Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

JUVENILLE DIABETES

Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pengajar: Ayu Puspita, Ners, M. Kep

OLEH :
Kelompok 9
Hepi Nopita Sari (2019.C.11a.1011)
Janwaria Changrila (2019.C.11a.1013)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TINGKAT AKADEMIK 2021/2022
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, sehingga dapat menyelesaikan Makalah tentang Juvenile
Diabetes pada anak. dengan baik meskipun banyak kekurangan didalamnya. Saya
berharap makalah ini dapat berguna dan menambah wawasan serta pengetahuan
kita.
Menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan
dan jauh dari kata sempurna oleh sebab itu berharap adanya kritik, saran untuk
pembuatan makalah. Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi
siapapun yang membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-katanyang kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan.

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................2
BAB 2 PEMBAHASAN...................................................................................3
2.1. Definisi Juvenile Diabetes.........................................................................3

2.2 Klasifikasi ..................................................................................................3


2.3 Etilogi.........................................................................................................4
2.4 Patofisologi ................................................................................................5
2.5 Manifestasi Klinis.......................................................................................6
2.6 Tanda dan Gejala........................................................................................7
2.7 Pemeriksaan Penunjang..............................................................................9
BAB 3 PENUTUP...........................................................................................12
3.1 Kesimpulan .............................................................................................12
3.2 Saran........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................13

ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan
metabolik akibat ganguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah disertai lesi pada membran basalis pada pemeriksaan
dengan mikroskop elektron. Laporan statistik dari International Diabetes Federation
(IDF) menyebutkan bahwa sekarang sudah ada sekitar 230 juta penderita diabetes. Angka ini
terus bertambah hingga 3 persen atau sekitar 7 juta orang setiap tahunnya. Diabetes telah
menjadi penyebab kematian terbesar keempat di dunia. Setiap tahun ada 3,2 juta
kematian yang disebabkan oleh diabetes. Hampir 80 persen kematian pasien diabetes terjadi
di negara berpenghasilan rendah-menengah.
Di tengah kondisi itu, perhatian banyak pihak umumnya masih terfokus pada penderita
diabetes dewasa. Padahal, anak dengan diabetes tak kalah memerlukan perhatian dan
bantuan. Diabetes pada anak umumnya disebut tipe 1, yaitu pankreas rusak dan tak lagi
mampu memproduksi insulin dalam jumlah memadai sehingga terjadi defisit absolut insulin.
Sebaliknya, diabetes pada orang dewasa umumnya disebut tipe 2, yaitu terjadi kerusakan sel
tubuh meskipun insulin sebenarnya tersedia memadai sehingga terjadi defisit relatif insulin.
Insiden diabetes melitus tipe 1 sangat bervariasi di tiap negara. Dari data-data epidemiologik
memperlihatkan bahwa puncak usia terjadinya DM pada anak adalah pada usia 5-7 tahun dan
pada saat menjelang remaja.
Dari semua penderita diabetes, 5-10 persennya adalah penderita diabetes tipe I.
Di Indonesia, statistik mengenai diabetes tipe 1 belum ada, diperkirakan hanya sekitar 2-3
persen dari total keseluruhan. Mungkin ini disebabkan karena sebagian tidak terdiagnosis
atau tidak diketahui sampai si pasien sudah mengalami komplikasi dan meninggal.
Biasanya gejalanya timbul secara mendadak dan bisa berat sampai mengakibatkan koma
apabila tidak segera ditolong dengan suntikan insulin. World Diabetes Foundation
menyarankan untuk mencurigai diabetes jika ada anak dengan gejala klinis khas, yaitu 3P
( pilifagi, polidipsi dan poliuri ) dan kadar gula darah (GD) tinggi, di atas 200 mg/dl.
GD yang tinggi menyebabkan molekul gula terdapat di dalam air kencing, yang normalnya
tak mengandung gula, sehingga sejak dulu disebut penyakit kencing manis.
Keadaan ideal yang ingin dicapai penderita DM tipe 1 ialah dalam keadaan
asimtomatik, aktif, sehat, seimbang, dan dapat berpartisipasi dalam semua kegiatan
sosial yang diinginkannya serta mampu menghilangkan rasa takut terhadap terjadinya

1
komplikasi. Sasaran-sasaran ini dapat dicapai oleh penyandang DM maupun keluarganya
jika mereka memahami penyakitnya dan prinsip-prinsip penatalaksanaan diabetes.
Berhubungan dengan hal tersebut diatas kami tertarik untuk membuat asuhan keperawatan
pada anak dengan gangguan sistem endokrin : Diabetes Melitus dengan metode masalah yang
sistematis melalui proses keperawatan.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun tujuan penulisan makalah ini antara lain :

