Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK KEJANG DEMAM

Disusun Oleh :

Kelompok 5 Keperawatan 5A

1. Natasya Faulina Dayak 1810105024


2. Cindy Claudya Putri 1914201001
3. Indah Anggina Marito 1914201018

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Rischa Hamdanesti, M. Kep

PROGRAM PENDIDIKAN S1 ILMU KEPERAWATAN

STIKes ALIFAH PADANG

TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat allah swt karena atas berkat rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga,
tugas ini dapat diselesaikan. Tanpa pertolonganya mungkin penulis tidak akan sanggup
menyelesaikan tugas makalah ini dengan baik.

Tugas ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu dengan judul “Asuhan
Keperawatan Anak Kejang Demam” Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen mata
kuliah Keperawatan Anak II yang telah membimbing dan memberikan kesempatan kepada
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa juga penulis
mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan
dukungannya dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini kurang dari sempurna, untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran, baik dari dosen pembimbing maupun teman–teman atau
pembaca agar makalah ini dapat lebih sempurna.

Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca,dan
semoga adanya tugas ini allah swt senantiasa meridhoinya dan akhirnya membawa hikmah
untuk semuannya.

Wassalamualaikum ,Wr.Wb

Padang, 20 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................

DAFTAR ISI .................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................................

A. Latar Belakang ..................................................................................................


B. Tujuan Penulisan ...............................................................................................
C. Manfaat Penulisan .............................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
A. Defenisi ...............................................................................................................
B. Etiologi ...............................................................................................................
C. Anatimi dan fisiologi..........................................................................................
D. Patofisiologi ........................................................................................................
E. WOC ..................................................................................................................
F. Manifestasi Klinis ..............................................................................................
G. Komplikasi .........................................................................................................
H. Penatalaksaan ....................................................................................................
I. Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGAN KEJANG DEMAM ..........
A. Pengkajian .........................................................................................................
B. Diagnosa .............................................................................................................
C. Intervensi ...........................................................................................................
D. Implementasi .....................................................................................................
E. Evaluasi ..............................................................................................................
BAB IV PENUTUP .......................................................................................................
A. Kesimpulan ........................................................................................................
B. Saran ..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara sederhana, demam adalah kenaikan suhu tubuh diatas normal,meskipun tidak
semua kenaikan suhu tubuh termasuk demam. Dan kenaikan suhu tubuh merupakan bagian
dari reaksi biologis kompleks,yang diatur dan di kontrol oleh susunan saraf pusat. Demam
merupakan gambaran karakteristik dari kenaikan suhu oleh karena berbagai penyakit infeksi
dan non infeksi, sehingga perlu dibedakan dari kenaikan suhu oleh karena stress dan penyakit
demam. Sebagai manifestasi klinis, maka demam terjadi pada sebagian besar penyakit infeksi
yang ringan dan serius.
Suhu tubuh yang tinggi pada saat demam dapat menimbulkan serangan kejang, demam
kejang merupakan salah satu penyakit yang sering dialami anak dan kalangan awam lebih
sering menyebutnya dengan istilah step, sementara istilah medisnya adalah Confulsio febrilis.
Demam kejang lazim terjadi pada anak usia 2 tahun rata-rata anak menderita demam sampai
6 kali serangan.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi
rendahnya ambang kejang seorang anak. Pada anak dengan ambang kejang yang rendah,
kejadian kejang terjadi pada suhu 38⁰ C sedangkan dengan ambang kejang tinggi, kejang
baru terjadi pada suhu 40⁰ C atau lebih.

