Askep Thypoid
Askep Thypoid
Askep Thypoid
Definisi
Demam Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
Salmonella thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella.
(Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
Salmonella thypi ( Arief Maeyer, 1999 ). Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus
halus yang disebabkan oleh kuman Salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C.
sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, (Syaifullah
Noer, 1996 ). Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (Seoparman,
1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik
yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi
secara fekal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer
Orief.M. 1999). Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut,
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type
A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fekal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi.
B. Etiologi
Ashkenazi et al. (2002) menyebutkan bahwa demam tifoid disebabkan oleh jenis
Salmonella tertentu yaitu Salmonella typhi, Salmonella paratyphi A, dan Salmonella
paratyphi B dan kadang-kadang jenis salmonella yang lain. Demam yang disebabkan
oleh Salmonella typhi cendrung untuk menjadi lebih berat daripada bentuk infeksi
Salmonella yang lain.
Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak
membentuk spora, dan tidak berkapsul. Sebagian besar strain meragikan glukosa,
manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa
dan sukrosa. Organisme Salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh secara
anaerob fakultatif. Sebagian besar spesies resisten terhadap agen fisik namun dapat
dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4º C selama 1 jam atau 60 º C selama 15 menit.
Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama
beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah,
bahan makanan kering dan bahan tinja. Salmonella memiliki antigen somatik O dan
antigen flagella H. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil
terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein yang bersifat termolabil, dan
Antigen K (selaput).
C. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan
kuman salmonella Thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang
yang sehat.
Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci
tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella Thypi masuk ke tubuh orang
yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman
akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian
distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang
biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan
menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung
empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan oleh
endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan bahwa
endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia
berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus
halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan endotoksinnya merangsang
sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
Masuknya kuman Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui
makanan yang terkontaminasi kuman. Penularan kuman ini dapat melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi, feces, lalat yang membawa kuman tersebut, dan
muntahan dari penderita Typhoid. Sebagian kuman dimusnahkan di lambung, sebagian
lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembang biak (Soegijanto, 2002).
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya
dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kuman tersebut mengeluarkan endotoksin yang
selanjutnya kuman masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteriemia pertama
yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama
hati dan limpa yang selanjutnya akan dilakukan fagositosis. Pada proses fagosit ini,
kuman yang dapat difagosit akan mati, sedangkan yang tidak difagosit akan tetap hidup
dan menyebabkan bakteriemia kedua.
Kuman yang masuk ke aliran darah akan menyebabkan roseola pada kulit dan lidah
hiperemia. Selanjutnya kuman masuk ke dalam usus halus dan menyebabkan
peradangan sehingga menimbulkan nausea dan vomitus serta adanya anoreksia masalah
tersebut akan menyebabkan intake klien yang tidak adekuat dan kebutuhan nutrisi yang
kurang dari tubuh yang bisa menyebabkan diare sehingga diperlukan bedrest untuk
mencegah kondisi klien akan menjadi bertambah buruk. Selanjutnya kuman masuk ke
dalam hepar yang selanjutnya mengeluarkan endotoksin yang akan merusak hepar
sehingga terjadi hepatomegali dan juga mengakibatkan splenomegali yang disertai
dengan meningkatnya SGOT/SGPT. Selain itu, kuman dapat menyebar ke hipotalamus
yang menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan hipertermi
sehingga klien akan mengalami malaise dan akhirnya mengganggu aktivitasnya
(Muttaqin, 2011).
D. Pathway
E. Manifestasi Klinis
Keluhan dan gejala demam tifoid pada anak tidak khas, dan bervariasi dari gejala
seperti flu ringan sampai tampilan sakit berat dan fatal yang mengenai banyak sistem
organ. Secara klinis gambaran penyakit demam tifoid berupa demam berkepanjangan,
gangguan fungsi usus, dan keluhan susunan saraf pusat (Darmowandowo, 2006).
