Anda di halaman 1dari 12

A.

Konsep dasar
1. DEFINISI
Retensio Plasenta adalah tertahannya atau keadaan dimana uri/placenta belum lahir dalam
waktu satu jam setelah bayi lahir. Retensio plasenta (placental retention) merupakan plasenta
yang belum lahir dalam setengah jam setelah janin lahir. Sedangkan sisa plasenta (rest placenta)
merupakan tertinggalnya bagian plasenta dalam rongga rahim yang dapat menimbulkan
perdarahan postpartum dini (early postpartum hemorrhage) atau perdarahan post partum lambat
(late postpartum hemorrhage) yang biasanya terjadi dalam 6-10 hari pasca persalinan. Menurut
Sarwono Prawirohardjo Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta
hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir.

Menurut Ida Bagus Gede Manuaba (1998) retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran
plasenta selama setengah jam setelah persalinan bayi.
Retensio plasenta adalah lepasnya plasenta tidak bersama sehingga sebagian masih melekat
pada tempat implantasi yang menyebabkan terganggunya tetraksi dan kontraksi otot uterus
sehingga sebagian pembuluh darah terbuka serta menimbulkan pendarahan. (Manuaba, 2002)
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi
waktu 30 menit setelah bayi lahir. (Sarwono Prawirohardjo, 2006).
Pada proses persalinan, kelahiran placenta kadang mengalami hambatan yang dapat
berpengaruh bagi ibu bersalin. Dimana terjadi keterlambatan bisa timbul perdarahan yang
merupakan salah satu penyebab kematian abu pada masa post partum. Apabila sebagian placenta
lepas sebagian lagi belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi
dengan baik pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian besar placenta sudah
lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus, dapat timbul perdarahan masa
nifas.
Disamping kematian, perdarahan post partum akibat retensio placenta memperbesar
kemungkinan terjadinya infeksi puerperal karena daya tahan penderita yang kurang. Oleh karena
itu sebaiknya penanganan kala III pada persalinan mengikuti prosedur tetap yang berlaku.
2. ETIOLOGI

Penyebab terjadinya Retensio Placenta adalah :


                            a.   Placenta belum lepas dari dinding uterus. Placenta yang belum lepas dari dinding
uterus. Hal ini dapat terjadi karena (a) kontraksii uterus kurang kuat untuk melepaskan placenta,
dan (b) placenta yang tumbuh melekat erat lebih dalam. Pada keadaan ini tidak terjadi
perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
                            b.   Placenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Keadaan ini dapat terjadi karena atonia
uteri dan dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan adanya lingkaran konstriksi pada
bagian bawah rahim. Hal ini dapat disebabkan karena (a) penanganan kala III yang keliru/salah
dan (b) terjadinya kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta
inkaserata).
Menurut tingkat perlekatannya, retensio placenta dibedakan atas beberapa tingkatan yaitu
sebagai berikut :
a. Placenta Adhesiva; placenta melekat pada desidua endometrium lebih dalam
b. Placenta Inkreta; placenta melekat sampai pada villi khorialis dan tumbuh lebih dalam
menembus desidua sampai miometrium.
c. Placenta Akreta; placenta menembus lebih dalam kedalam miometrium tetapi belum
mencapai lapisan serosa.
d. Placenta Perkreta; placenta telah menembus mencapai serosa atau peritonium dinding
rahim.
e. Placenta Inkarserata; adalah tertahannya di dalam kavum uteri karena kontraksi ostium
uteri.
Faktor-faktor penyebab terjadinya retensio plsenta yaitu:
a. Faktor maternal : gravida berusia lanjut dan multiparitas.
b. Faktor uterus : bekas operasi SC, kuretasi uterus, pengeluaran plasenta secara manual,
kontraksi uterus ridak efektif.
c. Faktor plasenta : plasenta previa, implementasi cornual, kelainan bentuk plasenta,
plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum
dilahirkan.
d. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena kontraksi uterus kurang kuat untuk
melepaskan plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus
desi dua sampai miometrium sampai di bawah peritoneum.

Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta

Separasi/ akreta Plasenta


Gejala Plasenta Akreta
parsial Inkaserata
Konsistensi
Kenyal Keras Cukup
Uterus
Tinggi 2 jari bawah
Sepusat Sepusat
Fundus pusat
Bentuk
Diskoid Agak Globuler Diskoid
Uterus
Perdarahan Sedang-Banyak Sedang Sedikit/tidak ada
Tali Pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Separasi Melekat
Lepas sebagian Sudah lepas
plasenta seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali
3. Manifestasi Klinik
a. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai
episode perdarahan post partum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan
polihidramnion. Serta riwayat postpartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara
spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
b. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis
tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
c. Pendarahan jalan lahir berwarna merah segar disertai nyeri.
d. Kelainan bentuk plasenta.
e. Uterus tidak berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.

4. PATOFISIOLOGI
Peristiwa ini terjadi karena lepasnya plasenta tidak bersamaan dengan janin karena
melekat pada implantasinya.  Saat setelah anak lahir, uterus berhenti kontraksi namun secara
perlahan tetapi progresif uterus mengecil disebut retraksi, pada masa retraksi itu lembek namun
serabut-serabutnya secara perlahan-lahan memendek kembali. Peristiwa retraksi menyebabkan
pembuluh darah yang berjalan di celah-celah serabut otot-otot polos rahim terjepit oleh serabut
rahim itu sendiri. Bila serabut ketuban belum lepas seluruhnya dan bekuan darah dalam rongga
rahim bisa menghalangi proses retraksi yang normal dan menyebabkanbanyak darah yang hilang.
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-
otot uterus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel
miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi
yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil
sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerah
tempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat
berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan
lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di
tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium
yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot
ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi
secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga
yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
a. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun
dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
b. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dari
ketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
c. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari
dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan
plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan
otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan
tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
d. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah
pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim.
Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat,
bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase
kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam
waktu satu menit dari tempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus
menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena
plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh
dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina.
Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal.
Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta
secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan
kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus,
bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :


a. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak
efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan
constriction ring.
b. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di
cornu; dan adanya plasenta akreta.
c. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu
sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik;
pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks
kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan
kontraksi uterus.
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah di dalam uterus masih terbuka.
Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum spongiosum sehingga sinus-
sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan menutup,
kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga perdarahan akan terhenti. Pada
kondisi retensio plasenta, lepasnya plasenta tidak terjadi secara bersamaan dengan janin, karena
melekat pada tempat implantasinya. Menyebabkan terganggunya retraksi dan kontraksi otot
uterus sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan perdarahan.

5. KOMPLIKASI
Kompikasi dalam pengeluaran plasenta secara manual selain infeksi / komplikasi yang
berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan, multiple organ failure yang berhubungan
dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ dan sepsis, ialah apabila ditemukan
plasenta akreta. Dalam hal ini villi korialis menembus desidua dan memasuki miometrium dan
tergantung dari dalamnya tembusan itu dibedakan antara plasenta inakreta dan plasenta perkreta.
Plasenta dalam hal ini tidak mudah untuk dilepaskan melainkan sepotong demi sepotong dan
disertai dengan perdarahan. Jika disadari adanya plasenta akreta sebaiknya usaha untuk
mengeluarkan plasenta dengan tangan dihentikan dan segera dilakukan histerektomi dan
mengangkat pula sisa-sisa dalam uterus.komplikasi lainnya yaitu; Syok naemorargic, Sepsis,
Meltiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perjusi organ.
6. PENATALAKSANAAN
a. Retensio plasenta dengan sparasi parsial
1. Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan yang akan
diambil. Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengedan. Bila ekspulsi tidak
terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.
2. Beri drips oksitosin dalam infuse NS/RL. Bila perlu kombinasikan dengan
misoprostol per rectal. (sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi
tonik yang timbul dapat menyebabkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri)
3. Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta
secara hati-hati dan halus untuk menghindari terjadinya perforasi dan perdarahan.
Lakukan trasnfusi darah apabila di perlukan.
4. Beri antibiotika profilaksis (ampisilin IV/ oral + metronidazol supositoria/ oral)
5. Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi syok neurogenik.