B. Tujuan Penulisan
1. Mampu mengetahui konsep dasar teori tentang kejang demam.
2. Mampu mengetahui etiologi kejang demam
3. Mampu mengetahui anatomi dan fisiologi kejang demam
4. Mampu mengetahui patofisiologi kejang demam
5. Mampu mengetahui WOC kejang demam
6. Mampu mengetahui manifestasi klinis kejang demam
7. Mampu mengetahui kompilkasi kejang demam
8. Mampu mengetahui penatalaksanaan kejang demam
9. Mampu mengetahui pemeriksaan kejang demam
10. Asuhan keperawatan kejang demam pada anak
C. Manfaat Penulisan
a. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan pada pihak rumah sakit dapat memberikan asuahan keperawatan dengan
menggunakan pendekatan asuhan keperawatan secara komprehensif dengan
melibatkan peran serta aktif keluaraga dalam proses keperawatan sehingga tercapai
sesuai tujuan.
b. Bagi Perawat
Mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada pasien
penderita dengan kejang demam.Melatih berfikir kritis dalam pemberian asuhan
keperawatan, khususnya pada pasien dengan kejang demam.
c. Bagi Instusi Pendidikan
Digunakan sebagai referensi dan literatur dalam pendidikan terutama bagi instusi
pendidikan kesehatan di bidang keperawatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi
Kejang demam merupakan kejang yang terjadi pada suhu badan tinggi (kenaikan suhu
tubuh diatas 38˚C) karena terjadi kelainan ektrakranial. Kejang demam atau febrile
convulsion adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh yang disebabkan
oleh proses ekstrakranium (Lestari, 2016)
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering ditemukan pada anak,
terutama pada golongananak umur 6 bulan sampai 4 tahun (Wulandari & Erawati, 2016)
Jadi dapat disimpulkan, kejang demam adalah gangguan yang terjadi akibat dari
peingkatan suhu tubuh anak yang dapat menyebabkan kejang yang diakibatkan karena proses
ekstrakranium.

B. Etiologi
Hingga kini belum diketahui pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan
infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, dan infeksi saluran kemih (Lestari,
2016)
a. Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu timbul
pada suhu yang tinggi.
b. Efek produk toksik daripada mikroorganisme.
c. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
d. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
e. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak diketahui atau
enselofati toksik sepintas.

