Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN NYERI

Untuk Memenuhi PRAKTIK Keperawatan Gerontik

Dosen Pembimbing : Ahmad Kusnaeni, M.Kep

Di Susun Oleh :

1. RINA RAHAYU UTAMI (106118033)


2. AMALIA FEBRIANTI (106118029)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

STIKES AL-IRSYAD AL-ISLAMIYAH CILACAP

2021
A. PENGERTIAN

Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

dari kerusakan yang aktual atau potensial yang tidak menyenangkan yang terlokalisasi

pada suatu bagian tubuh ataupun sering disebut dengan istilah distruktif dimana jaringan

rasanya seperti ditusuk tusuk, panas terbakar, melilit, seperti emosi, perasaan takut dan

mual (Judha, 2012). Nyeri merupakan sesuatu yang tidak menyenangkan yang hanya

dapat diungkapkan oleh individu yang mengalaminya dan bersifat subjektif. Persepsi

dari nyeri berbeda antara satu orang dengan yang lainnya. Individu A yang tertusuk paku

akan melaporkan nyeri yang berbeda dibandingkan individu B yang merasakan nyeri

karena tersandung batu, bahkan individu A dan B yang sama-sama tertusuk paku akan

menghasilkan respon dan persepsi yang berbeda pula terhadap nyeri. (Prasetyo,

2010).Adapun menurut NANDA (2018), nyeri akut merupakan pengalaman sensori dan

emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau

potensial, atau yang digambarkan sebagai kerusakan (International Association for the

Study of Pain) awitan yang tiba-tiba atau lambat dengan intensitas ringan atau berat,

dengan berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi, dengan durasi kurang dari 3 bulan.

Nyeri kronis didefinisikan sebagai suatu pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangkan sebagai akibat dari kerusakan jaringan yang bersifat aktual maupun

potensial, dengan onset tiba-tiba ataupun lambat, dari intensitas yang ringan sampai

berat, tidak dapat diprediksi berakhirnya dan durasi lebih dari enam bulan (NANDA,

2012).

B. Etiologi

Penyebab munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus nyeri. Stimulus-stimulus

tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik. Misalnya
mikroorganisme (virus, bakteri, jamur dan lain-lain), tumoe, iskemi jaringan, spasme

otot, obstruksi batu ginjal, batu ureter, obstruksi usu, panas luka bakar, fraktur, radiasi

dan psikologis. (Prasetyo, 2010). ). Menurut (NANDA Internasional 2018-2020) etiologi

nyeri terjadi akibat, agencedera, zat kimia, fraktur, kerusakan sistem syaraf, kompresotot,

post trauma karena gangguan sistem (misalnya : infeksi, inflamasi).

C. Manifestasi Klinis

Menurut PPNI (2016) adalah sebagai berikut:

a. Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : Mengeluh Nyeri

Objektif : Tampak Meringis, Bersikap Protektif(mis. Waspada, posisi

menghindari nyeri), gelisah, frekuensi nadi.

b. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif : Tidak Tersedia

Objektif :Tekanan darah meningkat, pola napas berubah, napsu makan berubah,

proses berfikir terganggu, menarik diri.

c. Nyeri punggung bawah

d. Sakit kepala

e. Nyeri sendi

f. Nyeri otot

g. Sensasi seperti terbakar atau kesemutan pada bagian tubuh manapun

h. Nyeri tajam seperti ditusuk jarum

D. Patofisiologis

Rangkain proses terjadinya nyeri diawali dengan tahap transduksi, dimana hal ini

terjadi ketika nosiseptor yang terletak pada bagian perifer tubuh distimulasi oleh

berbagai stimulus, seperti faktor biologis, mekanis, listrik, thermal, radiasi dan lain-lain.
Fast pain dicetuskan oleh reseptor tipe mekanis atau thermal (yaitu serabut saraf A-

Delta), sedangkan slow pain (nyeri lambat) biasanya dicetuskan oleh (serabut saraf C).

