Anda di halaman 1dari 14

Restrukturisasi Sistem Produksi Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat

dalam Sistem Pembangunan Berkelanjutan


(Kasus di Daerah Hulu Sungai Citarum)
Dwi Cipto Budinuryanto
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung

Abstract

Diary Production System is resource management for sustainable farm based on the
principles of management practices, in order to assist the growing human needs while
maintaining or improving environmental quality and conserve natural resources. There are
four components to consider in the basic principles of Sustainable Development Strategy of
equity, participation, diversity, integration, and long-term perspective. Livestock is
sustainable resource management that works for the farm business to help a growing human
needs while maintaining or improving environmental quality and conserve natural resources.
There are four components to consider in the basic principles of Sustainable Development
Strategy of equity, participation, diversity, integration, and long-term perspective.

The orientation of technological and institutional changes carried out in such a way as to
ensure the fulfillment and satisfaction of human needs in a sustainable manner for present
and future generations. So the system is environmentally sound farming people have the
sense and purpose in the context of food security and environmental sustainability.
Management of the Upper Citarum River in an integrated manner should be preceded by the
identification of physical and socio-economic problems, identification of institutional and
stakeholders, analysis of the role of the parties, formulate strategies, policies, programs and
activities of an integrated and systematic monitoring and evaluation systems, effective and
efficient.

Keywords: sustainable agricultural development strategies, dairy production system

A. PENDAHULUAN
Dalam rapat koordinasi dengan DPR RI (2010), Menteri Pertanian RI mengungkapkan ada
10 masalah fundamental yang menjadi faktor penghambat pertanian di Indonesia secara
umum yaitu meningkatnya kerusakan lingkungan dan perubahan iklim global,
ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana, lahan, dan air. Status dan luas kepemilikan
lahan (9,55 juta KK < 0,5 Ha) sehingga membuat lemahnya sistem perbenihan dan
perbibitan nasional. Selain itu, keter-batasan akses petani terhadap permodalan dan
masih tingginya suku bunga usaha tani, lemahnya kapasitas dan kelembagaan petani dan
penyuluh, masih rawannya ketahanan pangan dan ketahanan energi, belum berjalannya
diversifikasi pangan dengan baik, rendahnya nilai tukar petani (NTP), serta kurang
optimalnya kinerja dan pelayanan birokrasi pertanian, dan keter-paduan antarsektor.
Untuk mengatasi beberapa masalah tersebut pemerintah membuat langkah-langkah
strategis yang dijabarkan dalam tujuh Gema Revitalisasi yang meliputi, revitalisasi lahan,
revitalisasi pembenihan dan pembibitan, revitalisasi infrastruktur dan sarana, revitalisasi
sumber daya manusia, revitalisasi pembiayaan petani, revitalisasi kelembagaan petani,
dan revitalisasi teknologi dan industri hilir.
Ke sepuluh faktor fundamental tersebut dapat disimpulkan merupakan faktor dominan
terhadap ancaman terhadap visi dan misi pembangunan peternakan berkelanjutan.
Dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan dikatakan

Seminar Nasional 2010 - Pembangunan Peternakan Berkelanjutan 2 | 1


(Bab II Pasal 2) tentang Asas dan Tujuan yaitu bahwa : (1) Peternakan dan kesehatan
hewan dapat diselenggarakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang dilaksanakan secara tersendiri dan/atau me-lalui integrasi dengan budi daya
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, perikanan, kehutanan, atau bidang lainnya
yang terkait. (2) Penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan berasaskan
kemanfaatan dan keberlanjutan, keamanan dan kesehatan, kerakyatan dan keadilan,
keterbukaan dan keterpaduan, kemandirian, kemitraan, dan keprofesionalan.
Azas dan tujuan tersebut perlu digaris bawahi mengingat bahwa substansi dan hakekat
pembangunan pertanian berkelanjutan adalah menjadi semangat dan jiwa bagi
pemerintah dalam merumuskan visi, misi, renstra, sasaran pembangunan dan program-
program yang akan dikembangkan.
Menurut Technical Advisorry Committee of the CGIAR (TAC-CGIAR, 1988), “Pertanian
berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya yang berhasil untuk usaha pertanian guna
membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus mempertahankan atau
meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumberdaya alam”. Ciri-ciri
pertanian berkelanjutan tersebut meliputi : (a) Mantap secara ekologis, yang berarti
kualitas sumberdaya alam dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara
keseluruhan – dari manusia, tanaman, dan hewan sampai organisme tanah ditingkatkan.
Dua hal ini akan terpenuhi jika tanah dikelola dan kesehatan tanaman dan hewan serta
masyarakat dipertahankan melalui proses biologis (regulasi sendiri). Sumberdaya lokal
digunakan secara ramah dan yang dapat diperbaharui. (b) Dapat berlanjut secara
ekonomis, yang berarti petani mendapat penghasilan yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan, sesuai dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan, dan dapat melestarikan
sumber-daya alam dan meminimalisasikan risiko. (c) Adil, yang berarti sumberdaya dan
kekuasaan didistribusikan sedemikian rupa sehingga keperluan dasar semua anggota
masyarakat dapat terpenuhi dan begitu juga hak mereka dalam penggunaan lahan dan
modal yang memadai, dan bantuan teknis terjamin. Masyarakat berkesempatan untuk
berperanserta dalam pengambilan keputusan, di lapangan dan di masyarakat. (d)
Manusiawi, yang berarti bahwa martabat dasar semua makhluk hidup (manusia,
tanaman, hewan) dihargai dan menggabungkan nilai kemanusiaan yang mendasar
(kepercayaan, kejujuran, harga diri, kerjasama, rasa sayang) dan termasuk menjaga dan
memelihara integritas budaya dan spiritual masyarakat dan (e) Luwes, yang berarti
masyarakat desa memiliki kemampuan menyesuaikan diri dengan ubahan kondisi
usahatani yang berlangsung terus, misalnya, populasi yang bertambah, kebijakan,
permintaan pasar dan lain-lain.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat dirumuskan bahwa dalam prinsip dasar STRATEGI
PEM-BANGUNAN BERKELANJUTAN ada empat komponen yang perlu diperhatikan yaitu
pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi, dan perspektif jangka panjang.

B. PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DALAM PERSPEKTIF USAHA PETERNAKAN RAKYAT

Dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 dimensi peternakan menjadi jauh lebih luas dan
komprehensif dibandingkan dengan UU Nomor 6 Tahun 1967. Beberapa terminologi
dalam bidang peternakan berubah dan berorientasi pada sistem agribisnis berwawasan
lingkungan yang berkelanjutan. Peternakan didefinisikan sebagai: segala urusan yang
berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin
peternakan, budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan peng-
usahaannya.

Seminar Nasional 2010 - Pembangunan Peternakan Berkelanjutan 2 | 2


Definisi di atas tentunya akan berimplikasi pada strategi dan program yang akan
dikembangkan oleh pemerintah. Dimensi dan perspektif yang terkandung dalam bab,
pasal dan ayat-ayat dalam peraturan perundangan di bidang Peternakan dan kesehatan
hewan dengan sendirinya akan berdampak pada strategi pembangunan berkelanjutan
khususnya bagaimana merumuskan sistem integrasi antara subsektor peternakan dengan
subsektor lainnya, mengingat bahwa input utama untuk proses produksi usaha
peternakan sapi rakyat biasanya sangat tergantung pada sektor/subsektor lainnya.
Dalam perspektif sosio-ekonomik usaha peternakan rakyat, sebagian ilmuwan melihat
bahwa pengembangan sistem dan usaha agribisnis belum tentu cocok untuk diterapkan
di semua kondisi. Pembangunan peternakan tetap merupakan bagian dari pembangunan
perdesaan (rural development) yang menekankan pada upaya-upaya meningkatkan
kesejahteraan penduduk desa, termasuk di antaranya peternak. Fokus yang berlebihan
pada agribisnis akan berakibat berkurangnya perhatian kita pada peternak kecil, gurem,
dan buruh-buruh tani-ternak yang miskin, penyakap, petani penggarap, dan lain-lain yang
kegiatannya tidak merupakan bisnis. Bahkan lebih dari itu, pakar-pakar agribisnis lebih
memikirkan bisnis pertanian/peternakan, yaitu segala sesuatu yang harus dihitung
untung-ruginya, efisiensinya, dan sama sekali tidak memikirkan keadilannya dan
moralnya. Pembangunan pertanian dan peternakan di Indonesia mestinya berarti
pembaruan penataan pertanian dan peternakan yang menyumbang pada upaya
mengatasi kemiskinan atau meningkatkan kesejahteraan mereka.
Paradigma agribisnis yang dikembangkan oleh Davies dan Goldberg, yang berdasar pada
lima premis dasar agribisnis. Pertama, adalah suatu kebenaran umum bahwa semua
usaha pertanian berorientasi laba (profit oriented), termasuk di Indonesia. Kedua,
pertanian adalah komponen rantai dalam sistem komoditi, sehingga kinerjanya
ditentukan oleh kinerja sistem komoditi secara keseluruhan. Ketiga, pendekatan sistem
agribisnis adalah formulasi kebijakan sektor pertanian yang logis, dan harus dianggap
sebagai alasan ilmiah yang positif, bukan ideologis dan normatif. Keempat, Sistem
agribisnis secara intrinsik netral terhadap semua skala usaha, dan kelima, pendekatan
sistem agribisnis khususnya ditujukan untuk negara sedang berkembang. Rumusan inilah
yang nampaknya digunakan sebagai konsep pembangunan pertanian dari Departemen
Pertanian, yang dituangkan dalam visi terwujudnya perekonomian nasional yang sehat
melalui pembangunan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan,
berkelanjutan, dan terdesentralisasi.
Sepintas paradigma agribisnis memang menjanjikan perubahan kesejahteraan yang
signifikan bagi para petani. Namun jika dikaji lebih mendalam, maka perlu ada beberapa
koreksi mendasar terhadap paradigma yang menjadi arah kebijakan tersebut (Mubyarto
dan Awan S, 2003).

C. USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH DALAM KONTEKS PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Ada berbagai definisi tentang pembangunan pertanian berkelanjutan, pembangunan


peternakan berkelanjutan, peternakan berkelanjutan. Dalam konteks usaha sapi perah
rakyat di daerah hulu Sungai Citarum penulis lebih senang menggunakan istilah
pembangunan berkelanjutan. Hal tersebut dilandasi pemikiran bahwa usaha peternakan
sapi perah rakyat di hulu sungai Citarum hanya merupakan bagian atau elemen dari basis
agro-ekosistem yang lebih luas.
Dalam kasus usaha peternakan sapi perah rakyat di hulu sungai Citarum, dimana usaha
peternak-an tersebut dituding sebagai penyebab masalah kerusakan lingkungan yang
paling dominan di daerah DAS Hulu Sungai Citarum. Daerah hulu sungai Citarum yang