1.1.1 Tujuan Umum


Memberikan pengetahuan, dapat memberikan informasi dan pemahaman mengenai
asuhan keperawatan pada anak dengan diabetes melitus.
1.1.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui Definisi diabetes melitus.
2. Mengetahui Klasifikasi diabetes melitus.
3. Mengetahui Etiologi diabetes melitus.
4. Mengetahui Patofisologi diabetes melitus.
5. Mengetahui Manifestasi Klinis diabetes melitus.
6. Mengetahui Komplikasi diabetes melitus.
7. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang diabetes melitus.

2
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Juvenile Diabetes


Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi akibat pankreas tidak
memproduksi cukup insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi
secara efektif (WHO, 2017). Secara umum, terdapat dua kategori utama DM, yaitu DM tipe 1
dan tipe 2. DM tipe 1 ditandai dengan kurangnya produksi insulin sedangkan DM tipe 2
disebabkan penggunaan insulin yang kurang efektif oleh tubuh (Pusdatin Kemenkes RI,
2014). Menurut International Diabetes Federation (IDF), pada tahun 2015 terdapat 415 juta
(8,8%) penderita DM di seluruh dunia dan diprediksikan angka tersebut akan terus bertambah
menjadi 642 juta (10,4%) penderita DM tahun 2040. Sedangkan jumlah estimasi penyandang
DM di Indonesia diperkirakan sebesar 10 juta yang menempatkan Indonesia dalam urutan ke-
7 tertinggi di dunia bersama China, India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia, dan Meksiko (IDF,
2015).
Berdasarkan data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada tahun 2018, tercatat 1220
anak penyandang DM tipe-1 di Indonesia. Insiden DM tipe-1 pada anak dan remaja
meningkat sekitar tujuh kali lipat dari 3,88 menjadi 28,19 per 100 juta penduduk pada tahun
2000 dan 2010.2-4 Data tahun 2003-2009 menunjukkan pada kelompok usia 10-14 tahun,
proporsi perempuan dengan DM tipe 1 (60%) lebih tinggi dibandingkan laki-laki (28,6%).4
Pada tahun 2017, 71% anak dengan DM tipe-1 pertama kali terdiagnosis dengan Ketoasidosis
Diabetikum (KAD), meningkat dari tahun 2016 dan 2015, yaitu 63%.2 Diduga masih banyak
pasien DM tipe-1 yang tidak terdiagnosis atau salah diagnosis saat pertama kali berobat ke
rumah sakit.
2.2 Klasifikasi
Diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang menyerang beberapa
organ dan yang lebih rumit lagi, penyakit diabetes tidak menyerang satu alat saja, tetapi
berbagai organ secara bersamaan. Komplikasi ini dibagi menjadi dua kategori (Schteingart,
2006):
2.2.1 Komplikasi metabolik akut yang sering terjadi :
2.2.1.1 Hipoglikemia
Reaksi hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa,
dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, pusing, dan sebagainya.
Hipoglikemia yaitu kadar glukosa darah kurang dari 80 mg/dl. Hipoglikemi sering

3
membuat anak emosional, mudah marah, lelah, keringat dingin, pingsan, dan
kerusakan sel permanen sehingga mengganggu fungsi organ dan proses tumbuh
kembang anak. Hipoglikemik disebabkan oleh obat anti-diabetes yang diminum
dengan dosis terlalu tinggi, atau penderita terlambat makan, atau bisa juga karena
latihan fisik yang berlebihan.
3 Koma Diabetik
Koma diabetik ini timbul karena kadar darah dalam tubuh terlalu tinggi, dan
biasanya lebih dari 600 mg/dl. Gejala koma diabetik yang sering timbul adalah:
a. Nafsu makan menurun (biasanya diabetisi mempunyai nafsu makan yang besar)
b. Minum banyak, kencing banyak Kemudian disusul rasa mual, muntah, napas
penderita menjadi cepat dan dalam, serta berbau aseton
c. Sering disertai panas badan karena biasanya ada infeksi dan penderita koma
diabetik harus segara dibawa ke rumah sakit
Komplikasi- komplikasi vaskular jangka panjang (biasanya terjadi setelah tahun ke-5)
berupa :
a. Mikroangiopati : retinopati, nefropati, neuropati. Nefropati diabetik dijumpai pada 1
diantara 3 penderita DM tipe-1.
b. Makroangiopati : gangren, infark miokardium, dan angina. Komplikasi lainnya:
 Gangguan pertumbuhan dan pubertas
 Katarak
 Arteriosklerosis (sesudah 10-15 tahun)
 Hepatomegali

