1 PB
1 PB
Haposan Siallagan*
Abstract Abstrak
Albeit the absence of standing for ultra Walaupun tidak ada payung hukum untuk
petita verdicts, our Constitutional Court menaungi pengeluaran putusan ultra petita,
has in several rulings issued such verdict. beberapa kali Mahkamah Konstitusi memu-
Consequently, citizens’ constitutional rights tus secara ultra petita. Sebagai akibatnya,
that initially should be protected by the Court hak-hak konstitusional warganegara yang
are being deprived of instead. Therefore, seyogyanya dilindungi oleh Mahkamah
the Court shall stop producing ultra petita malah dilanggar. Dengan demikian, sudah
verdicts until it acquires decent standing. selayaknya Mahkamah tidak lagi menge-
luarkan putusan ultra petita selama dasar
hukumnya belum ada.
*
Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas HKBP Nommensen Medan (e-mail: h.siallagan@
yahoo.com).
72 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 1, Februari 2010, Halaman 1 - 200
1
Janpatar Simamora, “Menyempurnakan Sistem Ketatanegaraan Melalui Amandemen UUD 1945”, Harian
Analisa, 5 Maret 2007.
2
Wongbanyumas, “Ultra Petita Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia” http://fatahilla.blogspot.
com/2008/06/ultra-petita-mahkamah-konstitusi.html, diakses pada 26 November 2009.
Siallagan, Masalah Putusan Ultra Petita 73
Peranan Mahkamah Konstitusi sendiri untuk membuat putusan yang sifatnya ultra
sangat penting, mengingat Mahkamah petita sangatlah tidak mendapat ruang yang
Konstitusi telah menyatakan dirinya cukup. Oleh karenanya, maka sesungguhnya
sebagai penjaga konstitusi melalui proses MK tidaklah berwenang untuk membuat
constitutional review pada Pasal 50 UU putusan di luar dari apa yang dimintakan
Mahkamah Konstitusi. Pernyataan ini oleh pemohon.
tentunya membawa angin baru, karena Inilah yang kemudian menjadi pro
berdasarkan UU MK, proses constitutional blem menyangkut kehadiran Mahkamah
review hanya dapat dilakukan setelah Konstitusi dalam ruang ketatanegaraan kita.
adanya Perubahan III UUD 1945. Berbagai MK seolah menjadi lembaga yang superbody
putusan MK telah memengaruhi norma dan karena kewenangannya yang tunggal untuk
sistem hukum di Indonesia. Meski tidak menerjemahkan konstitusi.
secara tegas memiliki kewenangan legislasi, Kalau kemudian ternyata Mahkamah
akan tetapi sesungguhnya MK memiliki Konstitusi terus berkecimpung dalam
kewenangan legislasi, terbukti dengan putusan ultra petita, maka dikhawatirkan
munculnya berbagai norma hukum baru di bahwa perlindungan terhadap hak-hak
Indonesia dari berbagai putusan MK melalui konstitusional warganegara akan semakin
penafsiran MK terhadap konstitusi. tercederai, bukan malah mendapat per
Selain itu, MK juga sedang dalam lindungan yang memadai. Dengan sejumlah
perjalanan sebagai penafsir tunggal kewenangan yang dimiliki, MK telah
konstitusi. Hal ini terjadi bukan merupakan memberikan penafsiran yang beragam dan
keanehan, karena salah satu wewenang yang terkadang tidak jarang mengganggu rasa
diberikan oleh UUD 1945 adalah mengadili keadilan warganegara dengan membuat
pengujian undang-undang terhadap undang- putusan ultra petita. Kalau memang
undang dasar. Kewenangan dasar MK ini landasan yuridis putusan ultra petita tidak
yang kemudian menjadi titik permasalahan ada sama sekali dalam pengujian undang-
oleh banyak ahli hukum di Indonesia dan undang terhadap UUD 1945, lalu mengapa
juga DPR.3 MK masih berani mengeluarkan putusan
Mahkamah Konstitusi dianggap oleh yang bersifat ultra petita tersebut?