Seminar Nasional 2010 - Pembangunan Peternakan Berkelanjutan 2 | 3


dijadikan referensi untuk penulisan artikel juga dibatasi untuk menggambarkan Wilayah
hulu Sungai Citarum yang terdiri dari Kecamatan Kertasari, Ibun, Pacet dan Majalaya.
Penulis sangat sependapat bahwa prinsip-prinsip dasar peternakan berkelanjutan dan
prinsip-prinsip dasar cara beternak yang baik (good farming practices) memang harus
diterapkan sebaik-baiknya. Peternakan berkelanjutan atau pemanfaatan sumber daya
yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan sumberdaya tidak dapat diperbaharui
(unrenewable resources), untuk proses produksi peternakan dengan menekan dampak
negatif terhadap lingkungan seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi :
penggunaan sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses
produksi peternakan yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan produk
hayati yang ramah terhadap lingkungan.
Peternakan sapi perah berkelanjutan dapat diartikan bahwa usaha peternakan yang
berlanjut untuk saat ini, akan tetap ada pada saat yang akan datang dan selamanya.
Bermanfaat bagi semua dan tidak menimbulkan bencana bagi semuanya. Menurut Food
and Agriculture Organization (FA0), pertanian berkelanjutan merupakan pengelolaan dan
konservasi sumber daya alam. Orientasi perubahan teknologi dan kelembagaan dilakukan
sedemikian rupa. Sehingga dapat menjamin pemenuhan dan pemuasan kebutuhan
manusia secara berkelanjutan bagi generasi sekarang dan mendatang. Jadi sistem
peternakan rakyat yang berwawasan lingkungan memiliki pengertian dan tujuan dalam
rangka keamanan pangan dan kelestarian lingkungan.
Berpijak pada pengalaman dalam sektor pertanian. Ketika perubahan dari kegiatan
pertanian konvensional ke pertanian berkelanjutan dilaksanakan, perubahan sosial dan
struktur ekonomi juga akan terjadi. Pada saat input menurun, terdapat hubungan yang
menurun pula pada hubungan kerja terhadap mereka yang selama ini terlibat dan
mendapatkan manfaat dari pertanian konvensional. Hasilnya adalah terdapat banyak
kemungkinan yang dapat ditemukan yaitu meningkatnya kualitas hidup, dan peningkatan
kegiatan pertanian mereka. Dalam mengadopsi input minimal (low input) sistem-sistem
berkelanjutan dapat menunjukkan penurunan potensial fungsi-fungsi eksternal atau
konsekuensi-konsekuensi negatif dari jebakan sosial pada masyarakat. Petani sering
terperangkap dalam perangkap sosial tersebut sebab insentif-insentif yang mereka
terima dari kegiatan produksi saat ini.
Hal yang sama diprediksi juga dapat terjadi pada peternak sapi perah rakyat di daerah
sekitar Hulu Sungai Citarum. Norma-norma sosial dan budaya akan menjadi masalah jika
tidak diper-hatikan. Setidaknya ada lima Lima kriteria untuk mengelola suatu sistem
peternakan berke-lanjutan (a) kelayakan ekonomis (economic viability), (b) Bernuansa
dan bersahabat dengan ekologi (ecologically sound and friendly), (c) Diterima secara
sosial (Social just), (d) Kepantasan secara budaya (Culturally approciate) dan (e)
Pendekatan sistem holistik (system and hollistic approach).
Ilmuwan lain mendeskrepsikan Sistem berkelanjutan berupa suatu ajakan moral untuk
berbuat kebajikan pada lingkungan sumber daya alam dengan memepertimbangkan tiga
matra atau aspek sebagai berikut: (a) Kesadaran Lingkungan (Ecologically Sound), sistem
budidaya pertanian tidak boleh menyimpang dari sistem ekologis yang ada.
Keseimbangan adalah indikator adanya harmonisasi dari sistem ekologis yang mekanis-
menya dikendalikan oleh hukum alam, (b) Bernilai ekonomis (Economic Valueable),
sistem budidaya pertanian harus mengacu pada pertimbangan untung rugi, baik bagi diri
sendiri dan orang lain, untuk jangka pandek dan jangka panjang, serta bagi organisme
dalam sistem ekologi maupun diluar sistem ekologi dan (c) Berwatak sosial atau
kemasyarakatan (Socially Just), sistem pertanian harus selaras dengan norma-norma
sosial dan budaya yang dianut dan dijunjung tinggi oleh masyarakat disekitarnya.

Seminar Nasional 2010 - Pembangunan Peternakan Berkelanjutan 2 | 4


D. RESTRUKTURISASI USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH RAKYAT DALAM SISTEM
PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (KASUS DI DAERAH HULU SUNGAI CITARUM)

Deskripsi Peternakan Sapi Perah Rakyat di daerah sekitar Hulu Sungai Citarum

Basis agroekosistem usaha peternakan sapi perah rakyat di daerah sekitar Hulu Sungai
Citarum memang harus dirancang ulang jika konsep pembangunan berkelanjutan akan
diterapkan di wilayah tersebut.

Situ Cisanti yang merupakan hulu


dari sungai Citarum berada di
daerah Goha Pangalengan Timur.
Sehingga dapat dikatakan bahwa
daerah tersebut merupakan ring
utama untuk prioritas pem-
bangunan berkelanjutan sedang-
kan ring berikutnya di luar
daerah utama adalah para
peternak yang tergabung dalam
rayon 6 (wilayah TPK Cisabuk,
Citawa, Kertasari, Lembang Sari
dan Lodaya). Lihat Gambar 1.

