Anda di halaman 1dari 76

KLASIFIKASI KEMATANGAN BUAH MANGROVE MENGGUNAKAN METODE

DEEP CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK

SKRIPSI

RHAMA PERMADI AHMAD

151402016

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KLASIFIKASI KEMATANGAN BUAH MANGROVE MENGGUNAKAN METODE
DEEP CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijazah


Sarjana Teknologi Informasi

RHAMA PERMADI AHMAD


151402016

PROGRAM STUDI S1 TEKNOLOGI INFORMASI

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ii

PERNYATAAN

KLASIFIKASI KEMATANGAN BUAH MANGROVE MENGGUNAKAN


METODE DEEP CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa
kutipan dan ringkasan yang masing – masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, 28 Januari 2020

RHAMA PERMADI AHMAD


151402016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


iii

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur kepada Allah SWT, karena rahmat dan izin-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer,
Program Studi S1 Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara. Penulisan skripsi
ini tidak akan selesai tanpa adanya doa, dukungan, dan dorongan dari berbagai pihak.
Adapun dalam kesempatan ini, dengan rendah hati penulis mengucapkan banyak terima
kasih kepada :

1. Kedua orang tua penulis, Bapak Ahmad Syukri dan Ibu Nurdawati yang selalu
memberikan doa, kasih sayang, serta dukungan kepada penulis dari mulai
mengikuti pendidikan hingga selesainya tugas akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Drs. Opim Salim Sitompul, M.Sc. selaku Dekan Fakultas Ilmu
Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Romi Fadillah Rahmat, B.Comp.Sc., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing I dan
Bapak Onrizal, S.Hut., M.Si., Ph.D. selaku Dosen Pembimbing II yang telah
membimbing penulis dalam penelitian serta penulisan skripsi ini.
4. Bapak Ivan Jaya, S.Si., M.Kom. selaku Dosen Pembanding I dan Bapak Ainul
Hizriadi, S.Kom., M.Sc. selaku Dosen Pembanding II yang telah memberikan kritik
dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.
5. Saudara penulis, Shinta Safira Ahmad yang telah memberikan dukungan.
6. Shifani Adriani, S.Kom. selaku sahabat seperjuangan dari awal perkuliahan sampai
akhir perkuliahan.
7. Raska Almashyura, Firza Rinandha Nst, Arka Kharisma, selaku teman
seperjuangan yang dari awal sampai akhir selalu antusias dan ikut mensupport
terhadap pengambilan data buah mangrove.
8. Willy Mardianto, S.Kom dan Kelvin Pachira Tandi S.Kom, selaku teman yang
sudah mengajari penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
9. Fenta Grata, S.Kom, Nicolas Lodjie, S.Kom, Yolanda Maulina Sari, Muhammad
Iqbal Fajar, Muhammad Rizwan Anfa, Muhammad Andi Yusran, Kevin Christoper
selaku teman satu pembimbing.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


iv

10. Hanafi Nst, dan Sekar Putri Angelir, S.Kom. selaku teman yang mengejar tidak
bayar spp lagi semester ini.
11. Muhammad Hadiyurahman dan Muhammad Faturrahman, B.Sc. yang telah
memberikan tempat dan hiburan ketika penulis mengalami kebuntuan dalam
pengerjaan skripsi.
12. Tata Feraro Mukarram, Faris Zharfan Alif, Riyandi Syahputera, Luhur Budi
Prayogo, Muhammad Ravie, Dhany Dwi, Indirwan Ihsan, dan Muhammad Faris
yang telah memberikan tempat tongkrongan dari awal kuliah hingga saat ini dan
tidak akan berakhir.
13. Teman – teman Teknologi Informasi USU terkhusus Stambuk 2015.
14. Seluruh dosen dan staf di Program Studi Teknologi Informasi USU yang tidak
dapat disebutkan satu – persatu.
15. Semua pihak yang terlibat langsung ataupun tidak langsung yang tidak dapat
penulis ucapkan satu persatu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Semoga Allah SWT melimpahkan berkah kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan, perhatian, serta dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.

Medan, 28 Januari 2020

RHAMA PERMADI AHMAD

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


v

ABSTRAK

Mangrove adalah komunitas tumbuhan yang hidup diantara laut dan daratan yang
dipengaruhi oleh pasang surut. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di
dunia dan juga memiliki keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya paling
bervariasi. Umumnya, tumbuhan mangrove memiliki beberapa manfaat, seperti
mencegah erosi pantai, mencegah perembesan air laut ke tanah daratan yang dapat
menyebabkan air tanah menjadi payau, sebagai tempat hidup dan sumber makanan bagi
beberapa jenis satwa. Tumbuhan mangrove terdiri dari beberapa bagian, mulai dari
batang pohon, daun, bunga dan juga buah. Untuk mendapatkan tumbuhan mangrove
yang optimal maka diperlukan buah yang tingkat kematangannya optimal pula. Pada
umumnya sekarang untuk menilai kematangan buah mangrove hanya dilakukan secara
manual dengan melihat secara kasat mata saja, sehingga akurasi penilaian tingkat
kematangan buah mangrove pun menjadi tidak tinggi dikarenakan hanya melihat saja
dengan kasat mata. Banyak petani mangrove yang mengira buah mangrove yang ingin
ditanam dalam kasus rehabilitas, sudah memiliki tingkat kematangan yang sudah baik,
akan tetapi setelah melakukan replanting, hasil yang didapat tidaklah sesuai. Untuk
mengatasi hal tersebut, penelitian ini memanfaatkan pengolahan citra digital dengan
menggunakan metode Deep Convolutional Neural Network untuk membantu
masyarakat dan petani dalam mengenali tingkat kematangan buah mangrove. Teknik
pengolahan citra yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Grayscaling, Adaptive
Threshold, Sharpening, dan Smoothing. Setelah dilakukan pengujian pada penelitian ini,
didapat kesimpulan bahwa metode yang diterapkan dapat mengetahui kematangan buah
mangrove dengan baik dan akurasi yang diperoleh yaitu sebesar 99,1%.

Kata kunci : Mangrove, grayscaling, sharpening, Adaptive Threshold, Deep


Convolutional Neural Network.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


vi

MANGROVE FRUIT RIPENESS CLASSIFICATION USING DEEP


CONVOLUTIONAL NEURAL NETWORK

ABSTRACT

Mangrove is a community of plants that live between the sea and land which is affected
by tides. Indonesia has the largest mangrove forest in the world and also has the largest
biodiversity and most varied structure. In general, mangrove plants have several
benefits, such as preventing coastal erosion, preventing seepage of seawater to land
which can cause groundwater turns into turbid condition, as a place to live and a source
of food for several species of animals. Mangrove plants consist of several parts, from
the stem of the tree leaves, flowers and fruit. To get the optimal mangrove plants, it is
necessary to have fruit which is optimal based on the ripeness level. In general, by
assessing the ripeness of mangroves is only by looking manually with the eyes, so that
the accuracy of mangrove fruit ripeness valuations isn't high because of they only see
with eyes. Many mangrove farmers think that mangrove want to plant in case of
rehabilitation, already have a good level of ripeness, but after replanted, the result isn't
appropriate. To overcome this case, this study utilizes digital image processing using
the Deep Convolutional Neural Network method to help the communities and farmers
in recognizing the ripeness level of mangrove fruit. The image processing techniques
used in this study are Grayscaling, Adaptive Threshold, Sharpening, and Smoothing.
After tested in this study, it was concluded that the method applied can determine the
ripeness of mangroves well and the accuracy obtained is equal to 99.1%.