C. Anatomi dan Fisiologi


Bahwa system saraf terdiri dari system saraf pusat (sentral nervous system) yang
terdiridari cerebellum, medulla oblongata dan pons (batang otak) serta medulla spinalis
(sumsum tulang belakang), system saraf tepi (peripheral nervous system) yang terdiri
dari nervus cranialis (saraf-saraf kepala) dan semua cabang dari medulla spinalis, system
saraf gaib(autonomic nervous system) yang terdiri dari sympatis (sistem saraf simpatis) dan
parasymphatis (sistem saraf parasimpatis).
Otak berada di dalam rongga tengkorak (cavum cranium) dan dibungkus oleh selaput
otak yang disebut meningen yang berfungsi untuk melindungi struktur saraf terutama
terhadap resikobenturan atau guncangan. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater,
arachnoid dan piamater.
Sistem saraf pusat (Central Nervous System) terdiri dari :
1. Cerebrum (otak besar)
Merupakan bagian terbesar yang mengisi daerah anterior dan superior rongga
tengkorak di mana cerebrum ini mengisi cavum cranialis anterior dan cavum cranial.
Cerebrum terdiri dari dua lapisan yaitu : Corteks cerebri dan medulla cerebri.
Fungsi dari cerebrum ialah pusat motorik, pusat bicara, pusat sensorik, pusat
pendengaran / auditorik, pusat penglihatan / visual, pusat pengecap dan pembau serta
pusat pemikiran.
Sebagian kecil substansia gressia masuk ke dalam daerah substansia alba sehingga
tidak berada di corteks cerebri lagi tepi sudah berada di dalam daerah medulla
cerebri. Pada setiap hemisfer cerebri inilah yang disebut sebagai ganglia basalis
termasuk termasuk padaganglia basalis ini adalah :
a) Thalamus
Menerima semua impuls sensorik dari seluruh tubuh, kecuali impuls pembau
yang langsung sampai ke kortex cerebri. Fungsi thalamus terutama penting
untuk integrasi semua impuls sensorik.Thalamus juga merupakan pusat panas
dan rasa nyeri.
b) Hypothalamus
Terletak di inferior thalamus, di dasar ventrikel III hypothalamus terdiri dari
beberapa nukleus yang masing- masing mempunyai kegiatan fisiologi yang
berbeda. Hypothalamus merupakan daerah penting untuk mengatur fungsi alat
demam seperti mengatur metabolisme, alat genital, tidur dan bangun, suhu
tubuh, rasa lapar dan haus, saraf otonom dan sebagainya. Bila terjadi gangguan
pada tubuh, maka akan terjadi perubahan-perubahan. Seperti pada kasus kejang
demam, hypothalamus berperan penting dalam proses tersebut karena
fungsinya yang mengatur keseimbangan suhu tubuh terganggu akibat adanya
proses-proses patologik ekstrakranium.
c) Formation Riticularis
Terletak di inferior dari hypothalamus sampai daerah batang otak (superior
dan pons varoli) ia berperan untuk mempengaruhi aktifitas cortex cerebri di
mana pada daerah formatio reticularis ini terjadi stimulasi/r angsangan dan
penekanan impuls yang akan dikirimke cortex cerebri.
2. Serebellum
Merupakan bagian terbesar dari otak belakang yang menempati fossa cranial
posterior.Terletak di superior dan inferior dari cerebrum yang berfungsi sebagai pusat
koordinasi kontraksi otot rangka. System saraf tepi (nervus cranialis) adalah saraf
yang langsung keluar dari otak atau batang otak dan mensarafi organ tertentu. Nervus
cranialis ada 12 pasang :
a) N. I : Nervus Olfaktorius
b) N. II : Nervus Optikus
c) N. III : Nervus Okulamotorius
d) N. IV : Nervus Troklearis
e) N. V : Nervus Trigeminus
f) N. VI : Nervus Abducen
g) N. VII : Nervus Fasialis
h) N. VIII : Nervus Akustikus
i) N. IX : Nervus Glossofaringeus
j) N. X : Nervus Vagus
k) N. XI : Nervus Accesorius
l) N. XII : Nervus Hipoglosus
System saraf otonom ini tergantung dari system sistema saraf pusat dan system saraf
otonom dihubungkan dengan urat-urat saraf aferent dan efferent. Menurut fungsinya
system saraf otonom ada 2 di mana keduanya mempunyai serat pre dan post
ganglionik. Yang termasuk dalam system saraf simpatis adalah :
a) Pusat saraf di medulla servikalis, torakalis, lumbal danseterusnya.
b) Ganglion simpatis dan serabut-serabutnya yang disebuttrunkus symphatis.
c) Pleksus pre vertebral : Post ganglionik yg dicabangkan dari ganglion
kolateral.
System saraf parasimpatis ada 2 bagian yaitu :
a) Serabut saraf yang dicabagkan dari medulla spinalis
b) Serabut saraf yang dicabangkan dari otak atau batangotak.
D. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang
didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glucose, sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan
keotak. Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel.
Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik. Dalam
keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA+dan elektrolit lainnya,
kecuali ion clorida.
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah.
Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan sebaliknya, karena itu perbedaan jenis dan
konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut
potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini
diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion
diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau
aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena
penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh
dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi dipusi di ion K+ maupun ion
NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel
maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter
sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada
umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa. Tetapi kejang yang
berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan
energi untuk kontraksi otot skeletalyang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan
terjadinya asidosis
E. WOC

F. Manifestasi Klinis
Kebanyakan kejang demam berlangsung singkat, bilateral, serangan berupa klonik atau
tonik-klonik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi
reaksi apapun untuk sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak terbangun dan
sadar kembali tanpa adanya kelainan syaraf. Kejang demam dapat berlangsung lama dan atau
parsial. Pada kejang yang unilateral kadang-kadang diikuti oleh hemiplegi sementara (Todd’s
hemiplegia) yang berlansung beberapa jam atau beberapa hari. Kejang unilateral yang lama
dapat diikuti oleh hemiplegi yang menetap.
Kejang demam terkait dengan kenaikan suhu tubuh yang tinggi dan biasanya
berkembang bila suhu tubuh mencapai 390 C atau lebih ditandai dengan adanya kejang khas
menyeluruh tionik kloni lama beberapa detik sampai 10 menit. Kejang demam yang menetap
≥ 15 menit menunjukkan penyebab organic seperti proses infeksi atau toksik, selain itu juga
dapat terjadi mata terbalik keatas dengan disertai kekakuan dan kelemahan serta gerakan
sentakan berulang.
Tanda dan Gejala :
1. Peningkatan suhu tubuh yang tinggi (suhu rektal diatas 38 0C).
2. Kejang yang bersifat kejang kolonik atau tonik - kolonik bilateral
3. Mata terbalik keatas disertai kekakuan atau kelemahan.
4. Gerakan sentakan berulang tanpa di dahului kekakuan atau hanya sentakan atau
kekuatan fokal.
5. Pada sebagian kejang disertai hemiparesis sementara yang berlangsung beberapa jam
sampai beberapa hari atau juga bersifat menetap

G. Komplikasi
1. Kerusakan Otak
Terjadi melalui mekanisme eksitoksik neuron saraf yang aktif sewaktu kejang
melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA (M Metyl D Asparate) yang
mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang merusak sel neuron secara
irrevesible.
2. Retardasi Mental
Dapat terjadi karena deficit neurologis pada demam neonatus.

