Di Susun Oleh :
A. PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko terbesar penyebab morbiditas
dan mortalitas pada penyakit kardiovaskular (Kearney dkk., 2005). Hipertensi adalah
tekanan darah lebih dari 140 mmHg untuk sistolik dan lebih dari 90 mmHg untuk
diastolik (Corwin, 2009), (Ayunani & Alie, n.d.). Faktor risiko yang menyebabkan
hipertensi seperti : usia misalnya 50-60 tahun, riwayat keluarga, gaya hidup yang
kurang sehat (merokok, banyak makan makanan mengandung lemak, kurang
beraktivitas), jenis kelamin, stress (Black dan Hawk, 2014) dan (H, Aris, & M, 2019).
Hipertensi jika tidak ditangani dapat menyebabkan stroke, infark miokard, gagal
ginjal dan ensefalopati (kerusakan otak).
Tingginya kejadian hipertensi mengindikasikan bahwa hipertensi harus segera
ditangani. Penanganganan yang telah dilakukan puskesmas pada pasien hipertensi
meliputi terapi farmakologi seperti pemberian obat anti hipertensi, penyuluhan
tentang diet rendah garam dan kontrol teratur yang dilaksanakan dengan kegiatan
prolanis. Berbagai cara dilakukan untuk menurunkan tekanan darah diantaranya
dengan terapi farmakologis yang menggunakan berbagai macam obat maupun non
farmakologis salah satunya dengan relaksasi otot progresif (Triyanto, 2014).
Relaksasi otot progresif adalah latihan untuk mendapatkan sensasi rileks
dengan menegangkan suatu kelompok otot dan menghentikan tegangan (Mashudi,
2010). Relaksasi progresif adalah salah satu cara dari teknik relaksasi yang
mengombinasikan latihan napas dalam dan serangkaian seri kontraksi dan relaksasi
otot tertentu (Setyoadi, 2011) dan (Ayunani & Alie, n.d.). Teknik relaksasi otot
progresif selain mudah untuk dilakukan juga dapat dilakukan dimana saja tanpa
membutuhkan alat (Ayunani & Alie, n.d.).
Sejak tahun 1999 hingga 2009, angka kematian akibat hipertensi meningkat
sebanyak 17,1% (Go dkk, 2014) dengan angka kematian akibat komplikasi hipertensi
mencapai 9,4 juta per tahunnya (WHO, 2013). Penyakit hipertensi dapat
mengakibatkan infarkmiokard,stroke, gagal ginjal,dan kematian jika tidak dideteksi
secara dini dan ditangani dengan tepat (James, 2014).
B. ANALISIS JURNAL
1. Primary Jurnal
NO KOMPONEN ISI
1 Peneliti dan tahun Peneliti :Gaudensius Reginalis Leu, Swito Prastiwi,
penelitian Ronasari Mahaji Putri
TahunPenelitian : 2018
2 Judul Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Penurunan Hipertensi Pada Lansia Di Kelurahan Tlogomas
Malang
3 Latar belakang / Penderita hipertensi di Amerika Serikat diperkirakan
alasan diteliti sekitar 77,9 juta atau 1 dari 3 penduduk pada tahun 2010.
Prevalensi hipetensi pada tahun 2030 diperkirakan
meningkat sebanyak 7,2% dari estimasi tahun 2010. Data
tahun 2007-2010 menunjukkan bahwa sebanyak
81,5%penderita hipertensi menyadari bahwa mereka
menderita hipertensi, 74,9% menerima pengobatan dengan
52,5%pasienyang tekanan darah nya terkontrol (tekanan
darah sistolik<140 mmHg dan diastolik<90mmHg) dan
47,5% pasien yang tekanan darah tidak terkontrol.
Persentase pria yang menderita hipertensi lebih tinggi
dibanding wanita hingga usia 45 tahun dan sejak usia 45-64
tahun persentasenya sama.
Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% pada
tahun2013,tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan
dan/ atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%.Hal ini
menandakan bahwa sebagian besar kasus hipertensi di
masyarakat belum terdiagnosis dan terjangkau pelayanan
kesehatan (Kemenkes RI,2013). Profil data kesehatan
Indonesia tahun 2011 menyebutkan bahwa hipertensi
merupakan salah satu dari 10 penyakit dengan kasus rawat
inap terbanyakdirumah sakit pada tahun 2010,dengan
proporsi kasus 42,38% pria dan 57,62% wanita, serta 4,8%
pasien meninggal dunia (Kemenkes RI, 2012).
