Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN KRITIS

DENGAN DIAGNOSA MEDIS CARDIAC ARREST (HENTI JANTUNG )

Disusun ntuk memenuhi tugas stase keperawatan gawat darurat dan kritis

Oleh
AFENTIANI RIZKY SUHENDRI
204291517030

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI........................................................................................................................ii

A.KONSEP DASAR .......................................................................................................... 1

1. Anatomi dan Fisiologi ............................................................................................ 1

2. Definisi ..................................................................................................................... 7

3. Etiologi ..................................................................................................................... 7

4.Patofisiologi ............................................................................................................ 10

5.Manifestasi Klinis .................................................................................................. 13

6.Pemeriksaan Diagnostik........................................................................................ 13

7.Penatalaksanaan .................................................................................................... 15

B.ASUHAN KEPERAWATAN ...................................................................................... 23

1.Pengkajian .............................................................................................................. 23

2.Diagnosa Keperawatan ......................................................................................... 26

3.Intervensi Keperawatan ........................................................................................ 26

4.Implementasi Keperawatan .................................................................................. 30

5. Evaluasi.................................................................................................................. 31

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 34

ii
A. KONSEP DASAR
1. Anatomi dan Fisiologi
1. Jantung
Jantung adalah pompa berotot didalam dada yang bekerja terus menerus tanpa henti
memompa darah keseluruh tubuh. Jantung berkontraksi dan relaksasi sebanyak 100.000 kali
dalam sehari, dan semua pekerjaan ini memerlukan suplai darah yang baik yang disediakan
oleh pembuluh arteri koroner. Bagian kanan dan kiri jantung masing-masing memiliki ruang
sebelah atas (atrium) yang mengumpulkan darah dan ruang sebelah bawah (ventrikel) yang
mengeluarkan darah. Agar darah hanya mengalir dalam satu arah, maka ventrikel memiliki
satu katup pada jalan masuk dan satu katup pada jalan keluar (Pearce,2007; Smeltzer &
Bare, 2002). Fungsi utama jantung adalah memberikan dan mengalirkan suplai oksigen dan
nutrisi ke seluruh jaringan dan organ tubuh yang diperlukan dalam proses metabolisme.
Secara normal setiap jaringan dan organ tubuh akan menerima aliran darah dalam jumlah
yang cukup sehingga jaringan dan organ tubuh menerima nutrisi dengan adekuat. Sistem
kardiovaskular yang berfungsi sebagai sistem regulasi melakukan mekanisme yang
bervariasi dalam merespons seluruh aktivitas tubuh. Salah satu contoh adalah mekanisme
meningkatkan suplai darah agar aktivitas jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan tertentu,
darah akan lebih banyak dialirkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk
memelihara system sirkulasi organ tersebut.Ketika oksigen telah diserap oleh jaringan,
pembuluh vena membawa balik darah yang berwarna biru dan mengandung sedikit sekali
oksigen ke jantung (Pearce, 2007; Smeltzer & Bare, 2002).
a. Struktur Jantung
Jantung terletak di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum dan vertebra
(tulang punggung). Bagian depan dibatasi oleh sternum dan costae 3,4, dan 5. Hampir dua
pertiga bagian jantung terletak di sebelah kiri garis median sternum. Jantung terletak di atas
diafragma, miring ke depan kiri dan apex cordis berada paling depan dalam rongga thorax.
Apex cordis dapat diraba pada ruang intercostal 4-5 dekat garis medioclavicular kiri. Batas
cranial jantung dibentuk oleh aorta ascendens, arteri pulmonalis, dan vena cava superior.
Pada usia dewasa, rata-rata panjang jantung berkisar 12 cm dan lebar 9 cm, dengan berat
300-400 gram (Pearce,2007; Smeltzer & Bare, 2002). Jantung dibagi menjadi bagian kanan
dan kiri, dan memiliki empat bilik (ruang), bilik bagian atas dan bawah di kedua belahannya.
Bilik-bilik atas, atria (atrium, tunggal) menerima darah yang kembali ke jantung dan
memindahkannya ke bilik-bilik bawah, ventrikel, yang memompa darah dari jantung. Kedua

1
belahan jantung dipisahkan oleh septum, yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi
jantung. Pemisahan ini sangat penting, karena bagian kanan jantung menerima dan
memompa darah beroksigen rendah sementara sisi kiri jantung menerima dan memompa
darah beroksigen tinggi. Bagian-bagian jantung terdiri dari atrium dextra, atrium sinistra,
ventrikel dextra, dan ventrikel sinistra (Pearce,2007; Smeltzer & Bare, 2002).
1) Atrium Dextra
Dinding atrium dextra berukuran tipis, rata-rata 2 mm. Terletak agak ke depan dibandingkan
ventrikel dextra dan atrium sinistra. Pada bagian antero-superior terdapat lekukan ruang atau
kantung berbentuk daun telinga yang disebut Auricle. Permukaan endokardiumnya tidak
sama. Posterior dan septal licin dan rata, lateral dan auricle kasar dan tersusun dari serabut-
serabut otot yang berjalan paralel yang disebut otot Pectinatus. Atrium dextra merupakan
muara dari vena cava. Vena cava superior bermuara pada dinding superoposterior. Vena
cava inferior bermuara pada dinding infero-latero-posterior. Pada muara vena cava inferior
ini terdapat lipatan katup rudimenter yang disebut katup Eustachii. Pada dinding medial
atrium dextra bagian postero-inferior terdapat septum inter-atrialis. Pada pertengahan
septum inter-atrialis terdapat lekukan dangkal berbentuk lonjong yang disebut fossa ovalis,
yang mempunyai lipatan tetap di bagian anterior dan disebut limbus fossa ovalis. Di antara
muara vena cava inferior dan katup tricuspidalis terdapat sinus coronarius, yang
menampung darah vena dari dinding jantung dan bermuara pada atrium dextra. Pada muara
sinus coronaries terdapat lipatan jaringan ikat rudimenter yang disebut katup Thebesii. Pada
dinding atrium dextra terdapat nodus sumber listrik jantung, yaitu Nodus sino-atrial terletak
di pinggir lateral pertemuan muara vena cava superior dengan auricle, tepat di bawah sulcus
terminalis. Nodus Atri-Ventricular terletak pada antero-medial muara sinus coronaries, di
bawah katup tricuspidalis. Fungsi atrium dextra adalah tempat penyimpanan dan penyalur
darah dari vena-vena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel dextra dan kemudian ke paru-
paru (Pearce,2007; Smeltzer & Bare, 2002). Pemisah vena cava dengan dinding atrium
hanyalah lipatan katup atau pita otot rudimenter maka apabila terjadi peningkatan tekanan
atrium dextra akibat bendungan darah di bagian kanan jantung, akan dikembalikan ke dalam
vena sirkulasi sistemik. Sekitar 80% alir balik vena ke dalam atrium dextra akan mengalir
secara pasif ke dalam ventrikel dextra melalui katup tricuspidalisalis, 20% sisanya akan
mengisi ventrikel dengan kontraksi atrium. Pengisian secara aktif ini disebut Atrial Kick.
Hilangnya atrial kick pada Disaritmia dapat mengurangi curah ventrikel.
2) Atrium Sinistra
Terletak postero-superior dari ruang jantung, tebal dinding atrium sinistra 3 mm, sedikit

2
lebih tebal dari pada dinding atrium dextra. Endocardiumnya licin dan otot pectinatus hanya
ada pada auricle. Atrium kiri menerima darah yang sudah dioksigenasi dari 4 vena
pumonalis
yang bermuara pada dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang
vena dextra dan sinistra. Antara vena pulmonalis dan atrium sinistra tidak terdapat katup
sejati. Oleh karena itu, perubahan tekanan dalam atrium sinistra membalik retrograde ke
dalam pembuluh darah paru. Peningkatan tekanan atrium sinistra yang akut akan
menyebabkan bendungan pada paru. Darah mengalir dari atrium sinistra ke ventrikel sinistra
melalui katup mitralis (Pearce,2007; Smeltzer & Bare, 2002).
3) Ventrikel Dextra
Terletak di ruang paling depan di dalam rongga thorax, tepat di bawah manubrium sterni.
Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel sinistra dan di medial atrium
sinistra. Ventrikel dextra berbentuk bulan sabit atau setengah bulatan, tebal dindingnya 4-5
mm. Bentuk ventrikel kanan seperti ini guna menghasilkan kontraksi bertekanan rendah
yang cukup untuk mengalirkan darah ke dalam arteria pulmonalis. Sirkulasi pulmonar
merupakan sistem aliran darah bertekanan rendah, dengan resistensi yang jauh lebih kecil
terhadap aliran darah dari ventrikel dextra, dibandingkan tekanan tinggi sirkulasi sistemik
terhadap aliran darah dari ventrikel kiri. Karena itu beban kerja dari ventrikel kanan jauh
lebih ringan daripada ventrikel kiri. Oleh karena itu, tebal dinding ventrikel dextra hanya
sepertiga dari tebal dinding ventrikel sinistra. Selain itu, bentuk bulan sabit atau setengah
bulatan ini juga merupakan akibat dari tekanan ventrikel sinistra yang lebih besar daripada
tekanan di ventrikel dextra. Disamping itu, secara fungsional, septum lebih berperan pada
ventrikel sinistra, sehingga sinkronisasi gerakan lebih mengikuti gerakan ventrikel sinistra
(Pearce,2007; Smeltzer & Bare, 2002).
Dinding anterior dan inferior ventrikel dextra disusun oleh serabut otot yang disebut
Trabeculae carnae, yang sering membentuk persilangan satu sama lain. Trabeculae carnae
di bagian apical ventrikel dextra berukuran besar yang disebut Trabeculae septomarginal
(moderator band). Secara fungsional, ventrikel dextra dapat dibagi dalam alur masuk dan
alur
keluar. Ruang alur masuk ventrikel dextra (Right Ventricular Inflow Tract) dibatasi oleh
katup tricupidalis, trabekel anterior, dan dinding inferior ventrikel dextra. Alur keluar
ventrikel dextra (Right Ventricular Outflow Tract) berbentuk tabung atau corong,
berdinding licin, terletak di bagian superior ventrikel dextra yang disebut Infundibulum atau
Conus Arteriosus.

