C. Refleksi
URAIAN MATERI
Peta Konsep (Beberapa
A. Akhlak terhadap diri sendiri
1 istilah dan definisi) di modul
1. Hakekatnya
bidang studi
Tidak ada manusia yang ingin keburukan terhadap dirinya
sendiri. Namun perilaku manusia terkadang membawa nampak
negatif terhadap dirinya sendiri bahkan lingkungannya.
Kebiasaan-kebiasaan yang setiap hari dilakukan dan seakan
spontan muncul dari diri manusia tersebutlah yang disebut
akhlak.
Berbicara tentang akhlak pastilah mengenai perbuatan baik
dan buruk. Dengan demikian akhlak terhadap diri sendiri
dasarnya adalah sifat jiwa yang sudah mendarah daging yang
dapat menjadi inspirasi dan mendorong perbuatan-perbuatan
yang akibatnya kembali pada dirinya sendiri, baik itu perbuatan
yang bermanfaat maupun perbuatan yang madharat. Meski
hakekatnya tidak ada satupun manusia di dunia ini yang ingin
mendapatkan keburukan apalagi keburukan tersebut jelas dari
akibat perbuatannya.
Pada dasarnya semua amal shalih yang dilakukan
merupakan akhlaq baik baik kepada Allah, diri sendiri dan
kepada sesama makhluk. Seperti sifat malu melakukan
kemaksiatan adalah akhlak terpuji terhadap Allah karena
melaksanakan perintah Allah dan sekaligus akhlak terpuji bagi
dirinya sendiri kareana dari sifat malu tersebut ia terhindar dari
perbuatan keji dan mendapat pahala dari Allah swt.
2. Macam-macam akhlak terhadap diri sendiri
Contoh akhlak terhadap diri sendiri tentu sangat banyak
macamnya. Indikatornya adalah sifat perbuatan yang langsung
berpengaruh atau berakibat baik atau memberi manfaat dan
menjadikan derajatnya mulia bagi diri orang yang
menyandangnya. Sifat tersebut akan menagantar pemiliknya
menjadi orang yang sukses dunia akhirat.
Beberapa contoh akhlaq terhadap diri sendiri adalah:
a. Khauf dan Raja’
Secara bahasa khauf berarti takut, yaitu reaksi emosional
yang muncul disebabkan oleh dugaan seseorang tentang
adanya kebinasaan, bahaya atau gangguan yang akan
menimpa dirinya. Allah telah melarang perasaan takut
kepada wali-wali setan dan memerintahkan untuk takut
kepada-Nya saja. Sifat khauf kepada Allah akan
menjadikan manusia merasa risih untuk melakukan
kemaksiatan dan dosa.
Ada 2 alasan mengapa manusia harus memiliki sifat
khauf ini, pertama untuk mengekang nafsu dari
melakukan kejahatan dan dosa, kedua agar terhindar
dari rasa bangga diri saat diri berada pada kebenaran dan
ketaatan yang tinggi.
Adapun Raja’ secara bahasa diartikan pengharapan,
yaitu pengharapan dengan kerendahan hati kepada Allah
agar amalan shalih yang dilakukan diterima dan dibalas
dengan kenikmatan yang telah dijanjikan Allah.
Mengapa kita harus memiliki sifat raja’? karena
sesungguhnya pengharapan yang hakiki adalah
pengharapan kepada Allah semata, adapun
pengharapan kepada makhluk adalah semu. Dengan
memiliki sifara raja akan membangkitkan diri untuk
senantiasa taat kepada Allah karena mengharap akan
ganjaran yang dijanjikan kepada orang yang taat.
b. Malu
Secara bahasa malu berarti tidak enak hati, sedangkan
menurut istilah malau adalah sifat yang mendorong
seseorang merasa tidak enak apabila meninggalkan
kewajiban-kewajiban sebagai hamba Allah swt.
Sifat malu sangat erat kaitannya dengan kondisi kualitas
hati seseorang. Semakin sedikit rasa malu menandakan
matinya hati dan sempurnanya malu akan muncul saat
hati itu hidup.