Keywords : Mangrove, grayscaling, sharpening, Adaptive Threshold, Deep


Convolutional Neural Network.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


vii

DAFTAR ISI

Hal.

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

UCAPAN TERIMAKASIH iii

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Batasan Masalah 4
1.5 Manfaat Penelitian 4
1.6 Metodologi Penelitian 5
1.7 Sistematika Penulisan 4

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Mangrove 7
2.2 Citra (Image) 8
2.2.1 Color image (RGB image) 8
2.2.2 Grayscale image 9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


viii

2.2.3 Binary image 10


2.3 Pengolahan Citra Digital (Digital Image Processing) 10
2.3.1 Grayscaling 10
2.3.2 Thresholding 11
2.3.3 Projection Profiling 12
2.3.4 Smoothing 13
2.3.5 Sharpening 14
2.3.6 Resizing 14
2.4 Convolutional Neural Network (CNN) 15
2.5 Deep Convolutional Neural Network (DCNN) 17
2.6 Penelitian Terdahulu 17

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN

3.1 Data yang digunakan 23


3.2 Analisis Sistem 24
3.2.1 Image Acquisition 24
3.2.2 Image Preprocessing 25
3.2.2.1 Grayscaling 25
3.2.2.2 Thresholding 27
3.2.3 Image Segmentation 28
3.2.3.1 Vertical Projection 28
3.2.4 Image Post-Processing 29
3.2.4.1 Smoothing 29
3.2.4.2 Excessive Sharpening 30
3.2.4.3 Resizing 31
3.2.5 Deep Convolutional Neural Network 32
3.2.5.1 Pembuatan Model 32
3.2.5.2 Penentuan hidden layer 33
3.2.5.3 Penentuan jumlah neuron 33
3.2.5.4 Penentuan fungsi aktivasi 33
3.2.5.5 Penentuan optimizer 33
3.2.5.6 Penentuan batch size 33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ix

3.2.5.7 Penentuan epoch 33


3.2.5.8 Proses Training 34
3.2.5.9 Proses Testing 34
3.2.5.10 Output 34
3.3 Perancangan Antarmuka Sistem 35
3.3.1 Rancangan Tampilan Home 35
3.3.2 Rancangan Tampilan Training 36
3.3.3 Rancangan Tampilan Testing 37

BAB 4 IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

4.1 Implementasi Sistem 39


4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak 39
4.1.2 Implementasi Perancangan Antarmuka 40
4.1.2.1 Tampilan Halaman Home 40
4.1.2.2 Tampilan Halaman Training 40
4.1.2.3 Tampilan Halaman Testing 41
4.1.2.4 Tampilan Halaman Testgroup 43
4.1.3 Implementasi Data 44
4.2 Prosedur Operasional 45
4.3 Pengujian Sistem 49

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 57
5.2 Saran 57

DAFTAR PUSTAKA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


x

DAFTAR TABEL

Hal.

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu 19


Tabel 4.1 Pengujian Sistem 47
Tabel 4.2 Tabel Hasil Akurasi Sistem 55
Tabel 4.3 Tabel Confusion Matrix 55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


xi

DAFTAR GAMBAR

Hal.

Gambar 2.1 Tumbuhan Mangrove 8


Gambar 2.2 Color image 9
Gambar 2.3 Grayscale image 9
Gambar 2.4 Binary image 10
Gambar 2.5 Citra target penerapan projection profiling 12
Gambar 2.6 Horizontal Projection 13
Gambar 2.7 Vertical Projection 13
Gambar 2.8 Citra Sesudah di Smoothing 13
Gambar 2.9 Citra Sesudah di Sharpening 14
Gambar 2.10 Convolutional Neural Network 16
Gambar 2.11 Proses Pooling layer 16
Gambar 2.12 Proses Fully Connected Layer 17
Gambar 3.1 Arsitektur Umum 24
Gambar 3.2 Citra buah mangrove belum matang 25
Gambar 3.3 Citra buah mangrove mendekati matang 25
Gambar 3.4 Representasi piksel citra buah mangrove 25
Gambar 3.5 Matriks citra RGB 3 x 3 26
Gambar 3.6 Citra buah mangrove belum matang setelah proses Grayscaling 27
Gambar 3.7 Citra buah mangrove setelah proses Grayscaling 27
Gambar 3.8 Citra buah mangrove yang telah diproses Adaptive Thresholding 27
Gambar 3.9 Citra buah mangrove setelah diproses Adaptive Thresholding 28
Gambar 3.10 Citra target untuk dilakukan Vertical Projection 28
Gambar 3.11 Histogram Vertical Projection 29
Gambar 3.12 Citra setelah segmentasi menggunakan Vertical Projection 29
Gambar 3.13 Ketentuan jarak potong citra buah mangrove 29
Gambar 3.14 Citra buah mangrove sebelum diterapkan proses smoothing 30
Gambar 3.15 Citra buah mangrove sebelum melalui proses smoothing 30
Gambar 3.16 Citra buah mangrove sebelum diterapkan proses sharpening 31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


xii

Gambar 3.17 Citra buah mangrove sebelum melalui proses sharpening 31


Gambar 3.18 Contoh proses resizing 32
Gambar 3.19 Rancangan Tampilan Home 35
Gambar 3.20 Rancangan Tampilan Training 36
Gambar 3.21 Rancangan Tampilan Testing 37
Gambar 4.1 Tampilan Halaman Home 40
Gambar 4.2 Tampilan Halaman Training 41
Gambar 4.3 Tampilan grafik accuracy dan loss pada Halaman Training 41
Gambar 4.4 Tampilan Halaman Testing 42
Gambar 4.5 Tampilan Halaman Testing setelah proses klasifikasi 42
Gambar 4.6 Tampilan Halaman Testgroup 43
Gambar 4.7 Tampilan Halaman Testgroup setelah proses klasifikasi 43
Gambar 4.8 Data Training 44
Gambar 4.9 Data Testing 45
Gambar 4.10 Tampilan Halaman Home 45
Gambar 4.11 Tampilan Halaman Training 46
Gambar 4.12 Tampilan Halaman Training beserta grafik loss dan accuracy 47
Gambar 4.13 Halaman Testing 47
Gambar 4.14 Hasil pengujian citra buah mangrove 48
Gambar 4.15 Halaman Testgroup 48
Gambar 4.16 Halaman Testgroup setelah proses klasifikasi 49
Gambar 4.17 Contoh citra buah mangrove yang gagal di klasifikasi 58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mangrove adalah komunitas tumbuhan yang hidup diantara laut dan daratan yang
dipengaruhi oleh pasang surut. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di
dunia dan juga memiliki keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya paling
bervariasi. Indonesia tercatat setidaknya memiliki 202 jenis tumbuhan mangrove,
meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis
epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis (diantaranya 33 jenis pohon dan
beberapa jenis perdu) ditemukan sebagai mangrove sejati, sementara jenis lain
ditemukan di sekitar mangrove dan dikenal sebagai jenis mangrove ikutan (Yus, 2006).