beberapa kalangan telah melakukan apa Dengan berdasarkan persoalan inilah,
yang di dalam hukum dinamakan ultra maka kemudian penulis merasa tertarik
petita. Ultra petita adalah penjatuhan untuk mengupas persoalan menyangkut
putusan oleh hakim atas perkara yang tidak kewenangan MK dalam membuat putusan
dituntut atau memutus melebihi apa yang ultra petita. Oleh sebab itu, maka penulis
diminta. Sementara dalam undang-undang mengangkat judul “Masalah Putusan Ultra
yang mengatur tentang keberadaan MK Petita dalam Pengujian Undang-Undang”
maupun dalam UUD 1945, kewenangan
3
Aliansi Nasional Reformasi Hukum, “Putusan Mahkamah Konstitusi Ultra Petita?”, http://reformasikuhp.org/
opini/?p=11, diakses pada 29 November 2009.
74 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 1, Februari 2010, Halaman 1 - 200
4
I.P.M. Ranuhandoko, 2000, Terminologi Hukum, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 522.
5
“Ultra Petita dan Mahkamah Konstitusi”, http://arfanhy.blogspot.com/2009/05/ultra-petita-dan-makkamah-
konstitusi.html, diakses pada 25 November 2009.
Siallagan, Masalah Putusan Ultra Petita 75
MK lebih bersifat hukum publik, tidak kekuasaan yang ada dan menghindarkan tin-
hanya melindungi kepentingan pihak-pihak dakan-tindakan hegemoni, tirani, dan sen-
yang berperkara, akan tetapi tidak kalah tralisasi kekuasaan, untuk menjaga agar ti-
penting di luar para pihak, yaitu seluruh dak terjadi tumpang tindih antar kewenangan
rakyat Indonesia. MK adalah penjaga dan yang ada. Dengan mendasarkan pada prinsip
penafsir konstitusi, serta penjaga demokrasi negara hukum, maka sistem kontrol yang
dan pelindung hak-hak konstitusional warga relevan adalah sistem kontrol yudisial.
negara, sehingga karakter dan asas-asas yang
berlaku berbeda dengan peradilan lain. 3. Penyelenggaraan Negara yang
Bersih
C. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Sistem pemerintahan yang baik menis-
Sebelum melihat lebih jauh mengenai cayakan adanya penyelenggaraan negara
kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah yang bersih, transparan dan partisipatif.
Konstitusi, maka perlu kiranya dipahami
hal-hal yang melatarbelakangi pembentukan 4. Perlindungan Terhadap Hak Asasi
Mahkamah Konstitusi itu sendiri. Menurut Manusia
Afiuka Hadjar, dkk, ada 4 (empat) hal yang Kekuasaan yang tidak terkontrol
melatarbelakangi pembentukan Mahkamah seringkali melakukan tindakan semena-
Konstitusi, yaitu: mena dalam penyelenggaraan negara dan
tidak segan-segan melakukan pelanggaran
1. Paham Konstitusionalisme terhadap HAM.
Paham Konstitusionalisme adalah Selain itu, berdirinya lembaga kons
suatu paham yang menganut adanya pem titusi merupakan konsekuensi dianutnya
batasan kekuasaan. Paham ini memiliki dua Rechstaat dalam ketatanegaraan di Indone-
esensi yaitu pertama sebagai konsep negara sia. Otomatis akan terjadi pemisahan kekua-
hukum, bahwa hukum mengatasi kekuasaan saan dan mekanisme check and balances
negara, hukum akan melakukan kontrol antarlembaga. Mahkamah Konstitusilah
terhadap politik, bukan sebaliknya, kedua yang akan melakukannya terhadap peraturan
adalah konsep hak-hak sipil warga negara perundang-undangan yang dibuat oleh le-
menyatakan, bahwa kebebasan warga gislatif.