2.3 Etiologi

Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) Sering terjadi pada usia sebelum 15
tahun. Biasanya juga disebut Juvenille Diabetes ( DM Tipe I ), gangguan ini ditandai dengan
adanya hiperglikemia (meningkatnya kadar glukosa darah plasma >200mg/dl).
Etiologi DM tipe I adalah sebagai berikut :
2.3.1 Faktor genetic Faktor herediter, juga dipercaya memainkan peran
munculnya penyakit ini (Brunner & Suddart, 2002). Penderita diabetes
tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi
atau kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I.
Kecenderungan genetic ini ditentukan pada individu yang memililiki tipe

4
antigen HLA (Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA merupakan
kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan
proses imun lainnya. Resiko terjadinya diabetes tipe 1 meningkat 3 hingga 5
kali lipat pada individu yang memiliki salah satu dari kedua tipe HLA
(DR3 atau DR4). Diabetes melitus juvenilis merupakan suatu penyakit
keturunan yang diturunkan secara resesif, dengan kekerapan gen kira-kira 0,30
dan penetrasi umur kira-kira 70% untuk laki-laki dan 90% untuk wanita.
2.3.2 Faktor lingkungan Lingkungan merupakan faktor pencetus IDDM. Oleh
karena itu insiden lebih tinggi atau adanya infeksi virus (dari lingkungan).
Virus penyebab DM adalah rubela, mumps, dan human coxsackievirus B4.
Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta, virus ini
mengakibatkan destruksi atau perusakan sel. Bisa juga, virus ini
menyerang melalui reaksi otoimunitas yang menyebabkan hilangnya otoimun
dalam sel beta. Virus atau mikroorganisme akan menyerang pulau – pulau
langerhans pankreas, yang membuat kehilangan produksi insulin.
2.3.3 Faktor imunologi Respon autoimmune, dimana antibody sendiri akan
menyerang sel bata pankreas.

2.4 Patofisiologi
Perjalanan penyakit ini melalui beberapa periode menurut ISPAD Clinical
Practice Consensus Guidelines tahun 2009, yaitu:
2.4.1 Periode pra diabetes
Pada periode ini gejala gejala klinis diabetes belum nampak karena baru ada
proses destruksi sel pankreas. Predisposisi genetik tertentu memungkinkan
terjadinya proses destruksi ini. Sekresi insulin mulai berkurang ditandai
dengan mulai berkurangnya sel β-pankreas yang berfungsi.Kadar C peptide
mulai menurun.Pada periode ini autoantibodi mulai ditemukan apabila
dilakukan pemeriksaan laboratorium.
2.4.2 Periode manifestasi klinis diabetes
Pada periode ini, gejala klinis DM mulai muncul.Pada periode ini sudah
terjadi sekitar 90% kerusakan sel β- pankreas. Karena sekresi insulin sangat
kurang, maka kadar gula darah akan tinggi / meningkat. Kadar gula
darah yang melebihi 180 mg/dl akan menyebabkan diuresis osmotik.
Keadaan ini menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan dan elektrolit

5
melalui urin (poliuria, dehidrasi, polidipsi). Karena gula darah tidak dapat
di ( uptakekedalam sel, penderita akan merasa lapar (polifagi), tetapi
berat badan akan semakin kurus. Pada periode ini penderita memerlukan
insulin dari luar agar gula darah di uptakekedalam sel.
2.4.3 Periode honeymoon
Periode ini disebut juga fase remisi parsial atau sementara. Pada periode ini
sisa -sisa sel β pankreas akan bekerja optimal sehingga akan diproduksi
insulin dari dalam tubuh sendiri. Pada saat ini kebutuhan insulin dari luar
tubuh akan berkurang hingga kurang dari 0,5 U/kg berat badan/hari. Namun
periode ini hanya berlangsung sementara, bisa dalam hitungan hari ataupun
bulan, sehingga perlu adanya edukasi ada orang tua bahwa periode ini
bukanlah fase remisi yang menetap
2.4.4 Periode ketergantungan insulin yang menetap
Periode ketergantungan insulin yang menetap. Periode ini merupakan
periode terakhir dari penderita DM. Pada periode ini penderita akan
membutuhkan insulin kembali dari luar tubuh seumur hidupnya.
2.5 Manifestasi Klinis
Pada diabetes melitus tipe 1, yang kebanyakan diderita oleh anak-anak ( diabetes
melitus juvenil) mempunyai gambaran lebih akut, lebih berat, tergantung insulin dengan
kadar glukosa darah yang labil. Penderita biasanya datang dengan ketoasidosis karena
keterlambatan diagnosis. Mayoritas penyandang DM tipe 1 menunjukan gambaran
klinik yang klasik seperti:
 Hiperglikemia ( Kadar glukosa darah plasma >200mg/dl )
 Polifagi
 Poliuria
 Polidipsi
 Poliuria nokturnal seharusnya menimbulkan kecurigaan adanya DM tipe 1 pada
anak.
 Penurunan berat badan , Malaise atau kelemahan
 Glikosuria (kehilangan glukosa dalam urine)
 Ketonemia dan ketonuria Penumpukan asam lemak keton dalam darah dan urine
terjadi akibat katabolisme abnormal lemak sebagai sumber energy. Ini dapat
mengakibatkan asidosis dan koma.

