetahui Tingkat Bahaya Erosinya (TBE) serta faktor dominan dalam proses erosi di
Sub DAS Karang Mumus secara multitemporal. Kegiatan analisis mengenai penutup lahan ini
diperoleh dari ekstraksi citra Landsat TM dan ETM + dari periode tahun 1997 sampai 2009
yang telah dilakukan uji interpretasi sehingga didapatkan luasan penggunaan lahan dan
perubahaannya menggunakan matriks dua dimensi untuk tiap periode tahun. Dalam kegiatan
analisis mengenai tingkat bahaya erosi multitemporal dilakukan perhitungan melalui model
USLE dengan beberapa variabel penyusunnya yaitu erosivitas diperoleh dari data curah hujan,
erodibilitas diperoleh dari data jenis tanah, kemiringan dan panjang lereng diperoleh dari hasil
pengolahan data DEM yang diekstraksi dari citra SRTM, serta pengelolaan tanaman dan
konservasi tanah yang diperoleh dari data penggunaan lahan pada citra Landsat multitemporal
sehingga akan diperoleh nilai laju erosi. Selanjutnya variabel penyusun tersebut dilakukan
analisis statistik dengan menggunakan uji regresi dan korelasi untuk mengetahui variabel yang
paling dominan dalam proses erosi di Sub DAS Karang Mumus.

Kata Kunci : Tingkat Bahaya Erosi, Citra Penginderaan Jauh, Model USLE, Penggunaan
Lahan

155
PENDAHULUAN pihak baik dari sisi stakeholders dan instansi
Kegiatan pembukaan lahan banyak terkait bersama-sama guna mencegah,
yang dilakukan secara intensif dan terus menanggulangi dan memulihkan dampak
menerus akan mengakibatkan pengaruh lingkungan tersebut.
yang buruk terhadap tanah dan tutupan lahan Banyak penelitian yang terkait
diatasnya sehingga pada akhirnya akan dengan terkait erosi yang terjadi. Penelitian
terjadi suatu degradasi lahan. Salah satu ini merupakan salah satu penelitian terapan
bentuk ancaman degradasi lahan yang dalam Penginderaan Jauh (PJ) yaitu ilmu
dominan di Indonesia adalah terjadinya erosi memperoleh informasi tentang obyek,
tanah yang berakibat terhadap luas dan daerah atau fenomena melalui analisis data
kualitas lahan kritis yang semakin meluas yang diperoleh dengan suatu alat tanpa
dan memberikan dampak yang negatif bagi kontak langsung dengan obyek, daerah atau
daerah sekitarnya. fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer,
Daerah Aliran Sungai (DAS) sebagai 2007) dan Sistem Informasi Geografi (SIG),
suatu daerah penting dengan batas ekologis yaitu sistem yang berbasiskan computer
merupakan satu kesatuan kawasan hulu dan yang digunakan untuk menyimpan dan
hilir yang harus dikelola secara terintegrasi. memanipulasi informasi-informasi geografi
Sub DAS Karang Mumus dimana (Aronoff, 1989, dalam Prahasta, 2002).
merupakan salah satu daerah aliran sungai Pemanfaatan PJ dan SIG saat ini
yang hilirnya berada di Kota Samarinda terutama dengan adanya data penginderaan
dengan semakin maraknya kegiatan jauh multitemporal yang cukup membantu
pembukaan lahan dari hulu sampai hilir dalam hal pengidentifikasian objek serta
mengakibatkan ekosistem di Sub DAS efesiensi dalam hal biaya yang nantinya
Karang Mumus mengalami persoalan terkait diintegrasikan dengan sistem pemetaan erosi
lingkungan. (Pujowati, 2006). Erosi adalah melalui pengukuran model USLE (Universal
peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah Soil Loss Equation) oleh Wischmeier and
atau bagian tanah dari suatu tempat ke Smith (1978.
tempat lain oleh media alami. Daerah yang Dari hasil pemetaan tersebut dapat
beriklim basah seperti di Indonesia peristiwa diketahui tingkat erosi yang terjadi dan
erosi sebagaian disebabkan oleh air. Erosi dampak lainnya sehingga nantinya dapat
diawali dari terjadinya penghancuran digunakan untuk kajian Tingkat Bahaya
agregat-agregat tanah sebagai akibat Erosi (TBE) serta perubahan jenis
pukulan air hujan yang mempunyai energi penggunaan lahan yang terjadi di kawasan
lebih besar daripada daya tahan tanah. Sub DAS Karang Mumus.
(Arsyad,2010). Penelitian ini dilakukan dengan
Menyadari bahwa permasalahan menggunakan Citra Landsat TM tahun
erosi yang terjadi akibat kegiatan perekaman 1997 dan Citra Landsat TM
pembukaan lahan yang sedemikian tahun perekaman 2006 serta Citra Landsat
kompleks maka diperlukan suatu upaya ETM+ tahun perekaman 2009. Ketiga citra
dalam rangka pemantauan secara berkala tersebut menyajikan kenampakan obyek
sejauh mana erosi yang terjadi dan upaya dimuka bumi dengan resolusi menengah
konservasi dalam rangka pengendalian dan sehingga diperlukan teknik interpretasi
pengurangan terjadinya erosi serta faktor objek yang kompleks dalam melakukan
dominan yang mempengaruhi agar nantinya ekstraksi informasi yang nanti akan diuji
dari hasil pemantauan tersebut dapat dibuat tingkat ketelitiannya.
suatu kebijakan dan strategi dalam hal Tujuan dari penelitian ini adalah
peningkatan penanganan dampak kegiatan mengetahui kemampuan citra penginderaan
pembukaan lahan dengan melibatkan semua jauh untuk menilai perubahan lahan yang