3
Alur masuk dan keluar ventrikel dextra dipisahkan oleh Krista Supraventrikularis yang
terletak
tepat di atas daun anterior katup tricuspidalis (Pearce,2007; Smeltzer & Bare, 2002). Untuk
menghadapi tekanan pulmonary yang meningkat secara perlahan-lahan, seperti pada kasus
hipertensi pulmonar progresif, maka sel otot ventrikel dextra mengalami hipertrofi untuk
memperbesar daya pompa agar dapat mengatasi peningkatan resistensi pulmonary, dan
dapat mengosongkan ventrikel. Tetapi pada kasus dimana resistensi pulmonar meningkat
secara akut (seperti pada emboli pulmonary massif) maka kemampuan ventrikel dextra
untuk memompa darah tidak cukup kuat, sehingga seringkali diakhiri dengan kematian.
3) Ventrikel Sinistra
Berbentuk lonjong seperti telur, dimana pada bagian ujungnya mengarah ke anteroinferior
kiri menjadi Apex Cordis. Bagian dasar ventrikel tersebut adalah Annulus Mitralis. Tebal
dinding ventrikel sinistra 2-3x lipat tebal dinding ventrikel dextra, sehingga menempati 75%
masa otot jantung seluruhnya. Tebal ventrikel sinistra saat diastole adalah 8-12 mm.
Ventrikel sinistra harus menghasilkan tekanan yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan
sirkulasi sitemik, dan mempertahankan aliran darah ke jaringan-jaringan perifer. Sehingga
keberadaan otot-otot yang tebal dan bentuknya yang menyerupai lingkaran, mempermudah
pembentukan tekanan tinggi selama ventrikel berkontraksi. Batas dinding medialnya berupa
septum interventrikulare yang memisahkan ventrikel sinistra dengan ventrikel dextra.
Rentangan septum ini berbentuk segitiga, dimana dasar segitiga tersebut adalah pada daerah
katup aorta. Septum interventrikulare terdiri dari 2 bagian yaitubagian Muskulare
(menempati hampir seluruh bagian septum) dan bagian Membraneus. Pada dua pertiga
dinding septum terdapat serabut otot Trabeculae Carnae dan sepertiga bagian
endocardiumnya licin. Septum interventrikularis ini membantu memperkuat tekanan yang
ditimbulkan oleh seluruh ventrikel pada saat kontraksi. Pada saat kontraksi, tekanan di
ventrikel sinistra meningkat sekitar 5x lebih tinggi daripada tekanan di ventrikel dextra; bila
ada hubungan abnormal antara kedua ventrikel (seperti pada kasus robeknya septum pasca
infark miokardium), maka darah akan mengalir dari kiri ke kanan melalui robekan tersebut.
Akibatnya jumlah aliran darah dari ventrikel kiri melalui katup aorta ke dalam aorta akan
berkurang (Pearce,2007; Smeltzer & Bare, 2002).
Katup jantung berfungsi mempertahankan aliran darah searah melalui bilik-bilik jantung.
Setiap katub berespon terhadap perubahan tekanan. Katub-katub terletak sedemikian rupa,
sehingga mereka membuka dan menutup secara pasif karena perbedaan tekanan, serupa

4
dengan pintu satu arah. Katub jantung dibagi dalam dua jenis, yaitu katub atrioventrikuler
dan katub semilunar.
1) Katub Atrioventrikuler
Terletak antara atrium dan ventrikel, sehingga disebut katub atrioventrikular. Katub yang
terletak di antara atrium kanan dan ventrikel kanan mempunyai tiga buah katub disebut
katub trukuspid. Terdiri dari tiga otot yang tidak sama, yaitu: 1) Anterior, yang merupakan
paling tebal, dan melekat dari daerah Infundibuler ke arah kaudal menuju infero-lateral
dinding ventrikel dextra. 2) Septal, Melekat pada kedua bagian septum muskuler maupun
membraneus. Sering menutupi VSD kecil tipe alur keluar. 3) Posterior, yang merupalan
paling
kecil, melekat pada cincin tricuspidalis pada sisi postero-inferior. Sedangkan katub yang
letaknya di antara atrium kiri dan ventrikel kiri mempunyai dua daun katub disebut katub
mitral. Katup mitral terdiri dari dua bagian, yaitu daun katup mitral anterior dan posterior.
Daun katup anterior lebih lebar dan mudah bergerak, melekat seperti tirai dari basal
bentrikel sinistra dan meluas secara diagonal sehingga membagi ruang aliran menjadi alur
masuk dan
alur keluar (Pearce,2007; Smeltzer & Bare, 2002).
2) Katub Semilunar
Disebut semilunar (“bulan separuh”) karena terdiri dari tiga daun katub, yang masingmasing
mirip dengan bulan separuh. Katub semilunar memisahkan ventrikel dengan arteri yang
berhubungan. Katub pulmonal terletek pada arteri pulmonalis, memisahkan pembuluh ini
dari ventrikel kanan. Katub aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta. Adanya katub
semilunar ini memungkinkan darah mengalir dari masing-masing ventrikel ke arteri
pulmonalis atau aorta selama systole ventrikel, dan mencegah aliran balik waktu diastole
ventrikel (Pearce,2007; Smeltzer & Bare, 2002). Dinding jantung terdiri dari tiga lapisan
berbeda, yaitu:
1) Perikardium (Epikardium)
merupakan membran tipis di bagian luar yang membungkus jantung. Terdiri dari dua lapisan
yaitu perikarduim fibrosum (viseral), merupakan bagian kantong yang membatasi
pergerakan jantung terikat di bawah sentrum tendinium diafragma, bersatu dengan
pembuluh darah besar merekat pada sternum melalui ligamentum sternoperikardial dan
perikarduim serosum (parietal), dibagi menjadi dua bagian, yaitu Perikardium parietalis
membatasi perikarduim fibrosum sering disebut epikardium, dan Perikardium fiseral yang

5
mengandung sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas untuk mempermudah
pergerakan jantung.
2) Miokardium,
merupakan lapisan tengah yang terdiri dari otot jantung, membentuk sebagian besar dinding
jantung. Serat-serat otot ini tersusun secara spiral dan melingkari jantung. Lapisan otot ini
yang akan menerima darah dari arteri koroner.
3) Endokardium
lapisan tipis endothelium, suatu jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh
sistem sirkulasi (Pearce,2007; Smeltzer & Bare, 2002). Jantung dipersarafi oleh sistem saraf
otonom. Kecepatan denyut jantung terutama ditentukan oleh pengaruh otonom pada nodus
SA. yang dapat memodifikasi kecepatan (serta kekuatan) kontraksi, walaupun untuk
memulai kontraksi tidak memerlukan stimulasi saraf. Saraf parasimpatis ke jantung, yaitu
saraf vagus, terutama mempersarafi atrium, terutama nodus SA dan AV. Saraf-saraf
simpatis jantung juga mempersarafi atrium, termasuk nodus SA dan AV, serta banyak
mempersarafi ventrikel.Untuk memperjelas mengenai anatomi jantung maka bisa kita lihat
pada gambar 3 berikut ini.

Gambar 1. Anatomi Jantung

6
2. Definisi
Menurut Irianti, etc Henti jantung atau cardiac arrest merupakan keadaan yang dapat terjadi
dimana saja dan memerlukan tindakan segera salah satunya dalam setting intraoperatif.
Hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba akan menyebabkan berhentinya aliran darah ke
semua organ sehingga kondisi perfusi dan metabolisme dari organ yang mendukung fungsi
masing-masing akan juga hilang.