Gejala-gejala tersebut meliputi:
a) Panas lebih dari 7 hari, biasanya mulai dengan sumer yang makin hari makin
meninggi, sehingga pada minggu ke 2 panas tinggi terus menerus terutama pada
malam hari.
b) Gejala gastrointestinal dapat berupa diare, mual, muntah, dan kembung,
hepatomegali, splenomegali dan lidah kotor tepi hiperemi.
c) Gejala saraf sentral berupa delirium, apatis, sopor, bahkan sampai koma.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid
dibagi dalam empat kelompok, yaitu:
1) Pemeriksaan darah tepi
Penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit normal, bisa
menurun atau meningkat, mungkin didapatkan trombositopenia dan hitung jenis
biasanya normal atau sedikit bergeser ke kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan
limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan
mendapatkan bahwa hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak
mempunyai nilai sensitivitas, spesifisitas dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk
dipakai dalam membedakan antara penderita demam tifoid atau bukan, akan tetapi
adanya leukopenia dan limfositosis relatif menjadi dugaan kuat diagnosis demam
tifoid (Hoffman, 2002).
Penelitian oleh Darmowandowo (1998) di RSU Dr.Soetomo Surabaya mendapatkan
hasil pemeriksaan darah penderita demam tifoid berupa anemia (31%), leukositosis
(12.5%) dan leukosit normal (65.9%) (Darmowandowo, 1998).
2) Pemeriksaan bakteriologis dengan isolasi dan biakan kuman
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri salmonella
Typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum.
Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan
dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium
berikutnya di dalam urin dan feses (Hardi, et.al, 2002).
Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif
tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan beberapa hal
seperti telah mendapat terapi antibiotik, volume darah yang kurang, riwayat
vaksinasi dan saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin
semakin meningkat (Sudoyo et al, 2007).
3) Uji serologis
Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam tifoid
dengan mendeteksi antibodi spesifik terhadap komponen antigen s.Typhi maupun
mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang diperlukan untuk uji serologis
ini adalah 1-3 ml yang diinokulasikan ke dalam tabung tanpa antikoagulan.
Beberapa uji serologis yang dapat digunakan pada demam tifoid ini meliputi ujia
widal, tes tubex, dan ELISA.
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin).
Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat dalam serum klien
dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah divaksinasikan. Antigen yang
digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan
diolah di laboratorium.
Tujuan dari uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum
klien yang disangka menderita typhoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien
membuat antibodi atau aglutinin yaitu:
a) Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari tubuh
kuman).
b) Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari flagel
kuman).
c) Aglutinin K, yang dibuat karena rangsangan antigen K (berasal dari selaput
kuman).
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang ditentukan titernya
untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin besar klien menderita typhoid.
4) Pemeriksaan kuman secara molekuler.
Metode lain untuk identifikasi bakteri s.Typhi yang akurat adalah mendeteksi DNA
(asam nukleat) gen flagellin bakteri s.Typhi dalam darah dengan teknik hibridisasi
asam nukleat atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain reaction (PCR)
melalui identifikasi antigen K yang spesifik untuk s.Typhi.
G. Penatalaksanaan
Pengobatan memakai prinsip trilogy penatalaksanaan demam tifoid, yaitu:
a. Pemberian antibiotic
Terapi ini dimasudkan untuk membunuh kuman penyebab demam tifoid. Obat yang
sering dipergunakan adalah:
1. Kloramfenikol 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali selama 14 hari.
2. Amoksilin 100 mg/kg berat badan/hari/4 kali.
3. Kotrimoksazol 480 mf, 2 x 2 tablet selama 14 hari.
4. Sefalosporin generasi II dan III (ciprofloxacin 2 x 500 mg selama 6 hari:
ofloxacin 600 mg/hari selama 7 hari: ceftriaxone 4 gram/hari selama 3 hari).
b. Istirahat dan perawatan
Langkah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya komplikasi. Penderita
sebaiknya beristirahat total ditempat tidur selam 1 minggu setelah bebas dari
demam. Mobilisasi dilakukan secra bertahap, sesuai dengan keadaan penderita.