Gambar 1. Peta Wilayah Penyebaran TPK KPBS Pangalengan

Berdasarkan pengamatan penulis yang pernah beberapa kali (2005-2008) melakukan


program pelatihan dan pendampingan peningkatan produksi dan kualitas susu sapi perah
di beberapa TPK di Pangalengan Timur dimana Hulu Sungai Citarum berada, dan terakhir
pada tahun 2008 melakukan sensus peternak dan sapi perah di daerah Pangalengan
Timur menunjukkan bahwa peternak sapi perah anggota KPBS Pangalengan di 2 Rayon
yang meliputi peternak yang tergabung dalam Rayon 5 yaitu (TPK Cibeureum, Cihawuk,
Cikembang, Goha dan Sukapura) adalah yang paling berkepentingan dengan program
restrukturisasi usaha dalam sistem pembangunan berkelanjutan.
Hasil sensus oleh Tim Fakultas Peternakan Unpad (2008) tentang karakteristik peternak,
produksi susu dan Kepemilikan lahan di ke dua wilayah (Komda) tersebut dapat
digambarkan pada Gambar 2 sebagai berikut.

Gambar 2. Karakteristik Kelompok Peternak dan Populasi ternak di Rayon 5 dan 6.

Komposisi Ternak Jasa / Lain - Jenis Pekerjaan


Dagang lain
Induk Dara Betina Muda / Buruh 7%
12%
Pedet Betina Pedet Jantan Pejantan

65% Swasta /
Koperasi
11%
11% Memelih
PNS /
1% TNI / Bertani ara Sapi
POLRI 6% Perah
12% 63%
4% 7% 1%

Seminar Nasional 2010 - Pembangunan Peternakan Berkelanjutan 2 | 5


Tabel 1. Performans TPK, Populasi Ternak dan Produksi Susu (2008)

Jumlah Jumlah
No Nama TPK Populasi induk Susu disetor
Kelompok Peternak
(orang) (ekor) (1000lt/bl)
Rayon -5 38 742 1.772 560,00
1 Cisabuk 6 184 437 123,10
2 Citawa 8 167 384 128,90
3 Kertasari 10 131 326 97,95
5 Lembang Sari 6 132 335 118,97
6 Lodaya 8 128 290 91,14

Rayon -6 29 753 1.568 545,00


1 Cibeureum 6 133 237 79,99
2 Cihawuk 5 90 195 68,38
3 Cikembang 8 190 397 138,57
4 Goha 6 251 568 203,67
5 Sukapura 4 89 171 54,40

Sumber: Sensus Peternak Sapi Perah (Tim Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, 2008).

Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa walaupun total KK 63%


memelihara sapi perah namun (a) skala kepemilikan peternak sangat rendah dan
sangat jauh dari pencapaian BEP, (b) produktivitas ternak tidak terlalu baik, (c)
dinamika populasi dan komposisi ternak kurang ideal.

Tabel 2. Kepemilikan Lahan Petani Peternak di Rayon 5 dan 6.

Total luas Total luas


No Nama TPK Perhutani Perkebunan PLN Perorangan
lahan milik lahan sewa
(ha) (ha) (orang) (orang) (orang) (orang)
A Rayon -5 8,10 7,20 165 102 4 23
Cisabuk 3,45 0,90 32 44 4 13
Citawa 1,16 0,00 27 21 0 3
Kertasari 0,28 0,00 26 0 0 0
Lembang Sari 2,41 5,47 51 15 0 2
Lodaya 0,81 0,84 29 22 0 5

B Rayon -6 7,20 8,60 407 7 1 53


Cibeureum 2,22 0,74 84 0 0 7
Cihawuk 2,53 6,68 51 2 0 16
Cikembang 0,84 0,00 97 0 1 8
Goha 1,34 1,07 127 0 0 16
Sukapura 0,24 0,15 48 5 0 6

Dapat disimpulkan bahwa kepemilikan lahan untuk mendukung usaha peternakan


sapi perah masih sangat jauh dari ideal sehingga para peternak lebih banyak yang
mencari rumput di daerah perhutani, perkebunan dan tanah milik PLN.

Seminar Nasional 2010 - Pembangunan Peternakan Berkelanjutan 2 | 6


Gambar 3. Tingkat Pengetahuan Berkoperasi (%)

Pengetahuan Berkoperasi
Rayon 6 Rayon 5

Pencapaian Pengetahuan Berkoperasi 63,61


56,86

Pengetahuan badan-badan koperasi 75,18


62,04

Pengetahuan kekayaan koperasi 82,11


57,70

Pengetahuan kewajiban menabung di… 91,49


88,52

Pengetahuan hak anggota menjadi pengurus 43,87


39,50

Pengetahuan landasan berkoperasi 25,40


36,55

Gambar 4. Tingkat Pengetahuan dalam Aktivitas Zooteknik (%)

Perkandangan
Rayon 6 Rayon 5

Pencapaian Kondisi Kandang 60,00


63,91
Ada gudang sapronak 33,43
77,68
Ada tempat penampungan kotoran 7,86
26,22
Saluran pembuangan air dan kotoran baik… 53,57
30,40
Tempat minum permanen dan terpisah 45,43
49,79
Tempat makan permanen 87,71
72,11
Cukup sinar dan sirkulasi udara 87,14
94,42
Atap genting 91,29
82,01
Lantai kokoh dan mudah dibersihkan 69,14
67,36
Jarak kandang dari rumah> 5 meter 64,43
75,17

Tabel 3. Aktivitas dan Persepsi dalam bidang Perkandangan dan Peralatan (%) di
Rayon 5 dan 6.