6
 Mata kabur, Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol
fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat penimbunan
sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan katarak.
 Gejala-gejala lainnya dapat berupa muntah-muntah, nafas berbau aseton, nyeri
atau kekakuan abdomen dan gangguan kesadaran ( koma).
2.6 Tanda Dan Gejala
Pasien dengan DM tipe 1 tidak hanya meliputi pengobatan berupa pemberian insulin.
Ada hal -hal lain selain insulin yang perlu diperhatikan dalam tatalaksana agar penderita
mendapatkan kualitas hidup yang optimal dalam jangka pendek maupun jangka panjang
(Rustama DS, dkk. 2010; ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines. 2009). Terdapat 5
pilar manajemen DM tipe 1, yaitu:
2.6.1 Insulin
Insulin merupakan terapi yang mutlak harus diberikan pada penderita DM Tipe 1.
Dalam pemberian insulin perlu diperhatikan jenis insulin, dosis insulin, regimen yang
digunakan, cara menyuntik serta penyesuaian dosis yang diperlukan.
2.6.1.1 Jenis insulin: kita mengenal beberapa jenis insulin, yaitu insulin kerja
cepat, kerja pendek, kerja menengah, kerja panjang, maupun insulin
campuran (campuran kerja cepat/pendek dengan kerja menengah).
Penggunaan jenis insulin ini tergantung regimen yang digunakan.
2.6.1.2 Dosis insulin: dosis total harian pada anak berkisar antara 0,5-1 unit/kg
berat badan pada awal diagnosis ditegakkan. Dosis ini selanjutnya
akan diatur disesuaikan dengan faktor- faktor yang ada, baik pada
penyakitnya maupun penderitanya.
2.6.1.3 Regimen: kita mengenal dua macam regimen, yaitu regimen
konvensional serta regimen intensif. Regimen konvensional/mix-split
regimendapat berupa pemberian dua kali suntik/hari atau tiga kali
suntik/hari. Sedangkan regimen intensif berupa pemberian regimen
basal bolus. Pada regimen basal bolus dibedakan antara insulin yang
diberikan untuk memberikan dosis basal maupun dosis
2.6.1.4 Cara menyuntik: terdapat beberapa tempat penyuntikan yang baik
dalam hal absorpsinya yaitu di daerah abdomen (paling baik
absorpsinya), lengan atas, lateral paha. Daerah bokong tidak
dianjurkan karena paling buruk absorpsinya.e.