Mengingat mekanisme penularan penyakit ini, kebersihan perorangan perlu dijaga
karena ketidakberdayaan pasien untuk buang air besar dan air kecil.
c. Terapi penunjang secara simptomatis dan suportif serta diet
Agar tidak memperberat kerja usus, pada tahap awal mpenderita diberi makanan
berupa bubur saring. Selanjutnya penderita dapat diberi makanan yang lebih padat
dan akhirnya nasi biasa, sesuai dengan kemampuan dan kondisinya. Pemberian
kadar gizi dan mineral perlu dipertimbangkan agar dapat menunjang kesembuhan
penderita.
A. Pengkajian Keperawatan
1. Identitas
Beberapa komponen yang ada pada identitas meliputi nama, jenis kelamin, umur,
alamat, suku bangsa, agama, No.registrasi, pendidikan, pekerjaan, tinggi badan,
berat badan, tanggal dan jam masuk Rumah Sakit.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien typhoid biasanya mengeluh adanya
demam.
3. Riwayat penyakit sekarang
Umumnya yang dirasakan pada klien dengan typhoid adalah demam, perut terasa
mual, adanya anorexia, diare atau konstipasi,dan bahkan menurunnya kesadaran.
4. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien sebelumnya pernah mengalami typhoid atau penyakit
menular yang lain.
5. Riwayat penyakit keluarga
Ditanyakan apakah keluarga pernah menderita penyakit yang sama atau penyakit
yang lainnya.
6. Pola-Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Adanya tindakan penatalaksanaan kesehatan di RS akan menimbulkan
perubahan terhadap pemeliharaan kesehatan.
b) Pola nutrisi dan metabolic
Adanya nausea dan vomitus serta anorexia akan mempengaruhi status gizi.
Pengukuran TB dan BB jika memungkinkan akan memperlihatkan adanya
penurunan atau peningkatan status gizi klien.
c) Pola aktivitas dan latihan Aktivitas
Klien akan terganggu akibat adanya malaise serta keterbatasan latihan yang
mewajibkan klien untuk bed rest.
d) Pola istirahat dan tidur
Frekuensi dan kebiasaan tidur klien akan terganggu karena adanya proses
peningkatan suhu tubuh.
e) Pola eliminasi Klien
Dengan typhoid mengalami masalah pada pola eliminasi karena kurangnya
intake asupan nutrisi dan kondisi yang mewajibkan untuk bedrest, maka klien
akan beresiko besar untuk terkena konstipasi.
f) Pola hubungan
Akibat dari proses infeksi tersebut secara langsung akan mempengaruhi
hubungan baik intrapersonal maupun interpersonal.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Akan terjadi perubahan jika klien tidak memahami cara yang efektif untuk
mengatasi masalah kesehatannya dan konsep diri.
h) Pola mekanisme koping
Masalah timbul jika klien tidak efektif dalam mengatasi masalah kesehatannya.
i) Pola nilai dan kepercayaan.
Adanya kecemasan dalam sisi spiritual akan menyebabkan masalah yang baru
yang ditimbulkan akibat dari ketakutan akan kematian dan akan mengganggu
kebiasaan ibadahnya.
7. Pemeriksaan fisik
a) B1 (Breathing)
Biasanya tidak ada masalah, tetapi pada kasus berat bisa didapatkan komplikasi
yaitu adanya pneumonia.
b) B2 (Blood)
TD menurun, diaforesis terjadi pada minggu pertama, kulit pucat, akral dingin,
penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi, kadang terjadi anemia,
leukopeni pada minggu awal, nyeri dada, dan kelemahan fisik.
c) B3 (Brain)
Pada klien dengan typhoid biasanya terjadi delirium dan diikuti penurunan
kesadaran dari composmentis keapatis,somnolen hingga koma pada
pemeriksaan GCS.
d) B4 (Bladder) Pada kondisi berat akan terjadi penurunan output respon dari
curah jantung.
e) B5 (Bowel)
Inspeksi: lidah kotor, terdapat selaput putih, lidah hiperemis, stomatitis,
muntah,kembung, adanya distensi abdomen dan nyeri abdomen, diare atau
konstipasi.