negara dan kekuasaan negara dibatasi oleh Dalam melakukan tugasnya yang
konstitusi. telah diamanatkan UUD 1945, Mahkamah
2. Sebagai Mekanisme Check and Konstitusi terdiri dari sembilan orang hakim
Balances konstitusi. Presiden, DPR, dan Mahkamah
Sebuah sistem pemerintahan yang Agung mengajukan masing-masing 3
baik, antara lain ditandai adanya mekanisme orang sebagai hakim konstitusi. Sementara
check and balances dalam penyelenggaraan menyangkut tugas dan kewenangannya
kekuasaan. Check and balances memung- sebagaimana diatur dalam UU 24/2003
kinkan adanya saling kontrol antar cabang tentang Mahkamah Konstitusi, Mahkamah
76 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 1, Februari 2010, Halaman 1 - 200
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil ki norma hukum UUD 1945 sebagai
Presiden sebagaimana dimaksud dalam hukum tertinggi. UU dapat diganggu gugat
UUD 1945. karena bukan merupakan produk lembaga
pemegang kedaulatan rakyat, dan hanya
D. Kewenangan Menguji Undang- produk pemegang kedaulatan hukum (legal
Undang (Judicial Review) sovereignty) kedua sehingga harus tunduk
Dari sekian banyak kewenangan dengan produk pemegang kedaulatan hukum
yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi, pertama yakni UUD 1945 dan Tap MPR.
kewenangan yang paling banyak mendapat Sejak kemerdekan Indonesia UU di-
perhatian dari kalangan publik adalah perlakukan “sakral”, termasuk UUD 1945
kewenangan untuk mengadili pada tingkat dan Tap MPR. Secara tegas, UU dapat diuji
pertama dan terakhir yang putusannya berdasarkan Tap MPR No. III/MPR/2000
bersifat final UU terhadap UUD 1945 atau tentang Sumber Hukum dan Tata Urut
yang sering disebut dengan istilah judicial an Peraturan Perundang-undangan. MPR
review. satu-satunya yang berhak menguji dengan
Pengujian UU sendiri sebelumnya anggapan sesuai struktur ketatanegaraan.
oleh sebagian ahli hukum tata negara masih Sehingga MPR menguji konstitusionalitas
ditentang, karena UU merupakan produk dapat dengan pembatalan (invalidation)
badan legislatif tertinggi, setidaknya produk abstrak-formal dan kekuasaan Mahkamah
2 (dua) lembaga tinggi negara. Kalaupun Agung (MA) mengadili perkara dengan
bisa diuji yang berhak satu-satunya adalah pembatalan praktikal.7
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Pasal 11 ayat (3) UU 4/2004 tentang
sebagai lembaga tertinggi negara. Di samping Kekuasaan Kehakiman menambah wewe
itu, penolakan mereka selalu dikaitkan ajaran nang MA dengan menyatakan tidak berlaku
trias politika dengan pemisahan kekuasaan peraturan di bawah UU melalui pembatalan
(separation of power) yang tidak dianut, abstrak-formal dengan permohonan lang
bentuk negara Indonesia kesatuan, dan sung.8
anggapan produk DPR dan Presiden sangat Kekuasaan MPR menguji UU mes
mustahil inkonstitusional.6 kipun dibenarkan, akan tetapi memiliki
Sebaliknya yang berpandangan pro banyak kelemahan yaitu: MPR sebagai
gresif memandang UU, termasuk Ketetapan lembaga politik, alat-alat kelengkapan dan
MPR (Tap MPR) jika bertentangan dengan sidang-sidang MPR tidak mendukung,
UUD harus dikalahkan berdasarkan hierar soal konflik norma hukum tidak layak
6
Miftakhul Huda, “Ultra Petita Dalam Pengujian Undang-Undang”, Jurnal Konstitusi, Volume 4 No. 3, Sep-
tember 2007.
7
Philipus Mandiri Hadjon, “Wewenang Mahkamah Agung Menguji (In)Konstitusionalitas Undang-Undang
(Suatu Analisis atas Memorandum IKAHI tanggal 23 Oktober 1966)”, Jurnal Yuridika, No. 5 dan 6 Tahun XI,
Sept-Des 1996, hlm. 32.
8
Pasal ini menjadi Pasal 20 ayat (3) dalam UU 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan
bahwa UU 4/2004 dicabut dan tidak berlaku lagi.
78 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 1, Februari 2010, Halaman 1 - 200
9
Lihat UU 6/1969 tentang Pernyataan Tidak Berlakunya Berbagai UU dan Perpu.