Tumbuhan mangrove terdiri dari beberapa bagian, mulai dari batang pohon,
daun, bunga dan juga buah. Untuk mendapatkan tumbuhan mangrove yang optimal
maka diperlukan buah yang tingkat kematangannya optimal pula. Pada umumnya
sekarang untuk menilai kematangan buah mangrove hanya dilakukan secara manual
dengan melihat secara kasat mata saja, sehingga akurasi penilaian tingkat kematangan
buah mangrove pun menjadi tidak tinggi dikarnakan hanya melihat saja dengan kasat
mata. Banyak petani mangrove yang mengira buah mangrove yang ingin ditanam dalam
kasus rehabilitas, memiliki tingkat kematangan yang sudah baik, akan tetapi setelah
melakukan replanting, hasil yang didapat tidaklah sesuai. Dengan tingkat akurasi yang
belum tinggi untuk menilai kematangan sebuah buah mangrove, maka diperlukan
sebuah aplikasi untuk memudahkan mengetahui buah mangrove mana yang sudah pada
tingkat kematangan yang sesuai karakteristiknya.

Hanya ada 1 cara untuk mengetahui tingkat kematangan buah secara manual,
yaitu dengan pengecekan fisik (bentuk, ukuran). Salah satu cara untuk mengetahui

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2

tingkat kematangan suatu buah di bidang informatika adalah dengan pemanfaatan


pengolahan citra.

Deep Convolutional Neural Network (DCNN) menunjukan performa yang luar


biasa dalam bidang image recognition, hal ini didukung dari performa DCNN yang
sangat baik dalam mengekstraksi high-level features. Convolutional Layer dan MAX
Pooling Layer yang digunakan pada DCNN terbukti sangat efektif dalam mengenali
bentuk yang bervariasi. DCNN mampu melakukan seluruh tahap pada pengenalan citra
yaitu tahap feature extraction dan classifier secara bersamaan karena DCNN menerima
raw image sebagai masukan, sehingga tidak membutuhkan tahap ekstraksi fitur dan pre-
processing secara terpisah seperti pada Conventional Classifier (Kim & Xie, 2014).

Sampai saat ini, belum ada penelitian mengenai klasifikasi tingkat kematangan
buah mangrove dan belum ada pula penelitian klasifikasi tingkat kematangan buah yang
menggunakan metode Deep Convolutional Neural Network, akan tetapi ada beberapa
penelitian yang mengangkat topik untuk klasifikasi kematangan buah yang lain.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memprediksi tingkat kematangan


buah. Mulyani & Susanto (2017) meneliti klasifikasi tingkat kematangan apel fuji.
Mulyani & Susanto (2017) mengubah jenis gambar apel fuji dari Red Green Blue (RGB)
menjadi Grayscale. Selanjutnya, ekstraksi dilakukan dengan menggunakan MATLAB.
Hasil dari penelitian ini yaitu tingkat kematangan apel fuji yang dibagi menjadi tiga
kategori: mentah, setengah matang dan matang. Penelitian ini mendapatkan akurasi
sebesar 91,66% training data dan 85,71% dari data testing. Namun pada data set masi
mengalami error data sebesar 8,34% untuk data training dan 14,29% untuk data testing
nya. Hal ini dapat terjadi karena penelitian ini hanya menggunakan 19 data.

Sidehabi et al., (2018) meneliti tentang tingkat kematangan buah markisa.


Penelitian ini menggunakan metode K-Means Clustering dan Artificial Neural Network.
Hasil dari penelitian ini yaitu tingkat kematangan buah yang dibagi menjadi 3 yaitu
matang, mendekati matang, dan belum matang. Input data pada penelitian ini adalah
video buah markisa ada 6 sisi yang berbeda. Penelitian ini menggunakan 75 video buah
markisa sebagai data training dan 20 video buah markisa sebagai data testing dengan
durasi 5 detik per video. Pada penelitian ini tingkat akurasi yang didapatkan mencapai

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3

90%. Namun pada klasifikasi mendekati matang dan tidak matang mengalami error
karena warna buah nya tidak terlalu berbeda.

Selanjutnya penelitian oleh (Hamza & Chtourou, 2018) meneliti klasifikasi


kematangan buah apel berdasarkan warna melalui citra digital menggunakan metode
Artificial Neural Network. Total data pada penelitian ini berjumlah 600 data. Pada
penelitian ini data training yang digunakan sebesar 80% dari total citra sedangkan 20%
lagi digunakan untuk data testing. Pada penelitian ini tingkat akurasi yang didapatkan
lebih dari 90%. Namun keterbatasan pada penelitian tersebut yaitu koleksi dataset yang
diperoleh harus lebih besar lagi untuk menaikan tingkat akurasi.

Penelitian lain oleh (Nandi et al., 2014) meneliti tingkat kematangan buah
manga menggunakan metode Support Vector Machine. Pada penelitian ini
menggunakan 5 varietas manga yang berbeda, sehingga diperoleh total manga yang
dikumpulkan sebanyak 1350 buah mangga dengan total data citra yang diperoleh
sebanyak 16400 citra, rata-rata 3280 citra untuk masing-masing varietas dan 820 untuk
masing-masing kelompok atau kelas. Akurasi yang didapat pada penelitian ini
mencapai 95,5%.

Penelitian lain dilakukan oleh (Hafemann et al., 2014) dengan judul Forest
Species Recognition using Deep Convolutional Neural Networks. Penelitian ini
mengajukan algoritma Deep Convolutional Neural Network untuk mengenal spesies
pohon dengan data masukkan berupa citra makroskopis dan mikroskopis. Hasil akurasi
yang didapatkan sebesar 95,77% untuk citra makroskopis dan 97,32% untuk citra
mikroskopis. Penelitian ini menunjukkan algoritma Deep Convolutional Neural
Network dapat meningkatkan akurasi dari penelitian sebelumnya yang menggunakan
metode pengklasikasian Support Vector Machine (SVM) dengan akurasi sebesar 95,5%.

Berdasarkan latar belakang di atas penelitian ini bertujuan untuk memprediksi


tingkat kematangan buah mangrove dengan hasil tingkat kematangan dibagi menjadi 3,
yaitu mendekati matang, setengah matang, dan belum matang dari pemrosesan citra
digital. Berdasarkan penelitian terdahulu, untuk mendapatkan akurasi yang lebih tinggi,
maka penelitian ini akan dilakukan menggunakan metode Deep Convulutional Neural
Network.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4

1.2 Rumusan Masalah

Untuk mengetahui tingkat kematangan buah mangrove, sehingga petani mangrove tidak
salah dalam memilih buah yang digunakan untuk penanaman kembali. Sampai saat ini
petani yang melakukan penilaian tingkat kematangan buah mangrove masih dilakukan
dengan kasat mata saja sehingga akurasi penilaian tingkat kematangan buah mangrove
belum sesuai dengan tingkat kematangan yang diinginkan. Oleh karena itu dilakukan
pendekatan dalam permasalahan ini agar dapat mengklasifikasi tingkat kematangan
buah mangrove.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengklasifikasi tingkat kematangan buah mangrove
dari citra dengan menggunakan metode Deep Convolutional Neural Network.