156
terjadi, selain itu juga mengetahui tingkat berkisar dari -1 hingga +1. (Danoedoro,
bahaya erosi akibat kegiatan pembukaan 2012).
lahan, serta mengetahui faktor dominan
yang mempengaruhi dalam proses erosi
Keterangan :
METODE PENELITIAN NDVI = Transformasi NDVI
Alat dan bahan yang digunakan dalam IR = Saluran Inframerah Dekat
penelitian ini, yaitu : R = Saluran Merah
1. GPS (Global Positioning System)
2. Software Image Processing untuk Klasifikasi Multispektral Supervised
pengolahan citra, software untuk analisis Maximum Likelihood
Sistem Informasi Geografis dan Pada klasifikasi multispektral ini
penyajian peta, dan Software untuk diasumsikan bahwa objek homogen selalu
penulisan dan analisis data statistik. menampilkan histogram yang terdistribusi
3. Citra LANDSAT ETM+ 7 tahun 2009 normal dan perhitungan probability
Path 116 Row 60 (kemungkinan) dari tiap piksel untuk
4. Citra LANDSAT TM 5 tahun 2006 Path menjadi milik kelas tertentu. Jika kita tidak
116 Row 60 memasukkan parameter probability
5. Citra LANDSAT TM 5 tahun 1997 Path threshold pada jendela klasifikasi maximum
116 Row 60 likelihood, semua piksel akan terklasifikasi.
6. Peta Rupa Bumi Indonesia daerah Setiap piksel dimasukkan kelas yang
Samarinda lembar 1915-13, 1915-14 dan mempunyai tingkat probability tertinggi.
1915-41 skala 1 : 50.000 (Danoedoro, 2012).
7. Citra SRTM
8. Peta Tanah Sub DAS Karang Mumus Deteksi Perubahan Penutup Lahan
Skala 1 : 250.000 Perubahan informasi penutup lahan
9. Data Curah Hujan 1997 - 2009 yang banyak sangat mungkin terjadi
Penelitian dilaksanakan di Sub DAS diakibatkan semakin berkembangnya suatu
Karang Mumus yang merupakan bagian dari daerah maka berpengaruh terhadap tutupan
DAS Mahakam di Kalimantan Timur. lahan diatasnya. Metode yang banyak
Pemilihan lokasi berdasarkan beberapa digunakan adalah Post Classification
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Change Detection, metode ini merupakan
Sub DAS Karang Mumus merupakan salah analisis dalam mendeteksi perubahan secara
satu DAS yang masuk kategori kritis kuantitatif dari hasil klasifikasi multispektral
dikarenakan pembukaan lahan yang cukup penutup lahan dari citra penginderaan jauh
signifikan sehingga dapat menyebabkan (Jensen, 2004). Penentuan hasil klasifikasi
dampak bahaya erosi bahkan bencana alam tersebut sangat dipengaruhi oleh jenis
yang sering terjadi sehingga perlu dilakukan klasifikasi multispektral yang digunakan
analisis di daerah tersebut. dalam hal ini klasifikasi yang digunakan
adalah Maximum Likelihood tiap periode
Tranformasi NDVI (Normalized Difference tahun dengan unit analisisnya berdasarkan
Vegetation Index) tiap pixel.
NDVI merupakan salah indeks
vegetasi yang mampu membedakan objek Uji Akurasi
vegetasi dan non-vegetasi juga Uji akurasi yang diperoleh dari hasil
meningkatkan akurasi dari hasil klasifikasi klasifikasi penutup lahan dan kemiringan
multispektral. Nilai dari indeks vegetasi ini lereng ditentukan berdasarkan sejumlah titik
pengukuran di lapangan. Metode yang