Berdasarkan data penyakit terbanyak di seluruh rumah sakit
di propinsi Jawa Timur 2010 terjadi 4,98% kasus hipertensi
esensial dan 1,08%kasus hipertensi sekunder. Menurut STP
(Surveilans Terpadu Penyakit) puskesmas di jawa timur
total penderita hipertensi di jawa timur tahun 2011
sebanyak 285.724 pasien. Jumlah tersebut terhitung mulai
bulan januari hingga September 2011. Dengan jumlah
penderita tertinggi pada bulan Mei 2011 sebanyak 46.626
pasien (Dinkes Jatim, 2011). Berbagai cara dilakukan untuk
menurunkan tekanan darah diantaranya dengan terapi
farmakologis yang menggunakan berbagai macam obat
maupun non farmakologis salah satunya dengan relaksasi
otot progresif (Triyanto, 2014).
Berdasarkan studi pendahuluan di RW 05 dan 06
Kecematan Lowokwaru Kelurahan Tlogomas pada bulan
Februari2016 dari hasil wawancara dengan kader dan 10
orang lansia di RW 05 mengatakan semuanya mengalami
hipertensi dan untuk mengatasi hipertensi mereka
mengkonsumsi obat penurun hipertensi, sedangkan dari
hasil wawancara pada lansia dan 7 orang lansia di RW 06
mengatakan mengalami hipertensi dan untuk menurunkan
hipertensi mereka mengkonsumsi ramuan herbal (Jamu).
4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh
teknik relaksasi terhadap penurunan hipertensi pada lansia
di Kelurahan Tlogomas Malang
5 Tinjauan Pustaka Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang perlu
ditanggani secara serius karena angka prevalensi dan
tingkat keganasan yang tinggi yaitu berupa kecacatan
maupun kematian.
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko terbesar
penyebab morbiditas dan mortalitas pada penyakit
kardiovaskular (Kearney dkk., 2005). Sejak tahun 1999
hingga 2009, angka kematian akibat hipertensi meningkat
sebanyak 17,1% (Go dkk, 2014) dengan angka kematian
akibat komplikasi hipertensi mencapai 9,4 juta per
tahunnya (WHO, 2013).
Penyakit hipertensi dapat mengakibatkan
infarkmiokard,stroke, gagal ginjal,dan kematian jika tidak
dideteksi secara dini dan ditangani dengan tepat (James,
2014).
Relaksasi otot progresif adalah latihan untuk mendapatkan
sensasi rileks dengan menegangkan suatu kelompok otot
dan menghentikan tegangan (Mashudi, 2010).
6 Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan metode experimental.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia di RW 05
sebanyak 50 lansia dan semua lansia di RW 06 sebanyak 40
lansia yang mengalami hipertensi dan teknik sampel yang
digunakan adalah teknik simple random sampling sebanyak
20 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
observasi.
7 Hasil dan Hasil penelitian :
kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan sebelum dilakukannya
relaksasi otot seluruhnya (100%) dikategorikan mengalami
hipertensi dengan tingkat grade 1, dan sesudah
dilakukannya relaksasi otot seluruhnya (100%)
dikategorikan tidak mengalami hipertensi yaitu tekanan
darah normal, hasil analisisi terdapat pengaruh teknik
relaksasi otot progresif terhadap penurunan hipertensi pada
lansia di RW 05 dan RW 06 Tlogomas Malang, yang
dibuktikan dengan nilai Sig. = 0,000 (α ≤ 0,05) dan nilai
thitung7,216 ≥ ttabel 1,812. Diharapkan kepada responden
untuk sering melakukan relaksasi otot untuk menstabilkan
tekanan darah sehingga terhindar dari hipertensi.
Pembahasan :
Berdasarkan Gambar 1, menunjukkan bahwa bahwa pada
kelompok perlakuan, sebelum dilakukannya relaksasi otot
seluruhnya 10 orang (100%) dikategorikan mengalami
hipertensi dengan tingkat grade 1 (sistolik 140-159 mmHg /
distolik 90-99 mmHg). Kemudian sesudah dilakukannya
relaksasi otot seluruhnya 10 orang (100%) dikategorikan
tidak mengalami hipertensi yaitu dengan tekanan darah
tingkat normal (sistolik 130-139 mmHg / distolik 85-89
mmHg).
Sedangkan pada kelompok kontrol (tidak diberikan
perlakuan), sebelum kontrol seluruhnya 10 orang (100%)
dikategorikan mengalami hipertensi dengan tingkat grade 1
(sistolik 140-159 mmHg / distolik 90-99 mmHg), dan
sesudah kontrol seluruhnya 10 orang (100%) dikategorikan
mengalami hipertensi dengan tingkat grade 1 (sistolik 140-
159 mmHg / distolik 90-99 mmHg). Sehingga dapat
dikatakan terdapat penurunan pada kelompok perlakuan
dan tidak terdapat penurunan (tidak ada perubahan) pada
kelompok kontrol.