Mati jantung mendadak harus didefinisikan dengan hati-hati. Dalam konteks waktu, kata
“mendadak” batasan dahulu adalah kematian dalam waktu 24 jam setelah timbulnya
kejadian klinis yang menyebabkan henti jantung (cardiac arrest ) yang fatal; batas waktu ini
untuk kepentingan klinis dan epidemiologic dipersingkat menjadi 1 jam atau kurang yang
terdapat diantara saat timbulnya keadaansakit terminal dan kematian.

Serangan jantung mendadak adalah hilangnya fungsi jantung secara mendadak padaorang
yang didiagnosis mungkin atau tidak mengidap penyakit jantung.Waktu dan carakematian
yang tak terduga. Hal ini terjadi segera atau segera setelah gejala muncul (AHAGuidelines
For CPR and ECC, 2010).

Cardiac arrest adalah hilangnya fungsi jantung secara tiba-tiba dan mendadak, bisa terjadi
pada seseorang yang memang didiagnosa dengan penyakit jantung ataupun tidak. Waktu
kejadiannya tidak bisa diperkirakan, terjadi dengan sangat cepat begitu gejala dan tanda
tampak (American Heart Association,2010).

3. Etiologi
Faktor-faktor Risiko :

1. Usia

Insiden CD meningkat dengan bertambahnya usia bahkan pada pasien yang bebas dari
CADsimtomatik.

2. Jenis kelamin

Tampak bahwa pria mempunyai insiden SCD yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang
bebasdari CAD yang mendasari.

3. Merokok

7
Merokok telah dilibatkan sebagai suatu factor yang meningkatkan insiden SCD (ada efek
aritmogenik langsung dari merokok sigaret atas miokardium ventrikel). Tetapi menurut
pengertian Framingham, peningkatan resiko akibat merokok hanya terlihat pada pria.
Yangmenarik, peningkatan resiko ini menurun pada pasien yang berhenti merokok.
Merokok jugameningkatkan insiden CAD yang tampil pada kebanyakan pasien yang
menderita henti jantung.

4. Penyakit jantung yang mendasari.


a. Tidak ada penyakit jatung yang diketahuiPasien ini mempunyai pengurangan resiko
SCD, bila dibandingkan dengan pasien CAD atau pasien dengan pengurangan fungsi
ventrikel kiri.
b. Penyakit arteri koronaria (CAD)

Data dari penelutian Framingham telah memperlihatkan pasien CAD mempunyai frekuensi
SCDSembilan kali pasien dengan usia yang sama tanpa CAD yang jelas. The Multicenter
Post Infarction Research Group mengevaluasi beberapa variable pada pasien yang
menderita MI. Kelompok ini berkesimpulan bahwa pasien pasca MI dengan fraksi ejeksi
ventrikel kiri yangkurang dari 40%, 10 atau lebih kontraksi premature ventrikel (VPC) per
jam, sebelum MI danronki dalam masa periinfark mempunyai peningkatan mortalitas (1-2
tahun) dibandingkan dengan pasien tanpa masalah ini. Jelas pasien CAD (terutama yang
menderita MI) dengan resikoSCD yang lebih besar.

c. Sindrom prolaps katup mitral (MVPS)

Tes elektrofisiologi (EP) pada pasien MVPS telah memperlihatkan tingginya insiden aritmia
ventrikel yang dapat di induksi, terutama pada pasien dengan riwayat sinkop atau
prasinkop.Terapi anti aritmia pada pasien ini biasanya akan mengembalikan gejalanya.

d. Hipertrofi septum yang asimetrik (ASH)

Pasien ASH mempunyai peningkatan insiden aritmia atrium dan ventrikel yang
bisamenyebabkan kematian listrik atau hemodinamik (peningkatan obstruksi aliran keluar).
RiwayatVT atau bahkan denyut kelompok ventrikel akan meningkatkan risiko SCD.

e. Sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW)

Perkembangan flutter atrium dengan hantaran AV 1:1 melalui suatu jalur tambahan atau
AFdengan respon ventrikel sangat cepat (juga karena hantaran jalur tambahan

8
antegrad)menimbulkan frekuensi ventrikel yang cepat, yang dapat menyebabkan VF dan
bahkan kematianmendadak.

f. Sindrom Q-T yang memanjang

Pasien dengan pemanjangan Q-T yang kongenital atau idiopatik mempunyai peningktan
resikoSCD. Kematian sering timbul selama masa kanak-kanak. Mekanisme ini bisa
berhubungandengan kelainan dalam pernafasan simpatis jantung yang memprodisposisi ke
VF.

5. Lain-lainnya
a. Hipertensi: peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic merupakan predisposisi
SCD
b. Hiperkolesteremia: tidak ada hubungan jelas antara kadar kolesterol serum dan SCD
yang telahditemukan
c. Diabetes mellitus: dalam penelitian Framingham hanya pada wanita ditemukan
peningkataninsiden SCD yang menyertai intoleransi glukosa.
d. Ketidakaktifan fisik: gerak badan mempunyai manfaat tidak jelas dalam mengurangi
insidenSCD.
e. Obesitas: menurut data Framingham, obesitas meninggkatkan resiko SCD pada pria,
bukanwanita.
f. Riwayat aritmia
- Aritmia supraventrikel

Pada pasien sindrom WPW dan ASH, perkembangan aritmia supraventrikel disertai dengan
peningkatan insiden SCD. Pasien CAD yang kritis juga beresiko, jika aritmia
supraventrikelmenimbulkan iskemia miokardium. Tampak bahwa iskemia dapat
menyebabkan tidak stabilnyalistrik, yang mengubah sifat elektrofisiologi jantung yang
menyebabkan VT terus-menerus atauVF. Tetapi sering episode iskemik ini asimtomatik.

- Aritmia ventrikel

Pasien dengan penyakit jantung yang mendasari dan VT tidak terus-menerus menpunyai
peningkatan insiden SCD dibandingkan pasien dengan VPC tersendiri. Kombinasi VT yang
tidak terus-menerus dan disfungsi ventrikel kiri disertai tingginya resiko SCD. Pasien CAD
dan VTspontan mempunyai ambang VT yang lebih rendah dibandingkan pasien CAD dan

9
tanpa riwayatVT. Sehingga pasien CAD dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang rendah dan
VF atau VT terus-menerus yang spontan mempunyai insiden SCD tertinggi.

6. Faktor pencetus
a. Aktivitas

Hubungan antara SCD dan gerak badan masih tidak jelas. Analisis 59 pasien yang
meninggalmendadak memperlihatkan bahwa setengah dari kejadian ini timbul selama atau
segera setelahgerak badan. Tampak bahwa gerak badan bisa mencetuskan SCD, terutama
jika aktivitas berlebih dan selama tidur SCD jarang terjadi.

b. Iskemia

Pasien dengan riwayat MI dan Iskemia pada suatu lokasi yang jauh (iskemia dalam
distribusiarteri koronaria noninfark) mempunyai insiden aritmia ventrikel yang lebih tinggi
dibandingkandengan pasien iskemia yang terbatas pada zona infark. Daerah iskemia yang
aktif disertai dengantidak stabilnya listrik dan pasien iskemia pada suatu jarak mempunyai
kemungkinan lebih banyak daerah beresiko dibandingkan pasien tanpa iskemia pada suatu
jarak.

c. Spasme arteri koronaria

Spasme arteri koronaria (terutama arteri koronaria destra) dapat menimbulkan brakikardia
sinus, blok AV yang lanjut atau AF. Semua aritmia dapat menyokong henti jantung. Tampak
bahwalebih besar derajat peningkatan segmen S-T yang menyertai spasme arteri koronaria,
lebih besar resiko SCD. Tetapi insiden SDC pada pasien spasme arteri koronaria
berhubungn dengan derajatCAD obsruktif yang tetap. Yaitu pasien CAD multipembuluh
darah yang kritis ditambah spasmearteri koronaria lebih mungkin mengalami henti jantung
dibandingkan pasien spase arterikoronaria tanpa obstuksi koronaria yang tetap.

4. Patofisiologi
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun,
umumnyamekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti jantung,
peredaran darahakan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran oksigen untuk
semua organ tubuh.Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya
suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak,
menyebabkan korban kehilangankesadaran dan berhenti bernapas normal. Kerusakan otak

10
mungkin terjadi jika cardiac arresttidak ditangani dalam 5 menit dan selanjutnya akan terjadi
kematian dalam 10 menit (Suddencardiac death).

Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari masing-masing etiologi yang


mendasariterjadinya cardiac arrest.

1. Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya dikenal
sebagaiserangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu penyebab dari cardiac arrest.
Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen ke otot-otot jantung
menjadi kerasdan menyempit akibat sebuah materia(plak) yang terbentuk di dinding dalam
arteri. Semakinmeningkat ukuran plak, semakin buruk sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya,
otot-otot jantungtidak lagi memperoleh suplai oksigen yang mencukupi untuk melakukan
fungsinya, sehingga

dapat terjadi infark. Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan menjadi
jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung dari
jantung,meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.