157
digunakan menggunakan matriks kesalahan penentuan tingkat bahaya erosi. Makin
dan kappa koefisien yang dijabarkan sebagai dangkal solum tanahnya berarti semakin
berikut : sedikit tanah yang boleh tererosi sehingga
Tabel Matriks Kesalahan tingkat bahaya erosinya sudah cukup besar
A B Jml Omisi Komisi Ketelitian meskipun tanah yang hilang belum terlalu
Pemetaan besar (Dibyosaputro, 2006).
A
B Tabel. Tingkat bahaya erosi
Jml Tebal Erosi Maksimum (A) – ton/ha/tahun
Sumber : Short, 1982 dalam Sutanto, 1986 Solum
<15 15 – 60 60 – 180 >480
Ketelitian hasil interpretasi (cm)
80 –
= 480
Kappa Koefisien >90 SR S S B SB
60 – 90 R B B SB SB
30 – 60 SR SB SB SB SB
<30 B SB SB SB SB
Sumber : Departemen Kehutanan (1986)

Analisis Statistik
Analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah regresi berganda yaitu
Model Usle menentukan faktor erosi yang paling
Penentuan besarnya erosi tanah di berpengaruh terhadap laju kehilangan tanah.
Sub DAS Karang Mumus dilakukan dengan Faktor erosi yang digunakan dalam metode
pendekatan rumus umum (Universal Soil USLE antara lain : Erosivitas, Erodibilitas,
Less Equation) USLE dari (Weischmeir, Kemiringan Lereng, Vegetasi Penutup, dan
1977 dalam Asdak, 1989) yaitu : Konservasi. Tiap nilai tersebut mempunyai
A = R . K . LS . C . P nilai indeks yang saling mempengaruhi
terhadap tingkat bahaya erosi sehingga dari
Keterangan : nilai-nilai indeks tersebut dapat diketahui
A = Tanah yang hilang (ton/ha/tahun) faktor apa yang dominan dalam
LS = Indeks Kemiringan Lereng mempengaruhi tingkat bahaya erosi di Sub
P = Indeks konservasi tanah DAS Karang Mumus. Persemaan regresi
R = Erosivitas Hujan (ton/tahun) berganda, adalah sebagai berikut :
K = Indeks Erodibilitas Y = K + a1X1 + a2X2 + … + anXn
C =Indeks Pengelolaan Tanaman Keterangan :
Dengan rumus empiris diatas maka Y = Besarnya erosi (variabel terikat)
unit pemetaan yang digunakan sebagai unit X1…n = Faktor erosi (variabel bebas)
analisis adalah unit lahan dari hasil a1…n = Koefisien prediksi
tumpangsusun (overlay) peta-peta K = Konstanta tetap
kemiringan lereng, tanah, dan penggunaan
lahan. (Dibyosaputro, 2006). HASIL DAN PEMBAHASAN
Transformasi NDVI
Tingkat Bahaya Erosi Fungsi transformasi ini adalah untuk
Departemen Kehutanan (1986) mempertajam visualisasi citra,
menggunakan pendekatan tebal solum tanah meningkatkan akurasi untuk menentukan
yang ada serta besarnya erosi sebagai dasar kerapatan vegetasi dan memudahkan dalam