1.4 Batasan Masalah

Pada penelitian ini penulis membuat beberapa batasan demi mencegah meluasnya ruang
lingkup permasalahan. Adapun batasan masalah tersebut, yaitu:
1. Data yang diambil berasal dari wilayah Sumatera Utara
2. Citra yang digunakan berekstensi .jpg atau .jpeg
3. Background citra yang diambil berwarna hitam
4. Spesies mangrove yang digunakan Rhizophora stylosa dan Rhizophora
mucronata

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini yaitu:


1. Memudahkan masyarakat untuk menentukan tingkat kematangan pada buah
mangrove
2. Membantu masyarakat dalam mengenali buah mangrove berdasarkan tingkat
kematangan yang dimiliki
3. Memudahkan masyarakat dalam penanaman kembali tumbuhan mangrove.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


5

1.6 Metodologi Penelitian

Adapun tahap – tahap yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur
Pada tahap ini, penulis mengumpulkan dan mempelajari literatur dan dokumen
yang berhubungan dengan penelitian untuk mendapat informasi yang
mendukung. Dokumen yang dipelajari yaitu berupa jurnal, skripsi, buku, dan
sumber lainnya.
2. Pengumpulan Data
Pada tahap ini, setelah mempelajari informasi terkait yang mendukung
penelitian, penulis mengumpulkan data yang akan digunakan dalam penelitian.
3. Analisis Permasalahan
Pada tahap selanjutnya, penulis melakukan analisis terhadap informasi –
informasi dari dokumen yang sudah dipelajari agar dapat mendapat metode yang
tepat untuk menyelasaikan masalah dalam penelitian ini.
4. Perancangan Sistem
Pada tahap selanjutnya, penulis melakukan analisis terhadap informasi –
informasi dari dokumen yang sudah dipelajari agar mendapat metode yang tepat
untuk menyelasaikan masalah dalam penelitian ini.
5. Implementasi
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap Deep Convolutional Neural
Network yang telah dibangun.
6. Penyusunan Laporan
Pada tahap terakhir, penulis akan menyusun dokumentasi berupa laporan
penelitian yang akan memaparkan hasil penelitian yang telah dilakukan.

1.7 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dari skripsi ini terdiri data lima bagian utama sebagai berikut:

Bab 1: Pendahuluan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


6

Pada bab pendahuluan, hal – hal yang dibahas yaitu latar belakang, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.

Bab 2: Landasan Teori

Pada bab ini berisi teori – teori yang digunakan untuk memahami permasalahan yang
diangkat pada penelitian ini. Teori – teori mengenai mangrove, pengolahan citra digital,
dan deep convolutional neural network akan dibahas dan dijabarkan.

Bab 3: Analisa dan Perancangan

Pada bab analisis dan perancangan, akan dijelaskan dan dijabarkan arsitektur umum
penelitian, perancangan aplikasi, dan tahap – tahap yang dilakukan dalam proses pre-
processing, segmentasi, post-processing, training data, testing data, dan klasifikasi.

Bab 4: Implementasi dan Pembahasan

Pada bab ini, akan dijelaskan implementasi dan pembahasan dari rancangan aplikasi
dari penelitian yang telah dibuat pada bab 3. Hasil dari pengujian aplikasi dan
implementasi juga akan dijabarkan pada bab ini.

Bab 5: Kesimpulan dan Saran

Pada bab ini, berisi kesimpulan dan ringkasan dari rancangan yang dibahas pada bab 3
dan hasil penelitian yang dijelaskan pada bab 4. Pada bab ini juga dimuat saran – saran
untuk pengembangan penelitian yang selanjutnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 2

LANDASAN TEORI

Bab ini membahas tentang teori yang bersangkutan dan penelitian terdahulu yang
berhubungan dengan penerapan metode Deep Convolutional Neural Network dalam
mengklasifikasi kematangan buah mangrove.

2.1 Mangrove

Mangrove adalah komunitas tumbuhan yang hidup diantara laut dan daratan yang
dipengaruhi oleh pasang surut. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di
dunia dan juga memiliki keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya paling
bervariasi. Indonesia tercatat setidaknya memiliki 202 jenis tumbuhan mangrove,
meliputi 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenis pemanjat, 44 jenis herba tanah, 44 jenis
epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis tersebut, 43 jenis (diantaranya 33 jenis pohon dan
beberapa jenis perdu) ditemukan sebagai mangrove sejati (true mangrove), sementara
jenis lain ditemukan disekitar mangrove dan dikenal sebagai jenis mangrove
pendamping (mangrove associates) (Yus, 2006).
Mangrove merupakan salah satu ekosistem paling produktif dan unik di dunia
karena tidak ada tumbuhan lain yang tumbuh subur dan mampu bertahan hidup di zona
transisi antara lautan dan daratan (Ellison, 2006). Mangrove merupakan ekosistem yang
sangat produktif dan sering kali menjadi sumber ekonomi terutama bagi warga pesisir.
Karena mangrove membawa pengaruh cukup banyak bagi ekosistem laut, terutama
perikanan (Giesen, 2006). 77% dari semua mangrove memiliki beberapa kegunaan,
mangrove paling umum digunakan sebagai obat, bahan konstruksi, makanan (sayur,
rempah-rempah dan buah), sebagai hiasan dan sebagai bahan bakar (Giesen, 2006).
Contoh tumbuhan mangrove terdapat pada Gambar 2.1 .

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8

Gambar 2.1 Tumbuhan Mangrove

2.2 Citra (Image)

Citra merupakan fungsi kontinyu yang memiliki intensitas cahaya pada bidang dua
dimensi. Agar suatu citra dapat diolah menggunakan komputer digital, citra tersebut
harus direpresentasikan secara numerik dengan nilai – nilai diskrit. (Kusumanto &
Tompunu, 2011)

Citra digital merupakan representasi dari fungsi kontinyu menjadi nilai-nilai


diskrit. Sebuah citra digital dapat diwakili oleh sebuah matriks dua dimensi f(x,y) yang
terdiri dari M sebagai kolom dan N sebagai baris, dimana perpotongan antara kolom
dan baris disebut piksel (piksel = picture element) atau elemen terkecil dari sebuah citra
(Kusumanto & Tompunu, 2011).

Citra digital umumnya dibagi menjadi tiga, yaitu Color Image (RGB),
grayscale image, dan binary image.

2.2.1 Color image (RGB image)

Color image (RGB) merupakan citra dengan masing-masing piksel didalam nya
ditentukan oleh 3 nilai, yaitu Red (merah), Green (hijau), Blue (biru). Jika masing-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9

masing warna memiliki range 0-255, maka totalnya adalah 2553 = 16.581.375 (16K)
variasi warna yang berbeda pada sebuah gambar. (Kusumanto & Tompunu, 2011).
Adapun contoh dari Color Image (RGB) ditunjukkan pada Gambar 2.2

Gambar 2.2 Color Image (RGB) (Kumar & Verma, 2010)

2.2.2 Grayscale image

Jenis dari citra digital selanjutnya adalah grayscale image atau sering disebut citra
keabuan. Grayscale image adalah citra yang setiap piksel nya memiliki warna gradiasi
mulai dari putih sampai hitam. Rentang tersebut menyatakan bahwa setiap piksel
diwakili oleh 8 bit, atau setara dengan 1 byte. Salah satu bentuk representasi dari citra
grayscale yaitu dalam kedokteran (X-ray) (Kusumanto & Tompunu, 2011). Contoh dari
citra grayscale ditunjukan pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Grayscale Image (Kumar & Verma 2010)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


10

2.2.3 Binary image

Jenis citra digital terakhir yaitu binary image yang merupakan citra yang setiap piksel
nya hanya terdiri dari warna hitam atau putih, karena hanya ada dua warna untuk setiap
piksel. Binary image sangat berguna untuk teks (dicetak atau tulisan tangan), sidik jari
(fingerprint), atau gambar arsitektur (Kusumanto & Tompunu, 2011). Adapun contoh
dari Binary image terletak pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Binary Image (Kumar & Verma, 2010a)

2.3 Pengolahan Citra Digital (Digital Image Processing)

Pengolahan Citra Digital atau sering disebut Digital Image Processing merupakan
sebuah disiplin ilmu yang mempelajari berbagai teknik dalam pengolahan citra. Citra
yang diambil berupa gambar diam (foto) maupun gambar bergerak (yang berasal dari
webcam). Sedangkan digital sendiri memiliki arti bahwa pengolahan citra dilakukan
secara digital menggunakan computer (Abdul & Adhi, 2012).