2. Stress Fisik

Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal berfungsi,
diantaranya:

a. perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam


b. sengatan listrik
c. kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan asma
yang berat
d. Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah
e. Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang memiliki
gangguan jantung.
f. Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal refleksakibat
penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.

3. Kelainan Bawaan

11
Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan dalam keluarga. Kecenderungan
iniditurunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga ini mungkin memiliki
peningkatanresiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir dengan defek di jantung
mereka yang dapatmengganggu bentuk(struktur) jantung dan dapat meningkatkan
kemungkinan terkena SCA.

4. Perubahan struktur jantung

Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat menyebabkan
perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat mengganggu impuls
listrik.Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung akibat tekanan darah tinggi
atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga dapat menyebabkan perubahan
struktur dari jantung.

5. Obat-obatan

Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain, digoxin,
aspirin,asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya materi yang
ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari keluarga atau teman
pasien, memeriksa medicalrecord untuk memastikan tidak adanya interaksi obat, atau
mengirim sampel urin dan darah padalaboratorium toksikologi dapat membantu
menegakkan diagnosis.

6. Tamponade jantung

Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga tidak
mampuuntuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan kematian.

7. Tension pneumothorax

Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara akan
terusmasuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam paru. Hal ini
akanmenyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi, jantung akan
terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava superior) tertekan, sehingga
membatasi aliran balik ke jantung.

12
5. Manifestasi Klinis
Tanda- tanda cardiac arrest menurut Diklat Ambulans Gawat Darurat 118 (2010) yaitu:

a. Ketiadaan respon; pasien tidak berespon terhadap rangsangan suara, tepukan di pundak
ataupun cubitan.

b. Ketiadaan pernafasan normal; tidak terdapat pernafasan normal ketika jalan pernafasan
dibuka.

c. Tidak teraba denyut nadi di arteri besar (karotis, femoralis, radialis).

6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Elektrokardiogram

Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika dipasang
EKG,sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang di bagian tubuh lainnya missal tangan
dan kaki.EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase listrik jantung dan dapat
menggambarkangangguan pada irama jantung. Karena cedera otot jantung tidak melakukan
impuls listrik normal,EKG bisa menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. ECG
dapat mendeteksi pola listrik abnormal, seperti interval QT berkepanjangan, yang
meningkatkan risiko kematian mendadak.

2. Tes darahi.
a. Pemeriksaan Enzim Jantung

Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung terkena serangan
jantung.Karena serangan jantung dapat memicu sudden cardiac arrest. Pengujian sampel
darah untuk mengetahui enzim-enzim ini sangat penting apakah benar-benar terjadi
serangan jantung.

b. Elektrolit Jantung

Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang ada pada
jantung, diantaranya kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit adalah mineral dalam darah
kita dan cairantubuh yang membantu menghasilkan impuls listrik. Ketidak seimbangan pada
elektrolit dapatmemicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.

13
3. Test Obat

Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk menginduksi aritmia,
termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut merupakan obat-obatan terlarang.

4. Test Hormon

Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai pemicu cardiac
arrest.

5. Imaging tesi.
a. Pemeriksaan Foto Torak

Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah. Hal ini juga
dapatmenunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.

b. Pemeriksaan nuklir

Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu mengidentifikasi masalah aliran
darahke jantung. Radioaktif yang dalam jumlah yang kecil, seperti thallium disuntikkan ke
dalam aliran darah. Dengan kamera khusus dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir
melalui jantungdan paru-paru.

c. Ekokardiogram

Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran jantung.


Echocardiogramdapat membantu mengidentifikasi apakah daerah jantung telah rusak oleh
cardiac arrest dantidak memompa secara normal atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi),
atau apakah adakelainan katup.

6. Electrical system (electrophysiological) testing and mapping

Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah sembuh dan jika
penjelasan yang mendasari serangan jantung Anda belum ditemukan. Dengan jenis tes ini,
dokter mungkin mencoba untuk menyebabkan aritmia, sementara dokter memonitor jantung
Anda. Tesini dapat membantu menemukan tempat aritmia dimulai. Selama tes, kemudian
kateter dihubungkan denga electrode yang menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai
tempat di area jantung. Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan penyebaran impuls
listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat menggunakan elektroda untuk

14
merangsang jantung pasienuntuk mengalahkan penyebab yang mungkin memicu - atau
menghentikan – aritmia. Hal ini memungkinkan dokter untuk mengamati lokasi aritmia.

7. Ejection fraction testing

Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest adalah seberapa
baik jantung Anda mampu memompa darah. Dokter dapat menentukan kapasitas pompa
jantungdengan mengukur apa yang dinamakan fraksi ejeksi. Hal ini mengacu pada
persentase darahyang dipompa keluar dari ventrikel setiap detak jantung. Sebuah fraksi
ejeksi normal adalah 55sampai 70 persen. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan
risiko sudden cardiac arrest.Dokter Anda dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara,
seperti dengan ekokardiogram,Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda,
pengobatan nuklir scan dari jantungAnda atau computerized tomography (CT) scan jantung.

8. Coronary catheterization (angiogram)

Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner Anda terjadi penyempitan atau
penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh darah yang tersumbat
merupakan prediktor penting sudden cardiac arrest. Selama prosedur, pewarna cair
disuntikkan ke dalamarteri hati Anda melalui tabung panjang dan tipis (kateter) yang
melalui arteri, biasanya melaluikaki, untuk arteri di dalam jantung. Sebagai pewarna
mengisi arteri, arteri menjadi terlihat padaX-ray dan rekaman video, menunjukkan daerah
penyumbatan. Selain itu, sementara kateter diposisikan, dokter mungkin mengobati
penyumbatan dengan melakukan angioplasti danmemasukkan stent untuk menahan arteri
terbuka.

7. Penatalaksanaan
Pasien yang mendadak kolaps ditangani melalui 5 tahap, yaitu:

a. Respons awal
b. Penanganan untuk dukungan kehidupan dasar (basic life support )
c. Penanganan dukungan kehidupan lanjutan (advanced life support )
d. Asuhan pasca resusitasi
e. Penatalaksanaan jangka Panjang

Respons awal dan dukungan kehidupan dasar dapat diberikan oleh dokter, perawat, personil
paramedic, dan orang yang terlatih. Terdapat keperluan untuk meningkatkan keterampilan

15
saat pasien berlanjut melalui tingkat dukungan kehidupan lanjut, asuhan pascaresusitasi, dan
penatalaksanaan jangka panjang.

1. Respons Awal

Respons awal akan memastikan apakah suatu kolaps mendadak benar-benar disebabkan
olehhenti jantung. Observasi gerakan respirasi, warna kulit, dan ada tidaknya denyut nadi
pada pembuluh darah karotis atau arteri femoralis dapat menentukan dengan segera apakah
telahterjadi serangan henti jantung yang dapat membawa kematian. Gerakan respirasi
agonal dapatmenetap dalam waktu yang singkat setelah henti jantung, tetapi yang penting
untuk diobservasi adalah stridor yang berat dengan nadi persisten sebagai petunjuk adanya
aspirasi benda asingatau makanan. Jika keadaan ini dicurigai, maneuver Heimlich yang
cepat dapat mengeluarkan benda yang menyumbat. Pukulan di daerah prekordial yang
dilakukan secara kuat dengan tanganterkepal erat pada sambungan antara bagian sternum
sepertiga tengah dan sepertiga bawahkadang-kadang dapat memulihkan takikardia atau
fibrilasi ventrikel, tetapi tindakan ini jugadikhawatirkan dapat mengubah takikardia
ventrikel menjadi fibrilasi ventrikel. Karena itu, telahdianjurkan untuk menggunakan
pukulan prekordial hanya pada pasien yang dimonitor;rekomendasi ini masih controversial.
Tindakan ke tiga selama respons inisial adalahmembersihkan saluran nafas. Gigi palsu atau
benda asing yang di dalam mulut dikeluarkan, danmaneuver Heimlich dilakukan jika
terdapat indikasi mencurigakan adanya benda asing yangterjepit di daerah orofaring. Jika
terdapat kecurigaan akan adanya henti respirasi (respiratoryarrest ) yang mendahului
serangan henti jantung, pukulan prekordial kedua dapat dilakukansetelah saluran napas
dibersihkan.