158
pengambilan sampel serta klasifikasi
multispektral yang akan dilakukan dengan Tabel. Klasifikasi Kerapatan Vegetasi
digabungkan terhadap band asli pada citra. Tahun 2009
Hasil transformasi ini terbagi menjadi 5 Nilai Klasifikasi Warna
klasifikasi tingkat kerapatan vegetasi dengan Indeks
melihat nilai indeks pada histogram dengan -0.415 – Tidak Rapat Merah
melihat variasi puncak yang dominan nilai 0.211
spectral tiap. 0.212 – Kurang Rapat Hijau
Pada citra Landsat TM tahun 1997 0.395
hasil NDVI berkisar -0.298201 – 0.781293, 0.396 – Sedang Biru
pada citra Landsat TM tahun 2006 0.637
didapatkan nilai indeks yang berkisar dari - 0.638– Rapat Kuning
0.380983 - 0.79596, sedangkan untuk tahun 0.734
2009 pengolahan transformasi NDVI yang 0.735 – Sangat Rapat Cyan
dilakukan, nilai indeks yang dihasilkan 0.837
berkisar dari -0.415 - 0.837. Dengan hasil Sumber : Hasil pengolahan digital
klasifikasinya sebagai berikut :
Tabel. Klasifikasi Kerapatan Vegetasi Klasifikasi Multispektral
Tahun 1997 Tahap ini merupakan tahapan untuk
Nilai Klasifikasi Warna memperoleh informasi penutup lahan pada
Indeks wilayah kajian yang didapat dari hasil
-0.298 – Tidak Rapat Merah klasifikasi multispektral. Klasifikasi yang
0.270 digunakan merupakan klasifikasi terselia
0.270 – Kurang Rapat Hijau yang didasari pemasukan contoh objek yang
0.435 dikenal dengan sampel. Pada klasifikasi
0.435 – Sedang Biru terselia ini secara tidak langsung operator
0.570 bekerja sama dengan computer untuk
0.570 – Rapat Kuning mengenali objek dari nilai spektralnya,
0.653 tetapi kadang dalam pelaksanaannya
0.653 – Sangat Rapat Cyan terdapat permasalahan yang mendasar
0.790 seperti perbedaan persepsi dalam
Sumber : Hasil pengolahan digital menentukan sampel objek.
Dari hasil penentuan sampel objek
Tabel. Klasifikasi Kerapatan Vegetasi untuk membangun kelas training dalam
Tahun 2006 sistem klasifikasi terselia yang digunakan di
Nilai Klasifikasi Warna Sub DAS Karang Mumus untuk citra
Indeks Landsat TM tahun 1997 dan tahun 2006
-0.381 – Tidak Rapat Merah serta citra Landsat ETM+ tahun 2009
0.157 terdapat 7 kelas penutup lahan, yaitu
0.157 – Kurang Rapat Hijau Vegetasi Kerapatan Tinggi (VKT), Vegetasi
0.492 Kerapatan Sedang (VKS), Lahan Pertanian
0.492 – Sedang Biru Kering (LPK), Lahan Pertanian Basah
0.649 (LPB), Tubuh Air, Lahan Terbuka,
0.649 – Rapat Kuning Permukiman yang akan dilakukan uji
0.700 akurasi di lapangan.
0.700 – Sangat Rapat Cyan
0.796
Sumber : Hasil pengolahan digital