10
Lihat UU 7/1969 tentang Penetapan Berbagai Perpu Menjadi UU, Kansil, 1976, Kedudukan dan Ketetapan
MPR Lembaga Tertinggi Negara, Pradnya Paramita, Jakarta, hlm. 58-59; Lihat juga buku Mas Subagio, 1983,
Lembaran Negara Republik Indonesia Sebagai Tempat Pengundangan dalam Kenyataan, Penerbit Alumni,
Bandung, hlm. 157-161.
Siallagan, Masalah Putusan Ultra Petita 79
Padahal menurut Pasal 5 ayat 1 huruf b tusan inkonstitusionalnya pasal yang dimo-
Peraturan MK No.06/PMK/2005 dan Pasal honkan, maka putusan inkonstitusionalitas
51 ayat (3) UU MK, setiap permohonan harus dapat dijatuhkan terhadap keseluruhan un-
disertai uraian petita yang jelas: “kedudukan dang-undang tersebut”. Mahkamah Konsti-
hukum (legal standing) Pemohon yang tusi melakukan ultra petita dengan alasan
berisi uraian yang jelas mengenai anggapan bahwa dalil yang dinyatakan Mahkamah
Pemohon tentang hak dan/atau kewenangan Konstitusi untuk membatalkan keseluruhan
konstitusional Pemohon yang dirugikan UU di luar permohonan pemohon, karena
dengan berlakunya UU yang dimohonkan menyangkut kepentingan masyarakat luas,
untuk diuji”. 11 serta menimbulkan akibat hukum yang lebih
Kekosongan hukum dalam hukum luas dari pada sekadar mengenai kepenting-
acara Mahkamah Konstitusi memang me- an Pemohon sebagai perorangan.
nyulitkan bagi para hakim dalam menjalan Menurut mantan Ketua MK, Jimly
kan praktek beracara Mahkamah Konstitusi. Asshiddiqie, boleh saja putusan MK
Sumber hukum yang menjadi acuan selama memuat ultra petita jika masalah pokok
ini adalah Peraturan Mahkamah Konstitusi yang dimintakan review terkait pasal-pasal
Nomor 06/2005 tentang pedoman beracara lain dan menjadi jantung dari UU yang harus
dalam perkara pengujian undang-undang. diuji itu. Menurut Jimly, larangan ultra
Namun dalam peraturan ini tidak mengatur petita hanya ada dalam peradilan perdata.
batasan apakah Mahkamah Konstitusi boleh Sedangkan mantan Ketua Mahkamah Agung
melakukan ultra petita. Oleh karena itulah (MA) Bagir Manan, mengatakan bahwa ultra
Mahkamah Konstitusi mengadopsi berbagai petita dalam putusan MK dapat dibenarkan
aturan dalam hukum acara terutama hukum asal dalam permohonan judicial review
acara peradilan tata usaha negara. atas isi UU itu pemohon mencantumkan
Mahkamah Konstitusi juga mengadop- permohonan ex aequo et bono (memutus
si peraturan yang berasal dari negara lain demi keadilan).
yang memiliki lembaga constitutional court. Yang menjadi permasalahan utama
Ultra petita yang dilakukan oleh Mahkamah dalam putusan yang bersifat ultra petita
Konstitusi mendasarkan pada pasal 45 UU adalah ketiadaan dasar hukum. Seandainya
Mahkamah Konstitusi Korea Selatan yang ultra petita diperbolehkan dan diatur secara
berbunyi: “Mahkamah Konstitusi memutus jelas dalam undang-undang maka akan jelas
konstitusionalitas tidaknya satu undang-un- mekanismenya. Yang dikhawatirkan bahwa
dang atau suatu ketentuan dari undang-un- Mahkamah Konstitusi melakukan tindakan
dang hanya yang dimohonkan pengujian. yang tidak diatur dalam undang-undang.
Dalam hal seluruh ketentuan dalam undang- Sehingga terkesan bahwa Mahkamah Kons
undang yang dimohonkan pengujian dinilai titusi adalah lembaga superior.
tidak dapat dilaksanakan sebagai akibat pu-
11
Lihat Pasal 5 ayat (1) huruf b Peraturan Mahkamah Konstitusi No.06/PMK/2005 dan Pasal 51 ayat (3) UU
24/2003.