2. Tindakan Dukungan Kehidupan Dasar ( Basic Life Support )

Tindakan ini yang lebih popular dengan istilah resusitasi kardiopulmoner


(RKP;CPR;Cardiopulmonary Resuscitation) merupakan dukungan kehidupan dasar yang
bertujuan untuk mempertahankan perfusi organ sampai tindakan intervensi yang definitive
dapatdilaksanakan. Unsur-unsur dalam tindakan RKP terdiri atas tindakan untuk
menghasilkan sertamempertahankan fungsi ventilasi paru dan tindakan kompresi dada.
Respirasi mulut ke mulutdapat dilakukan bila tidak tersedia perlengkapan penyelamat yang
khusus misalnya pipa napasorofaring yang terbuat dari plastic, obturator esophagus, ambu
bag dengan masker. Langkah-langkah penting yang harus diperhatikan dalam resusitasi
kardiopulmoner :

16
- Pastikan bahwa saluran nafas korban dalam keadaan lapang/ terbuka.
- Mulailah resusitasi respirasi dengan segera.
- Raba denyut nadi karotis di dalam lekukan sepanjang jakun (Adam’s apple) atau
kartilago tiroid.
- Jika denyut nadi tidak teraba, mulai lakukan pijat jantung (Isselbacher: 228)

Langkah-Langkah Bantuan Hidup dasar :

1. Berikan ventilasi dengan 2 kali tiupan efektif


2. Lakukan tindakan Pijat jantung Luar pada pertengahan Sternum dengan kedalaman 4-
5 cmsebanyak 30 kompresi setiap siklus (dilakukan dengan 1 atau 2 orang penolong) dan
dilakukanselama 4 siklus (kurang lebih 1 menit menjadi 100 kompresi) 2 kali ventilasi setiap
siklusnya dan pastikan saat memberikan ventilasi posisi kepala dalam keadaan Head Til-
Chin Lift.
3. Cek kembali denyut nadi karotis
4. Bila ada DC shock atau AED, bisa diberikan kejut jantung sebanyak 200 Joule (pada
VT/VF)
5. Untuk Henti jantung, pertimbangkan pemberian model Cardiac Tumb.

Lanjutkan tindakan RJP sampai :

a. Bila ada respon atau pasien menjadi sadar kembali


b. Penderita dinyatakan meninggal dunia (pupil dilatasi dan refleks cahaya negatif)
c. Penolong kelelahan dan tidak ada penolong lain
d. Sudah ada penolong lain yang lebih berkompeten

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan tindakan RJP :-

a. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun


b. Jangan menekan pada daerah Prosesus xifoideus karena dapat berakibat robeknya hati
c. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi tetap melekat pada
sternum, jari- jari jangan menekan iga korban
d. Hindari gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak terputus

17
e. Perhatikan komplikasi yang mungkin terjadi karena RJPDalam AHA Guidelines For
CPR and ECC, 2010 review 07 Desember 2011, langkah penanganan pada pasien Cardiac
arrest adalah :
1. Pengenalan dini dari Sudden cardiac Arrest berdasarkan pengkajian terhadap ketidak-
sadaran(un-responsiveness) dan tidak adanya nafas normal (tidak bernafas atau hanya
Gasping/agonal).
2. Teknik Look, Listen, Feel atau Lihat, Dengar, Rasakan untuk mengkaji Breathing
korban, padaGuidliness CPR menurut AHA tahun 2010 ini di tiadakan.Check nafas
dilakuakan pada saat pengenalan dini keadaan emergency (terutama cardiac) satu paket
dengan pengkajian kesadaran(responsiveness / un-responsiveness )
3. Di dorong / dianjurkan untuk hanya melakukan Hand Only CPR (hanya melakukan
penekanandada saja, tanpa memberikan tiupan dua kali) bagi penolong awam yang tidak
terlatih.
4. Perubahan sequence atau urutan langkah-langkah CPR. Kalau di Guidelines tahun 2005
atauyang sebelumnya kita mengenal urutan ABC (Airway, Breathing, Circulation), maka
diGuidelines AHA tahun 2010 ini menjadi CAB (Circulation, Airway, Breathing), jadi
setelah callfor help dan di pastikan kondisi aman untuk menolong, lalu check response
korban termasuk mengkaji ada / tidak adanya nafas secara visual tanpa tehnik LLF. Kalau
ternyata korban tidak sadar dan tidak bernafas atau bernafas tapi Cuma gasping (nafas
abnormal), langsung ke C, yangartinya kalau untuk orang awam langsung lakukan kompresi
atau untuk Health Care provider (Paramedic, Nurse, Dokter) check nadi karotis dulu dengan
tidak lebih dari sepuluh detik. Kalauselama itu nadi tidak terasa atau tidak yakin, jangan
buang waktu, segera lakukan kompresi tiga puluh kali di ikuti dengan dua tiupan yang mana
durasi tiap tiupan tidak lebih dari satu detik, bagi yang tidak terlatih bisa hanya melakukan
kompresi saja tanpa di ikuti dengan tiupan atau disebut dengan Hand Only CPR seperti yang
sudah di jelaskan pada point diatas.
5. Seperti halnya Guidelines tahun 2005, guidelines 2010 ini pun menekankan pada focus
untuk melakukan High Quality CPR, yang mana hal itu bisa tercapai bila kita bisa
melakukan HighQuality Compression. Adapun factor-faktor yang mempengaruhi kualitas
kompresi adalah Rate(kecepatan), depth (kedalaman), dada re-coil sempurna antara
kompresi, minimal intrupsi padasaat melakukan kompresi dan menghindari pemberian
ventilasi (tiupan) yang berlebihan.
6. Pada guidelines 2005, term yang di gunakan untuk menggambarkan rate atau kecepatan
dari kompresi adalah “ approximately” 100 x/menit, yang artinya kecepatan kompresi

18
kurang lebih seratus kali per menit (kurang atau lebih dikit boleh lah-red). sedangkan untuk
Guidelines 2010 ini di gunakan term “at least” 100 x/m, yang artinnya kecepatan kompresi
yang baik pada saatCPR tidak boleh kurang dari seratus kali per menit.
7. Pada guidelines 2005, kedalaman kompresi pada orang dewasa adalah 1.5- 2 inches (4-
5 cm).tahun 2010 ini di tetapkan bahwa kedalaman kompresi untuk orang dewasa adalah 2
inches (5cm), anak-anak juga 2 inches dan 1.5 inches untuk infant
8. Untuk penggunaan AED, di guidelines terbaru ini tidak ada perbedaan dengan
Guidelines

3. Tindakan Dukungan Kehidupan Lanjut ( Advance Life Support )

Tindakan ini bertujuan untuk menghasilkan respirasi yang adekuat, mengendalikan aritmia
jantung, menyetabilkan status hemodinamika (tekanan darah serta curah jantung)
danmemulihkan perfusi organ. Aktivitas yang dilakukan untuk mencapai tujuan ini
mencakup:

a. Tindakan intubasi dengan endotracheal tube


b. Defibrilasi/ kardioversi, dan/atau pemasangan pacu jantung
c. Pemasangan lini infuse.

Ventilasi dengan O2 atau udara ruangan bila O2 tidak tersedia dengan segera,
dapatmemulihkan keadaan hipoksemia dan asidosis dengan segera. Kecepatan melakukan
defibrilasiatau kardioversi merupakan elemen penting untuk resusitasi yang berhasil. Kalau
mungkin,tindakan defibrilasi harus segera dilakukan sebelum intubasi dan pemasangna
selang infuse.Resusitasi kardiopulmoner harus dikerjakan sementara alat defibrillator diisi
muatan arusnya.Segera setelah diagnosis takikardia atau fibrilasi ventrikel ditentukan,
kejutan listrik sebesar 200-J harus diberikan. Kejutan tambahan dengan kekuatan yang lebih
tinggi hingga maksimal 360-J,dapat dicoba bila kejutan pertama tidak berhasil
menghilangkan takikardia atau fibrilasiventrikel. Jika pasien masih belum sadar sepenuhnya
setelah dilakukan reversi, atau bila 2 atau 3kali percobaan tidak membawa hasil, maka
tindakan intubasi segera, ventilasi dan analisis gasdarah arterial harus segera dilakukan.
Pemberian larutan NaHCO3 intravena yang sebelumnyadiberikan dalam jumlah besar kini
tidak dianggap lagi sebagai keharusan yang rutin dan bisa berbahaya bila diberikan dalam
jumlah yang lebih besar. Namun, pasien yang tetap mengalamiasidosis setalah defibrilasi

19
dan intubasi yang berhasil harus diberikan 1 mmol/kg NaHCO3 padaawalnya dan tambahan
50% dosis diulangi setiap 10-15 menit.