Aktivitas dan Persepsi (%) Perkandangan Rayon 5 Rayon 6


Jarak kandang dari rumah> 5 meter 75.17 64.43
Lantai kokoh dan mudah dibersihkan 67.36 69.14
Atap genting 82.01 91.29
Cukup sinar dan sirkulasi udara 94.42 87.14
Tempat makan permanen 72.11 87.71
Tempat minum permanen dan terpisah 49.79 45.43
Saluran pembuangan air dan kotoran baik dan lancar 30.40 53.57
Ada tempat penampungan kotoran 26.22 7.86
Ada gudang sapronak 77.68 33.43
Pencapaian Kondisi Kandang 63.91 60.00

Seminar Nasional 2010 - Pembangunan Peternakan Berkelanjutan 2 | 7


Aktivitas dan Persepsi (%) Peralatan Rayon 5 Rayon 6
Ember perah 87.55 94.84
Milkcan 98.88 98.99
Teat dipping 6.85 2.15
Alat pemeriksa susu awal 57.48 75.47
Saringan susu 82.38 96.84
Ember air hangat 67.27 51.00
Ember lap kotor 70.35 65.09
Lap ambing 79.30 89.81
Pencapaian Peralatan Pemerahan 68.76 71.77

Pengetahuan zooteknis dan data empiris di atas setidaknya dapat menggambarkan


bahwa perkandangan terutama, saluran pembuangan dan atau penampungan
kotoran merupakan masalah utama di daerah Rayon 5 dan 6. Secara umum
penerapan prinsip-prinsip Good Dairyng Practices harus ditingkatkan.
Data di atas dapat digunakan untuk merancang restrukturisasi usaha sapi perah
rakyat berbasis pembangunan berkelanjutan. Misalnya untuk merancang sistem
produksi karena idealnya dibuat suatu sistem koloni disesuaikan topografi dan
ekosistem kelompok dalam sistem manajemen terpadu.

E. RANCANGBANGUN DAN KONSEP AWAL SISTEM PRODUKSI USAHA PETERNAKAN SAPI


PERAH RAKYAT DALAM SISTEM PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (KASUS DI DAERAH
HULU SUNGAI CITARUM)

Penyusunan master plan pengembangan atau rancangbangun usaha peternakan sapi


perah rakyat harus memperhatikan berbagai aspek di atas dan bersifat holistik sesuai
kaidah-kaidah normatif perencanaan pembangunan berkelanjutan. Penyusunan harus
melibatkan partisipasi masyarakat setempat sehingga program yang disusun lebih
akomodatif. Disusun dalam jangka panjang (10 tahun), jangka menengah (5 tahun) dan
jangka pendek (1-3 tahun) yang bersifat rintisan dan dan stimultans. Dalam progran
jangka pendek setidaknya terdapat outline plan, metriks kegiatan lintas sektor,
penanggung jawab kegiatan dan rencana pembiayaan. Identifikasi Potensi dan Masalah
untuk mengetahui kondisi dan potensi lokasi (komoditas unggulan), antara lain: Potensi
SDA, SDM, Kelembagaan, Iklim Usaha, dan sebagainya, terkait dengan sistem yang ingin
dikembangkan harus sangat detail (terpadu dan terintegrasi) dan mempertimbangkan
aspek sosiologis.
Pembangunan berkelanjutan mengutamakan keterkaitan antara manusia dengan alam.
Manusia mempengaruhi alam dengan cara yang bermanfaat atau merusak. Serta
memanfaatkan pengertian tentang kompleknya keterkaitan antara sistem alam dan
sistem sosial. Dengan menggunakan pengertian tersebut maka pembangunan yang
bersifat integratif merupakan solusi konsep pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.

Seminar Nasional 2010 - Pembangunan Peternakan Berkelanjutan 2 | 8


Gambar 5. Konsep Rancangbangun Program Restrukturisasi Usaha Peternakan Sapi
Perah Rakyat dalam Sistem Pembangunan Berkelanjutan (Dwi Cipto B, 2010)

Pertanian

Landasan Yuridis dan Idiil Landasan Filosofis


1. UU No. 18 Tahun 2009
2. UU No. 25/2004 tentang Kehutanan
Pembangunan Peternakan 1. Dimensi ontologis
Sistem Perencanaan Berkelanjutan 2. Dimensi epistemologis
Pembangunan Nasional 3. Dimensi axiologis
3. Permen Nomor : 06 Tahun 4. Dimensi retorik
2009 5. Dimensi metodologis

Perkebunan

Analisis SWOT Analisis SIPOC Analisis SMART

Identifikasi misi Identifikasi Kinerja


Program/kegiatan
dan sasaran (impact) dan
dan Aktifitas
strategis Indikator Kinerja

Penyiapan perumusan strategi Sasaran dan Nilai Tambah Program Unggulan/ arah
1. Penyiapan perumusan standar, Lima kriteria untuk mengelola pengembangan
norma, pedoman, kriteria, dan sistem pertanian berkelanjutan: 1. Legislasi yang terkait dgn PB
prosedur 2. Restrukturisasi lahan
2. Pengelolaan SDA, Sumberdaya 1. Kelayakan ekonomis 3. Good Dairy Practices
teknologi, komoditas, 2. Bernuansa dan bersahabat 4. Kelembagaan Pendukung
permodalan, dengan ekologi 5. Pemanfaatan sumberdaya lokal
3. Pembinaan dan pengembangan 3. Diterima secara sosial 6. Keberlanjutan sosioekonomi
4. Pemberian bimbingan teknis, 4. Kepantasan secara budaya 7. Pendekatan agroekosistem
supervisi dan evaluasi 5. Pendekatan sistem holistik 8. Penguatan kelompok dll