Auskultasi: penurunan bising usus kurang dari 5x/menit pada minggu
pertama dan selanjutnya meningkat akibat adanya diare.
Perkusi: didapatkan suara tympani abdomen akibat adanya kembung.
Palpasi: adanya hepatomegali, splenomegali, mengidentifikasi adanya
infeksi pada minggu kedua. Adanya nyeri tekan pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise. Kelemahan umum.
Integumen : timbulnya roseola (emboli dari kuman dimana didalamnya
mengandung kuman Salmonella Ttyphosa , yang timbul diperut, dada, dan
bagian bokong), turgor kulit menurun, kulit kering (Muttaqin, 2011).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi salmonella typhosa.
2. Resiko/aktual: Defisit volume cairan berhubungan dengan intake dan output yang
tidak seimbang.
3. Resiko/aktual: ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat akibat mual,muntah dan anoreksia.
4. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi pada usus halus.
5. Gangguan pola eliminasi: diare berhubungan dengan proses peradangan pada usus
halus.
6. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan proses peradangan pada
usus halus.
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
C. Intervensi dan Rasional
Tinjauan Kasus
PENGKAJIAN
A. IDENTITAS
1. Identitas Klien
Nama : Tn. A
Umur : 36 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Petani
Alamat : Dok XI
2. Identitas Penanggung
Nama : Ny. M
Umur : 26 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Pekerjaan : IRT
Hubungan dengan klien : Istri Klien
Alamat : Dok XI
B. KELUHAN UTAMA :
1. Keluhan utama saat MRS
Demam
2. Keluhan Utama saat pengkajian
b. Metabolisme
Keterangan Sebelum Sakit Saat Sakit
Frekwensi 3x sehari 3x sehari
Jenis Air putih Air putih
Porsi 6-8 gelas/hari 5-6 gelas/hari
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Penggunaan Alat Bantu Tidak ada Tidak ada
3. Pola eliminasi
a. BAB
Keterangan Sebelum Sakit Saat Sakit
Frekwensi 2x sehari 1x sehari
Konsistensi Lunak encer
Warna Kuning Kuning
Bau Khas Khas
Keluhan Tidak ada Tidak ada
Penggunaan Alat Bantu Tidak ada Tidak ada
b. BAK
Keterangan Sebelum Sakit Saat Sakit
Frekwensi 5-6x sehari 4-5x sehari
Jumlah ± 800 ml ± 800 ml
Warna Kuning Kuning
Bau Amoniak Amoniak
Masalah Yang Dirasakan Tidak ada Tidak ada
Total Produksi Urine 900-1200 cc ˃ 900 cc
Penggunaan Alat Bantu Tidak ada Tidak ada
4. Pola aktivitas
Keterangan Sebelum Sakit Saat Sakit
Mobilitas Rutin Mandiri Mandiri
Waktu Senggang Santai kumpul dengan Terbaring ditempat tidur
keluarga
Mandi Mandiri Dibantu keluarga
Berpakaian Mandiri Dibantu keluarga
Berhias Mandiri Dibantu keluarga
Toileting Mandiri Dibantu keluarga
Makan Minum Mandiri Dibantu keluarga
Tingkat Ketergantungan Tidak ada Tidak ada
Penggunaan Alat Bantu Tidak ada Tidak ada
5. Pola istirahat-tidur
Keterangan Sebelum Sakit Saat Sakit
Jumlah Jam Tidur Siang ±1-2 jam Tidak menentu
Jumlah Jam Tidur Malam ± 6-7 jam Tidak menentu
Pengantar Tidur Berdoa Berdoa
Gangguan Tidur Tidak ada
Perasaan Waktu Bangun Nyaman Kurang semangat
H. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status kesehatan umum
Keadaan/penampilan umum:
Kesadaran : Composmentis GCS : 15
BB sebelum sakit : 55 kg TB : 155cm
BB saat ini : 55 kg
BB ideal : 46kg BB= TB-100-15%
= 155-100 (15%)
= 46kg
Status gizi :
Status Hidrasi :
Tanda-tanda vital :
TD : 140/80 mmHg Suhu : 38oC
N : 84 x/mnt RR : 24 x/mnt
2. Kepala
I : Bentuk kepala simetris, warna rambut hitam, kulit kepala bersih tidak
ada ketombe.