H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Keperawatan:
1. Baringkan pasien ditempat yang rata dan pasang gudel.
2. Singkirkan benda-benda yang ada didekat pasien, lepaskan pakaian pasien yang
mengganggu pernafasan.
3. Hisap lendir sampai bersih dan beri O2.
4. Bila suhu tinggi berikan kompres hangat.
5. Setelah pasien bangun dan sadar, berikan minum air hangat kuku.
6. Jika dengan tindakan ini tidak berhenti, hubungi dokter.
b. Penatalaksaan Medis:
1. Segera diberikan diazepam intravena dosis rata-rata 0,3 mg/kg.
2. Diazepam rektal dosis ≤ 10 kg = 5 mg/kg.
3. Parasetamol 10mg/kgBB/kali kombinasi diazepam oral 0,3mg/kgBB.
4. Memberikan cairan yang cukup bila kejang berlangsung cukup lama (> 10 menit
) dengan IV: D5 ¼, D5, RL.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Elektroensefalogram (EEG) : Dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus
dari kejang
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dari biasanya
untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan
3. Magneti resonance imagig (MRI) : menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah –
daerah-daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan pemidaian CT
4. Uji laboratorium
5. Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
6. Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan hematokrit
7. Panel elektrolit
8. Skrinning toksik dari serum dan urin
9. GDA
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK ANAK KEJANG DEMAM

A. Pengkajian
Anamnesis
1. Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur, tempat
lahir, asal suku bangsa, agama, nama orang tua pekerjaan orang tua, penghasilan
orang tua. Wong (2009), mengatakan kebanyakan serangan kejang demam terjadi
setelah usia bulan dan biasanya sebelum 3 tahun dengan peningkatan frekuensi
serangan pada anak-anak yang berusia kurang dari 18 bulan.
2. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Biasanya anak mengalami peningkatan suhu tubuh >38,0⁰C, pasien mengalami
kejang dan bahkan pada pasien dengan kejang demam kompleks biasanya
mengalami penurunan kesadaran.
b. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya orang tua klien mengatakan badan anaknya terasa panas, nafsu makan
anaknya berkurang, lama terjadinya kejang biasanya tergantung pada jenis kejang
demam yang dialami anak.
c. Riwayat kesehatan
Riwayat perkembangan anak : biasanya pada pasien dengan kejang demam
kompleks mengalami gangguan keterlambatan perkembangan dan intelegensi
pada anak serta mengalami kelemahan pada anggota gerak (hemifarise).
Riwayat imunisasi : Biasanya anak dengan riwayat imunisasi tidak lengkap
rentan tertular penyakit infeksi atau virus seperti virus influenza.
3. Riwayat nutrisi
Saat sakit, biasanya anak mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntahnya
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
Biasanya anak rewel dan kesadaran compos mentis
b. TTV :
Suhu : biasanya >38,0⁰C
Respirasi : pada usia 2- < 12 bulan : biasanya > 49 kali/menit Pada usia 12 bulan
- <5 tahun : biasanya >40 kali/menit
Nadi : biasanya >100 x/i
c. BB
Biasanya pada anak dengan kejang demam tidak terjadi penurunan berat badan
yang berarti
d. Kepala
Biasanya tampak simetris dan tidak ada kelainan yang tampak
e. Mata
Biasanya simetris kiri-kanan, skelera tidak ikhterik, konjungtiva anemis.
f. Mulut dan lidah
Biasanya mukosa bibir tampak kering, tonsil hiperemis, lidah tampak kotor
g. Telinga
Biasanya bentuk simetris kiri-kanan, normalnya pili sejajar dengan katus mata,
keluar cairan, terjadi gangguan pendengaran yang bersifat sementara, nyeri tekan
mastoid.
h. Hidung
Biasanya penciuman baik, tidak ada pernafasan cuping hidung, bentuk simetris,
mukosa hidung berwarna merah muda.
i. Leher
Biasanya terjadi pembesaran KGB
j. Dada
1) Thoraks
Inspeksi, biasanya gerakan dada simetris, tidak ada penggunaan otot bantu
pernapasan
Palpasi, biasanya vremitus kiri kanan sama
Auskultasi, biasanya ditemukan bunyi napas tambahan seperti ronchi.
2) Jantung
Biasanya terjadi penurunan atau peningkatan denyut jantung
I: Ictus cordis tidak terlihat
P: Ictus cordis di SIC V teraba
P: batas kiri jantung : SIC II kiri di linea parastrenalis kiri (pinggang jantung),
SIC V kiri agak ke mideal linea midclavicularis kiri. Batas bawah kanan
jantung disekitar ruang intercostals III-IV kanan, dilinea parasternalis kanan,
batas atasnya di ruang intercosta II kanan linea parasternalis kanan.
A: BJ II lebih lemah dari BJ I
k. Abdomen
Biasanya lemas dan datar, kembung
l. Anus
Biasanya tidak terjadi kelainan pada genetalia anak
m. Ekstermitas :
Atas : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
Bawah : biasanya tonus otot mengalami kelemahan, CRT > 2 detik, akral dingin.
n. Penilaian tingkat kesadaran
1) Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya,
dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS:
15-14.
2) Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan
sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh, nilai GCS: 13 - 12.
3) Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak,
berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal, nilai GCS: 11 - 10.
4) Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor
yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban
verbal, nilai GCS: 9 – 7.
5) Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon
terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
6) Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap
rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah,
mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS: ≤ 3.