Beberapa teknik yang digunakan dalam pengolahan citra digital antara lain:

2.3.1 Grayscaling

Pada tahap ini, citra RGB (colour image) diubah menjadi citra keabuan (grayscale
image). Grayscaling bertujuan untuk mempermudah pendeteksian buah mangrove pada
citra. Pada penelitian ini, grayscaling yang digunakan yaitu grayscaling dengan metode

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11

luminositas. Grayscaling dengan metode luminositas mengalikan setiap nilai R (red),


G (green), dan B (blue) dengan konstanta tertentu yang sudah ditetapkan nilainya.
Grayscaling dengan metode luminositas dapat dilakukan dengan menggunakan
Persamaan (2.1)

𝐺𝐼 = 0.2989𝑅 + 0.5870𝐺 + 0.1140𝐵 (2.1)

Keterangan dari persamaan (2.1) adalah sebagai berikut:

GI = nilai intensitas warna pada citra grayscale

R = nilai intensitas warna merah (red) pada citra RGB

G = nilai intensitas warna hijau (green) pada citra RGB

B = nilai intensitas warna biru (blue) pada citra RGB

2.3.2 Thresholding

Proses pengambangan (thresholding) merupakan proses yang bertujuan untuk


menghasilkan citra biner. Citra biner adalah citra yang memiliki dua nilai tingkat
keabuan yaitu hitam dan putih. Secara umum proses pengambangan citra grayscale
untuk menghasilkan citra biner dapat dilihat pada Persamaan 2.2 (Putra, 2010).

1, 𝑓 (𝑥, 𝑦) ≥ 𝑇
𝑔(𝑥, 𝑦) = { (2.2)
0, 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑙𝑖𝑘𝑛𝑦𝑎

Adapun keterangan dari Persamaan (2.2) adalah sebagai berikut:

f(x,y) : citra grayscale


g(x,y) : citra biner dari citra grayscale f(x,y)
T : nilai ambang

Terdapat 2 jenis pengambangan (threshold), yaitu pengambangan global


(global thresholding) dan pengambangan secara lokal adaptif (locally adaptive
thresholding). Pada pengambangan global (global thresholding), seluruh piksel pada
citra dikonversikan menjadi hitam atau putih dengan satu nilai ambang T. Namun pada
penggunaan pengambangan global, kemungkinan akan banyak informasi yang hilang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12

karena hanya menggunakan satu nilai T untuk keseluruhan piksel. Oleh karena itu,
untuk mengatasi masalah ini, diperlukan pengambangan secara lokal adaptif (locally
adaptive thresholding), karena pada pengambangan lokal, suatu citra dibagi menjadi
blok – blok kecil dan kemudian dilakukan pengambangan lokal pada setiap blok dengan
nilai T yang berbeda. Untuk memperoleh nilai T tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan Persamaan 2.3 (Putra, 2010).

∑(𝑦,𝑥)∈𝑊 𝑓(𝑖,𝑗)
𝑇= −𝐶 (2.3)
𝑁𝑤

Adapun keterangan dari Persamaan (2.3) adalah sebagai berikut :

W : jendela pada citra


Nw : jumlah piksel dalam jendela
C : konstanta

2.3.3 Projection Profiling

Projection profile merupakan struktur data yang digunakan untuk menyimpan jumlah
piksel yang bukan merupakan background dari sebuah citra ketika citra diproyeksikan
diatas sumbu X dan sumbu Y normal. Untuk setiap sel dari vektor proyeksi dikaitkan
dengan jumlah piksel diatas ambang yang telah ditentukan sebelumnya (umumnya
merupakan warna dari latar belakang). Dalam pengolahan citra digital, Projection
profile dibagi menjadi 2 jenis, yaitu horizontal projection dan vertical projection.
Horizontal projection digunakan untuk memproyeksikan jumlah piksel yang ada pada
sebuah citra secara horizontal, sedangkan untuk vertical projection digunakan untuk
memproyeksikan jumlah piksel dari sebuah citra secara vertikal (Janeiro, n.d.). Contoh
histogram dari horizontal projection maupun vertical projection dapat dilihat pada
Gambar 2.5, 2.6 dan 2.7.

Gambar 2.5 Citra target penerapan projection profiling (Janeiro, n.d.)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


13

Gambar 2.6 Vertical Projection dari Gambar 2.5 (Janeiro, n.d.)

Gambar 2.7 Horizontal Projection dari Gambar 2.5 (Janeiro, n.d.)

2.3.4 Smoothing

Hasil pengambilan gambar dengan kamera sering terjadi gangguan seperti timbulnya
noise yang membuat penurunan kualitas citra sehingga dibutuhkan proses filtering
untuk mengurangi noise pada citra. Metode filtering yang digunakan pada penelitian ini
adalah Median Filter. Median filter adalah salah satu metode yang dapat digunakan
untuk menghilangkan noise (Ohki, 1995). Perhitungan median dapat diliat pada
Persamaan 2.4

𝑦(𝑛) = 𝑚𝑒𝑑 [𝑥(𝑛 − 𝑘), 𝑥(𝑛 − 𝑘 + 1), … , 𝑥(𝑛), … , 𝑥(𝑛 + 𝑘 − 1), 𝑥(𝑛 + 𝑘) (2.4)

Dimana:

𝑦(𝑛) = nilai output

𝑥(𝑛) = nilai input

Adapun contoh dari gambar yang sudah di smoothing terdapat pada Gambar 2.8

Gambar 2.8 Citra sesudah di smoothing

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


14

2.3.5 Sharpening

Penajaman atau sharpening merupakan teknik dasar peningkatan gambar dalam


pemrosesan gambar dan computer vision. Proses ini berrtujuan untuk memperbaiki tepi,
tekstur, dan detail gambar. Menajamkan gambar juga banyak digunakan dalam
pemrosesan gambar medis, pencetakan elektronik, dan inspeksi industri, dll (Gonzalez
& Woods, 2010). Perhitungan sharpening dapat diliat pada Persamaan 2.5

∑𝑝∈𝑓(𝜇(𝑝) − 𝑓 (𝑝))2 + ((𝑓𝑥 (𝑝) − 𝑔𝑥,𝑡 (𝑝))2 + (𝑓𝑦 (𝑝) − 𝑔𝑦,𝑡 (𝑝))2 ) (2.5)

Dimana:

𝜇 (𝑝) = nilai piksel p dari citra asli

𝑓 (𝑝) = nilai piksel p dari citra akhir

Adapun contoh dari gambar yang sudah di sharpening terdapat pada Gambar 2.9

Gambar 2.9 Citra sesudah di sharpenig

2.3.6 Resizing

Proses resizing merupakan proses untuk mengubah resolusi atau ukuran horizontal dan
vertikal suatu citra. Adapun 3 jenis algoritma resizing yang digunakan dalam image
pre-processing sebagai berikut.