159
Deteksi Perubahan Lahan penelitian sehingga hasil tersebut dapat
Hasil proses klasifikasi multispektral merepresentasikan hasil yang lebih relevan.
penutup lahan secara multitemporal Berdasarkan hasil dari uji ketelitian
dilakukan analisis perubahan secara tentatif penutup lahan tahun 1997 diperoleh nilai
sejauh mana besaran nilai perubahan ketelitian interpretasi sebesar 80% dan nilai
penutup lahan yang terjadi pada ketiga kappa koefisien sebesar 0.74. Hasil uji
periode tahun tersebut. Analisis yang ketelitian penutup lahan tahun 2006
digunakan adalah change detection diperoleh nilai ketelitian interpretasi sebesar
statistics. Terlihat pada analisis perubahan 85% dan nilai kappa koefisien sebesar 0.81.
penutup lahan tentatif tahun 1997 sampai Untuk hasil uji ketelitian penutup lahan
tahun 2006 yang mengalami perubahan tahun 2006 diperoleh nilai ketelitian
terbesar dari tutupan lahan lainnya adalah interpretasi sebesar 77.5% dan nilai kappa
Vegetasi Kerapatan Sedang (VKS) dengan koefisien sebesar 0.71. Hasil perhitungan
nilai 102216 piksel sedangkan perubahan yang telah dilakukan terlihat bahwa nilai uji
penutup lahan tentatif tahun 2006 sampai interpretasi citra tahun 2009 lebih rendah
tahun 2009 yang mengalami perubahan dibanding nilai uji interpretasi tahun 1997
terbesar dari tutupan lahan lainnya adalah dan 2006. Hal tersebut dikarenakan pada
Vegetasi Kerapatan Sedang (VKS) dengan saat di lapangan data tahun 2009
nilai 115577 piksel. dibandingkan dengan kondisi eksisting telah
Penentuan perubahan dengan metode banyak terjadi perubahan lahan yang
ini bertujan agar dapat diketahui seberapa signifikan, berbeda pada tahun 2006 dan
besar perubahan yang terjadi sehingga 1997 yang hasil interpretasi citra
sebelum dilakukan uji lapangan oleh peneliti dibandingkan dari wawancara masyarakat di
sudah mempunyai luasan secara umum sekitar wilayah sampel serta peneliti
perubahan yang telah terjadi. Dari analisis mengenali daerah kajian tersebut.
perubahan lahan tentatif secara Kegiatan uji interpretasi juga
multitemporal terlihat gambaran umum tiap dilakukan untuk menguji interpretasi hasil
objek penutup lahan yang mengalami pengolahan peta kemiringan lereng yang
perubahan secara signifikan yang dapat akan dibandingkan dengan kondisi di
dikalikan dengan luasan daerah kajian pada lapangan. Metode yang sama dengan metode
citra untuk tiap piksel 30 x 30 m serta dapat untuk menguji penutup lahan dengan
dilakukan pengujian di lapangan dan menggunakan matriks kesalahan dan kappa
dibandingkan dengan kondisi koefisien. Diperoleh nilai ketelitian hasil uji
kenampakannya di citra sehingga pada saat interpretasi dan nilai kappa koefisien
kegiatan reinterpretasi didapatkan hasil kemiringan lereng 72.5% dan 0.60.
klasifikasi yang lebih relevan dengan
kondisi sebenarnya. Reinterpretasi Penggunaan Lahan
Penyusunan hasil reinterpretasi
Uji Ketelitian Interpretasi Penutup Lahan penggunaan lahan berdasarkan klasifikasi
dan Kemiringan Lereng yang terdapat di lapangan sangat membantu
Kegiatan uji ketelitian dalam untuk menentukan informasi penggunaan
penelitian ini sangat dibutuhkan untuk lahan apa saja yang terdapat pada tiap
mengetahui bagaimana tingkat keakurasian sampel dan daerah disekitarnya terutama
hasil interpretasi citra multispektral terhadap citra yang dianalisis merupakan citra
hasil kenampakan di lapangan. Uji ketelitian multitemporal. Selain itu juga teknik
ini selanjutnya dapat sebagai masukan untuk wawancara dengan masyarakat sekitar
analisis hasil yang diharapkan dalam daerah sampel serta pemahaman daerah atau
local knowledge sangat membantu dalam