5. Penilaian kekuatan otot

Respon skala
Kekuatan otot tidak ada 0
Tidak dapat digerakkan, tonus otot 1
ada
Dapat digerakkan, mampu 2
terangkat sedikit
Terangkat sedikit < 450, tidak 3
mampu melawan gravitasi
Bisa terangkat, bisa melawan 4
gravitasi, namun tidak mampu
melawan tahanan pemeriksa,
gerakan tidak terkoordinasi
Kekuatan otot normal 5

6. Pemeriksaan penunjang
Menurut Dewi (2011) :
a. EEG (Electroencephalogram)
Pemeriksaan EEG dibuat 10-14 hari setelah bebas panas tidak menunjukan
kelainan likuor. Gelombang EEG lambat didaerah belakang dan unilateral
menunjukan kejang demam kompleks.
b. Lumbal Pungsi
Fungsi lumbar merupakan pemeriksaan cairan yang ada di otak dan kanal tulang
belakang (cairan serebrospinal) untuk meneliti kecurigaan meningitis.
Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi (usia<12
bulan) karena gejala dan tanda meningitis pada bayi mungkin sangat minimal
atau tidak tampak. Pada anak dengan usia > 18 bulan, fungsi lumbal dilakukan
jikatampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan
kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang
demam pertama pada bayi :
1) Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher )
2) Mengalami complex partial seizure
3) Kunjungan kedokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)
4) Kejang saat tiba di IGD
5) Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga 1
jam setelah kejang adalah normal
6) Kejang pertama setelah usia 3 tahun
Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
1) warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning
santokrom.
2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi
40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80- 120ml dan dewasa 130-
150ml).
3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0
mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L).
c. Neuroimaging
Yang termasuk pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CTScan, dan MRI
kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi
untuk pertama kalinya. Pemeriksaan tersebut dianjurkan bila anak menujukkan
kelainan saraf yang jelas, misalnya ada kelumpuhan, gangguan keseimbangan,
sakit kepala yang berlebihan, ukuran lingkar kepala yang tidak normal.
d. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ini harus ditujukan untuk mencari sumber demam,
bukan sekedar pemeriksaan rutin. Pemeriksaannya meliputi pemeriksaaan darah
rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah.