2.3.6.1 Nearest Neighbor Scaling

Metode ini merupakan metode yang sering digunakan dalam proses resizing. Metode
ini mengganti setiap piksel dengan piksel terdekat dalam output. Pada saat memperbesar
ukuran gambar, piksel dengan warna yang sama akan diduplikasi di seluruh gambar.
Misalnya, suatu gambar 2×2 piksel berwarna biru. Saat gambar akan diperbesar ke 3×3,
maka akan ada 5 piksel yang baru. Dengan menggunakan Nearest Neighbour Scaling,
metode ini hanya menggunakan warna piksel biru untuk menetapkan piksel baru. Salah
satu masalah yang terdapat dalam metode ini adalah jika terdapat edge yang penting,
sehingga proses penyempurnaan diperlukan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


15

2.3.6.2 Bilinear Interpolation

Metode ini menggunakan pendekatan yang sama dengan Nearest Neighbour Scaling,
karena memerlukan komputasi yang lebih kompleks. Metode ini akan menentukan nilai
dari piksel baru berdasarkan rata-rata nilai 4 piksel terdekat.

2.3.6.3 Bicubic Interpolation

Metode ini merupakan metode yang jauh lebih lambat dari metode lainnya, karena
butuh waktu untuk memproses ketika melakukan resizing suatu gambar. Metode ini
menggunakan piksel 4×4 atau 16 piksel sekaligus untuk menentukan nilai dari piksel
yang baru. Hasil dari metode ini adalah gambar yang terlihat lebih halus. Algoritma ini
menghasilkan hasil terbaik jika dibandingkan metode Nearest Neighbour Scaling dan
Bilinear Interpolation.

2.4 Convolutional Neural Network (CNN)

Convolutional Neural Network merupakan jenis neural network yang pada umumnya
memiliki 3 type layer, antara lain Convolutional Layer, Pooling Layer, dan Fully-
connected Layer. Convolutional Neural Network di desain untuk mengolah data dua
dimensi. Berbeda halnya dengan Multi-Layer Perceptron dimana data yang diolah
merupakan data satu dimensi.

Convolutional Layer merupakan bagian inti dari Convolutional Neural


Network yang memiliki koneksi local dan bobot karakteristik yang sama. Adapun tujuan
dari layer ini adalah untuk mempelajari bagaimana representasi sebuah fitur dari input
yang di berikan. Melalui layer ini, fitur akan di ekstraksi dan kemudian di lanjutkan ke
layer berikutnya dengan tujuan untuk mengekstraksi fitur yang lebih kompleks (Bui &
Chang, 2016). Konvolusi adalah suatu istilah matematis yang berarti mengaplikasikan
sebuah fungsi pada output fungsi lain secara berulang. Tujuan dilakukannya konvolusi
pada data citra adalah untuk mengekstraksi fitur dari citra input. Transformasi linear
dari data input sesuai informasi spasial pada data merupakan hasil dari sebuah proses
konvolusi. Bobot pada layer tersebut mengspesifisikasikan kernel konvolusi yang
digunakan, sehingga kernel konvolusi dapat dilatih berdasarkan input pada CNN.
Gambaran mengenai Convolutional Neural Network terdapat pada Gambar 2.10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


16

Gambar 2.10 Convolutional Neural Network (B & Hattori, 2018)

Pooling layer merupakan tahapan lanjutan dari convolutional layer. Pooling


layer merupakan proses resizing atau bias disebut proses untuk mengubah ukuran citra
input yang berbeda. Pooling yang biasa digunakan adalah max pooling dan average
pooling. Layer ini terdiri dari sebuah filter dan stride dengan ukuran tertentu. Seperti
pada Gambar 2.11, pada max pooling, nilai maksimum pada area filter yang akan dipilih
pada saat pergeseran, sedangkan pada average pooling, nilai rata-rata pada filter yang
akan dipilih, tujuannya untuk membantu mengurangi jumlah parameter dan waktu
perhitungan yang dibutuhkan saat melatih network.

Gambar 2.11 Proses pooling layer (Bui & Chang 2017)

Layer terakhir adalah fully-connected layer. Layer ini mengambil seluruh


neuron pada layer sebelumnya (Convolutional Layer dan MAX Pooling Layer) dan
menghubungkannya ke setiap single neuron yang ada (Devikar, 2016). Pada layer ini
dilakukan proses flatten atau reshape feature map menjadi sebuah vector agar dapat
digunakan sebagai input pada layer ini, karena feature map yang dihasilkan pada layer
sebelumnya masih berbentuk multidimensional array. Gambar 2.12 menunjukkan
proses fully connected layer.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


17

Gambar 2.12 Fully-connected Layer(Bui & Chang, 2016)

2.5 Deep Convolutional Neural Network (DCNN)

Istilah deep learning memiliki pengertian untuk menambahkan akurasi pada proses
training dengan cara menambahkan hidden layer pada neural network sehingga output
yang dihasilkan lebih detail.

Deep Convolutional Neural Network (DCNN) menunjukan performa yang luar


biasa dalam bidang image recognition, hal ini didukung dari performa DCNN yang
sangat baik dalam mengekstraksi high-level features. Convolutional Layer dan MAX
Pooling Layer yang digunakan pada DCNN terbukti sangat efektif dalam mengenali
bentuk yang bervariasi. DCNN mampu melakukan seluruh tahap pada pengenalan citra
yaitu tahap feature extraction dan classifier secara bersamaan karena DCNN menerima
raw image sebagai masukan, sehingga tidak membutuhkan tahap ekstraksi fitur dan pre-
processing secara terpisah seperti pada Conventional Classifier (Kim & Xie, 2014).

2.6 Penelitian Terdahulu

Sebelumnya, penelitian tentang klasifikasi kematangan buah mangrove belum pernah


dilakukan, dan belum ada juga yang melakukan penelitian tentang klasifikasi buah
menggunakan metode Deep Convolutional Neural Network, akan tetapi ada beberapa
penelitian yang mengangkat topik untuk mengklasifikasi kematangan buah yang lain.
Seperti yang telah diteliti oleh (Mulyani & Susanto, 2017) yang meneliti tentang
klasifikasi tingkat kematangan pada apple fuji. Pada penelitian ini metode yang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


18

digunakan adalah logika fuzzy. Disini peneliti mengubah jenis gambar apel fuji dari
bentuk RGB menjadi Grayscale. Setelah itu apel fuji tadi di ekstraksi menggunakan
MATLAB untuk mendapatkan beberapa kategori yaitu mentah, setengah matang, dan
matang. Pada penelitian ini mendapatkan akurasi 100% untuk apel mentah, 100% untuk
apel matang, dan 66.67% untuk apel setengah matang. Namun data pada penelitian ini
masih sedikit, yaitu hanya 19 data saja. Jika data yang diambil lebih banyak dari
sebelumnya, akurasi yang didapat untuk apel yang setengah matang bisa menjadi lebih
tinggi lagi.