Setelah upaya defibrilasi pendahuluan tanpa mempedulikan apakah upaya ini berhasil atau
tidak, preparat bolus 1mg/kg lidokain diberikan intravena dan pemberian ini diulang dalam
waktu 2menit pada pasien-pasien yang memperlihatkan aritmia ventrikel yang persisten atau
tetapmenunjukkan fibrilasi ventrikel. Penyuntikan lidokain ini diikuti oleh infuse lidokain
dengantakaran 1-4 mg/menit. Jika lidokain tidak berhasil mengendalikan keadaan tersebut,
pemberianintravena prokainamid (dosis awal 100mg/5 menit hingga tercapai dosis total
500-800mg, diikutidengan pemberian lewat infuse yang kontinyu dengan dosis 2-
5mg/menit). Atau bretilium tosilat(dosis awal 5-10mg/kg dalam waktu 5 menit; dosis
pemeliharaan (maintanance) 0,5-2mg/menit), dapat dicoba. Untuk mengatasi fibrilasi
ventrikel yang per sisten, preparat epinefrin(0,5-1,0 mg) dapat diberikan intravena setiap 5
menit sekali selama resusitasi dengan upayadefibrilasi pada saat-saat diantara setiap
pemberian preparat tersebut. Obat tersebut dapatdiberikan secara intrakardial jika cara
pemberian intravena tidak dapat dilakukan. Pemberiankalsium glukonat intravena tidak lagi
dianggap aman atau perlu untuk pemakaian yang rutin.Obat ini yang hanya digunakan pada
pasien dengan hiperkalemia akut dianggap sebagai pencetusVF resisten, pada keadaan
adanya hipokalsemia yang diketahui, atau pada pasien yang menerimadosis toksik antagonis
hemat kalsium.

Henti jantung yang terjadi sekunder akibat bradiaritmia atau asistol ditangani dengan
carayang berbeda. Setelah diketahui jenis aritmianya, terapi syok dari luar tidak memiliki
peranan.Pasien harus segera diintubasi, resusitasi kardiopulmoner diteruskan dan harus
diupayakan untuk mengendalikan keadaan hipoksemia serta asidosis. Epinefrin dan atau
atropine diberikanintravena atau dengan penyuntikan intrakardial. Pemasangan alat pacing
eksternal kini sudahdapat dilakukan untuk mencoba menghasilkan irama jantung yang
teratur, tetapi prognosis pasien pada bentuk henti jantung ini umumnya sangat buruk. Satu
pengecualian adalah henti jantung asistolik atau bradiaritmia sekunder terhadap obstruksi
jalan napas. Bentuk henti jantung ini dapat memberikan respons cepat untuk pengambilan
benda asing dengan maneuver Heimlichatau, pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Dengan intubasi dan penyedotan sekresi yangmenyumbat di jalan napas.

4. Perawatan Pasca Resusitasi

20
Fase penatalaksanaan ini ditentukan oleh situasi klinis saat terjadinya henti jantung.Fibrilasi
ventrikel primer pada infark miokard akut umumnya sangat responsive terhadap teknik-
teknik dukungan kehidupan (life support ) dan mudah dikendalikan setelah kejadian
permulaan.Pemberian infuse lidokain dipertahankan dengan dosis 2-4 mg/menit selama 24-
72 jam setelah serangan. Dalam perawatan rumah sakit, bantuan respirator biasanya tidak
perlu atau diperlukan hanya untuk waktu yang singkat dan stabilisasi hemodinamik yang
terjadi dengan cepat setelah defibrilasi atau kardioversi. Dalam fibrilasi ventrikel sekunder
pada IMA (kejadian denganabnormalitas hemodinamika menjadi predisposisi untuk
terjadinya aritmia yang dapat membawakematian), upaya resusitasi kurang begitu berhasil
dan pada pasien yang berhasil diresusitasi,angka rekurensinya cukup tinggi. Gambaran
klinis didominasi oleh ketidak stabilan hemodinamik. Dalam kenyataan, hasil akhir lebih
ditentukan oleh kemampuan untuk mengontrolgangguan hemodiunamik dibandingkan
dengan gangguan elektrofisiologi. Disosiasi elektromekanis, asitol dan bradiaritmia
merupakan peristiwa sekunder yang umum pada pasienyang secara hemodinamis tidak
stabil dan kurang responsive terhadap intervensi.

Hasil akhir (outcome) setelah serangan henti jantung di rumah sakit yang menyertai
penyakit nonkardiak adalah buruk, dan pada beberapa pasien yang berhasil diresusitasi,
perjalanan pasca resusitasi didominasi oleh sifat penyakit yang mendasari serangan henti
jantungtersebut. Pasien dengan kanker, gagal ginjal, penyakit system saraf pusat akut dan
infeksiterkontrol, sebagai suatu kelompok, mempunyai angka kelangsungan hidup kurang
dari 10 persen setelah henti jantung di rumah sakit. Beberapa pengecualian utama terhadap
hasil akhir henti jantung yang buruk akibat penyebab bukan jantung adalah pasien dengan
obstruksi jalannafas transien, gangguan elektrolit, efek proaritmia obat-obatan dan
gangguan metabolic yang berat, kebanyakan mereka yang mempunyai harapan hidup baik
jika mereka mendapat resusitasidengan cepat dan dipertahankan sementara gangguan
transien dikoreksi.

5. Penatalaksanaan Jangka Panjang

Bentuk perawatan ini dikembangkan menjadi daerah utama aktivitas spesialisasi klinis
karena perkembangan system penyelamatan emergency berdasar-komunitas. Pasien yang
tidak menderita kerusakan system saraf pusat yang ireversibel dan yang mencapai
stabilitashemodinamik harus dilakukan tes diagnostik dan terapeutik yang ekstensif untuk
tuntutan penatalaksanaan jangka panjang. Pendekatan agresif ini dilakukan atas dasar

21
dorongan fakta bahwadata statistikdari tahun 1970 mengindikasikan kelangsungan hidup
setelah henti jantung diluar rumah sakit diikuti oleh angka henti jantung rekuren 30 persen
pada 1 tahun, 45 persen pada2 tahundan angka mortalitas total hampir 60 persen pada 2
tahun. Perbandingan historismendukung bahwa statistik buruk ini dapat diperbaiki dengan
intervensi yang baru. Tetapiseberapa besar perbaikannya idak diketahui karena kurangnya
uji intervensi bersamaan yang terkendali.

Diantara pasien ini dengan penyebab henti jantung di luar rumah sakit adalah MI akutdan
transmural, penatalaksanaan sama dengan semua pasien lain yang menderita henti
jantungselama fase akut MI yang nyata. Untuk hampir semua kategori pasien,
bagaimanapun uji diagnostic ekstensif dilakukan menentukan etiologi, gangguan fungsional
dan ketidakstabilan elektrofisiologik sebagai penuntun penatalaksanaan selanjutnya. Secara
umum, pasien yang mempunyai henti jantung di luar rumah sakit akibat penyakit jantung
iskemik kronik, tanpa MIakut, dievaluasi untuk menetukan apakah iskemia transien atau
ketidakstabilan elektrofisologik merupakan penyebab yang lebih mungkin dari peristiwa ini.
Jika terdapat alasan untuk mencurigai suatu mekanisme iskemik, pembedahan anti-iskemik
atau Intervensi medis (sepertiangiografi, obat) digunakan untuk mengurangi beban iskemik.
Ketidakstabilan elektrofisiologik paling baik diidentifikasi dengan menggunakan stimulasi
elektris terprogram untuk menentukan apakah VT atau VF tertahan dapat diinduksi pada
pasien. Jika ya, informasi ini dapat digunakansebagai data dasar untuk mengevaluasi
efektifitas obat untuk pencegahan kekambuhan.Informasi ini juga dapat digunakan untuk
menentukan kecocokan untuk pembedahan antiaritmik dengan tuntunan peta. Menggunakan
teknik ini untuk menegakkan terapi obat pada pasien dengan fraksi ejeksi 30 persen atau
lebih, angka henti jantung rekuren adalah kurang dari 10 persen selama tahun pertama tindak
lanjut. Hasil akhir tidak sebaik untuk pasien fraksi dengan fraksi ejeksi dibawah 30 persen,
tetapi tetap lebih baik dibandingkan riwayat alami yang tampak dari kelangsungan hidup
setelah henti jantung. Untuk pasien yang keberhasilan dengan terapiobat tidak dapat
diidentifikasi dengan teknik ini, pengobatan empirik dengan amiodaron, penanaman
defibrillator/kardioverter (ICD, implantable cardioverter/defibrillator ) dalam tubuh,atau
pembedahan antiaritmia (seperti bedah pintas koroner, aneurismektomi, kriobliasi), dapat
dianggap sebagai pilihan. Sukses pembedahan primer, diartikan sebagai mempertahankan
hidup prosedur dan kembali pada keadaan yang tak dapat diinduksi tanpa terapi obat, adalah
lebih baik dari 90 persen bila pasien dipilih untuk kemampuan dipetakan dalam ruang
operasi. Terapi ICD juga dikembangkan menjadi sistem yang lebih menarik, termasuk

22
kemampuan untuk memaculebih baik dibandingkan mengejutkan (shock out) beberapa
aritmia pada pasien terpilih. Susunan Intervensi tersedia untuk pasien ini, digunakan dengan
pantas, menunjukkan perbaikan perbaikanyang berlanjut pada hasil akhir jangka Panjang.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pada pasien yang henti jantung harus segera dilakukan tindakan keperawatan seperti
memberikan persiapan awal henti jantung.

