Anda di halaman 1dari 7

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)

A. Judul Modul : KONSEP PEMERINTAHAN DALAM ISLAM


B. Kegiatan Belajar : KB 4

C. Refleksi

BUTIR
NO RESPON/JAWABAN
REFLEKSI

Pengertian
Siyasah dalam
islam

Peta Konsep
(Beberapa
istilah dan Hukum
1 Makna
definisi) di pembentukan
Khilafah
modul bidang Khilafah
studi

Cara Hak dan Majelis Syura


Pengangkatan Kewajiban dan Ahlul halli
Khilafah Rakyat wa al Aqd
1. Pengertian Siyasah dalam Islam

Secara etimologis, siyasah dapat diartikan sebagai peraturan atau politik yang
bersifat syar'i, yaitu suatu bentuk kebijakan negara yang sejalan dan tidak bertentangan
dengan ketentuan Allah SWT dan rasul-Nya (peraturan islami).
Daftar materi
bidang studi
2 yang sulit 2. Makna Khilafah
dipahami
pada modul
khilafah adalah sebuah sistem pemerintahan untuk mewujudkan keadilan,
menghentikan kezaliman, memberikan hak-hak kebebasan untuk mewujudkan
masyarakat yang aman, damai, dan bahagia lahirah dan batiniah apapun bentuk
negaranya baik sistem republik maupun kerajaan.
Terkait dengan istilah khilafah dengan Khalifah, untuk membedakan kedua macam
istilah tersebut,
khilafah adalah sistem pemerintahan yang sah menurut ajaran Islam. Konsekuensi
adanya khilafah mengharuskan adanya seorang yang menjadi pemimpin khilafah. Orang
yang memimpin khilafah dinamakan khalifah (kepala pemerintahan). Khilafah dan
khalifah merupakan rukun terpenting adanya sebuah pemerintahan dalam Islam.

Khalifah adalah penguasa tertinggi (as-sultan ala‟zam). Dalam pandangan kaum


muslimin, khilafah atau imamah adalah kepemimpinan umum dalam urusan agama dan
dunia menggantikan Nabi Muhammad SAW. Menurut al-Baydawi, imamah adalah
ungkapan tentang penggantian seseorang atas Rasul dalam menjalankan qanun-qanun
syara‟ dan menjaga wilayah agama, dari sisi wajibnya ia diikuti oleh seluruh umat.

Khilafah (the Caliphate), oleh sebagian kalangan merupakan sistem politik dari
ideologi Islam yang mewadahi aturan hukum, pemerintah representatif, akuntabilitas
masyarakat melalui mahkamah independen dan prinsip konsultasi representatif.
Kekhalifahan merupakan pemerintahan yang dibangun di atas konsep
kewarganegaraan tanpa memandang etnis, jender atau kepercayaan dan sepenuhnya
menentang perlakuan represif terhadap kelompok religius atau etnis.
Dalam sejarah kata khilafah digunakan untuk sebutan bagi suatu pemerintahan atau
negara pada masa tertentu seperti khilafah Abu Bakar, khilafah Umar dan sebagainya.
Definisi di atas menunjukkan hubungan timbal balik antara agama dan negara yakni
keduanya saling memerlukan.

Menurut Abu A‟la al-Maududi, terdapat tiga tujuan utama pemerintahan dalam Islam.
A. Pertama, menegakkan keadilan dalam kehidupan manusia dan menghentikan
kezaliman serta menghancurkan kesewenang-wenangan.
B. Kedua, menegakkan sistem yang Islami melalui cara yang dimiliki oleh pemerintah.
Pemerintah berkuasa untuk menyebarkan kebaikan serta memerintahkannya (amar
ma‟ruf) sejalan dengan misi utama kedatangan Islam ke dunia.
C. Ketiga, menumpas akar-akar kejahatan dan kemungkaran yang merupakan perkara
yang paling dibenci oleh Allah swt.

Berdasarkan pada pengertian dan pendapat para ahli di atas, bahwa khilafah adalah
sebuah sistem pemerintahan untuk mewujudkan keadilan, menghentikan kezaliman,
memberikan hak-hak kebebasan untuk mewujudkan masyarakat yang aman, damai,
dan bahagia lahirah dan batiniah apapun bentuk negaranya baik sistem republik maupun
kerajaan.