Identifikasi Sumberdaya Analisis Peluang dan Manfaat Prioritas

Pengelolaan Hulu Sungai Citarum secara terpadu harus diawali dengan identifikasi
permasalahan fisik dan sosial ekonomi, Identifikasi kelembagaan dan para pihak, Analisa
peran para pihak, menyusun strategi, kebijakan program dan kegiatan terpadu dan
Sistem monitoring evaluasi yang sistematis, baik dan benar.
Wilayah hulu Sungai Citarum yang terdiri dari Kecamatan Kertasari, Ibun, Pacet dan
Majalaya dapat dirancang sebagai wilayah peternakan terpadu dengan lebih
memperhatikan subsektor lainnya (pertanian, kehutanan dan perkebunan) di daerah
tersebut. Alih fungsi lahan mungkin dapat dirancangulang sehingga lahandapat
dimanfaatkan lebih maksimal dan tidak merusak agroekosistem. Lahan yang ditanami
pertanian mungkin dapat dikonversi menjadi lahan tempat penanaman pohon berakar
keras serta menjadi area kebun rumput untuk pakan ternak.
Hulu sungai Citarum akan berdampak secara langsung pada ekosistem di daerah DAS
Citarum Hulu yang mencakup mata air sungai Citarum hingga Saguling dengan luas
sekitar 1771 km2. Sebagaimana diketahui bahwa untuk keperluan pengelolaan, DAS
Citarum Hulu dibagi ke dalam lima sub-DAS yaitu: Cikapundung, Citarik, Cisarea,
Cisangkuy dan Ciwidey.

Seminar Nasional 2010 - Pembangunan Peternakan Berkelanjutan 2 | 9


Beberapa tahun yang lalu (2001) Pemda Jawa Barat pernah mencanangkan program
Citarum Bergetar (bersih, geulis dan lestari) pada tanggal 15 Agustus 2001 di Gunung
Wayang sebagai mata air Sungai Citarum. Aspek-aspek perbaikan dan pengembangan
yang menjadi agenda utama dalam program Citarum Bergetar adalah: (a) kebijakan dan
hukum, (b) konservasi, (c) pengendalian pencemaran, dan (d) pemberdayaan masyarakat.
Pada tahun 2006, juga ada Gerakan Nasional Rehabilitasi Lahan (GERHAN), Penyusunan
Karakteristik DAS Citarum (Tahun 2006). Dan terakhir untuk memulihkan dan
membangun sungai Citarum secara terpadu, Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan
Asian Development Bank (ADB) serta para pemangku kepentingan (akademisi, LSM,
kalangan usaha dan masyarakat) mempersiapkan program pemulihan yang dinamakan
Integrated Citarum Water Resources Management Investment Program (ICWRMIP) atau
Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu di Wilayah Sungai Citarum. Tujuannya adalah
untuk bersama-sama secara partisipatif mengelola dan menangani permasalahan di
Wilayah Sungai Citarum.
Namun demikian, pada tahun 2010 ini, seperti dikatakan oleh Huffington Posts, Sungai
Citarum merupakan sungai paling berpolusi di Bumi. Sehingga pekerjaan rumah kiranya
masih akan sangat panjang. Perlu keterpaduan semua pihak untuk merelalisasikan
Pembangunan berkelanjutan khususnya di hulu Sungai Citarum.

Sistem Manajemen Terpadu

Peternak Peternak
P Q

Peternak Peternak
B Peternak R E

Peternak Peternak
Peternak Peternak
Peternak A B Peternak D E

A D
Peternak F
Peternak C

Peternak Peternak
Peternak x y Peternak
C F

Peternak Z

Rambu-rambu Restrukturisasi Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat


[Memenuhi Good Dairyng Practices dengan penerapan teknologi yang berbasis
sumberdaya dan ekosistem lokal]

Seminar Nasional 2010 - Pembangunan Peternakan Berkelanjutan 2 | 10


Tabel 4. Ciri-Ciri Usaha Peternakan Berdasarkan Identifikasi dan Penerapan Teknologi
(Dwi Cipto B, 2008)