Penanganan Awal Henti Jantung (Cardiac Arrest). Empat jenis ritme jantung yang
menyebabkan henti jantung yaitu fibrilasi ventrikel (VF), takikardia ventrikel yang sangat
cepat (VT), aktivitas listrik tanpa pulsa (PEA), dan asistol. Untuk bertahan dari empat ritme
ini memeriukan bantuan hidup dasar Dukungan Kehidupan Dasar dan bantuan hidup
lanjutan Dukungan Kardiovaskular Lanjut (ACLS) (American Heart Association (AHA),
2005).

Ventrikel fibrilasi merupakan penyebab paling sering menyebabkan kematian mendadak


akibat SCA. American Heart Association (AHA) menggunukan 4 mata rantai penting untuk
mempertahankan hidup korban untuk mengilustrasikan 4 tindakan penting dalam menolong
korban SCA akibat ventrikel fibrilasi. Empat mata rantai tersebut adalah:

1. Sesegara mungkin memerlukan bantuan Layanan Medis Darurat (EMS) atau tenaga
medis terdekat.
2. Sesegera mungkin melakukan RJP.
3. Sesegera mungkin melakukan defibrilasi
4. Sesegera mungkin dilakukan Advanced Life Support diikuti oleh perawatan
postresusitasi.

Sebagaimana kondisi VF, kondisi aritmia lain yang dapat menyebabkan SCA juga
memerlukan tindakan resusitasi jantung dan paru-paru (RJP) yang diperlukan segera
dilakukan. Adapun algoritma dari RJP yaitu:

Prinsip penangan RJP ada 3 langkah yaitu ABC (Airway pembebasan jalan nafas, Breathing
/ usaha nafas, Sirkulasi / bantu memperbaiki sirkulasi). Namun sebelum melakukan 3 prinsip
penanganan penting dalam RJP tersebut, penolong harus melakukan persiapan sebelumnya

23
yang memastikan kondisi aman dan memungkinkan dilakukan RJP. Setelah memastikan
kondisi aman, penolong akan menilai respons korban dengan cara: meminta korban atau
meminta korban secara langsung, contoh: "Kamu tidak apa-apa?"; atau dengan memberikan
stimulus nyeri. Jika pasien merespons tetapi lemah atau pasien merespons tetapi tidak
merespons sama saja maka segera menerima bantuan dengan. panggilan nomor darurat
terdekat,

A. AIRWAY (Pembebasan jalan nafas)

Persiapan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan RJP adalah meletakan korban pada
permukaan yang keras dan memposisikan pasien dalam kondisi terlentang. Beberapa poin
penting dalam melakukan pembebasan jalan nafas:

I. Gunakan triple mancuver (manuver lift tilt-chin untuk jalan nafas bagi korban yang
tidak memiliki tanda-tanda trauma leher dan kepala).
2. Jika ada kecurigaan trauma vertebra serviks, pembebasan jalan nafas menggunakan
teknik Jaw-thrust tanpa ekstensi leher.
3. Bebaskan jalan nafas dengan membersihkan hal-hal yang menyumbat jalan nafas
dengan swab atau suction jika ada.

B. BREATHING (Cek pemafasan)

Setelah memastikan jalan nafas bebas, penolong segera lakukan cek pernafasan. Beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan cek pernafasan antara lain:

1. Cek pemafasan dilakukan dengan cara melihat, mendengarkan (mendengarkan nafas),


dan merasakan (merasakan hembusan nafas) selama 10 detik.
2. Setiap dalam 10 detik usahu nafas tidak adekuat (jika terjadi respirasi terengah-engah
pada SCA) atau tidak ditemukan tanda-tanda pemafasan, maka berikan 2 kali nafas buatan
(masing-masing I setiap detik dengan volume yang cukup untuk membuat dada
mengembang).
3. Volume tidal paling rendah yang membuat dada terlibat naik hanus diberikan, pada
sebagian besar dewasu sekitar 10 ml / kg (700 hingga 10XK) ml).

4. Rekomendasi dalam melakukan nafas buatan ini antara lain:


a. Pada menit awal saat terjadi henti jantung, nafas dibuat tidak lebih penting
dibandingkan dengan kompresi dada karena pada menit pertama kadar oksigen dalam darah

24
masih mencukupi kebutuhan sistemik. Selain itu pada awal terjadi henti jantung, masalah
lebih terletak pada penurunan output jantung schingga kompresi lebih efektif. Lebih baik
karena inilah alasan untuk meminimalisir interupsi saat kompresi dada.
b. Vaitilasi dan kompresi menjadi sama-sama penting saat prolonged VF SCF’
c. Hindari hiperventilasi (baik pernapasan mulut-mulut / masker / ambubag) dengan
memberikan volume permapasan normal (tidak terlalu kuat dan cepat)
d. Saat pasien sudah menggunakan alat bantu nafas (ET. LMA, dil) frekuensi nafas
diberikan 8-10 nafas / menit tanpa usaha mensinkronkan nafas dan kompresi dada.
e. Jika memerlukan titrasi untuk memberikan nafas buatan (misalnya, korban harus
melaporkan penyakit tertentu schingga penolong tidak aman'resiko tertular) maka lakukan
kompresi dada. Setelah memberikan pernafusan buatan, segera lakukan pengecekan
sirkulasi dengan menggunakan pulsasi arteri carotis (dipasang dilateral jakun'tulang
krikoid).
f. Pada pasien dengan sirkulusi spontan (pulsasi teraba) diperlukan bantuan dengan ratu-
rata 10-12 nafus / menit dengan I nafas butuh 5-6 detik dan setiap kali nafas harus dapat
dikembangkan dada.

C. SIRKULASI

Beberapu hal yang perlu diambil dalam rangka sirkulasi pada saat melakukan resusitasi
jantung dan paru:

1. Kompresi yang "efektif" diperlukan untuk mempertahankan aliran darah selama


resusitasi dilukukan.
2. Kompresi akan memungkinkan pasien diletakan terlentang pada alas yang keras dan
penolong tergantung disisi dada korban.
3. Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan kompresi yang kuat dan
cepat (untuk dewasa 100 kali kompresi / menit dengan kompresi 2 inchi / 4-5 cm;
menyediakan waktu untuk dada mengembang sempurna setelah kompresi; kompresi yang
dilakukan dengan ritmik dan rileks) ,
4. Kompresi dada yang harus dilakukan bersama dengan ventilasi pernafasan dan sirkulasi
tidak adekuat. Rasio yang digunakan dalam kompresi dada dengan kompresi 30: 2 adalah
berdasarkan konsensus dari para ahli. Kombinasi antara kompresi dada dengan kompresi
lain; Peningkatan frekuensi kompresi dada dan hiperventilasi dapat dilakukan dengan

25
kompresi minimal terhadap kompresi, Sebaiknya melakukan masing-masing tindakan
(kompresi dada dan ventilasi) secara independen dengan kompresi dada 100x / menit dan
dioperasikan 8-10 kali nafas per menit dan kompresi tidak membuat ventilasi berhenti dan
sebaliknya, hal ini khusus untuk 2 orang penolong).
5. Pada pencarian literatur ditemukan lima sitasi: satu LOE (Level Atau Bukti) 4, dan
Empat LOE 6. Frekuensi tinggi (lebih dari 100 kompresi permenit) manual CPR telah
dikembangkan sebagai teknik meningkatkan resusitasi dari henti jantung, Pada saat ini
studio pada binatang. Frekuensi CPR yang meningkatkan hemoxdinamik, dan tanpu
meningkatkan trauma (LOE6, Swart 1994, Maier 1984, Kem 1986). Pada satu studio
tambahan pada hewan, CPR frekuensi tinggi tidak meningkatkan hemodinamik berlebihan
yang dilakukan standar CPR (eit Tucker, 1994).

