Anda di halaman 1dari 9

BAB 6

Pekerjaan Lapangan I

Proses dan Tujuan Pekerjaan Lapangan

A. Proses Pekerjaan Lapangan

Pekerjaan Lapangan (Field Work) merupakan proses untuk mendapatkan keyakinan


secara sistematis dengan mengumpulkan bahan secara objektif mengenai entitas,
mengevaluasinya, dan:

(1.) melihat apakah operasi tersebut memenuhi standar yang diterima dan mencapai
tujuan-tujuan yang telah ditetapkan; dan

(2.) menyediakan informasi untuk pengambilan keputusan oleh manajemen.

Istilah “Proses yang sistematis” mengimplikasikan langkah-langkah audit


terencana yang dirancang untuk memenuhi tujuan-tujuan audit. Istilah tersebut juga
memiliki makna bahwa Auditor Internal akan menerapkan persyaratan profesional
dalam melakukan audit, serta menerapkan penelaahan yang tepat saat mengumpulkan,
menyusun, mencatat, dan mengevaluasi bahan bukti audit.

“Persyaratan Profesional” berarti kebebasan penuh dari segala bias yang akan
mempengaruhi pengumpulan dan pengevaluasian bahan bukti. Bebas dari bias dicapai
melalui independensi dan objektivitas, baik dalam kenyataan maupun presepsi.
Objektivitas nyata muncul dari perilaku mental yang tidak memihak, perilaku yang
mendasarkan pada pengetahuan dan menilai bukti benar-benar murni dalam
kenyataannya tanpa memandang orang yang menyediakannya. Penilaian seperti ini harus
dicapai tanpa memperdulikan perasaan, prasangka, opini, dan kepentingan, serta tekanan
dari pihak-pihak eksternal.
B. Tujuan Pekerjaan Lapangan
Tujuan Pekerjaan Lapangan adalah untuk membantu pemberiaan keyakinan dengan
melaksanakan prosedur-prosedur audit yang ada di program audit, sesuai tujuan audit
yang ingin dicapai. Seorang Auditor yang professional seharusnya tidak terlibat dalam
audit asal-asalan. Mereka harus memahami bahwa mereka:
1. Tidak dapat memberikan keyakinan dengan mengaudit operasi secara sempit.
2. Tidak dapat mengamati sebuah proses dan seenaknya memutuskan apakah proses
tersebut baik atau buruk.
3. Harus memandang operasi tersebut dalam bentuk unit-unit pengukuran dan standar.