Serabut A mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi, dan jelas dalam melokalisasi

sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri. serabut C menyampaikan implus yang

tidak terlokalisasi (bersifat difusi), viseral dan terus menerus. Sebagai contoh mekanisme

kerja serabut A-delta dan serabut C dalam trauma adalah ketika seorang menginjak paku,

sesaat setelah kejadian orang tersebut dalam waktu kurang dari 1 detik akan merasakan

nyeri yang terlokalisasi dan tajam, yang merupakan transmisi dari serabut A. Dalam

beberapa detik selanjutnya, nyeri menyebar sampai seluruh kaki terasa sakit karena

persarafan serabut C. (Prasetyo, 2010, hal 11-14)

Tahap selanjutnya adalah transmisi, dimana implus nyeri kemudian ditransmisikan serat

afferen (A-delta dan C) ke medula spinalis melalaui dorsal horn, dimana disini implus

akan bersinapsis disubtansi gelatinosa (lamina II dan III). Implus kemudian menyebrang

keatas melewati traktus spinothalamus anterior dan lateral. Beberapa implus yang

melewati traktus spinothalamus lateral diteruskan langsung ke halamus tanpa singgah di

formatio retikularis membawa implus fast pain. Di bagian thalamus dan korteks serebri

inilah individu kemudian dapat mempersepsikan, menggambarkan, melokalisasi,

menginterpretasikan dan mulai berespon terhadap nyeri. (Prasetyo, 2010)

Beberapa implus nyeri ditransmisikan melalui traktus paleospinothalamus pada

bagian tengah medula spinalis. Implus ini memasuki formatio retikularis dan sistem

limbik yang mengatur perilaku emosi dan kognitif, serta intregasi dari sistem saraf

otonom. Slow pain yang terjadi akan membangkitkan emosi, sehingga timbul respon

terkejut, marah, cemas, tekanan darah meningkat, keluar keringat dingin dan jantung

berdebar-debar. (Prasetyo, 2010)


E. PATHWAY

Trauma jaringan, infeksi

Kerusakan sel

Pelepasan mediator nyeri (histamine,


bradikin, prostaglandin, serotonin,ion
kalium,dll

Merangsang nosiseptor
(reseptor nyeri)

Peradangan kumpulan Kekauan sendi Meningkatnya


jaringan tebal yang tekanan darah
terjadi di tulang kepala
Hambatan
mobilitas fisik Gangguan
sirkulasi otak
Timbul rasa sakit pada
kepala
Suplai oksigen
menurun
Nyeri akut

Resiko
ketidakefektifan
perfusi jarngan
serebral
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan bertujuan untuk mengatahui penyebab dari

nyeri. Pemeriksaan yang dilakukan seperti pemeriksaan laboratorium dan imaging seperti

foto polos, CT scan, MRI atau bone scan.

G. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi

Menurut Berman, et al (2009). Penatalaksanaan nyeri secara farmakologi

melibatkan penggunaan opiate (narkotik), nonopiat/ obat AINS (anti inflamasi

nonsteroid), obat-obat adjuvans atau koanalgesik. Analgesic opiate mencakup derivate

opium, seperti morfin dan kodein. Narkotik meredakan nyeri dan memberikan

perasaan euphoria. Semua opiate menimbulkan sedikit rasa kantuk pada awalnya

ketika pertama kali diberikan, tetapi dengan pemberian yang teratur, efek samping ini

cenderung menurun. Opiat juga menimbulkan mual, muntah, konstipasi, dan depresi

pernapasan serta harus digunakan secara hati- hati pada klien yang mengalami

gangguan pernapasan.

Menurut Berman, et al (2009), Nonopiat (analgesik non narkotik) termasuk obat

AINS seperti aspirin dan ibuprofen. Nonopiat mengurangi nyeri dengan cara bekerja

di ujung saraf perifer pada daerh luka dan menurunkan tingkat mediator inflamasi

yang dihasilkan di daerah luka.

Berman, et al (2009) mengatakan analgesic adjuvans adalah obat yang

dikembangkan untuk tujuan selain penghilang nyeri tetapi obat ini dapat mengurangi

nyeri kronis tipe tertentu selain melakukan kerja primernya. Sedatif ringan atau obat

penenang, sebagai contoh, dapat membantu mengurangi spasme otot yang

menyakitkan, kecemasan, stress, dan ketegangan sehingga klien dapat tidur nyenyak.
Antidepresan digunakan untuk mengatasi depresi dan gangguan alam perasaan yang

mendasarinya, tetapi dapat juga menguatkan strategi nyeri lainnya.

b. Penatalaksanaan secara non farmakologi

Penatalaksanaan nyeri secara non farmakologi dapat dilakukan dengan cara teknik

relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang tidak memerlukan

imajinasi, ketekunan, atau sugesti. berdasarkan keyakinan bahwa tubuh manusia

berespons pada kecemasan dan kejadian yang merangsang pikiran dengan ketegangan

otot. Teknik relaksasi otot progresif memusatkan perhatian pada suatu aktivitas otot

dengan mengidentifikasi otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan

melakukan teknik relaksasi untuk mendapatkan perasaan relaks (Herodes, 2010).