Usaha Peternakan
No InputTeknologi
Ekstensif Semiintensif Intensif
1. Tatalaksana a. Tidak melakukan a. Melakukan pemilihan bibit a. Manajemen perbibitan
Perbibitan dan pemilihan bibit, b. Perkawinan dilakukan dilakukan secara ketat
Teknologi b. Mengandalkan secara alami b. Melakukan input teknologi
Reproduksi perkawinan secara c. Sudah melakukan reproduksi
alam pengukuran Efisiensi c. Melakukan pengukuran
c. Tidak ada pengukuran reproduksi efisiensi reproduksi
efisiensi reproduksi
2. Tatalaksana Tidak dikelola sesuai Sudah melakukan prinsip- Melakukan prinsip manajemen
Pemeliharaan prinsip manajemen prinsip manajemen agribisnis agribisnis secara efektif dan
agribisnis (perencanaan, namun belum efektif dan efisien.
pengorganisasian, pelak- efisien.
sanaan, pengawasan,
evaluasi, pengendalian)
3. Tatalaksana a. Ternak lebih banyak di a. Ternak lebih banyak a. Ternak dikandangkan
Perkandangan luar kandang (diabur) dikandangkan secara terus menerus
b. Kandang tidak b. Kandang didesain b. Kandang didesain secara
didesain secara sesuai sesuai peruntukan namun khusus sesuai standar
peruntukan (standar) belum memenuhi standar peruntukan ternak
4. Tatalaksana a. mengandalkan pakan a. Pakan sudah dikontrol a. Jumlah dan kualitas pakan
Pemberian dari luar (diabur) b. Kualitas pakan belum terkonsumsi tidak terukur
Pakan b. Jumlah dan kualitas efektif b. Efisiensi penggunakan
pakan terkonsumsi c. Efisiensi penggunakan pakan diukur dan
tidak terukur pakan sudah dapat diukur dievaluasi
c. Efisiensi penggunakan
pakan tidak terukur
5. Tatalaksana a. Tidak ada pola a. Memiliki program a. Memiliki program
Pengendalian biosekuriti yang jelas Biosekuriti namun belum Biosekuriti yang baik
Penyakit b. Angka morbiditas dan efektif b. Angka morbiditas dan
mortalitas tinggi b. Angka morbiditas dan mortalitas rendah
mortalitas masih tinggi
6. Penanganan a. tidak memiliki standar a. Memiliki standar Memiliki standar produksi dan
Pasca Panen b. tidak melakukan b. Proses pengolahanan proses pengolahanan
pengolahan belum dilakukan secara dilakukan secara efektif dan
efektif efisien (menggunakan
standar mutu kualitas pangan
(misalnya HACCP dll)
7. Pemasaran Untuk kebutuhan rumah Produk sebagian besar Dikelola menggunakan prinsip-
hasil tangga dipasarkan prinsip pemasaran
8. Skala usaha a. merupakan usaha Merupakan usaha Merupakan industri peternakan
sampingan peternakan rakyat namun (sesuai Kebijakan Pemerintah
b. tidak direncanakan skala usaha masih rendah dan atau Kepmen)
9. Kemitraan Tidak memiliki Memiliki Memiliki mitra yang luas
10. Sistem Audit Tidak dilakukan Tidak dilakukan Dilakukan secara baik sesuai
prinsip-prinsip akuntansi.
11. Pengembangan Tidak memiliki Memiliki tenaga ahli tapi Memiliki tenaga ahli yang
R&D belum mencukupi spesifik sesuai bidangnya

Seminar Nasional 2010 - Pembangunan Peternakan Berkelanjutan 2 | 11


Tabel 5. Matrik Rencana Implementasi Manajemen Pemeliharaan dan Input Teknologi Usaha
Peternakan Sapi Perah di Hulu S. Citarum

Usaha Peternakan Sapi Perah Rakyat


Good Dairyng
No Kondisi Eksisting Manajemen Teknologi Input
Practices
(Hulu S. Citarum) (Ramah Lingkungan) Teknologi Tepat Guna
1. Tatalaksana a. Belum melaksanakan a. Melaksanakan Good Sistem recording, IB dan
Perbibitan dan prinsip-prinsip Good Breeding Practices sinkronisasi estrus.
Teknologi Breeding Practices dan b. Manajemen perbibitan
Reproduksi atau Reproduksi dilakukan secara ketat Pola rearing, manajemen
b. Pengukuran efisiensi c. Melakukan input calf dan lain-lain.
reproduksi belum teknologi reproduksi
dilaksanakan denagan baik. d. Melakukan pengukuran
efisiensi reproduksi
2. Tatalaksana Tidak dikelola sesuai prinsip Melakukan prinsip Melaksanakan prinsip
Pemeliharaan baik tentang manajemen manajemen agribisnis secara manajemen agribisnis.
agribisnis efektif dan efisien. (perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan,
pengawasan, evaluasi,
pengendalian) yang terukur
3. Tatalaksana a. Kandang tidak didesain Kandang didesain sesuai a. Kandang koloni
Perkandangan secara sesuai peruntukan peruntukan dan memenuhi b. Disesuaikan dengan basis
(standar) standar peruntukan. ekosistem di setiap TPK
b. Tidak banyak yang memiliki c. Memenuhi standar
saluran dan penampungan minimal praktek-praktek
untuk pembuangan feses baik perkandangan sapi
perah.
4. Tatalaksana a. mengandalkan bahan a. Bahan pakan terkontrol a. Pakan disesuaikan dengan
Pemberian pakan dari luar b. Jumlah dan kualitas basis ekosistem di setiap
Pakan b. Sedikit sekali yang memiliki pakan terkonsumsi TPK
kebun terukur b. Kerjasama terpadu (MOU)
c. Jumlah dan kualitas pakan c. Efisiensi penggunakan dengan pihak Perhutani dll
terkonsumsi tidak terukur pakan diukur dan c. Memenuhi praktek-praktek
d. Efisiensi penggunakan dievaluasi baik pakan ternak.
pakan tidak terukur
5. Tatalaksana c. Tidak ada pola biosekuriti a. Memiliki program a. Menggunakan bahan-
Pengendalian yang jelas Biosekuriti yang baik bahan lokal
Penyakit d. Prevalensi penyakit tinggi b. Prevalensi penyakit b. Memenuhi praktek-praktek
e. Angka morbiditas dan rendah minimal dalam sistem
mortalitas pedet tinggi c. Angka morbiditas dan biosekuriti khususnya
mortalitas rendah terkait dengan mastitis
6. Penanganan c. tidak memiliki standar Memiliki standar produksi Mendorong penggunaan
Pasca Panen d. tidak melakukan dan proses penanganan teknologi madya untuk
pengolahan /pengolahanan secara menjamin pemanfaatan bahan
efektif dan efisien pangan untuk konsumsi sehari-
hari.
7. Pemasaran hasil Sangat rendah, susu sebagian Dikelola menggunakan Mendorong penggunaan
besar langsung diserap oleh prinsip-prinsip pemasaran prinsip2 dasar manajemen
KPBS Pangalengan yang berkeadilan agribisnis (kelompok)
8. Skala usaha Merupakan usaha sampingan Merupakan usaha Meningkatkan skala usaha
dan tidak melakukan peternakan rakyat yang melalui efisiensi usaha
perencanaan yang sesuai menggunakan prinsip2 dasar (kelompok)
dengan prinsip2 manajemen Good Management Practices.
9. Kemitraan Mitra utama adalah KPBS (bagi Sistem integrasi (Perhutani, Mengkaji ulang pola kemitraan
anggota koperasi) Perkebunan dan Kehutanan) agar berkeadilan.
10. Sistem Audit Tidak dilakukan Dilakukan secara baik sesuai Melaksanakan prinsip2 dasar
prinsip-prinsip dasar audit sistem audit.
11. Pengembangan Tidak memiliki Memiliki tenaga ahli yang Melaksanakan pelatihan2,
R&D spesifik sesuai bidangnya pendampingan secara
sistematis dan berkelanjutan
dalam semua aspek.