C. Pembuatan Strategi untuk melakukan pekerjaan Lapangan


Tahapan persiapan untuk melakukan pekerjaan lapangan membutuhkan perhatian dan
perencanaan yang sama sepert halnya persiapan audit keseluruhan. Pada tahap ini,
survey pendahuluan telah diselesaikan dan program audit telah disiapkan. Auditor
harus mengarahkan perhatian mereka ke pekerjaan itu sendiri dan bagaimana
melakukannya. Bagian-bagian dari rencana strategis akan mencakup:
1. Kebutuhan Pegawai.
Penting untuk merencanakan jumlah dan kualifikasi staf yang akan
melakukan audit. Hal ini mencakup pengidentifikasian keahlian, pengalaman, dan
disiplin ilmu yang dibutuhkan untuk melakukan audit dengan layak. Juga
termasuk sumber daya internal dari aset-aset ini dan pekerjaan tertentu yang akan
mereka kerjakan. Hal-hal khusus yang juga penting adalah pengidentifikasian
dukungan ahli yang dibutuhkan dari staf pendukung seperti ahli statistik, ahli
aktuaria, dan ahli TI yang canggih.
2. Kebutuhan sumber daya diluar.
Bila staf audit yang ada tidak memiliki keahlian khusus, maka harus
didapat dari sumber diluar perusahaan. Termasuk di dalamnya adalah keahlian di
bidang produksi, ekonomi, kesehatan, pekerjaan sosial, psikologi, pendidikan, dan
analisis operasi, juga kebutuhan sumber dari luar dan kemitraan. Sumber-sumber
tersebut harus diidentifikasi dan dibuat estimasi seberapa besar penggunaan
sumber-sumber ini akan dibutuhkan, dan mungkin, dibuat estimasi biaya kapan
dan dimana jasa-jasa ini akan dibutuhkan serta kesesuaiannya dengan anggaran.
3. Pengorganisasian staf audit.
Sebuah rencana organisasi dari fungsi lini audit dibutuhkan disini.
Rencana tersebut harus diidentifikasi sebagai rencana berbentuk kecil (dengan
lapisan supervisi yang terbatas), atau gemuk (banyak lapisan supervisi) tergantung
pada kompleksitas kerja dan rentang kontrol yang dibutuhkan. Rencana tersebut
harus mengidentifikasi bagian mana dari organisasi audit yang akan melakukan
jenis audit yang berbeda, seperti audit keuangan, efisiensi, efektivitas, keamanan
asset, dan ketaatan serta rencana struktur audit seperti: Berdasarkan fungsi,
produk, lokasi, atau organisasi. Jika audit membutuhkan dukungan staf audit
khusus, aspek organisasi audit ini harus dirancang untuk keahlian khusus yang
dibutuhkan beserta jumlahnya.
4. Wewenang dan tanggung jawab.
Bagian ini terkait dengan struktur komando dari tim audit. Hal ini berkaitan erat
dengan bagian sebelumnya dan mendefinisikan berbagai aspek tanggung jawab
seperti manajemen personalia, fungsi-fungsi teknis, aspek administrasi, dan hal-
hal yang berhubungan dengan fiskal. Hal ini juga mencakup alur wewenang yang
berkaitan dan secara khusus menggambarkan otorisasi yang didelegasikan ke
setiap lini dan staf dalam audit.
5. Struktur pekerjaan lapangan.
Pada bagian ini, urutan program audit direncanakan. Aktivitas yang
berurutan saling berhubungan untuk meyakinkan bahwa terdapat susulan alur
kerja. Jadi, staf yang ditugaskan pada aktivitas tertentu tidak harus menunggu
auditor lainnya menyelesaikan aktivitasnya. Sistem analitis seperti Teknik
Evaluasi dan Penelaahan Program (Program Evaluation and Review Technique-
PERT) bisa digunakan. Aktivitas-aktivitas ini diidentifikasi dalam sebuah
diagram dengan simbol-simbol yang berhubungan untuk menunjukan tahapan.
Penghubungan harus mencakup estimasi waktu yang dibutuhkan untuk aktivitas
tersebut dan juga bisa mencakup biayanya. Prosedur ini dibutuhkan untuk bagian
strategis selanjutnya.
6. Waktu Pelaksanaan pekerjaan lapangan.
Proses membuat struktur pekerjaan lapangan memunculkan waktu pelaksanaan
pekerjaan lapangan.
7. Metode Pekerjaan Lapangan.
Ada 6 metode yang biasa digunakan dalam pekerjaan lapangan yang akan
dijelaskan dalam bab ini, yakni:
1. Observasi
2. Konfirmasi
3. Verifikasi
4. Investigasi
5. Analisis
6. Evaluasi