b. Plasenta inkaserata
1. Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik dan pemeriksaan.
2. Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan kontriksi serviks
dan melahirkan plasenta.
3. Pilih fluethane atau eter untuk kontriksi serviks yang kuat, siapkan  drips oksitosin
dalam cairan NS/RL untuk mengatasi gangguan kontraksi yang diakibatkan bahan
anestesi tersebut.
4. Bila prosedur anestesi tidak tersedia dan serviks dapat dilakukan cunam ovum,
lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plsenta.
5. Pengamatan dan perawatan lanjutan meliputi pemantauan tanda vital, kontraksi
uterus, tinggi fundus uteri dan perdarahan pasca tindakan. Tambahan pemantauan
yang di perlukan adalah pemantauan efek samping atau komplikasi dari bahan –bahan
sedative, analgetika atau anastesi umum misalnya mual, muntah, hipo/ atonia uteri,
pusing/ vertigo, halusinasi, mengantuk.
c. Plasenta akreta
1. Tanda penting untuk diagnosis pada pemerisaan luar adalah ikutnya fundus atau
korpus bila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit di tentukan tepi plasenta
karena imolantasi yang dalam.
2. Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas kesehatan dasar adalah menentukan
diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini
memerlukan operatif bagan.
d. Sisa plasenta
1. Penemuan secara dini, hanya dimungkinkan dengan melakukan pemeriksaan
kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdarahan
pasca persalinan lanjut, sebagian besar pasien akan kemabali lagi ke tempat bersalin
dengan keluhan perdarahan setelah beberapa hari pulang ke rumah dan subinvolusi
uterus
2. Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis. Antibiotika
yang di pilih adalah ampisilin IV dilanjutkan oral dikombinasikan dengan
metronidazol supositoria.
3. Lakukan eksplorasi digital (bila serviks terbuka) dan mengeluarkan bekuan darah atau
jaringan. Bila serviks hanya dapat dilalui oleh instrument, lakukan evakuasi sisa
plasenta dengan dilatasi dan kuretase.
4. Bila kadar Hb<8g/dL berikan transfuse darah. Bila kadar Hb> 8g/ dL, berikan
ferosus.
Pada kelainan yang luas, perdarahan menjadi berlebihan sewaktu dilakukan upaya untuk
melahirkan plasenta. Pada sebagian kasus plasenta menginfasi ligamentum latum dan seluruh
serviks (Lin dkk., 1998). Pengobatan yang berhasil bergantung pada pemberian darah
pengganti sesegera mungkin dan hampir selalu dilakukan tindakan histerektomi (operasi
pengangkatan rahim).
Pada plasenta akreta totalis, perdarahan mungkin sangat sedikit atau tidak ada. Paling tidak
sampai di lakukan upaya pengeluaran plasenta secara manual. Kadang-kadang tarikan tali
pusat dapat menyebabkan inversion uteri. Inversion uteri adalah uterus terputar balik
sehingga fundus uteri terapat dalam vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Inversion
uteri paling sering menimbulkan perdarahan akut yang mengancam nyawa.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