Uji Hipotesis pada penelitian ini menggunakan bantuan
SPSS 17 dan uji statistik yang digunakan adalah uji paired
T-Test dengan taraf signifikan 5% (α = 0,05%). Tabel 1
menunjukkan bahwa hasil uji paired T-Test pada kelompok
perlakuan relaksasi otot (preetest dan posttest) terdapat
pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap
penurunan hipertensi pada lansia di RW 05 dan RW 06
Tlogomas Malang, yang dibuktikan dengan nilai Sig. =
0,000 (α ≤ 0,05) dan nilai thitung lebih besar dari ttabel
(7,216 ≥ 1,812). Untuk kelompok kontrol (preecontrol dan
postcontrol) tidak ada pengaruh teknik relaksasi otot
progresif terhadap penurunan hipertensi pada lansia di RW
05 dan RW 06 Tlogomas Malang, yang dibuktikan dengan
nilai Sig. = 0,343 (α ≥ 0,05) dan nilai thitung lebih kecil
dari ttabel (1,000 ≤ 1,812). Serta analisis paired T-Test
pada kelompok perlakuan relaksasi otot (posttest) dengan
kelompok kontrol (postcontrol) terdapat pengaruh teknik
relaksasi otot progresif terhadap penurunan hipertensi pada
lansia di RW 05 dan RW 06 Tlogomas Malang, yang
dibuktikan dengan nilai Sig. = 0,000 (α ≤ 0,05) dan nilai
thitung lebih besar dari ttabel (10,585 ≥ 1,812).
Tekanan Darah Sebelum Relaksasi Otot
Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa sebelum
dilakukannya relaksasi otot seluruhnya 20 orang (100%)
dikategorikan mengalami hipertensi dengan tingkat grade 1
(sistolik 140-159 mmHg / distolik 90-99 mmHg), karena
pada kelompok perlakuan mengalami hipertensi dengan
grade 1 dikondisikan oleh penliti bahwa kondisi awal harus
sama, dengan asumsi tidak ada perbedaan tekanan darah
sebelum relaksasi otot. Peneliti menggunakan sampel
penderita grade 1 karena dimungkinkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
responden berusia antara 60 – 74 tahun (lansia) yaitu
sebanyak 16 orang (80%). Hal ini sesuai denganteori Potter
dan Perry (2005) bahwa usia seseorang menunjukkan tanda
kemauan dan kemampuan, ataupun aktivitas fisik karena
semakin bertambahnya usia seseorang, maka semakin
banyak transisi yang akan dihadapi, salah satunya
perubahan kesehatan dan kemampuan fungssional. Hal ini
dapat mengakibatkan timbulnya gangguan di dalam hal
mencukupi kebutuhan hidupnya, sehingga dpat
meningkatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan
orang lain (Tamher & Noorkasiani, 2009). Dengan
demikian peneliti berpendapat bahwa semakin
bertambahnya usia seseorang berdampak pada penurunan
fungsional anggota tubuh, sehingga dapat mempengaruhi
tingkat aktivitas fisik lansia.
Saran :
Saran tidak disampaikan
2. Secondary Jurnal
NO KOMPONEN ISI
1 Peneliti dan tahun Peneliti :Sri Mulyati Rahayu, Nur Intan Hayati, Sandra
penelitian Lantika Asih
TahunPenelitian : 2020
2 Judul Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Tekanan Darah Lansia Dengan Hipertensi
3 Latar belakang / alas Menurut Riskesdas tahun 2018 penyakit tertinggi yang
an diteliti diderita lansia usia 55-64 tahun adalah hipertensi dengan
prevalensi 55,2%.Hipertensi juga merupakan penyakit
tertinggi yang terjadi pada usia 55-64 tahun di Jawa Barat
(21, 26%)(Kemenkes RI, 2018).Prevalensi hipertensi di
kabupaten Bandung menduduki peringkat ke-3 (11,54)
setelah kota Sukabumi (12, 53%) dan Kota Bandung (11,
71) (Kemenkes, 2019).
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan pada
5 April 2018 kejadian hipertensi tertinggi terdapat di
Puskesmas Bojong Soang dengan adanya peningkatan
kasus hipertensi pada bulan Januari terdapat 444 kunjungan
hipertensi dan meningkat menjadi 1117 kasus kunjungan
pada bulan Maret 2018. Puskesmas mengadakan kegiatan
prolanis yang dilakukan secara rutin setiap 2 kali dalam
sebulan untuk mengatasi hipertensi. Hasil wawancara pada
lansia untuk mengatasi darah tinggi di rumah mereka cukup
meminum obat yang didapat saat mengikuti prolanis. Para
lansia dan perawat juga mengatakan tidak tahu apa itu
relaksasi otot progresif dan belum pernah melakukan.