Siallagan, Masalah Putusan Ultra Petita 81
Untuk menguji salah satu putusan tangani, sehingga dengan demikian, maka
Mahkamah Konstitusi, pada 22–23 Agus- putusan yang dikeluarkan tidak terkesan ca-
tus 2006, satu forum expert meeting untuk cat hukum dan tanpa landasan yuridis.
melakukan eksaminasi (pengujian akade-
mis) atas putusan MK No 03/PUU-IV/2006 G. Kesimpulan
telah dilakukan di UGM Yogyakarta. Pe- Berdasarkan latar belakang dan uraian
nyelenggara eksaminasi adalah Pusat Ka- dalam pembahasan mengenai putusan ultra
jian Anti Korupsi (Pukat Korupsi) Fakultas petita dalam pengujian Undang-Undang
Hukum UGM, Partnership Kemitraan, dan terhadap Undang-Undang Dasar 1945 ter
Indonesian Court Monitoring (ICM). Perde- sebut di atas, maka dapat disimpulkan
batan tentang apakah MK telah benar-benar bahwa secara yuridis, putusan ultra petita
melakukan ultra petita atau tidak berlang- tidak mendapat payung dan landasan hukum
sung sampai dua hari. Semula pendapat para yang memadai. Oleh sebab itu, maka tidak
eksaminator masih terpecah. Tapi setelah ada alasan bagi Mahkamah Konstitusi untuk
diperdebatkan lagi dengan lebih seru, ke- mengulangi putusan yang sifatnya ultra
simpulannya tegas “MK telah dengan fatal petita. Justru dengan putusan yang demikian,
membuat putusan yang ultra petita”.12 maka tujuan pembentukan MK yang se
Dalam pandangannya, Mahfud MD yogianya untuk melindungi dan menjamin
yang kini telah menjabat Ketua Mahkamah hak-hak konstitusional warganegara, hanya
Konstitusi juga pernah mengatakan bahwa akan menorehkan problem hukum baru di
ultra petita bukan hanya dilarang di peradilan tengah-tengah masyarakat.
perdata, tetapi juga di Mahkamah Konstitusi. Hak-hak konstitusional warga Negara
Sebab kalau ultra petita diperbolehkan, maka akan semakin terancam ketika MK dengan
MK bisa mempersoalkan seluruh isi dalam penuh multitafsir memberikan putusan yang
UU yang tidak dipersoalkan oleh siapapun bertentangan dengan hukum. Sementara
dengan alasan bahwa sangat penting dan menyangkut alasan pembenar sebagaimana
diperlukan untuk kebaikan.13 yang dikemukakan oleh Jimly Asshiddiqie,
Sementara kelahiran MK sendiri di- bahwa sepanjang menyangkut pokok per
maksudkan untuk memberikan perlindungan kara, maka putusan ultra petita mendapat
terhadap hak-hak konstitusional warga Nega pembenaran, tentu tidaklah dapat diamini
ra. Bukannya malah membuat ketidakpas- begitu saja. Apalagi definisi menyangkut
tian terhadap proses perlindungan terhadap pokok perkara tidak tertuang secara jelas
hak-hak konstitusional setiap warganegara. dalam berbagai aturan yang ada.
MK seyogianya harus tetap berpedoman Oleh karenanya, walaupun MK
pada ketentuan yang ada dalam mengambil sudah mendapat mandat sebagai penafsir
setiap putusan atas perkara yang sedang di- tunggal konstitusi, namun bukan berarti
12
Mahfud MD, “Kontroversi Vonis Ultra Petita”, http://arfanhy.blogspot.com/2008/09/kontroversi-vonis-ultra-
petita.html, diakses pada 20 November 2009.
13
Mahfud MD, 2007, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Cetakan Pertama Mei
2007, LP3S, Jakarta,hlm. 73.
82 MIMBAR HUKUM Volume 22, Nomor 1, Februari 2010, Halaman 1 - 200
bahwa tafsirannya bisa dilakukan dengan ada, sebab bila tidak maka lembaga ini
tanpa batasan. Dalam menjalankan tugas akan benar-benar menjadi lembaga yang
dan tanggungjawabnya, selayaknya MK superbody.
harus berpedoman pada aturan hukum yang
DAFTAR PUSTAKA