Penting bagi auditor untuk menentukan metode atau metode-metode yang akan
paling banyak digunakan dalam proses pekerjaan lapangan.
8. Metode Pendokumentasian.
Bagian ini melibatkan akumulasi bahan bukti dan penyiapan kertas kerja.
Bagian ini membutuhkan antisipasi hasil-hasil metode pekerjaan lapangan dan
juga penggunaan akhir dari audit. Meskipun dibutuhkan kecermatan dalam
pendokumentasian, jika terdapat kemungkinan litigasi atau tindakan hukum,
bahan bukti tersebut harus dalam bentuk yang secara hukum bisa digunakan dan
ditangani oleh metode yang dapat diterima secara hukum.
9. Penyiapan laporan.
Struktur laporan seringkali dirancang pada awal proses audit. Survey
pendahuluan sering kali akan mengidentifikasi hal-hal penting yang akan menjadi
arah audit. Survey juga akan memberikan beberapa indikasi mengenai hal-hal
yang akan ditemukan. Di sisi lain, beberapa penugasan audit dikhususkan untuk
memeriksa hal-hal aktivitas, atau kondisi-kondisi khusus. Dalam hal ini,
pengorganisasian audit mungkin memberikan kerangka laporan audit.
Struktur Makro dari laporan harus direncanakan. Hal ini merupakan
tahapan penyajian temuan-temuan audit dan kerangka kasar dari bagian-bagian
laporan. Begitu pula Struktur Mikro laporan atau metode penyajian setiap temuan
audit, harus direncanakan. Tidak Semua temuan akan menjadi bagian dari temuan
yang lengkap. Dalam beberapa kasus, bagian-bagian seperti latar belakanh,
criteria, dan dampak mungkin dipinggirkan. Bahkan dalam banyak kasus, laporan
direncanakan hamper selesai pada tahap awal audit.
Laporan harus dirancang dengan mempertimbangkan pembaca dan
pengguna. Pertimbangan kemampuan dan tanggapan pembaca haruslah menjadi
perhatian utama dalam rancangan dan isinya. Mungkin saja bahwa lebh dari satu
laporan akan digunakan oleh pejabat eselon operasi di organisasi atau pada saat
bahan-bahan tertentu disajikan. Bahan-bahan yang rinci yang dibutuhkan oleh
pejabat eselon operasi mungkin akan menjadi bacaan yang tidak penting bagi
manajemen.
10. Rencana kontijensi.
Hanya sedikit aktivitas yang akan berjalan sesuai rencana. Oleh karena itu,
rencana harus menyediakan kontijensi. Rencana harus memuat kondisi terbaik
yng bisa dicapai, yang biasa, dan yang terburuk.
Kontijensi harus diantisipasi dan kerangka harus disiapkan untuk situasi-
situasi seperti:
1. Kekurangan Staf (Karena Sakit, Ditarik dari penugasan, pindah dll).
2. Tidak ada bahan-bahan yang bisa diaudit.
3. Indikasi bahwa kondisi proyek tidak material.
4. Indikasi mendadak tentang adanya kecurangan atau kejahatan.
5. Halangan yang material dari klien.
6. Kerusakan komputer atau masalah perangkat lunak.
7. Campur tangan manajemen puncak.
8. Penarikan sumber daya audit.
9. Kemajuan pekerjaan yang mungkin akan melebihi anggaran.

D. Tim Audit dengan pengarahan Mandiri.


Tim dengan pengarahan mandiri terpisah dari bentuk manajemen tradisional
yang beranggotakan direktur, wakil direktur, asisten direktur, supervior, manajer,
dan karyawan. Tim tersebut merupakan sebuah unit operasional, yang sering kali
terdiri dari ahli-ahli dalam berbagai bidang audit, dan memiliki kepemimpinan
dalam rotasi atau dasar-dasar lainnya. Tim tersebut membuat keputusan sendiri,
sering kali bersama ahli yang bersama pimpinan tim memberikan keahlian dan
bantuan dalam proses pengambilan keputusan. Eksperimen awal dengan prosedur
tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbaikan dalam produktivitas, kualitas
audit, dan layanan pelanggan yang melebihi penghematan dan perampingan
struktur audit. Tim tersebut menerima tanggung jawab atas pekerjaannya dan
berbagi tanggung jawab bila terjadi kegagalan termasuk pula penghargaan dan
bonus untuk pekerjaan yang bagus. Fakta bahwa tim bekerja sangat erat dengan
klien cenderung memperkuat hubungan auditor dengan klien. Akan tetapi hal ini
bukan berarti terlepas sama sekali dari manajemen puncak pada organisasi audit.
Harus terdapat resolusi mengenai tujuan-tujuan dasar organisasi, independensi,
pekerjaan audit yang tidak bagus dan pengambilan keputusan yang tidak
memadai.

E. Audit berhenti kemudian lanjut.


Teknik “audit berhenti-kemudian-lanjut” membantu menghilangkan
audit dengan pengembalian yang rendah yang melewati proses penyaringan awal.
Konsep dasar di balik pendekatan berhenti-kemudian-lanjut adalah untuk
memberdayakan auditor lapangan untuk menghentikan audit selama survei
pendahuluan, atau pada waktu-waktu lainnya, jika tidak ada indikasi adanya
risiko-risiko yang substansial atau tidak ada temuan-temuan penyimpangan
potensial. Hasil penerapan audit berhenti-kemudian-lanjut adalah peningkatan
efisiensi audit dan bisa melakukan 13 atau 14 audit setiap tahun dan bukan 10
seperti yang direncanakan semula. Kelebihannya adalah:
1. Memaksa tujuan aktivitas audit untuk memuaskan sumber dayanya pada hal-
hal berisiko tinggi dan aktivitas-aktivitas dari perusahaan
2. Memungkinkan fleksibilitas auditor untuk berhenti-kemudian-lanjut, guna
mengurangi atau meningkatkan lingkup audit, dan memotivasi auditor untuk
fokus pada aktivitas-aktivitas perusahaan.
3. Meningkatkan jumlah audit di atas cakupan audit minimum, karena auditor
melakukan lebih banyak audit dengan jangka waktu yang lebih pendek setiap
tahun.