160
penyusunan informasi penggunaan lahan Tabel Jenis Penggunaan Lahan
yang terjadi pada tahun 1997 sampai 2009. Jenis Luas Penggunaan Lahan (Ha)
Penggunaan
Lahan 1997 2006 2009
Hutan 5541.75 1679.21 562.64
Kebun
Campuran 1637.91 4745.17 8541.69
Lahan
Terbuka 144.15 3201.26 6433.21
Permukiman 2221.27 3272.52 3861.97
Sawah 309.70 608.95 612.86
Semak
Belukar 20871.35 18518.77 13223.05
Rawa 1666.83 367.08 157.42
Sumber : Hasil pengolahan digital

Model USLE
Kegiatan perhitungan untuk analisis
mengenai besarnya erosi tanah di Sub DAS
Karang Mumus menggunakan metode
USLE oleh Weischmeir (1997). Dengan
rumus empiris yang digunakan dilakukan
Dari hasil reinterpretasi didapatkan 7 perhitungan terhadap beberapa parameter
kelas penggunaan lahan, antara lain : Hutan, berupa erosivitas (R), erodibilitas (K),
Kebun Campuran, Lahan Terbuka, kemiringan lereng (LS), vegetasi penutup
Permukiman, Rawa, Sawah, dan Semak (C), dan konservasi tanah (P), dari parameter
Belukar. Terlihat bahwa Jenis penggunaan tersebut nantinya dilakukan analisis terhadap
lahan hutan mengalami penurunan luasan erosi yang terjadi pada tahun 1997, tahun
yang signifikan dari tahun 1997 berkisar 2006, dan tahun 2009.
5541.75 Ha sampai tahun 2009 hanya Pada tahap pendugaan nilai laju erosi
tinggal 562.636 Ha. Selain itu juga terdapat (A) ini menggunakan persamaan USLE.
beberapa jenis penggunaan lahan yang Variabel masukan yang digunakan dalam
mengalami peningkatan luasan yang perhitungan adalah hasil overlay erosivitas,
signifikan, seperti objek lahan terbuka yang kemiringan lereng, erodibilitas, dan
banyak diakibatkan pembukaan areal penggunaan lahan, nilai indeks tiap variabel
tambang dan pematangan lahan untuk tersebut kemudian dikalikan sehingga akan
perumahan mengalami peningkatan dari didapatkan nilai laju erosinya.
tahun 1997 hanya 144.15 Ha sampai tahun Dari hasil perhitungan nilai laju erosi
2009 menjadi 6433.21. Pada objek kebun (A) pada tahun 1997 penggunaan lahan
campuran yang banyak digunakan untuk dengan nilai laju erosi terbesar adalah
kebun rakyat serta kebun kelapa sawit permukiman dengan 58087.92 ton/ha/tahun.
mengalami peningkatan dari tahun 1997 Pada tahun 2006 penggunaan lahan dengan
hanya 1637.91 Ha sampai tahun 2009 nilai laju erosi terbesar adalah kebun
menjadi 8541.69 Ha. campuran dengan 161764.62 ton/ha/tahun,
sedangkan untuk tahun 2009 penggunaan
lahan dengan nilai laju erosi terbesar adalah

161
lahan terbuka dengan 190981.75 Nilai Laju 7 3 4.83
ton/ha/tahun. Terlihat dari perhitungan nilai Erosi
laju erosi dari tahun 1997 sampai 2009 (Ton/Ha/T
mengalami penambahan nilai yang cukup hn)
signifikan sehingga hal tersebut perlu Total
mendapat penanganan lebih lanjut untuk Nilai
6493509. 1518569 27642
menjaga nilai erosi yang terjadi tidak Erosi
88 1.10 192.93
mengalami peningkatan secara signifikan Tahunan
lagi. (Ton/Thn)
Sumber : Hasil pengolahan digital