7
2.6.1.5 Penyesuaian dosis: Kebutuhan insulin akan berubah tergantung dari
beberapa hal, seperti hasil monitor gula darah, diet, olahraga, maupun
usia pubertas terkadang kebutuhan meningkat hingga 2 unit/kg berat
badan/hari), kondisi stress maupun saat sakit.
2.6.2 Diet
Pada anak DM tipe 1 asupan kalori perhari harus dipantau ketat karena terkait
dengan dosis insulin yang diberikan selain monitoring pertumbuhannya.Kebutuhan
kalori perharisebagaimana kebutuhan pada anak sehat/normal. Ada beberapa anjuran
pengaturan persentase diet yaitu 20% makan pagi, 25% makan siang serta 25% makan
malam, diselingi dengan 3 kali snack masing-masing 10% total kebutuhan kalori perhari.
Pemberian diet ini juga memperhatikan regimen yang digunakan. Pada regimen basal
bolus, pasien harus mengetahui rasio insulin:karbohidrat untuk menentukan dosis
pemberian insulin
2.6.3 Aktivitas fisik/exercise
Anak DM bukannya tidak boleh berolahraga. Justru dengan berolahraga akan
membantu mempertahankan berat badan ideal, menurunkan berat badanapabila menjadi
obes serta meningkatkan percaya diri. Olahraga akan membantu menurunkan kadar gula
darah serta meningkatkan sensitivitas tubuh terhadap insulin. Namun perlu diketahui
pula bahwa olahraga dapat meningkatkan risiko hipoglikemia maupun hiperglikemia (bahkan
ketoasidosis).Sehingga pada anak DM memiliki beberapa persyaratan yang harus dipenuhi
untuk menjalankan olahraga, di antaranya adalah target gula darah yang diperbolehkan
bolus. Untuk olahraga, penyesuaian diet, insulin serta monitoring gula darah yang aman.
Apabila gula darah sebelum olahraga di atas 250 mg/dl serta didapatkan adanya
ketonemia maka dilarang berolahraga. Apabila kadar gula darah di bawah 90 mg/dl, maka
sebelum berolahraga perlu menambahkan diet karbohidrat untuk mencegah hipoglikemia
2.6.4 Edukasi
Langkah yang tidak kalah penting adalah edukasi baik untuk penderita maupun
orang tuanya. Keluarga perlu diedukasi tentang penyakitnya, patofisiologi, apa yang
boleh dan tidak boleh pada penderita DM, insulin(regimen, dosis, cara menyuntik,
lokasi menyuntik serta efek samping penyuntikan), monitor gula darah dan juga target
gula darah ataupun HbA1c yang diinginkan.
2.6.5 Monitoring kontrol glikemik
Monitoring ini menjadi evaluasi apakah tatalaksana yang diberikan sudah baik atau
belum. Kontrol glikemik yang baik akan memperbaiki kualitas hidup pasien, termasuk

8
mencegah komplikasi baik jangka pendek maupun jangka panjang. Pasien harus melakukan
pemeriksaan gula darah berkala dalam sehari. Setiap 3 bulan memeriksa HbA1c. Di samping
itu, efek samping pemberian insulin, komplikasi yang terjadi, serta pertumbuhan dan
perkembangan perlu dipantau.
2.7 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang diabetes mellitus tipe 1 berupa pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium utama berupa pemeriksaan kadar gula darah dan HbA1c untuk
diagnosis dan kontrol diabetes mellitus.
2.7.1 Pemeriksaan Gula Darah
Diabetes mellitus didiagnosa berdasarkan kadar gula darah sewaktu > 200 mg/dL atau
kadar gula darah puasa di atas 126 mg/dL. Jika kadar gula darah di bawah angka
tersebut tapi pasien memiliki gejala klasik diabetes (polidipsi, poliuria, polifagia),
lakukan pemeriksaan ulang. Jika hasil tetap di bawah batas di atas, lakukan
pemeriksaan toleransi glukosa. Pada pasien yang tidak memiliki gejala klasik
diabetes, jika kadar gula darah puasa di antara 100-125 mg/dL atau kadar gula darah
sewaktu antara 140-199 mg/dL, lakukan pemeriksaan toleransi glukosa. Pasien tanpa
gejala klasik dengan kadar gula darah puasa <100 mg/dL atau kadar gula darah
sewaktu <140 mg/dL dapat langsung didiagnosis sebagai tidak terkena diabetes
mellitus.
2.7.2 Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Tes toleransi glukosa oral dilakukan dengan mengukur kadar gula darah puasa. Pasien
kemudian diberikan larutan glukosa oral 75 gram dan kembali diukur kadar gula
darahnya 2 jam setelah meminum larutan glukosa tersebut. Pada diabetes gestasional,
pengukuran juga dilakukan pada 1 jam pasca meminum larutan glukosa.Hasil tes
toleransi glukosa oral sebesar >200 mg/dL dikategorikan sebagai diabetes mellitus,
140-199 mg/dL toleransi glukosa terganggu, dan di bawah angka tersebut
dikategorikan sebagai normal
2.7.3 Hemoglobin A1c (HbA1c)
HbA1C merupakan pengukuran gold standard terhadap kontrol diabetes dalam
keberhasilan tata laksana diabetes. Walau demikian, pemeriksaan ini juga sudah
dianjurkan oleh sebagian literatur sebagai alat diagnostik diabetes mellitus. Kadar
HbA1C menggambarkan perkiraan kadar glukosa selama tiga bulan yang lalu
sehingga tepat digunakan untuk monitor keberhasilan terapi, dan memprediksi progres
komplikasi diabetes mikrovaskular. Hal inilah yang menjadikannya jauh lebih unggul