Seminar Nasional 2010 - Pembangunan Peternakan Berkelanjutan 2 | 12


Tabel 6. Matrik Rencana Manajemen Pemeliharaan dan Indikator Keberhasilan Usaha
Peternakan Sapi Perah

Manajemen Pemeliharaan Indikator


No Jenis Kelamin
Praproduksi Produksi Pascaproduksi keberhasilan
1 Betina
Pedet (0 - 4 bulan) 1,2,3,6
Pedet (4 – 8 bulan) 1,2,3,6 Produktivitas
Dara (8 bulan – 2 th) 1,2,3,4,5,6 ternak, angka
Dewasa 1,2,3,4,6 morbiditas dan
mortalitas,
2 Jantan efisiensi ekonomi
Pedet 1,2,3,6 dan lain-lain.
Dewasa 1,2,3,4,6 1,2,3,4,6
Keterangan:
(1) Identifikasi ternak, (2) Kebutuhan luasan lahan/kandang, (3) Kebutuhan kuantitas dan kualitas pakan, (4)
Sistem perkawinan, (5) Metode pemerahan, (6) Program pengendalian penyakit.

Konsep Keterkaitan Biosekuriti Sistem Produksi sapi perah Rakyat dan


Pemanfaatan Teknologi Madya

Penerapan Pemanfaatan
PENERAPAN INOVASI: Good Dairyng Teknologi Madya
Biosekuriti Sistem Practices Fitofarmasetika
Produksi Sapi Perah Rakyat Masalah Utama:
Mastitis, Helminthiasis,
Hypocalsemia, Footrot,
Bloat, Retensi Plasenta.

Biosekuriti

Pakan, Ternak,
alsin, kandang, Input Output Outcomes
pemerah dll Susu Berkualitas ASUH

Quality Control

Kebijakan Kelompok (TPK) Peternak

Penyediaan Obat, Poskeswan dan ULIB yang Pelatihan dan


vaksin, hormon dll memenuhi persyaratan Pendampingan: Biosekuriti

Seminar Nasional 2010 - Pembangunan Peternakan Berkelanjutan 2 | 13


F. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Rancangbangun restrukturisasi usaha peternakan sapi perah rakyat sebagai bagian


integral dari pembangunan berkelanjutan masih memerlukan pengkajian secara
menyeluruh, sistema-tis dan komprehensif.
2. Kebijakan pemerintah harus lebih berorientasi pada penguatan dan pemanfaatan
sumberdaya lokal, berorientasi dan memiliki komitmen kuat terhadap masyarakat
petani/peternak kecil, memberi perlindungan yang lebih baik terhadap petani
peternak rakyat, memiliki transparansi tinggi dan moral kebijakan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
3. Transformasi kebijakan pemerintah dalam rancangbangun pembangunan berke-
lanjutan belum pernah teruji sehingga harus dikaji dan diteliti secara lebih mendalam
khususnya (a) instrumen kelembagaan pendukung, (b) kebijakan makro, mikro, dan
orientasi kebijakan, (c) tugas pokok semua komponen, (d) pengembangan riset dan
teknologi dan (e) sistem informasi perlu mendapatkan dukungan semua pihak
khususnya kalangan pendidikan, peneliti, industri dan masyarakat.
4. Pembangunan berkelanjutan khususnya di daerah hulu sungai Citarum tidak akan
dapat di-implementasikan secara baik jika tidak mendapatkan dukungan semua pihak.

DAFTAR PUSTAKA

IWRM Project in the Citarum River Basin (2009). Water Resources and Irrigation Directorate
– BAPPENAS Citarum Roadmap Coordination and Management Unit.
Mubyarto dan A. Santosa (2003). PEMBANGUNAN PERTANIAN BERKELANJUTAN (KRITIK
TERHADAP PARADIGMA AGRIBISNIS). Journal Ekonomi Rakyat. [Artikel - Th. II - No. 3 -
Mei 2003]
Peter H and L Haddad (2001). CGIAR RESEARCH AND POVERTY REDUCTION, Paper Prepared
for the Technical Advisory Committee of the CGIAR By International Food Policy
Research Institute (IFPRI) Washington D.C., USA
Report of the regional workshop on sustainable agricultural development strategies for the
least developed countries of the Asian and Pacific Region. 2009

Seminar Nasional 2010 - Pembangunan Peternakan Berkelanjutan 2 | 14

Anda mungkin juga menyukai