4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh Teknik
Relaksasi Otot Progresif terhadap Tekanan Darah Pada
Lansia Hipertensi
5 Tinjauan Pustaka Hipertensi adalah tekanan darah lebih dari 140 mmHg
untuk sistolik dan lebih dari 90 mmHg untuk diastolik
(Corwin, 2009), (Ayunani & Alie, n.d.). Faktor risiko yang
menyebabkan hipertensi seperti : usia misalnya 50-60
tahun, riwayat keluarga, gaya hidup yang kurang sehat
(merokok, banyak makan makanan mengandung lemak,
kurang beraktivitas), jenis kelamin, stress (Black dan
Hawk, 2014) dan (H, Aris, & M, 2019). Hipertensi jika
tidak ditangani dapat menyebabkan stroke, infark miokard,
gagal ginjal dan ensefalopati (kerusakan otak).
Pembahasan :
Hasil penelitian menunjukkan sebelum dilakukan relaksasi
otot progresif sebagian besar (63,6 %) atau 14 lansia
memiliki tekanan darah di rentang nilai 140/90-159/99
mmHg, dengan nilai rata-rata 149/89 mmHg. Salah satu
faktor yang dapat menyebabkan hipertensi adalah usia hal
ini sesuai dengan hasil penelitian yang seluruh
respondennya pada penelitian ini merupakan lansia. Pada
sistem kardiovaskuler lansia katup jantung menebal dan
menjadi kaku, elastisitas dinding aorta menurun, tekanan
darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer
yang meningkat (Nugroho, 2008)(Sumardino, 2016) dan
(Rosidin, Sumarni, & Suhendar, 2019)
Hasil penelitian sesudah dilakukan relaksasi otot progresif
hampir setengahnya (40,9%) atau sebanyak 12 lansia
memiliki tekanan darah di rentang nilai140/90-159/99
mmHg, dengan nilai rata-rata 137/79 mmHg. Dalam hasil
penelitian menunjukkan terjadi penurunan nilai rata-rata
yang sebelumnya 149/89 mmHg menjadi 137/79 mmHg
atau terjadi penurunana sebanyak 21,8 mmHg, selain itu
setelah dilakukan relaksasi otot progresif tidak ada lansia
yang berada dalam rentang nilai tekanan darah ≥160/100
mmHg yang termasuk kedalam hipertensi stadium 2.
Hasil uji dengan test Wilcoxon, nilai rata-rata tekanan
darah sebelum dan sesudah dilakukan relaksasi otot
progresif menunjukkan nilai p-value 0,000 < α (0,05) maka
dapat disumpulkan bahwa berarti Ho ditolak dan Ha
diterima yang artinya ada pengaruh teknik relaksasi otot
progresif terhadap nilai tekanan darah pada lansia penderita
hipertensi.
Selain itu setelah melakukan relaksasi otot progresif para
lansia merasakan perasaan bahagia dan merasa tubuhnya
kembali bugar, perasaan bahagia yang didapat tentunya
juga akan merangsang zat-zat seperti serotonin (sebagai
vasodilator pembuluh darah) dan hormon endorphin yang
bisa memperbaiki tekanan darah lebih lancar dan
berkontribusi pada penurunan tekanan darah (Azizah, 2011)
dan (Rosidin et al., 2019).
Dengan adanya hasil penelitian yang menunjukkan terdapat
pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap tekanan
darah pada lansia penderita hipertensi di Puskesmas Bojong
Soang Kabupaten Bandung, maka penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai salah satu intervensi yang dapat
dilaksanakan dalam penatalaksanaan penderita hipertensi
secara non farmakologi. Oleh karena itu rekomendasi intuk
puskesmas adalah latihan relaksasi otot progresif bisa
dijadikan salah satu materi dalam pemberian pendidikan
kesehatan oleh petugas puskesmas dalam penanganan
hipertensi non-farmakologi.
8 Kesimpulan dan Kesimpulan :
Saran Terima Kasih Kami ucapkan Kepada Dekan Fakultas
Keperawatan Universitas Bhakti Kencana yang telah
memberikan ijin dan kesempatan kepada kami untuk
melakukanpenelitian ini, tidak lupa kami ucapkan terima
kasih kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu
kami dalam penyusunan penelitian.