3. Hukum pembentukan khilafah ( Negara )

Dalam ajaran Islam, mendirikan sebuah khilafah (negara) merupakan sebuah


keharusan. Oleh karena itu ulama bersepakat bahwa hukum mendirikan negara yang di
dalamnya agama menjadi pondasi menjadi sebuah kewajiban kolektif (fardhu kifayah).
Hal ini didasari oleh alasan yang bersifat aqli dan naqli. Secara aqli (akal sehat)
keharusan mendirikan khilafah (negara) disebabkan karena tidak mungkin untuk
melaksanakan hak dan kewajiban seperti membela agama, menjaga keamanan dan 4
sebagainya tanpa adanya khilafah (pemerintahan). Secara naqli, banyak ayat al-Qur‟an
dan hadits Rasulullah yang menegaskan bahwa ummat Islam harus menjadi negara
yang berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan. Ha ini diantaranya dapat dilihat
dalam QS. Al-Nur ayat 55 َ

Artinya: Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama
yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. (al-Nur/24:
55)

khilafah dalam arti suatu sistem pemerintahan atau negara untuk mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan masyarakat telah diimplementasikan dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang beridiologi Pancasila dengan Sila pertama
Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan makna khalifah dalam arti suatu sistem yang
mengharuskan dasar atau landasan suatu negara dengan formalistik Islam sangatlah
tidak mungkin. Khilafah atau pendirian negara khilafah di Indonesia sudah ditentang oleh
para ulama.

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berdasarkan pancasila bukanlah


negara agama, tetapi juga bukan negara sekuler. Sebab mayoritas masyarakat
Indonesia adalah muslim. Karena itu, kebijakan-kebijakan politik selalu memberi tempat
dan peranan yang terhormat kepada agama. Kekuatiran terhadap kemungkinan
disahkannya UU atau peraturan perundang-undangan yang bertentangan dengan
ajaran/hukum Islam dapat diatasi dengan berbagai cara diantaranya dengan
meningkatkan kesadaran umat Islam, baik yang duduk dalam lembaga-lembaga legislatif
dan eksekutif maupun yang berada di luar, dan mengembangkan peranan MUI dengan
komisi fatwanya
Marilah kita perbandingkan lima sila dari Pancasila dengan prinsip-prinsip dan tata
nilai yang telah diamanatkan oleh AlQuran. Kita akan melihat adanya persamaan,
termasuk juga semangatnya. Pancasila adalah anugerah istimewa bagi bangsa
Indonesia, yang tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia ini.

4. Cara Pengangkatan khalifah

Salah satu catatan penting bahwa perumusan sistem kepemipinan pasca Nabi telah
memberi inspirasi bagi perumusan panjang dan perdebatan sistem pemerintahan dalam
Islam dengan tetap mengacu pada semangat yang mereka bangun melalui tiga prinsip
yaitu Pertama, menekankan musyawarah dalam menyelesaikan masalah politik dan
sosial. Kedua, memberikan prioritas untuk menjadi pemimpin kepada masyarakat dan
diterima oleh sebagian masyarakat, dan Ketiga, pernyataan terbuka oleh masyarakat
tentang kesetiaan dalam mengikuti kepemimpinan mereka yang dinyatakan dalam
bentuk bai‟at (janji setia untuk taat kepada pemimpin). Adapun nilai-nilai dalam
pelaksanaan sistem bernegara dan bermasyarakat bagi seorang pemimpin adalah
sebagai berikut:
1. Kejujuran, keikhlasan serta tanggung jawab. Semuanya harus dimiliki oleh
seorang kepala negara dalam melaksankan tugas kenegaraan untuk rakyatnya dengan
tidak membedakan mereka baik dari keturunan, warna kulit dan sebagainya.
2. Keadilan yang bersifat menyeluruh kepada rakyat
3. Ketauhidan (mengesakan Allah) yang mengandung arti taat kepada Allah,
rasulNya dan pemimpin negara sebagai kewajiban bagi setiap orang beriman.
4. Adanya kedaulatan rakyat. Hal ini dapat dipahami dari adanya perintah Allah agar
orang yang beriman taat kepada ulil amri (pemimpin). Sebagaimana tercantum dalam al-
Qur‟an surat al-Nisa ayat 58 yang artinya
“Wahai orang-orang yang beriman taatlah kamu kepada Allah, taatlah kepada rasul dan
pemimpin diantara kamu”
Orang yang sudah memenuhi kriteria seperti tersebut di atas maka ia layak untuk
diangkat sebagai kepala negara (khalifah)
Baiat Khalifah (Berjanji untuk taat kepada kepala negara)
Kata baiat berasal dari kata ba‟a )‫ ( باع‬yang berarti menjual. Dalam khilafah, baiat
mengandung janji setia antara rakyat dengan khalifah Hal ini sejalan dengan pengertian
yang dikemukakan oleh Ibnu Khaldun bahwa baiat adalah perjanjian atas dasar
kesetiaan
Dalam baiat, rakyat berjanji setia untuk mentaati kepala negara (khalifah) selama
khalifah itu tidak melakukan sesuatu yang melanggar hukum Allah. Demikian juga
khalifah, melaksanakan hak dan kewajibannya yaitu melaksanakan undang-undang
demi mewujudkan keadilan sesuai dengan undang-undang Allah dan Rasul-Nya.
Baiat menjadi sebuah media perekat ikatan dalam bentuk solidaritas seagama dan
senegara
Adapun baiat dalam konteks politik Islam Indonesia lebih terlihat pada saat sumpah
jabatan. Baik lembaga eksekutif, legislatif dan yudhikatif saat mereka dilantik.