P : tidak ada pembengkakan pada kepala, tidak ada nyeri tekan pada kepala.
3. Mata
a. Inpeksi
1) Konjungtiva : tidak anemis
2) Sclera : normal, berwarnah putih tidak ada
kekuningan (ikterik)
3) Pupil : normal
4) Delapan Arah : normal mengikuti jari perawat ke-8
arah pada jarak 15-30cm
5) Lapang Pandang : ketajaman penglihatan normal.
OD : 6/6
OS : 6/6
b. Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada bola
mata.
4. Telinga
a. Inspeksi : bentuk simetris, tidak terdapat
serumen, peradangan, perdarahan.
b. Palpasi : tidak terdapat adanya nyeri tekan.
c. Webber : pasien mampu mersakan hantaran
atau konduksi getaran dimana
bagian kepala secara lateralisasi.
d. Rinne : pasien mampu mendengarkan
dengan normal.
e. Swaba : pasien mampu mendengar sama
dengan pendengaran pemeriksa.
5. Hidung
a. Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada
pembengkakan.
b. Palpasi sinus : tidak terdapat nyeri tekan.
c. Potensi Hidung : fungsi pernafasan normal (tidak
ada sumbatan )
6. Mulut
Inspeksi : bentuk bibir simetris, tidak
terdapat kelainan, bibir tampak
kehitaman, mukosa bibi tampak
kering.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan
pembengkakan.
7. Leher
Inspeksi : bentuk normal, warna coklat, tidak terdapat pembengkakan,tidak
terdapat peradangan.
Palpasi :tidak ada nyeri tekan, kelenjar tiroid terasa
8. Thoraks (dada)
a. Paru
I : bentuk dada normal,, ekspansi pernafasan normal.
A : bunyi suara nafas sekuler, tidak terdengar bunyi whezzing.
P : tidak terdapat nyeri tekan pada dada
P : bunyi paru sonor
b. Jantung
I : bentuk dada normal
A : BJ I katub mitral (LUB) linea klavikularis ICS 5
Katub trikuspidalis (LUB) media klavikularis ICS 4
BJ II Katub Aorta (DUB) para sternalis dextra ICS 2
Katub pulmonalis (DUB) para sternalis sinistra ICS 2
P : denyut jantung apeks teraba
P : bunyi perksusi jantung redup
9. Abdomen
I : bentuk simetris, abdomen terlihat bersih tidak terdapat luka
A : bising usus 15x/menit (normal : 8-12x/menit)
P : tidak ada nyeri tekan pada hepar (hati)
tidak ada nyeri tekan pada lien (limpa)
tidak ada nyeri tekan pada ginjal
tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih (distensi urin)
P : abdomen kembung
10. Ekstremitas
Ekstremitas atas : Dapat digerakkan dengan baik dan ekstremitas atas
dekstra terpasang infuse.
Ekstremitas bawah : keduanya dapat digerakkan dengan baik tapi keadaan
klien yang lemah terpaksa klien istirahat total ditempat
tidur
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
2. Radiologi
J. TERAPI
1. Lain-lain
KLASIFIKASI DATA
Tujuan : Setelah dilakukan 1. Kaji pola tidur klien. 1. Mengetahui kebiasaan tidur
2.
tindakan keperawatan selama 2. Berikan bantal yang klien, mengetahui gangguan
3x24 jam, pola tidur efektif. nyaman. yang dialami, memudahkan
Gangguan pola tidur berhubungan Kriteria hasil : Melaporkan 3. Berikan lingkungan yang intervensi selanjutnya.
dengan demam. tidur nyenya, Klien tidur 8-10 nyaman, batasi pengunjung 2. Meningkatkan kenyamanan
jam semalam, Klien tampak 4. Anjurkan untuk melakukan pemenuhan istirahat tidur.