F. Control Self-Assessment
Audit internal telah lama mengenal konsep audit partisipatif (participative
auditing) sebuah proses yang menerapkan berbagai tingkat kemitraan dengan
auditor dan klien. Audit tersebut diterapkan untuk mendapatkan informasi yang
terbukti sulit untuk dikumpulkan oleh staf audit tradisional. Control self-
assessment memperbaiki kekurangan ini dengan menggunakan staf untuk
mengevaluasi aspek-aspek kontrol internal ini berdasarkan apa yang mereka lihat,
alami, dan praktikkan. Metode yang digunakan adalah mengembangkan semacam
pertemuan yang dilakukan staf audit, tetapi terdiri dari karyawan klien yang akan
mengevaluasi dan mengukur aspek-aspek “lunak” dari kontrol internal. Mereka
juga berusaha mengidentifikasi penyebab masalah dan aktivitas perbaikan yang
mungkin. Selama pertemuan tersebut terdapat diskusi tentang tujuan utama yang
diberikan unit usaha klien dan tentang tujuan pendukung. Perbedaan yang ada
menjadi peluang perbaikan. Peserta dijamin kerahasiaannya dengan penggunaan
papan ketik yang mengirimkan opini dan tanggapan tanpa identitas. Tahap
pelaporan ini sering kali dilakukan menggunakan grafik-grafik yang berhubungan
dengan tujuan utama dan tujuan dasar.

G. Bagian-bagian Pekerjaan Lapangan


Tujuan-tujuan Audit
Tujuan operasi adalah hasil-hasil yang ingin dicapai manajer operasi, misalnya:

 Mendapatkan barang yang tepat di tempat yang tepat, pada waktu yang
tepat, dan dengan harga yang tepat.
 Hanya menerima produk-produk dari pemasok yang memenuhi spesifikasi
dan tercakup dalam jumlah yang dipesan.
 Memroses klaim asuransi dengan segera, benar, dan sesuai kebijakan.
Prosedur-prosedur operasi dirancang untuk melihat apakah tujuan-tujuan
operasi akan tercapai. Misalnya:
 Adanya spesifikasi barang yang jelas dan eksplisit.

 Penggunaan metode statistik yang sesuai dalam menentukan jumlah yang


diterima.
 Operasi inspeksi teknis.
Tujuan audit dicapai dengan menerapkan prosedur-prosedur audit untuk
menentukan apakah prosedur-prosedur operasi berfungsi sebagaimana
mestinya dan mencapai tujuan-tujuan operasi. Tujuan operasi ditetapkan oleh
manajemen. Tujuan-tujuan audit ditetapkan oleh auditor. Prosedur-prosedur
audit adalah sarana-sarana yang digunakan auditor untuk memenuhi tujuan-
tujuan auditnya.
H. Pengukuran Kinerja.
Untuk melakukan pemeriksaan yang berarti, auditor mencari unit pengukuran
dan kemudian standar. Standar bisa ditemukan pada intruski pekerjaan, arahan
organisasi, anggaran, spesifikasi produk, praktik industri, standar minimum
control internal, GAAP, kontrak-kontrak, praktik-praktik bisnis yang wajar, atau
bahkan dalam tabel perkalian. Jadi, dengan membandingkan temuan mereka
dengan standar, mereka bisa membuat kesimpulan yang objektif.
I. Pengembangan Standar
Auditor Internal semakin lama semakin dalam masuk ke dalam arus operasi.
Mereka mulai mengevaluasi fungsi-fungsi manajemen yang belum memiliki
standar. Pada saat mereka melakukan ini, mereka merasa perlu menemukan
standar yang otoritatif, atau membuat standar bersama klien. Hal ini mungkin
bukanlah hal yang sederhana, namun jika dilakukan dengan cermat, maka
menghasilkan temuan audit yang sebelumnya dikira berada diluar kemampuan
auditor. Standar harus sesuai dengan tujuan-tujuan operasi yang diperiksa. Untuk
hal- hal yang bersifat teknis, standar harus divalidasi oleh seorang ahli yang
secara teknis memiliki kualifikasi sebelum diterima oleh manajemen klien.

Anda mungkin juga menyukai