7. Analisa Data
No Data Penyebab Masalah
Keperawatan

1 DS : Proses penyakit Hipertemi


 Ibu pasien mengatakan
badan terasa panas
 Ibu pasien mengatakan
deman terus-menerus
selama 3 hari
 Ibu pasien mengatakan
pasien rewel
DO :
 Pasien tampak lemas
dan pucat
 Suhu tubuh 39’C
 Pasien dalam keadaan
berkeringat
 Pendingin ruangan (-)

B. Diagnosa
a. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme
b. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan sirkulasi
otak
c. Resiko cidera berhubungan dengan gangguan sensasi
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi perfusi
e. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan hipoksemia
f. Resiko aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
g. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan gangguan neurologis atau kejang
h. Resiko keterlambatan perkembangan berhubungan dengan gangguan kejang.

C. Intervensi Keperawatan

No. SDKI SLKI SIKI


1. Hipertermia a. Manajemen a. Manajemen demam
Batasan karakteristik hipertermi 1. Pantau suhu dan
a. Apnea b. Termoregulasi tanda-tanda vital
b. Bayi tidak dapat Kriteria hasil : lainya
mempertahankan 1. Merasa merinding 2. Monitor warna kulit
menyusu saat dingin dan suhu
c. Gelisah 2. Berkeringat saat 3. Monitor asupan dan
d. Hipotens panas keluaran, sadari
e. Kulit kemerahan 3. Tingkat perubahan
f. Kulit terasa hangat pernapasan kehilangan
g. Latergi 4. Melaporkan 4. cairan yang tak di
h. Kejang kenyamanan suhu rasakan
i. Koma 5. Perubahan warna 5. Beri obat atau cairan
j. Stupor kulit IV
k. Takikardia 6. Sakit kepala 6. Tutup pasien dengan
l. Takipnea Luaran tambahan selimut atau pakaian
m. Vasodilatasi 1. perfusi perifer ringan
Faktor yang berhubungan 2. status cairan 7. Dorong konsumsi
a. Peningkatan laju 3. status cairan
metabolisme kenyamanan 8. Fasilitasi istirahat,
b. Penyakit 4. status neurologis terapkan
c. Sepsis 5. status nutrisi pembatasan
6. termoregulasi aktivitas jika di
neonatus perlukan
9. Berikan oksigen
yang sesuai
10. Tingkatkan sirkulasi
udara
11. Mandikan pasien
dengan spon hangat
dengan hati-hati.
b. Pengaturan suhu
1. monitor suhu paling
tidak setiap 2 jam
sesuai kebutuhan
2. monitor dan
laporkan adanya
tanda gejala
hipotermia dan
hipertermia
3. tingkatkan intake
cairan dan nutrisi
adekuat
4. berikan pengobatan
antipiretik sesuai
kebutuhan.
c. Manajemen
pengobatan
1. Tentukan obat apa
yang di perlukan,
dan
kelola menurut
resep
dan/atau protokol
2. Monitor efektivitas
cara pemberian obat
yang sesuai.
d. Manajemen kejang
1. Pertahankan jalan
nafas
2. Balikkan badan
pasien ke satu sisi
3. Longgarkan pakaian
4. Tetap disisi pasien
selama kejang
5. Catat lama kejang
6. Monitor tingkat obat
obatan anti epilepsi
2. Resiko perfusi serebral tidak a. Status sirkulasi a. Terapi oksigen
efektif 1. Tekanan darah 1. Periksa mulut,
Faktor resiko sistol 2. hidung,
a. Gangguan 2. Tekanan darah dan sekret trakea
serebrovaskuler diastol 3. Pertahankan jalan
b. penyakit neurologis 3. Tekanan nadi napas yang paten
4. PaO2 (tekanan 4. Atur peralatan
parsial oksigen oksigenasi
dalam darah 5. Monitor aliran
arteri) oksigen
5. PaCO2 (tekanan 6. Pertahankan posisi
parial pasien
Karbondioksida 7. Observasi tanda-
dalam darah) tanda hipoventilasi
6. Saturasi oksigen 8. Monitor adanya
7. Urine output kecemasan pasien
8. apillary refill. terhadap oksigenasi.
b. Status neurologi b. Manajemen edema
1. Kesadaran serebral
2. Fungsi sensorik 1. Monitor adanya