DS: segar. teknik relaksasi nafas 3. Mengurangi stimulus yang
Klien mengatakan keluhan dalam/masase punggung dapat mengganggu istirahat
bertambah jika melakukan sebelum tidur. tidur
aktivitas dan demamnya 4. Meningkatkan relaksasi
berkurang jika dikompres menstimulasi istirahat tidur
dan beristirahat. yang nyaman.
DO:
Klien tampak lemah
Aktivitas klien terganggu
dan hanya dibantu oleh
keluarganya
3. Pemenuhan nutrisi kurang dari Tujuan : Setelah dilakukan 1. Kaji kemampuan makan 1. Untuk mengetahui
kebutuhan berhubungan dengan tindakan keperawatan selama klien. perubahan nutrisi klien dan
anorexia 3x24 jam kekurangan nutrisi 2. Berikan makanan dalam sebagai indikator intervensi
tidak terjadi porsi kecil tapi sering. selanjutnya.
DS: Kriteria hasil : Nafsu makan 3. Beri nutrisi dengan diet 2. Memenuhi kebutuhan nutrisi
Klien mengatakan kurang meningkat, Tidak ada keluhan lunak, tinggi kalori tinggi dengan meminimalkan rasa
nafsu makan anoreksia, nausea, Porsi makan protein. mual dan muntah.
Klien mengatakan dia mual dihabiskan. 4. Anjurkan kepada orang tua 3. Memenuhi kebutuhan nutrisi
dan muntah klien/keluarga untuk adekuat.
DO: memberikan makanan yang 4. Menambah selera makan dan
Porsi makanan tidak disukai. dapat menambah asupan
dihabiskan 5. Anjurkan kepada orang tua nutrisi yang dibutuhkan
putih. RS.
4. Mengkolaborasi Klien
08.00 pemberian mengatakan
16 Maret 2013 S:
1. Mengobservasi
Klien
06.00 tanda-tanda vital.
mengatakan
2. Memberi kompres badannya tidak
pada daerah dahi. teraba panas.
07.15 O:
Suhu: 370C.
A:
Masalah teratasi
P:
Pertahankan
intervensi
1. Observasi tanda-
tanda vital.
2. Beri kompres
pada daerah dahi.
3. Anjurkan untuk
banyak minum air
putih.
4. Kolaborasi
pemberian
antiviretik,
antibiotic.
punggung sebelum A:
nyaman, batasi O:
3 Pemenuhan nutrisi S:
17 Maret 2013 1. Mengkaji
kurang dari kebutuhan Klien mengatakan
08.15 behubungan dengan kemampuan makan
anorexia nafsu makan sudah
klien. membaik.
2. Memberikan O:
09.00 makanan dalam
Porsi makanan
porsi kecil tapi
sudah dihabiskan.
sering.
Klien Nampak
3. Memberi nutrisi
tidak mual lagi.
12.15 dengan diet lunak,
Aukultasi : bising
tinggi kalori tinggi
usus 10x/menit
protein.
(normal).
4. Menganjurkan
Nurodex 2x1.
13.00 kepada orang tua
Dexamethason 1
klien/keluarga
amp / 8 jam.
untuk memberikan
Megazing 1x1
makanan yang A:
Ahern, Nancy R. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: ECG Angriani,
Rida. 2011. Dasar-Dasar Anatomi & Fisiologi. Jakarta: Salemba Medika Dunbar, Mandal
Wilkins, dkk. 2006. Lecture Note : Penyakit Infeksi Edisi 6. Jakarta: Erlangga
Ever,B.Mark,dkk.2010. Edisi 17 Buku Saku bedah SABISTON. Jakarta: EGC Mansjoer, Arif,
dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3, jilid I. Media Aesculapius : Jakarta. 1999.
Soedarto.2001.Penyakit-Penyakit Infeksi Di Indonesia. Jakarta: Widya Medika
Prince and Willson.2005.Patofisiologi Vol. 2.Penerbit Buku Kedokteran ECG:Jakarta
Nanda, 2011, Diagnosis Keperawatan, Jakarta : EGC