Pada penelitian yang dilakukan oleh (Sidehabi et al., 2018) meneliti tentang
tingkat kematangan buah markisa. Penelitian ini menggunakan metode K-Means
Clustering dan Artificial Neural Network. Hasil dari penelitian ini yaitu tingkat
kematangan buah yang dibagi menjadi 3 yaitu matang, mendekati matang, dan belum
matang. Input data pada penelitian ini adalah video buah markisa ada 6 sisi yang
berbeda. Penelitian ini menggunakan 75 video buah markisa sebagai data training dan
20 video buah markisa sebagai data testing dengan durasi 5 detik per video. Pada
penelitian ini tingkat akurasi yang didapatkan mencapai 90%. Namun pada klasifikasi
mendekati matang dan tidak matang mengalami error karena warna buah nya tidak
terlalu berbeda.

Penelitian oleh (Hamza & Chtourou, 2018) membahas tentang klasifikasi


kematangan buah apel berdasarkan warna melalui citra digital menggunakan metode
Artificial Neural Network. Pada penelitian ini data training yang digunakan sebesar 80%
dari total citra sedangkan 20% lagi digunakan untuk data testing. Pada penelitian ini
tingkat akurasi yang didapatkan lebih dari 90%. Total data yang digunakan sebanyak
600 data. Jika data yang di koleksi lebih besar dari sebelumnya, maka akurasi yang
didapat akan lebih tinggi lagi.

Penelitian lain oleh (Nandi et al., 2014) meniliti tentang tingkat kematangan
buah manga menggunakan metode Support Vector Machine. Pada penelitian ini
menggunakan 5 varietas manga yang berbeda, sehingga diperoleh total mangga yang
dikumpulkan sebanyak 1350 buah mangga dengan total data citra yang diperoleh
sebanyak 16400 citra, rata-rata 3280 citra untuk masing-masing varietas dan 820 untuk
masing-masing kelompok atau kelas. Akurasi yang didapat pada penelitian ini
mencapai 96%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19

Hafemann, Oliveira, & Cavalin (2014) melakukan penelitian dengan judul


Forest Species Recognition using Deep Convolutional Neural Networks. Penelitian ini
mengajukan algoritma Deep Convolutional Neural Network untuk mengenal spesies
pohon dengan data masukkan berupa citra makroskopis dan mikroskopis. Hasil akurasi
yang didapatkan sebesar 95,77% untuk citra makroskopis dan 97,32% untuk citra
mikroskopis. Penelitian ini menunjukkan algoritma Deep Convolutional Neural
Network dapat meningkatkan akurasi dari penelitian sebelumnya yang menggunakan
metode pengklasikasian Support Vector Machine (SVM) dengan akurasi sebesar 95,5%.
Melihat performa yang bagus dari Deep Convolutional Neural Network maka penulis
mencoba untuk menggunakannya dalam penelitian ini.

Penelitian terdahulu yang telah dijelaskan diatas dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Penelitian terdahulu

Judul
No Peneliti Metode Keterangan
Penelitian
1 Evi Dewi Sri, Classification • Ekstraksi Akurasi yang
Mulyani, Susanto, of Maturity fitur: didapat 100%
Jeni Poniman level of Fuji MATLAB untuk apel
(2018) Apple Fruit • Klasifikasi: mentah, 100%
With Fuzzy Fuzzy Logic untuk apel
Logic Method matang, dan
66.67% untuk
apel setengah
matang. Data
pada
penelitian ini
masih sedikit,
yaitu hanya
19 data

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


20

Tabel 2.1. Penelitian terdahulu (lanjutan)

Judul
No Peneliti Metode Keterangan
Penelitian
2 Sitti Wetenriajeng Classification • Ekstraksi Penelitian ini
Sidehabi, on Passion fitur: menggunakan
Ansar Suyuti, Fruit’s General 75 video buah
Intan Sari Areni, Ripeness Linear Model markisa
Ingrid Nurtanio using (NNGLM) sebagai data
(2018) K-Means • Klasifikasi:K- training dan
Clustering Means 20 video buah
and Artificial Clustering markisa
Neural dan Artificial sebagai data
Network, Neural testing
2018 Network dengan durasi
5 detik per
video. Pada
penelitian ini
tingkat
akurasi yang
didapatkan
mencapai
90%.
3 Raja Hamza, Apple • Ekstraksi Pada
Mohamed Chtourou Ripeness fitur: penelitian ini
(2018) Estimation Linear data training
using Discriminant yang
Artificial Analysis digunakan
Neural (LDA) sebesar 80%
Network algorithms dari total citra
sedangkan
20% lagi
digunakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


21

Tabel 2.1. Penelitian terdahulu (lanjutan)

Judul
No Peneliti Metode Keterangan
Penelitian
• Klasifikasi: untuk data
Artificial testing. Pada
Neural penelitian ini
Network tingkat
akurasi yang
didapatkan
lebih dari
90%. Total
data yang
digunakan
sebanyak 600
data.
4 Chandra Sekhar A Machine • Ekstraksi Total manga
Nandi, Vision-Based fitur: yang
Bipan Tudu, Maturity SVM-FREE dikumpulkan
Chiranjib Koley Prediction • Klasifikasi: sebanyak
(2014) System for Support 1350 buah
Sorting of Vector mangga
Harvested Machine dengan total
Mangoes (SVM) data citra
yang
diperoleh
sebanyak
16400 citra,
rata-rata 3280
citra untuk
masing-
masing
varietas dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22

Tabel 2.1. Penelitian terdahulu (lanjutan)

Judul
No Peneliti Metode Keterangan
Penelitian
820 untuk
masing-
masing
kelompok
atau kelas.
Akurasi yang
didapat pada
penelitian ini
mencapai
96%.
5 Luiz G. Hafemann, Forest • Klasifikasi: Penelitian ini
Luiz S. Oliveira, Species Deep menerapkan
Paulo Cavalin Recognition Convolutional Deep
(2014) using Deep Neural Convolutional
Convolutional Network Neural
Neural Network
Networks sebagai
metode
klasifikasi
untuk
pengenalan
spesies
pohon.
Akurasi yang
didapat
mencapai
97,32%

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN

Bab ini membahas tentang analisis dan perancangan dalam aplikasi klasifikasi
kematangan buah mangrove. Tahap pertama yang dilakukan yaitu analisis data yang
digunakan, analisis dengan menggunakan beberapa tahapan pengolahan citra yang
digunakan, kemudian implementasi metode Deep Convolutional Neural Network dalam
klasifikasi kematangan buah mangrove. Bab ini juga membahas proses training dan
testing.