2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan kontraktilitas ( D.0008)
b. Risiko perfusi selebral tidak efektif berhubungan dengan kurangnya suplai O2 dalam
jaringan otak ( D.0017)
c. Gangguan Pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi – perfusi.(
D.0003)

3. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi Keperawatan
Keperawatan Keperawatan Indonesia Indonesia
( SLKI ) ( SIKI )

1. Penurunan curah Setelah dilakukan intervensi A. PERAWATAN JANTUNG


(I.02075)
jantung keperawatan selama 3 X 24
berhubungan jam Curah jantung Observasi
dengan perubahan meningkat dengan kriteria
 Identifikasi tanda/gejala primer
kontraktilitas ( hasil : Penurunan curah jantung
(meliputi dispenea, kelelahan,
D.0008) - Suara jantung S3
adema ortopnea paroxysmal
menurun nocturnal dyspenea, peningkatan
CPV)
- Suara jantung S4
 Identifikasi tanda /gejala
menurun sekunder penurunan curah

26
- Bradikardia menurun jantung (meliputi peningkatan
berat badan, hepatomegali
- Sianosis menurun
ditensi vena jugularis, palpitasi,
- Tekanan darah membaik ronkhi basah, oliguria, batuk,
kulit pucat)
- Capillary refill time (
 Monitor tekanan darah
CPT ) membaik (termasuk tekanan darah
ortostatik, jika perlu)
 Monitor intake dan output
cairan
 Monitor berat badan setiap hari
pada waktu yang sama
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor keluhan nyeri dada
(mis. Intensitas, lokasi, radiasi,
durasi, presivitasi yang
mengurangi nyeri)
 Monitor EKG 12 sadapoan
 Monitor aritmia (kelainan irama
dan frekwensi)
 Monitor nilai laboratorium
jantung (mis. Elektrolit, enzim
jantung, BNP, Ntpro-BNP)
 Monitor fungsi alat pacu jantung
 Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadisebelum dan
sesudah aktifitas
 Periksa tekanan darah dan
frekwensi nadi sebelum
pemberian obat (mis.
Betablocker, ACEinhibitor,
calcium channel blocker,
digoksin)

Terapeutik

 Posisikan pasien semi-fowler


atau fowler dengan kaki
kebawah atau posisi nyaman
 Berikan diet jantung yang sesuai
(mis. Batasi asupan kafein,
natrium, kolestrol, dan makanan
tinggi lemak)
 Gunakan stocking elastis atau
pneumatik intermiten, sesuai
indikasi
 Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi hidup sehat
 Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stres, jika perlu

27
 Berikan dukungan emosional
dan spiritual
 Berikan oksigen untuk
memepertahankan saturasi
oksigen >94%

2. Risiko perfusi Setelah dilakukan intervensi A. Manajemen Peningkatan


selebral tidak efektif keperawatan selama 3 X 24 tekanan intracranial (I.06194)
berhubungan jam perfusi selebral
Observasi
dengan kurangnya meningkat dengan kriteria
suplai O2 dalam hasil : - Monitor tanda/gejala
jaringan otak ( - Tingkat kesadaran peningkatan TIK ( mis, tekanan
D.0017) meningkat darah meningkat , tekanan nadi
- Tekanan darah sistolik melebar, bradikardia, pola nafas
membaik ireguler, kesadaran menurun.
- Tekanan darah diastolic - Monitor status pernafasan
membaik - Monitor intake dan output cairan

Terapeutik

- Atur ventilator agar paCO2


optimal
Pertahankan suhu tubuh normal

3. Gangguan Setelah dilakukan intervensi A. Pemantauan Respirasi (I.01014)


Pertukaran gas keperawatan selama 3 X 24 Observasi
berhubungan jam pertukaran gas - Monitor frekuensi,
dengan meningkat dengan kriteria irama,kedalaman dan upaya
ketidakseimbangan hasil : napas
ventilasi – perfusi.( - Monitor pola napas( seperti
- Tingkat kesadaran
D.0003) bradipnea, takipnea,
meningkat
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-
- Dyspnea menurun
stokes, biot, atksik)
- Bunyi nafas tambahan
- Monitor adanya sumbatan jalan
menurun
napas
- Nafas cuping hidung
- Palpasi kesimetrisan ekspansi
menurun
paru

28
- PCO2 Membaik - Auskultasi bunyi napas
- PO2 Membaik - Monitor saturasi oksigen
- Takikardia membaik - Monitor nilai AGD
- Sianosis membaik - Monitor hasil X-ray Toraks
- Pola nafas membaik - Atur interval pemantauan
- Warna kulit membaik respirasi sesuaikondisi pasien
- Dokumnetasikan hasil
pemantauan
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan

Terapeutik

- Atur interval pemantauan


respirasi sesuai kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi

- Jelaskan tujuan dan prosedur


pemantauan

B.Terapi Oksigen (I.01026)

Observasi

- Monitor kecepatan aliran


oksigen
- Monitor posisi alat terapi
oksigen
- Monitor efektifitas terapi
oksigen ( misalnya oksimetri,
analisa gas darah)
- Monitor tanda tanda
hipoventilasi

29
Terapeutik

- Pertahankan kepatenan jalan


nafas
- Berikan oksigen tambahan, jika
perlu
- Gunakan perangkat oksigen
yang sesuai dengan tingkat
mobilitas pasien

4. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi
respons klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, serta menilai data yang baru.

- Tahap-Tahap dalam Pelaksanaan

1. Tahap Persiapan
• Review rencana tindakan keperawatan.
• Analisis pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.

• Antisipasi komplikasi yang akan timbul.

• Mempersiapkan peralatan yang diperlukan (waktu, tenaga, alat).

• Mengidentifikasi aspek-aspek hukum dan etik.

• Memerhatikan hak-hak pasien, antara lain sebagai berikut.

a. Hak atas pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan kesehatan. b. Hak
atas informasi.

c. Hak untuk menentukan nasib sendiri.

d. Hak atas second opinion.

30
2. Tahap Pelaksaan
• Berfokus pada klien.

• Berorientasi pada tujuan dan kriteria hasil.

• Memperhatikan keamanan fisik dan spikologis klien.

• Kompeten.

3. Tahap Sesudah Pelaksaan


• Menilai keberhasilan tindakan.

• Mendokumentasikan tindakan, yang meliputi: a. Aktivitas/tindakan


perawat.
b. Hasil/respons pasien.

c. Tanggal/jam, nomor diagnosis keperawatan, tanda tangan.

Berikut contoh format pelaksanaan :

Kode Tanggal/ Tindakan dan Paraf


Diagnosa Pukul Hasil
keperawatan

5. Evaluasi
Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil
yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.

A. Macam Evaluasi
1. Evaluasi Proses (Formatif)

 Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan.

 Berorientasi pada etiologi.

31
 Dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.

2. Evaluasi Hasil (Sumatif)

 Evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan secara paripurna.

 Berorientasi pada masalah keperawatan.

 Menjelaskan keberhasilan/ketidakberhasilan.

 Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang
ditetapkan.

B. Komponen SOAP/SOAPIER
Pengertian SOAPIER adalah sebagai berikut:

• S: Data Subjektif

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
• O: Data Objektif

Data objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara
langsung kepada klien, dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
• A: Analisis

Interpretasi dari data subjektif dan data objektif Analisis merupakan suatu masalah atau
diagnosis keperawatan yang masih terjadi atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosis baru
yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam
data subjektif dan objektif.

• P: Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan, dimodifikasi, atau


ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya.
Tindakan yang telah menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak memerlukan tindakan
ulang pada umumnya dihentikan. Tindakan yang perlu dilanjutkan adalah tindakan yang
masih kompeten untuk menyelesaikan masalah klien dan membutuhkan waktu untuk
mencapai keberhasilannya. Tindakan yang perlu dimodifikasi adalah tindakan Yang dirasa
dapat membantu menyelesaikan masalah klien, tetapi perlu ditingkatkan kualitasnya atau
mempunyai alternatif pilihan yang lain yang diduga dapat membantu mempercepat proses

32
penyembuhan. Sedangkan, rencana tindakan yang baru/sebelumnya tidak ada dapat
ditentukan bila timbul masalah baru atau rencana tindakan Yang sudah tidak kompeten lagi
untuk menyelesaikan masalah yang ada.

• I: Implementasi

Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan intruksi yang
telah teridentifikasi dalam komponen P (perencanaan). Jangan lupa menuliskan tanggal dan
jam pelaksanaan.
• E: Evaluasi
Evaluasi adalah respons klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

• R: Reassesment

Reassesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan setelah


diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau
dihentikan?

Berikut contoh format evaluasi :

Diagnosa Tanggal / Jam Catatan Paraf


Keperawatan Perkembangan

33
DAFTAR PUSTAKA

American Heart Assiciaton ,Pediatric Basic Life Support : 2010 American Heart

Association Guidelines For Crardiopulmonary Resuscitation and emergency

cardiovascular Care, Circulation 2010

Irianti, D. N., Irianto, M. G., & Jausal, A. N. (2018). Henti Jantung Intra Operatif. Jurnal

Majority, 7(3), 217-221.

Kementrian Kesehatan RI. 2017. Bahan ajar Kebidanan Anatomi dan Fisiologi. Jakarta:

Kemenkes RI.

PPGD basic I, Perhimpunan Kedokteran Gawat Darurat Indonesia, 2011

Tim Pokja SDKI DPP PPNI.2016.Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi Dan

Indikator Dianostik. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional

Indonesia (DPP PPNI)

Tim Pokja SIKI DPP PPNI.2016.Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan

Tindakan Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat

Nasional Indonesia (DPP PPNI)

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2016.Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi Dan

Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat

Nasional Indonesia (DPP PPNI)

Ulfah AR,. Advance Cardiac Life Sipport, Pusat Jantung Nasional Harapan Kita. Jakarta.

2003 . AHA guidelines For CPR and ECC.

Walid, Siful dan Nikmatur Rohmah.2019. Proses Keperawatan: Teori dan

Aplikasi.Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.

34

Anda mungkin juga menyukai