dan motorik kebingungan,
kranial perubahan pikiran,
3. Tekanan keluhan pusing,
intrakranial pingsan
4. Ukuran pupil 2. Monitor tanda-tanda
5. Pola istirahat- vital
tidur 3. Monitor
6. Orientasi kognitif karakteristik cairan
7. Aktivitas kejang serebrospinal :
8. Sakit kepala warna,
kejernihan,konsisten
i
4. Monitor status
pernapasan
frekuensi, irama,
kedalaman
pernapasan,
PaO2,PaCO2, pH,
Bicarbonat
5. Catat perubahan
pasien dalam
berespon terhadap
stimulus
6. Berikan anti kejang
sesuai kebutuhan
7. Batasi cairan
8. Dorong keluarga /
orang yangpenting
untuk bicara pada
pasien
9. Posisikan tinggi
kepala 30o atau
lebih.
c. Monitoring
peningkatan
intrakranial
1. Monitor tekanan
perfusi serebral
2. Monitor jumlah,
nilai dan
karakteristik
pengeluaran cairan
serebrispinal (CSF)
3. Monitor intake dan
output
4. Monitor suhu dan
jumlah leukosit
5. Periksa pasien
terkait ada tidaknya
gejala kaku kuduk
6. Berikan antibiotik
7. Letakkan kepala dan
leher pasien dalam
posisi netral, hindari
fleksi pinggang
yang berlebihan
8. Sesuaikan kepala
tempat tidur untuk
mengoptimalkan
perfusi serebral
9. Berikan agen
farmakologis untuk
mempertahankan
TIK dalam
jangkauan tertentu.
d. Monitor tanda-tanda
vital
1. Monitor tekanan
darah, nadi, suhu
dan status
pernapasan dengan
cepat
2. Monitor kualitas
dari nadi
3. Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
4. Monitor pola
pernapasan
abnormal (misalnya,
cheynestokes,
kussmaul, biot,
apneustic, ataksia
dan bernapas
berlebihan)
5. Monitor suhu,
warna, dan
kelembaban kulit
6. Monitor adanya
cushling triad
(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan
sistolik)
7. Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign.
3. Pola napas tidak efektif a. Status penrnapasan a. Terapi oksigen
Batasan ventilasi observasi
Karakteristik Kriteria hasil 1. Montor kecepatan
a. Bradipnea 1. Frekuensi aliran oksigen
b. Dispnea pernapasan 2. Monitor posisi alat
c. Penggunaan otot bantu 2. Irama pernapasan terapi oksigen
penapasan 3. Kedalaman 3. Monitor aliran
d. Penurunan kapasitas pernapasan oksigen secara
vital 4. Penggunaan otot priodik dan pastikan
e. Penurunan tekanan bantu nafas fraksiyang diberikan
ekspirasi 5. Suara nafas cukup
f. Penurunan tekanan tambahan 4. Monitor efektifitas
inpsirasi 6. Retraksi dinding oksigen
g. Pernapasan bibir dada 5. Monitor
h. Pernapasan cuping 7. Dispnea saat kemampuan
hidung istirahat melepaskan oksigen
i. Pola nafas abnormal 8. Atelektasis. saat makan
j. Takipnea. b. Status pernapasan : 6. Monitor tanda-tanda
Faktor yang berhubungan kepatenan jalan nafas hipoventilasi
a. Cedera medulla Kriteria Hasil : 7. Monitor tanda dan
spinalis 1. frekuensi gejala toksikasi
b. Gangguan neurologis pernapasan oksigen dan
c. Nyeri 2. pernapasan atalesktasis
cuping hidung 8. Monitor tingkat
3. mendesah kecemasan akibat
terapi oksigen
9. Monitor integritas
mukosa hidung
akibat pemasangan
oksigen.
Teraupeutik
1. Bersihkan secret
pada mulut, hidung,
trachea jika perlu
2. Pertahankan
kepatenan jalan
nafas
3. Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
4. Beri oksigen
tambahan jika perlu
5. Tetpa berikan
oksigen saat pasien
ditransfortasi
6. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat
mobilitas pasien.
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan
oksigen dirumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi
penentuan dosis
oksigen
2. Kolaborasi
penggunaan oksigen
saat aktivitas dan
atau tidur.