Tingkat Bahaya Erosi


Tahapan untuk mengetahui seberapa
besar tingkat bahaya erosi (TBE) yang
terjadi pada daerah Sub Das Karang Mumus
ditentukan berdasarkan hasil pendugaan
nilai laju erosi tanah dari persamaaan USLE
dengan membandingkan terhadap nilai
kedalaman solum tanah. Tanah di Sub Das
Karang Mumus mempunyai kedalaman
solum antara 80 - 120 cm (Handayani, W,
dkk. 2006).
Dari hasil analisis yang dilakukan,
pada tahun 1997 diperoleh tingkat bahaya
erosi yang dominan masuk pada kelas
sedang dengan luas 10056.72 Ha. Pada
tahun 2006 terjadi perubahan hampir merata
pada tiap luasan klasifikasi tingkat bahaya
erosi, untuk tingkat bahaya erosi yang
dominan masuk pada sedang dengan luas
8796.92 Ha. Untuk tahun 2009 terjadi
Tabel Pendugaan Nilai Laju Erosi perubahan yang dirasa cukup signikan,
Nilai Laju Erosi terlihat untuk kelas sangat berat terjadi
(Ton/Ha/Thn) perubahan signifikan menjadi paling
PL 1997 2006 2009 dominan dengan luas 13093.42 Ha.
Hutan 588.53 1903.69 599.98 Berdasarkan hasil analisis Tingkat
Kebun 161764.6 13507 Bahaya Erosi (TBE) maka semakin besar
Campuran 41071.18 2 1.22 nilai laju erosi yang terjadi maka tingkat
Lahan 147437.7 19098 bahaya erosinya semakin tinggi juga
Terbuka 45819.62 3 1.75 sehingga. diperlukan tindakan yang tepat
Permukim 126857.2 14754 untuk mengurangi tingkat bahaya erosi agar
an 58087.92 4 7.50 dapat diminimalisir perubahan luasan yang
Rawa 586.73 1104.74 525.45 mungkin akan terjadi.
27309.
Sawah 18296.78 49770.78 42
Semak 18929.
Belukar 5867.31 24745.72 51
Total 170316.2 513584.5 52096

162
Tabel Tingkat Bahaya Erosi proses erosi ditentukan dengan
Tingkat Luas Ha menggunakan korelasi product-moment dari
Bahaya Pearson.
Erosi Laju Hasil analisis yang dilakukan terlihat
(TBE) Erosi 1997 2006 2009 bahwa tidak ada hubungan yang kuat antara
Sangat variabel penyusun erosi untuk tahun 1997.
Ringan < 15 5202.09 2150.42 440.60 Tetapi untuk tahun 2006 dan 2009 terlihat
Ringan 15 - 60 9170.70 7271.70 4667.31 bahwa variabel kemiringan lereng
60 - mempunyai hubungan yang kuat terhadap
Sedang 180 10056.72 8796.92 7665.89 erosi yang terjadi, sedangkan untuk variabel
180 - lainnya seperti pengelolaan tanaman dan
Berat 480 5634.63 7135.83 6357.81 konservasinya (penggunaan lahan),
Sangat kemiringan lereng, dan erosivitas tidak
Berat > 480 2160.69 7124.86 13093.42 terdapat hubungan yang kuat terhadap erosi
Sumber : Hasil pengolahan digital yang terjadi.
Setelah dilakukan uji analisis
korelasi maka proses selanjutnya ialah
melakukan uji regresi berganda. Terlihat
bahwa nilai koefisien, hasil yang dihasilkan
pada kolom (Unstandardized Coefficient).
Didapatkan nilai persamaan regresi untuk
ketiga periode tahun sebagai berikut :

