Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pekerjaan Lapangan I
(1.) melihat apakah operasi tersebut memenuhi standar yang diterima dan mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan; dan
“Persyaratan Profesional” berarti kebebasan penuh dari segala bias yang akan
mempengaruhi pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti. Bebas dari bias dicapai
melalui independensi dan objektivitas, baik dalam kenyataan maupun presepsi.
Objektivitas nyata muncul dari perilaku mental yang tidak memihak, perilaku yang
mendasarkan pada pengetahuan dan menilai bukti benar-benar murni dalam
kenyataannya tanpa memandang orang yang menyediakannya. Penilaian seperti ini harus
dicapai tanpa memperdulikan perasaan, prasangka, opini, dan kepentingan, serta tekanan
dari pihak-pihak eksternal.
B. Tujuan Pekerjaan Lapangan
Tujuan Pekerjaan Lapangan adalah untuk membantu pemberiaan keyakinan dengan
melaksanakan prosedur-prosedur audit yang ada di program audit, sesuai tujuan audit
yang ingin dicapai. Seorang Auditor yang professional seharusnya tidak terlibat dalam
audit asal-asalan. Mereka harus memahami bahwa mereka:
1. Tidak dapat memberikan keyakinan dengan mengaudit operasi secara sempit.
2. Tidak dapat mengamati sebuah proses dan seenaknya memutuskan apakah proses
tersebut baik atau buruk.
3. Harus memandang operasi tersebut dalam bentuk unit-unit pengukuran dan standar.
Penting bagi auditor untuk menentukan metode atau metode-metode yang akan
paling banyak digunakan dalam proses pekerjaan lapangan.
8. Metode Pendokumentasian.
Bagian ini melibatkan akumulasi bahan bukti dan penyiapan kertas kerja.
Bagian ini membutuhkan antisipasi hasil-hasil metode pekerjaan lapangan dan
juga penggunaan akhir dari audit. Meskipun dibutuhkan kecermatan dalam
pendokumentasian, jika terdapat kemungkinan litigasi atau tindakan hukum,
bahan bukti tersebut harus dalam bentuk yang secara hukum bisa digunakan dan
ditangani oleh metode yang dapat diterima secara hukum.
9. Penyiapan laporan.
Struktur laporan seringkali dirancang pada awal proses audit. Survey
pendahuluan sering kali akan mengidentifikasi hal-hal penting yang akan menjadi
arah audit. Survey juga akan memberikan beberapa indikasi mengenai hal-hal
yang akan ditemukan. Di sisi lain, beberapa penugasan audit dikhususkan untuk
memeriksa hal-hal aktivitas, atau kondisi-kondisi khusus. Dalam hal ini,
pengorganisasian audit mungkin memberikan kerangka laporan audit.
Struktur Makro dari laporan harus direncanakan. Hal ini merupakan
tahapan penyajian temuan-temuan audit dan kerangka kasar dari bagian-bagian
laporan. Begitu pula Struktur Mikro laporan atau metode penyajian setiap temuan
audit, harus direncanakan. Tidak Semua temuan akan menjadi bagian dari temuan
yang lengkap. Dalam beberapa kasus, bagian-bagian seperti latar belakanh,
criteria, dan dampak mungkin dipinggirkan. Bahkan dalam banyak kasus, laporan
direncanakan hamper selesai pada tahap awal audit.
Laporan harus dirancang dengan mempertimbangkan pembaca dan
pengguna. Pertimbangan kemampuan dan tanggapan pembaca haruslah menjadi
perhatian utama dalam rancangan dan isinya. Mungkin saja bahwa lebh dari satu
laporan akan digunakan oleh pejabat eselon operasi di organisasi atau pada saat
bahan-bahan tertentu disajikan. Bahan-bahan yang rinci yang dibutuhkan oleh
pejabat eselon operasi mungkin akan menjadi bacaan yang tidak penting bagi
manajemen.
10. Rencana kontijensi.
Hanya sedikit aktivitas yang akan berjalan sesuai rencana. Oleh karena itu,
rencana harus menyediakan kontijensi. Rencana harus memuat kondisi terbaik
yng bisa dicapai, yang biasa, dan yang terburuk.
Kontijensi harus diantisipasi dan kerangka harus disiapkan untuk situasi-
situasi seperti:
1. Kekurangan Staf (Karena Sakit, Ditarik dari penugasan, pindah dll).
2. Tidak ada bahan-bahan yang bisa diaudit.
3. Indikasi bahwa kondisi proyek tidak material.
4. Indikasi mendadak tentang adanya kecurangan atau kejahatan.
5. Halangan yang material dari klien.
6. Kerusakan komputer atau masalah perangkat lunak.
7. Campur tangan manajemen puncak.
8. Penarikan sumber daya audit.
9. Kemajuan pekerjaan yang mungkin akan melebihi anggaran.
F. Control Self-Assessment
Audit internal telah lama mengenal konsep audit partisipatif (participative
auditing) sebuah proses yang menerapkan berbagai tingkat kemitraan dengan
auditor dan klien. Audit tersebut diterapkan untuk mendapatkan informasi yang
terbukti sulit untuk dikumpulkan oleh staf audit tradisional. Control self-
assessment memperbaiki kekurangan ini dengan menggunakan staf untuk
mengevaluasi aspek-aspek kontrol internal ini berdasarkan apa yang mereka lihat,
alami, dan praktikkan. Metode yang digunakan adalah mengembangkan semacam
pertemuan yang dilakukan staf audit, tetapi terdiri dari karyawan klien yang akan
mengevaluasi dan mengukur aspek-aspek “lunak” dari kontrol internal. Mereka
juga berusaha mengidentifikasi penyebab masalah dan aktivitas perbaikan yang
mungkin. Selama pertemuan tersebut terdapat diskusi tentang tujuan utama yang
diberikan unit usaha klien dan tentang tujuan pendukung. Perbedaan yang ada
menjadi peluang perbaikan. Peserta dijamin kerahasiaannya dengan penggunaan
papan ketik yang mengirimkan opini dan tanggapan tanpa identitas. Tahap
pelaporan ini sering kali dilakukan menggunakan grafik-grafik yang berhubungan
dengan tujuan utama dan tujuan dasar.
Mendapatkan barang yang tepat di tempat yang tepat, pada waktu yang
tepat, dan dengan harga yang tepat.
Hanya menerima produk-produk dari pemasok yang memenuhi spesifikasi
dan tercakup dalam jumlah yang dipesan.
Memroses klaim asuransi dengan segera, benar, dan sesuai kebijakan.
Prosedur-prosedur operasi dirancang untuk melihat apakah tujuan-tujuan
operasi akan tercapai. Misalnya:
Adanya spesifikasi barang yang jelas dan eksplisit.