9
untuk kontrol diabetes dibandingkan dengan pemeriksaan kadar gula darah yang
hanya dapat melihat kadar gula darah pada satu waktu dan tidak dapat memprediksi
komplikasi. Nilai rujukan untuk pasien diabetik adalah HbA1c ≥ 6.5%

10
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Diabetes Mellitus merupakan penyakit terkait dengan sistem endokrinologi
dan pankreas sebagai penghasil insulin yang menjadi pusat kajian serta studi
penyakit ini. Insulin memegang peranan pokok dalam metabolisme glukosa serta
alur energi tubuh manusia. Diabetes Mellitus adalah penyakit dengan banyak
gejala yang menyertai dan memiliki faktor dalam dan faktor luar sebagai
pencetusnya. Ada 2 etiologi utama dari diabetes mellitus yang menjadi dasar
klasifikasi penyakitnya. Diabetes mellitus tipe 1 yang dicetuskan oleh tidak
cukupnya jumlah insulin sampai tidak terbentuknya insulin oleh pankreas ( Sel
Beta Pulau Langerhans ) disebabkan oleh proses autoimunitas yang menghancurkan
sel beta pulau langerhans pankreas. Diabetes tipe 1 menyerang anak dengan umur
< 18 tahun dengan rataan umur penderita 4 - 10 tahun. T1DM menyebabkan
ketergantungan abosolut insulin eksogenik untuk mengatur kadar gula darah, dan
menjaga status diabetes tidak berkembang menjadi penyakit dengan banyak
komplikasi. Penatalaksanaan dengan insulin bertujuan untuk menghentikan proses
pembentukan gula hati dan menghentikan ketogenesis.
3.2 Saran
1. Perawat 
a. Mengingat bahwa penyakit juvenile diabetes merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang angka mordibilitasnya masih tinggi, maka penulis menyarankan
untuk semua perawat jika menemukan kasus juvenile diabetes secepatnya dirujuk ke
rumah sakit ssehingga anak secepatnya mendapatkan perawatan dan pengobatan yang
lebih baik.
b. Untuk lebih mengetahui perkenbangan anak, hendaknya perawat mengunakan
asuhan keperawatan secara tepat.
2. Keluarga

12
Penulis menyarankan keluarga untuk tanggap dan ikut serta dalam perawatan anak
serta memperhatikan status gizi anak jika anak terkena penyakit campak tidak akan
berdampak buruk bagi kondisi anak.

13
DAFTAR PUSTAKA

Mayer-Davis EJ, Kahkoska AR, Jefferies C, Dabelea D, Balde N, Gong CX. ISPAD
clinical practice consensus guidelines 2018: Definition, epidemiology, and
classification of diabetes in children and adolescents. Pediatric Diabetes 2018;19:7-
19.
Skyler JS, Bakris GL, Bonifacio E, Darsow T, Eckel RH, Groop L. Differentiation of
diabetes by pathophysiology, natural history, and prognosis. Diabetes 2017;66:241-
55. 2.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Registri DM tipe-1 pada anak [belum dipublikasi].
Jakarta: IDAI; 2018. 3. Pulungan A. Increasing incidence of DM type 1 in Indonesia.
Int J Pediatr Endocrinol 2013; Suppl 1: O12
Doenges, E. Marilynn dan MF. Moorhouse, 2009, Rencana Asuhan
Keperawatan, (Edisi III), EGC, Jakarta.
Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. 2010. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Terpadu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R. 2009. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta :
Balai Penerbit FKUI
Brink SJ, Lee WRW, Pillay K, Kleinebreil (2010).Diabetes in children and
adolescents, basic training manual for healthcare professionals in developing
countries, 1sted. Argentina: ISPAD, h 20-21.
Rustama DS, Subardja D, Oentario MC, Yati NP, Satriono, Harjantien N
(2010).
Diabetes Melitus. Dalam: Jose RL Batubara Bambang Tridjaja AAP Aman B.
Pulungan, editor. Buku Ajar Endokrinologi Anak, Jakarta: Sagung Seto 2010, h
124-161.
ISPAD Clinical Practice Consensus Guidelines 2009. Pediatric Diabetes 2009: 10.
http://repository.maranatha.edu/3415/3/0910085_Chapter1.pd

14

Anda mungkin juga menyukai