1. Pengkajian
Beberapa hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan pada ibu dengan retensio plasenta
adalah sebagai berikut :
A. Identitas klien
B.  Data biologi/fisiologi meliputi : keluhan utama, riwayat kesehatan masa lalu, riwayat
penyakit keluarga, riwayat obsetrik (GPA, riwayat kehamilan, persalinan nifas) dan pola
sehari-hari berikut :
1. Sirkulasi
a. Perubahan tekanan darah dan nadi (mungkin tidak terjadi sampai kehilangan darah).
b. Pelambatan pengisian kapiler.
c. Pucat, kulit dingin/lembab.
d. Pendarahan vena gelap, dari uterus ada secara eksternal (plasenta tertahan).
e. Dapat mengalami pendarahan vagina berlebihan.
f. Haemorogi berat dan gejala shock di luar proporsi jumlah kehilangan darah.
2.   Eliminasi
Kesulitan berkemih dapat menunjukkan haematoma dari posisi atas vagina.
3.   Nyeri/Ketidaknyamanan
Sensasi nyeri terbakar/robekan (laserasi), nyeri tekan abdominal (fragmen plasenta
tertahan) dan nyeri uterus lateral.
4.   Keamanan
a. Laserasi jalan lahir : darah memang sedikit menetap (mungkin tersembunyi) dengan
uterus keras, uterus berkontraksi baik : robekan terlihat pada labia mayora/labia minora,
dari muara vagina ke perineum: robekan luar dari episotomi. Ekstensi episitomi ke
dalam tubuh vagina atau robekan pada serviks.
5.  Seksualitas
a. Uterus kuat : kontraksi baik atau kontraksi parsial dan agak menonjol (fragmen plasenta
yang tertahan).
b. Kehamilan baru dapat mempengaruhi overdistersi uterus (gestasi multiple,
polihidramnion, makrosimia), abrupsio placenta, plasenta previa.
c. Pemeriksaan fisik meliputi :keadaan umum, tanda vital, pemeriksaan obstetrik (infeksi,
palpasi,perkusi dan auskultasi).
d. Pemeriksaan laboratorium (Hb 1091%).

2. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif (perdarahan )
2. Ketidak efektifan perfusi jaringan b/d penurunan perfusi darah ke periper
3. Ansietas b/d Ancaman perubahan pada status kesehatan
4. Resiko tinggi terjadi Infeksi b/d trauma jaringan.

3. Intervensi Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan aktif (perdarahan )
Intervensi:
Mandiri :
a. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b. Monitor status hidrasi (kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik), jika diperlukan
c. Dorong masukan oral
d. Monitor masukan makanan/ cairan
e. Atur kemungkinan tranfusi
f. Tawarkan snack (jus buah, buah segar )
g. Monitor TTV
h. Monitor tingkat Hb dan hematokrit

Kolaborasi :
a. Kolaborasikan pemberian cairan IV
2. Ketidak efektifan perfusi jaringan b/d penurunan perfusi darah ke periper
Mandiri
a. Monitor tanda-tanda vital dan nadi
b. Perhatikan hb/ht sebelum dan sesudah kehilangan darah
c. Perhatikan tingkat kesadaran dan adanya perubahaan prilaku
d. Kaji warna dasar kuku ,mukosa mulut,gusi dan lidah, perhatikan suhu kulit
Kolaborasi
e. Pemberiaan therapy oksigen sesuai kebutuhaan
3. Ansietas b/d Ancaman perubahan pada status kesehatan
Intervensi:
a. Evaluasi respon psikologis serta persepsi klien terhadap kejadian hemoragi pasca
partum, klarifikasi kesalahan konsep
b. Evaluasi respon fisiologis pada hemoragik pasca partum; misalnya tachikardi,
tachipnea, gelisah atau iritabilitas
c. Sampaikan sikap tenang, empati dan mendukung.
d. Bantu klien dalam mengidentifikasi perasaan cemas, berikan kesempatan pada klien
untuk mengungkapkan perasaan.
e. Beritahu kepada klien tujuan dari setiap tindakan yang akan dilakukan

4. Resiko tinggi terjadi Infeksi b/d trauma jaringan


Intervensi:
a. Demonstrasikan mencuci tangan yang tepat dan teknik perawatan diri.
b. Perhatikan perubahan pada tanda vital
c. Perhatikan gejala malaise
d. Selidiki sumber potensial lain dari infeksi

DAFTAR PUSTAKA
Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta, 2002.
Muliyati, Buku Panduan Kuliah Keperawatan Maternitas, Makassar, 2005.
file:///D:/retensio%20plasenta/RETENSIO%20PLASENTA%20%20%20think's%20for%20healthy.htm

Anda mungkin juga menyukai