Apabila seseorang hilang malunya, secara bertahap
perilakunya akan buruk, kemudian menurun kepada yang
lebih buruk, dan terus meluncur ke bawah dari yang hina
kepada lebih hina sampai ke derajat paling rendah.
Rasulullah menggambarkan manusia yang berbuat
sesukahatinya adalah manusia yang tidak punya malu,
seperti disebutkan dalam hadis : “bila malu telah hilang
dari dirimu, maka berbuatlah sesuka hatimu”.
c. Rajin
Rajin adalah lawan kata dari malas. Rajin ialah kondisi
jiwa yang dapat mendorong kesungguhan untuk
melakukan kegiatan tertentu secara terus menerus dalam
mencapai suatu tujuan.
Rajin erat kaitan nya dengan ikhtiar dalam implementasi
dari tawakkal. Sebagaimana kita ketahui tawakkal
bukanlah berpasrah diri kepada Allah, namun berusaha
dengan sungguh-sungguh untuk mencapai hasil terbaik
dan menyerahkan hasilnya setelah usaha kepada
ketetapan Allah.
d. Hemat
Hemat sangat identik dengan harta. Namun
sesungguhnya hemat memiliki makna yang lebih luas
dari sekedar mengendalikan harta yang dimiliki.
Hemat dalam kehidupan sehari-hari adalah sifat jiwa
yang sudah menyatu dengan dirinya yang dapat
mendorong seseorang menggunakan segala sesuatu
yang dimilikinya, baik harta, tenaga maupun waktu
sesuai dengan kebutuhan. Hemat berarti tidak boros
dan juga tidak kikir atau pelit. Orang-orang yang hemat
bisa menahan nafsunya untuk tidak membeli barang
yang tidak penting. Orang yang hemat akan berusaha
dengan upaya yang maksimal untuk membeli dan
memenuhi kebutuhannya, meskipun dalam kondisi
serba kekurangan.
Maka dapat dipahami bahwa hemat bukanlah lawan
boros, namun hemat ada di tengah-tengah antar boros
dengan kikir. Hemat adalah membelanjakan apa yang
َ َ َ َ َۡ َ ََ ْ ُُ ۡ َ ََۡ ْ ُ ُۡ َۡ ْ ُ َ َ َٓ َ َ ذ
kita punya secara sempurna. Allah Swt. berfirman:
ۡي ذَٰل ِك ق َو ٗاما ۡسفوا ولم يقُتوا وَكن ب
ِ وٱَّلِين إِذا أنفقوا لم ي
Dan orag-orang yang membelanjakan (hartanya)
dengan tidak berlebih dan tidak pelit. Dan
pembelanjaannya itu sempurna diantara yang
demikian itu (QS. Al-Furqan/25:67).
e. Istiqamah
Secara bahasa istiqamah berarti lurus. Menurut Istilah
istiqamah adalah kata yang mencakup semua urusan
agama yakni mendirikan (melaksanakannya secara
sempurna) dan menunaikan janji terkait dengan ucapan,
perbuatan, keadaan dan niat dengan sebenar-benarnya
kehadirat Allah Swt.
istiqamah adalah sifat yang sudah menyatu dengan jiwa
seseorang yang mendorong untuk melakukan jalan yang
lurus (benar) berupa ketaatan mutlak kepada Allah Swt.
secara konsisten dan terus menerus dalam keadaan
apapun dan di mana pun ketika menjalankan perintah-
Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ketaatan kepada Allah
Swt. yang dawam (terus-menerus) merupakan bagian
penting dari Istiqamah
Orang yang istiqamah, konsisten jalan pikirannya, capan
dan perbuatannya akan selalu mendapatkan kemudahan
dalam menghadapi kesulitan, akan mendapatkan
pertolongan dari Dzat yang Maha segalanya. Baginya
yang susah akan jadi mudah, yang jauh akan jadi dekat,
yang sedikit akan jadi banyak dan seterusnya.