D. Implementasi
Implementasi dilakukan sesuai dengan rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat.
Berikut adalah contoh implementasi yang dilakukan pada pasien anak dengan kejang demam:
a. Implementasi keperawatan pada diagnosa kekurangan volume cairan dengan
tindakan keperawatan yang dilakukan:
1. Timbang berat badan setiap hari dan monitor status pasien dengan hasil BB 10
kg dan anak tampak lemah, lesu.
2. Jaga intake/ atau asupan yang akurat dan catat output
3. Monitor status hidrasi
4. Monitor tanda-tanda vital
5. Monitor warna kulit dan suhu dengan hasil kulit tampak kemerahan dan suhu
39⁰C
6. Dorong konsumsi cairan, anak tampak rajin menyusu
7. Lembabkan bibir dan mukosa hidung yang kering.
b. Implementasi keperawatan pada diagnosa hipertermi berhubungan dengan laju
peningkatan metabolisme, tindakan keperawatan yang telah dilakukan adalah
1. Monitor suhu dan tanda-tanda vital
2. Monitor warna kulit dan suhu dengan hasil kulit tampak kemerahan dan suhu
39⁰C.
3. Beri obat atau cairan, obat yang diberikan PCT syr 3x250 mg, dan terpasang
IVFD KaEN 1 B 20 tetes/i,
4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi adekuat
5. Berikan pengobatan antipiretik sesuai kebutuhan obat yang
6. Monitor suhu tubuh setiap 2 jam sekali
7. Lakukan kompres hangat jika suhu tubuh tinggi.
c. Implementasi keperawatan pada diagnosa defesiensi pengetahuan pada ibu
berhubungan dengan kurangnya informasi dengan tindakan keperawatan yang
dilakukan:
1. Pendekatan yang tenang dan meyakinkan dengan hasil terbinanya hubungan
saling percaya dengan peneliti
2. Berusaha untuk memahami perspektif pasien dari situasi stress dengan hasil
pasien tampak masih cemas dengan kondisi anaknya,
3. Anjurkan pasien dan keluarga dalam menggunakan teknik relaksasi, keluarga
sudah diajarkan teknik napas dalam
4. Identifikasi (pribadi, ruang dan uang) yang diperlukan untuk melaksanakan
program kesehatan,
5. Prioritaskan kebutuhan pasien
6. Pengetahuan manajemen kejang pada keluarga

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk mengetahui sejauh
mana tujuan dari rencana keperawatan pada anak yang mengalami kejang demam tercapai.
Evaluasi ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil akhir yang teramati dengan tujuan
dan kriteria hasil yang dibuat dalam rencana keperawatan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan pada anak
dengan kejang demam.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejang demam pada anak diduga terjadi karena kenaikan drastis pada temperatur tubuh.
Umumnya disebabkan oleh infeksi dan merupakan respons dari otak terhadap demam yang
biasanya terjadi di hari pertama demam. Pada umumnya kejang demam pada anak dialami
bayi usia 6 bulan hingga anak usia 5 tahun.
Sebagian besar kasus kejang demam tidak memiliki dampak jangka panjang. Kejang
demam sederhana tidak akan menyebabkan kerusakan otak, kesulitan belajar, ataupun
gangguan mental. Selain itu, kejang demam juga tidak menjadi indikasi penyakit epilepsi
pada anak, yaitu kecenderungan kejang berulang akibat sinyal elektrik abnormal dalam otak.
Pada umumnya saat kejang demam, anak mengalami kondisi sebagai berikut:
a. Hilang kesadaran dan berkeringat.
b. Tangan dan kakinya kejang.
c. Demam tinggi, lebih dari 38 derajat Celsius.
d. Terkadang keluar busa dari mulutnya atau muntah.
e. Matanya terkadang juga akan terbalik.
f. Setelah reda, terlihat mengantuk dan tertidur.

B. Saran
Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kebaikan
penyususan asuhan keperawatan kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Brunner & Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah, Ed.12. Jakarta: EGC
2. Christian,W.,dkk. Pengalaman Perawat dalam Penanganan pada Anak dengan Kejang
Demam di Ruangan IGD RSUD Karangayar.2015. Stikes Kusuma
3. Husada. SurakartaDiaskes. http://download.portalgaruda.org. Diaskes tanggal : 20
september 2021
4. Christopher, F, L, et al, 2012. Seizures in Children. Emedicine health.
5. http://www.emedicinehealth.com/seizures_in_children/article_em.htm. Diakses pada 20
september 2021

Anda mungkin juga menyukai