Berikut penatalaksanaan untuk mengurangi rasa nyeri :

1) Efflurage Massage

Effleurage adalah bentuk masase dengan menggunakan telapak tangan yang

memberi tekanan lembut ke atas permukaan tubuh dengan arah sirkular secara

berulang (Reeder dalam Parulian, 2014).

2) Terapi Musik

Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental dengan

rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni, bentukdan gaya yang

diorganisir sedemikian rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk

kesehatan fisik dan mental (Eka, 2011).

3) GIM (Guided Imagery Music)

GIM (Guided Imagery Music) merupakan intervensi yang digunakan untuk

mengurangi nyeri. GIM mengombinasikan intervensi bimbingan imajinasi dan

terapi musik. GIM dilakukan dengan memfokuskan imajinasi pasien. Musik

digunakan untuk memperkuat relaksasi. Keadaan relaksasi membuat tubuh lebih


berespons terhadap bayangan dan sugesti yang diberikan sehingga pasien tidak

berfokus pada nyeri (Suarilah, 2014).

4) Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan keperawatan, yang

dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas

dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana

menghembuskan nafas secara perlahan, selain dapat menurunkan intensitas nyeri,

teknik relaksasi bernafas dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan

meningkatkan oksigenasi darah. Teknik relaksasi nafas dalam dapat

mengendalikan nyeri dengan meminimalkan aktivitas simpatik dalam system saraf

otonom (Fitriani, 2013).

5) Kompres Hangat

Kompres hangat adalah suatu metode dalam penggunaan suhu hangat yang dapat

menimbulkan efek fisiologis (Anugraheni, 2013).

6) Membimbing Doa Orang Sakit

Doa seperti halnya dzikir, ialah sarana bagi seseorang hamba untuk selalu

mengingat Allah, dengan doa seorang bisa menjadi merasa lebih baik, adapun doa

untuk orang sakit.

H. Pengkajian keperawatan

Mengukur intensitas nyeri adalah bagian penting dalam penilaian awal pasien dan

hali ini dilakukan secara terus-menerus. Terdapat berbagai skala nyeri yang sudah

divalidasi yang dapat membantu pengukuran nyeri. alat pengukuran nyeri ini terdiri

dari skala unidimensi sederhana atau kuesioner multidimensi. Pengukuran nyeri

haruslah melibatkan baik kerangka waktu dan konteks klinis nyeri. pasien dengan

nyeri akut biasanya diminta untuk menggambarkan nyeri saat ini dapat ditanya
tentang intensitas rata-rata selama satu periode tertentu untuk menetapkan informasi

perjalanan nyeri. sementara terhadap pasien dengan nyeri menetap, sebaiknya

ditanyakan tentang nyeri selama beberapa minggu dan mendapatkan pengukuran

terpisah untuk nyeri rata-rata, nyeri terburuk dan teringan (Zacharoff dkk, 2010;

AMA, 2013).

1. Karakteristik nyeri

Donovan & Girton, (1984) dalam Prasetyo (2010) mendefinisikan

karakteristik nyeri dibagi metode P, Q, R, S, T yaitu:

a. Faktor pencetus (P: Provocate)

Perawat mengkaji tentang penyebab atau stimulus nyeri pada klien, dalam

hal ini perawat juga dapat melakukan observasi bagian-bagian tubuh yang

mengalami cedera. Apabila perawat mencurigai adanya nyeri psikogenik maka

perawat harus dapat mengeksplore perasaan dan menanyakan perasaan-

perasaan apa yang dapat mencetuskan nyeri.

b. Kualitas (Q: Quality)

Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang subjektif yang diungkapkan oleh

klien, sering kali klien mendeskripsikan nyeri dengan kalimat-kaalimat :

tajam, tumpul, berdenyut, berpindah-pindah, seperti tertindih, perih, termasuk

lain-lain, dimana tiap klien mungkin berbeda dalam melaporkan kualitas nyeri

yang dirasakan. Perawat sebaiknya tidak meberikan kata-kata deskriptif pada

klien. Pengkajian akan lebih akurat apabila klien mampu memdeskripsikan

sensasi yang dirasakannya setelah perawat mengajukan pertanyaan terbuka.