Terdapat pengaruh teknik relaksasi otot progresif terhadap
tekanan darah pada lansia penderita hipertensi di
Puskesmas Bojong Soang Kabupaten Bandung, sehingga
latihan relaksasi otot progresif bisa dijadikan salah satu
materi dalam pemberian pendidikan kesehatan oleh petugas
puskesmas dalam penanganan hipertensi non-farmakologi.
Saran :
Oleh karena itu rekomendasi intuk puskesmas adalah
latihan relaksasi otot progresif bisa dijadikan salah satu
materi dalam pemberian pendidikan kesehatan oleh petugas
puskesmas dalam penanganan hipertensi non-farmakologi.
C. PEMBAHASAN
Hasil Riset Keseharan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukan bahwa
telah terjadi pergeseran penyebab kematian dari penyakit menular ke penyakit
tidak menular. Penyakit tidak menular menjadi penyebab kematian terbesar
dengan 59,5 % kematian dan penyakit menular berada diurutan selanjutnya dengan
28,1 % kematian. Salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah
kesehatan dominan di negara – negara maju dan berkembang adalah penyakit
hipertensi. Hipertensi berkaitan dengan penurunan usia harapan hidup penderita,
peningkatan penyakit jantung dan risiko terjadinya stroke.
Salah satu pengobatan hipertensi yang dapat dilakukan yaitu dengan
cara terapi komplementer. Salah satu bentuk terapi komplementer adalah terapi
relaksasi otot progresif. Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot
dalam yang tidak memerlukan imajinasi, kekuatan atau sugesti. Teknik relaksasi itit
progresif memusatkan perhatain pada suatu aktivitas otot dengan mengidentifikasi
otot yang tegang kemudian menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik
relaksasi untuk mendapatkan perasaan rileks.
Terapi relaksasi otot progresif bermanfaat untuk menurnkan resistensi perifer
dan menaikan elastisitas pembuluh darah. Otot-otot dan peredaran darah
akan lebih sempurna dalam mengabil dan mengedarkan oksigen serta relaksasi
otot progresif dapat bersifat vasodilator yang efeknya memperlebar pembuluh
darah dan dapat menurunkan tekanan darah secara langsung.
Relaksasi otot progresif ini menjadi metode relaksasi yang tidak
memerlukan imajinasi, tidak ada efek samping, mudah dilakukan, membuat
tubuh dan pikiran terasa tenang dan rileks. Latihan ini dapat membantu
mengurangi ketegangan otot, stress, menurunkan tekanan darah, meningkatkan
toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan imunitas, sehingga status
fungsional, dan kualitas hidup meningkat. Terapi relaksasi otot progresif mempunyai
tujuan untuk mencapai keadaan rileks menyeluruh, mencakup keadaan rileks
secara fisiologiskeadaan rileks yang diberikan akan merangsang hipotalamus
dengan mengeluarkan pituitary untuk merilekskan pikiran. Keadaan rileks
ditandai dengan penurunan kadar epinefrin dan nonepinefrin dalam darah,
penurunan frekuensi denyut jantung (sampai mencapai24 kali per menit),
penurunan frekuensi nafas (sampai 4-6 kali per menit), penurunan ketegangan otot,
metabolism menurun, vasodilatasi dan peningkatan temperature pada ekstremitas.
Relaksasi dilakukan secara bertahap dan dipraktekan dengan berbaring atau
duduk di kursi dengan kepala ditopang dengan bantal.Setiap kelompok otot
ditegangkan selama 5-7 detik dan direlaksasikan selama 10-20 detik.Prosedur ini
diulang paling tidak satu kali. Petunjuk relaksasi progresif dibagi dalam dua
bagian, yaitu bagian pertama dengan mengulang kembali pada saat praktek
sehingga lebih mengenali otot tubuh yang paling sering tegang, dan bagian
kedua dengan prosedur singkat untuk merilekskan beberapa otot secara stimulan
sehingga relaksasi otot dapat dicapai dalam waktu singkat. Waktu yang
diperlukan untuk melakukan relaksasi otot progresif sehingga dapat
menimbulkan efek yang maksimal adalah selama satu sampai dua minggu dan
dilaksanakan selama satu sampai dua kali 15 menit per hari.
Relaksasi otot progresif adalah latihan untuk mendapatkan sensasi rileks
dengan menegangkan suatu kelompok otot dan menghentikan tegangan. Relaksasi
otot progresif suatu gerakan yang diberikan pada lansia dengan menegangkan dan
melemaskan otot-otot dari kelompok otot wajah hingga kaki, selama 20 menit
dilakukan seminggu 3 kali pagi dan sore hari dalam waktu 2 minggu secara berturut-
turut.