Nilai persamaan regresi tahun 1997


Y = -200.349 + 711.298X1 + 12.256X3 +
101.51X4

Nilai persamaan regresi tahun 2006


Y = -1573.712 + 849.863X1 + 0.220X2 +
189.117X3 + 347.085X4

Nilai persamaan regresi tahun 2009


Y = -3265.213 + 885.778X1 + 0.615X2 +
458.009X3 + 376.635X4

Keterangan :
Y=Laju Kehilangan Tanah, X2=Erosivitas (R)
Analisis Statistik K=Konstanta, X4=Kemiringan Lereng (LS)
X1=PenggunaanLahan(CP), X3=Erodibilitas (K)
Kegiatan analisis statistika ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan dan
Dari hasil nilai uji regresi berganda
faktor yang dirasa cukup dominan dalam
tahun 1997 sampai tahun 2009 terlihat
terjadinya erosi di Sub DAS Karang Mumus
bahwa di Sub DAS Karang Mumus variabel
menggunakan analisis kuantitatif berupa
bebas yang dominan dalam terjadinya proses
statistik regresi berganda. Analisis regresi
erosi adalah pengelolaan tanaman dan
berganda biasanya banyak digunakan untuk
konservasi dalam hal ini penggunaan
meramalkan nilai variabel terikat (dependen)
lahannya. Hasil analisis tersebut didukung
dengan variabel bebas (independen). Untuk
oleh pada saat kegiatan di lapangan
mengetahui hubungan tiap variabel terhadap
perubahan lahan akibat pembukaan lahan

163
untuk pertambangan, perkebunan, dan Universitas Mulawarman.:
perumahan sangat memberikan pengaruh Samarinda.
yang sangat besar terkait tingkatan erosi Jensen, J.R. 2004. Introduction Digital
yang terjadi dibandingkan variabel lainnya. Image Processing. Prentice-Hall :
New Jersey.
KESIMPULAN Lillesand, T.M. dan R.W. Kiefer. 2007.
1. Berdasarkan hasil analisis terkait Penginderaan Jauh dan
penggunaan lahan secara multitemporal Interpretasi Citra. Diterjemahkan
di Sub DAS Karang Mumus terbagi oleh Dulbahri. Gadjah Mada
menjadi 7 kelas penggunaan lahan University Press: Yogyakarta.
dengan jenis semak belukar merupakan Prahasta, Eddy. 2002. Konsep-Konsep
penggunaan lahan yang paling dominan. Sistem Informasi Geografis.
2. Berdasarkan hasil perhitungan laju erosi Informatika : Bandung.
diperoleh Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pujowati, P. 2006. Rencana Pengelolaan
yang paling dominan pada tahun 1997 Lanskap Agroforestri di Sub DAS
tingkat bahaya erosi yang dominan Karang Mumus, Kalimantan
masuk pada kelas sedang dengan luas Timur. Thesis. Sekolah
10056.72 Ha. Pada tahun 2006 tingkat Pascasarjana IPB : Bogor.
bahaya erosi yang dominan masuk pada Wischmeier, W.H and D.D. Smith, 1978.
sedang dengan luas 8796.92 Ha. Untuk Predicting Rainfall Erosion
tahun 2009 terjadi perubahan yang Losess. A Guide to Cencervation
dirasa cukup signikan, terlihat untuk Planning, USDA Agricultural
kelas sangat berat terjadi perubahan Handbook N0. 537. Agriculture
signifikan menjadi paling dominan Research cervice, Washinton
dengan luas 13093.42 Ha. D.C., p. 1-
3. Berdasarkan persamaan regresi berganda
secara multitemporal diperoleh variabel
yang paling dominan dalam proses
terjadinya erosi di Sub DAS Karang
Mumus adalah pengelolaan tanaman dan
konservasi dalam hal ini penggunaan
lahannya.

DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 2010. Konversi Tanah dan Air.
Penerbit IPB : Bogor.
Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar
Penginderaan Jauh Digital.
Penerbit Andi : Yogyakarta.
Dibyosaputro, S, dkk. 2006. Pemanfaatan
Lahan Miring Kaitannya Dengan
Degradasi Lahan Akibat Erosi di
DAS Secang Kabupaten
Kulonprogo. PSLH UGM :
Yogyakarta.
Handayani, W dan Tjakrawarsa, G. 2006.
Pendekatan Hidorologi Dalam
Perencanaan Pengelolaan DAS.

164
165

Anda mungkin juga menyukai