Misalnya, perawat dapat mengatakan “Coba jelaskan pada saya, seperti apa

nyeri yang Anda rasakan” perawat dapat memberikan klien daftar istilah untuk
mendeskripsikan nyeri hanya apabila klien tidak mampu menggambarkan

nyeri yang dirasakannya.

c. Lokasi (R : Regio)

Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien untuk

menunjukan semua bagian/daerah yang merasakan tidak nyaman oleh klien.

Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik, maka perawat dapat meminta klien

untuk melacak daerah nyeri dari titik yangpaling nyeri, kemungkinan hal ini

akan sulit apabila nyeri yang dirasakan bersifat difus (menyebar).

Dalam mendokumentasikan hasil pengkajian tentang lokasi nyeri, perawat

hendaknya menggunakan bahasa anatomi atau istilah deskriptif. Sebagai

contoh pernyataan “Nyeri terdapat di kuadran abdomen kanan atas” adalah

pernyataan yang lebih spesifik dibandingkan “klien menyatakan nyeri terasa

pada abdomen”.

d. Keparahan (S: Severe)

Tingkat keparahan pasien tentang nyeri merupakan karakteristik yang

paling subjektif. Pada pengkajian ini klien diminta untuk menggambarkan

nyeri yang dirasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat. Namun

kesulitannya adalah makna dari istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan

klien serta tidak adanya batasan khusus yang membedakan antara nyeri ringan,

sedang, dan berat. Hal ini juga biasa disebabkan karena memang pengalaman

nyeri pada masing-masing individu berbeda-beda.

e. Durasi (T: Time)

Perawat menanyakan pada pasien untuk menentukan awitan, durasi, dan

rangkaian nyeri. perawat dapat menanyakan “ kapan nyeri dirasakan?, apakah


nyeri yang dirasakan terjadi pada waktu yang sama setiap hari?, seberapa

sering nyeri kambuh?, atau yang lainya dengan kata yang semakna.

2. Data dasar

a. Data pasien

Identitas nama pasien, alamat, umur & tanggal lahir, tanggal masuk, tanggal

pengkajian, nomer registrasi, diagnose medis

b. Data penanggung Jawab

Identitas nama penanggung jawab, umur, pekerjaan, alamat, hubungan dengan

pasien.

c. Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama

Keluhan utama biasanya dimulai dari keluhan yang dirasakan yang

membawa klien dibawa ke rumah sakit.

2) Riwayat kesehatan sekarang

Berisi tentang penyakit yang diderita pasien saat ini, proses penyakit yang

ada.

3) Riwayat kesehatan dahulu

Berisi riwayat nyeri berulang, pengobatan dan tindakan yang dilakukan.

4) Riwayat kesehatan keluarga

Dimana disini berisikan tentang riwayat genogram keluarga yang

mempunyai penyakit keturunan atau penyakit yang sama diderita oleh

klien.

d. Pemeriksaan fisik

1) Kesadaran : keadaan umum, kesadaran, GCS

Tanda-tanda vital : Tekanan daran, suhu, respirasi, nadi


e. Head to toe :

1) Kepala : bentuk kepala, warna & bentuk rambut, kebersihan daerah kepala

2) Mata : konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/an ikterik, pupil

3) Hidung : bentuk hidung, adanya obstruksi/tidak, terdapat sekret/tidak.

4) Telinga : bentuk telinga, kebersihan telinga adanya sekret/tidak

5) Mulut : bentuk mulut, membran mukosa bibir, gigi, lidah dan stomatitis

6) Leher : vena jagularis, pembesran kelenjar tiroid/tidak

7) Dada :

a) Inspeksi : bentuk dada, retraksi dinding dada, ekspansi dada

b) Perkusi : paru vasikuler, jantung sonor

c) Auskultasi : paru vasikuler, bunyi jantung

8) Abdomen :

a) Inspeksi : simetris dan tidak ada lesi

b) Auskultasi : bunyi bising usus

c) Perkusi : timpani

d) Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada abdomen

9) Ekstermitas : edema, akral, turgor kulit, kekuatan otot

f. Pengkajian pola fungsional Gordon

1) Pola persepsi kesehatan

Menggambarkan akan pentingnya kesehatan bagi klien. Menggali

pengetahuan klien dan keluarga klien tentang risiko infeksi pada luka yang

terjadi setelah operasi.