5. Hak dan kewajiban rakyat


a. Hak keselamatan jiwa dan harta.
b. Hak untuk memperoleh keadilan hukum dan pemerataan
c. Hak untuk menolak kezaliman dan kesewenang-wenangan.
d. Hak berkumpul dan menyatakan pendapat.
e. Hak untuk bebas beragama.
f. Hak mendapatkan bantuan materi bagi rakyat yang lemah.

6. Majelis Syura dan Ahlul halli wa al Aqd

Kata “majlis syura” terdiri dari dua kata yaitu kata majlis dan kata syura.
Majlis artinya tempat duduk syura artinya bermusyawarah.
Dengan demikian majlis syura secara bahasa artinya tempat bermusyawarah
(berunding).
Dikaitkan dengan sistem pemerintahan, majlis syura memiliki pengertian tersendiri yaitu
suatu lembaga negara yang terdiri dari para wakil rakyat yang bertugas untuk
memperjuangkan kepentingan rakyat. Majlis ini memiliki tugas utama yaitu mengangkat
dan memberhentikan khalifah.

Tidak semua orang bisa menjadi anggota majlis syura. Mereka adalah orangorang yang
memiliki kemampuan intelektual dan memiliki sifat mental yang terpuji. Oleh karena itu
imam al-Mawardi merumuskan beberapa syarat untuk menjadi anggota majlis syura :
1. Berlaku adil dalam segala sikap dan tindakan.
2. Berilmu pengetahuan yang luas. Yaitu memiliki kecerdasan intelektual yang tajam.
3. Memiliki kearifan dan.wawasan yang luas.
Terkait dengan kewajibannya, seseorang yang telah dipercaya menjadi majlis syura
maka ia memiliki kewajiban utama yaitu mengangkat dan meberhentikan khalifah.

- Ahlul Halli wa al-Aqdi Istilah Ahlul Halli Wal ‘Aqdi

barasal dari tiga suku kata, yaitu ahlun, hallun dan aqdun.
Dalam kamus bahasa arab kata “Ahl” mempuunyai arti ahli atau keluarga. Kata “Hallu”
berarti membuka atau menguraikan. Sedangkan “Aqd” berarti kesepakatan/mengikat.
Dari ketiga suku kata tersebut dapat dirangkai menjadi sebuah istilah yang mempunyai
arti "orang-orang yang mempunyai wewenang melonggarkan dan mengikat." Istilah ini
dirumuskan oleh ulama fikih untuk sebutan bagi orang-orang yang bertindak sebagai
wakil umat untuk menyuarakan hati nurani mereka.
Ahlul halli wal aqdi hak atau wewenan Ahlul halli wal aqdi sebagai berikut:
pertama, Ahlul halli wal aqdi adalah pemegang kekuasaan tertinggi yang mempunyai
wewenang untuk memilih dan membaiat khalifah.
Kedua, Ahlul halli wal aqdi mempunyai wewenang mengarahkan kehidupan masyarakat
kepada yang maslahat.
Ketiga, Ahlul halli wal aqdi mempunyai wewenang membuat undang-undang yang
mengikat kepada seluruh umat di dalam hal-hal yang tidak diatur secara tegas oleh
AlQuran dan Hadist.
Keempat, Ahlul halli wal aqdi tempat konsultasi khalifah di dalam menentukan
kebijakannya.
Kelima, Ahlul halli wal aqdi mengawasi jalannya pemerintahan.
Berdasarkan pada hak-hak tersebut, hak-hak Ahlul halli wal aqd serupa dengan
wewenang MPR dan DPR dalam pemerintahan Indonesia.
Materi yang sering terjadi Miskonsepsi :

Daftar materi 1. Kata Khilafah dan Khalifah


yang sering
2. Stigma Miring mengenai „Khilafah di Indonesia “
mengalami
3
miskonsepsi 3. Cara pengangkatan khalifah
dalam
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam pandangan Syar‟i
pembelajaran
5. Batas –Batas Kewajiban Rakyat mentaati pemimpin .
6. Pandangan ulama terhadap NKRI

Anda mungkin juga menyukai