2) Pola nutrisi dan metabolik


Menggambarkan akan konsepsi relative kebutuhan metabolik dan

asupan gizi. Pola konsumsi makanan dan cairan, keadaan kulit dan

membran mukosa. Biasanya pada pasien risiko infeksi terjadi anoreksia,

pada beberapa situasi bisa terjadi mual muntah.

3) Mengkaji nutrisi

Status nutrisi merupakan aspek yang penting dalam penyembuhan

luka. Penyembuhan luka dikaitkan dengan tingkat kecukupan atau

kekurangan dari salah satu nutrisi salah satu unsur nutrisi seperti energi,

protein, lemak maupun zat gizi lainnya. (Boyle, 2009)

g. Pola eliminasi

Menggambarkan pola ekresi.

h. Pola aktivitas dan mobilisasi

Menggambarkan aktivitas pengisian waktu sehari-hari.

i. Pola tidur dan istirahat

Menggambarkan pola tidur dan istirahat klien.

j. Pola persepsi dan konsep diri

Menggambarkan konsep diri sendiri dan kemampuan dalam berperan

k. Pola mekanisme koping

Pola pasien dengan risiko infeksi biasanya mengalami ketakutan akan

penyakitnya.

l. Pola keyakinan dan kepercayaan

Menggambarkan dalam diri melakukan ibadah, agama yang dianut.

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga

dan komunitas terhadap masalah kesehatan proses kehidupan yang aktual/potensial


yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil

yang merupakan tanggung jawab perawat (dermawan, 2012).

PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera fisik
2. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif berhubungan dengan Hipertens
J. PERENCANAAN KEPERAWATAN

No Waktu DX Tujuan dan Kriteria Hasil SIKI Rasional


1 10:00 1 Seetelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI : Manajemen nyeri 1. Untuk mengetahui tingkat
selama1x24 jam diharapkan nyeri aku 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, nyeri
tmenurun frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2. Untuk mengurangi tingkat
Ekspetasi :menurun 2. Identifikasi skala nyeri nyeri
Kriteriahasil : 7) Berikan Teknik non farmakologi
-Keluhan nyeri (4) (Teknik nafas dalam)

2 10:30 2 Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI : Pemantauan tekanan intra cranial 1. Untuk mengetahui tanda-
selama1x24jam diharapkan perfusi Observasi tanda vital sekarang
serebral meningkat m. Monitor peningkatan tekanan darah 2. Untuk mengetahui
Ekspetasi :Meningkat n. Monitor tekanan nadi perubahan nadi
Kriteriahasil : Edukasi 3. Untuk mengurangi
-TD sistolik (4) Lakukan senam anti hipertensi peningkatan tekanan darah
- TD diastolic (4)
DAFTAR PUSTAKA

Berman, S. K. (2009). Buku Ajar Keperawatan Klinis Kozier & Erb. Jakarta:
EGC
Carpenito, L.J. 2012. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2.
Jakarta : EGC.
Eka (2011). Jurnal online Mengenal Terapi
Musik.http://www.terapimusik.com/terapi_musik.htm.
Fitriani, R. (2013). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Respon
Adaptasi Nyeri Pada Pasien Inpartu Kala 1 Fase Laten Di RSKDIA Siti
Fatimah Makasar
Heardman,T. H. (2012-2014). Nursing diagnosis: Definisi dan Klasifikasi.
Jakarta: EGC.
Prasetyo, S. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
Suarilah. (2013). Guided Imagery and Music (GIM) menurunkan intensitas
nyeri pasien pist section caesarea betbasis adaptasi roy
Sinardja, S, P. Aribawa, I, M. (2013). Penatalaksanaan Nyeri Akut Pada Pasien
Dengan Controlled Analgesia
Smeltzer, S. C (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
PPNI, T. P. S. D. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

16
17

Anda mungkin juga menyukai