3.1 Data yang digunakan

Dalam penelitian ini, data yang digunakan terbagi menjadi 2, yaitu data training dan
data testing. Data training digunakan dalam proses learning dan memberikan
pengetahuan tentang klasifikasi kematangan buah mangrove, sedangkan data testing
digunakan untuk proses pengujian hasil learning sehingga mendapatkan akurasi dari
proses klasifikasi. Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari tiga tempat
di wilayah Sumatera Utara, yaitu di Percut Sei Tuan, di Pantai Mangrove Kampung
Nipah, dan yang terakhir di Ekowisata Mangrove, Sicanang Belawan. Pengambilan data
dilakukan sebanyak 7 kali dalam waktu yang berbeda. Pengambilan data citra buah
mangrove dilakukan menggunakan kamera DSLR dengan resolusi 18 MP, yang
disimpan dengan format JPG (Joint Photographic Experts Assemble). Jumlah data yang
dikumpulkan yaitu sebanyak 3900 citra, dengan pembagian data training sebanyak
3000 citra dan untuk data testing yang dikumpulkan berjumlah 900 citra dengan ukuran
720 × 84 piksel. Citra training kemudian dibagi lagi menjadi 90% untuk proses
pelatihan dan 10% lainnya untuk proses validasi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


24

3.2 Analisis Sistem

Proses klasifikasi kematangan buah mangrove dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap
– tahap tersebut yaitu image acquisition, image pre-processing, image segmentation,
image post-processing dan klasifikasi menggunakan Deep Convolutional Neural
Network. Setiap langkah yang dilakukan akan dijelaskan lebih terperinci pada bagian –
bagian selanjutnya. Adapun arsitektur umum yang menggambarkan metodologi pada
penelitian ini dapat ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1 Arsitektur Umum

3.2.1 Image Acquisition

Tahap ini merupakan tahap pengumpulan data citra buah mangrove yang merupakan
input awal pada sistem ini. Data citra buah mangrove dibagi menjadi dua, yaitu data
training dan data testing. Citra diambil menggunakan kamera DSLR dengan resolusi
kamera 18 MP tanpa menggunakan flash. Citra yang diambil harus menggunakan
background berwarna hitam. Data yang digunakan pada penelitian ini diambil dari
beberapa hutan mangrove yang ada di Sumatera Utara. Citra yang digunakan dalam
penelitian ini berekstensi .JPG atau .JPEG dengan ukuran 720 × 84 piksel. Adapun ciri
yang membedakan antara buah mangrove yang belum matang, setengah matang, dan
mendekati matang yaitu munculnya cincin yang terletak diantara kepala buah mangrove
dan badan dari buah mangrove, atau yang sering disebut propagule. Contoh data citra
buah mangrove dapat dilihat pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


25

Gambar 3.2 Citra buah mangrove belum matang

Gambar 3.3 Citra buah mangrove mendekati matang

3.2.2 Image Preprocessing

Tahap preprocessing merupakan tahap dimana citra diolah agar menghasilkan citra
yang lebih baik untuk diproses di tahap selanjutnya. Tahap preprocessing ini terdiri –
dari grayscaling, dan thresholding.

3.2.2.1 Grayscaling

Tahap pertama dari preprocessing adalah melakukan grayscaling. Pada tahap ini, citra
yang awalnya merupakan citra RGB (colour image) diubah menjadi citra keabuan
(grayscale image). Grayscaling bertujuan untuk mempermudah pendeteksian spesies
buah mangrove pada citra. Pada penelitian ini, grayscaling yang digunakan yaitu
grayscaling dengan metode luminositas. Grayscaling dengan metode luminositas
mengalikan setiap nilai R (red), G (green), dan B (blue) dengan konstanta tertentu yang
sudah ditetapkan nilainya. Konversi citra RGB menjadi keabuan dilakukan pada kedua
jenis citra, yaitu citra training dan citra testing. Konversi citra RGB menjadi citra
keabuan dengan metode luminositas dapat dilakukan dengan menggunakan Persamaan
2.1. Representasi piksel citra buah mangrove dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 3.4 Representasi piksel citra buah mangrove

Adapun nilai red, green, blue pada citra yang memiliki 9 piksel adalah:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


26

P1 = R, G, B (67, 65, 46)

P2 = R, G, B (121, 117, 53)

P3 = R, G, B (68, 65, 45)

P4 = R, G, B (83, 79, 52)

P5 = R, G, B (83, 79, 52)

P6 = R, G, B (97, 90, 55)

P7 = R, G, B (58, 52, 50)

P8 = R, G, B (30, 32, 45)

P9 = R, G, B (72, 65, 55)

Gambar yang di representasikan pada Gambar 3.4 merupakan citra buah


mangrove yang berukuran 720 x 84 piksel dan potongan citra buah mangrove yang
berukuran 3 x 3. Proses perhitungan nilai grayscale terdapat pada Gambar 3.5.

63 111 64
77 72 88
54 33 66
Gambar 3.5 Matriks citra RGB 3 x 3

Dengan menggunakan Persamaan 2.1 maka nilai grayscale yang akan didapatkan antara
lain sebagai berikut:

P1 = 0,2989(67) + 0,5870(65) + 0,1140(46) = 63,4253 = 63

P2 = 0,2989(121) + 0,5870(117) + 0,1140(53) = 110,8879 = 111

P3 = 0,2989(68) + 0,5870(65) + 0,1140(45) = 63,6102 = 64

P4 = 0,2989(83) + 0,5870(79) + 0,1140(52) = 77,1097 = 77

P5 = 0,2989(83) + 0,5870(79) + 0,1140(52) = 71,9145 = 72

P6 = 0,2989(97) + 0,5870(90) + 0,1140(55) = 88,0933 = 88

P7 = 0,2989(58) + 0,5870(52) + 0,1140(50) = 53,5602 = 54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


27

P8 = 0,2989(72) + 0,5870(65) + 0,1140(55) = 32,881 = 33

P9 = 0,2989(72) + 0,5870(65) + 0,1140(55) = 65,9458 = 66

Citra buah mangrove yang telah dikonversi menjadi keabuan dapat dilihat pada Gambar
3.6 dan Gambar 3.7.

Gambar 3.6 Citra buah mangrove belum matang setelah proses Grayscaling

Gambar 3.7 Citra buah mangrove setelah proses Grayscaling

3.2.2.2 Thresholding

Setelah dilakukan proses grayscaling, masuk ke proses selanjutnya yaitu citra akan di
thresholding. Proses ini bertujuan untuk memisahkan buah mangrove dengan latar yang
ada di belakangnya. Thresholding akan mengubah citra menjadi hanya 2 warna yaitu
hitam dan putih dimana putih merepresentasikan area sekitaran citra buah mangrove
dan hitam merepresentasikan latar serta objek yang dituju (buah mangrove). Penelitian
ini menerapkan adaptive threshold dimana adaptive threshold bekerja dengan cara
menggunakan nilai ambang lokal yang dihitung secara adaptif berdasarkan statistika
piksel – piksel tetangganya. Untuk menggunakan adaptive threshold dapat dilakukan
dengan menggunakan Persamaan 2.3. Citra mangrove yang telah melalui proses
adaptive threshold dapat dilihat pada Gambar 3.8 dan 3.9.

Gambar 3.8 Citra mangrove yang telah diproses Adaptive Threshold

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


28

Gambar 3.9 Citra buah mangrove setelah diproses Adaptive Threshold

3.2.3 Image Segmentation

Tahap berikutnya setelah proses pre-processing adalah image segmentation. Image


segmentation digunakan untuk memotong atau cropping citra buah mangrove menjadi
sebagian saja yang nantinya akan diklasifikasi. Untuk melakukan segmentasi, penelitian
ini menerapkan vertical projection.

3.2.3.1 Vertical Projection

Pada penelitian ini, proses segmentasi yang digunakan adalah vertical projection.
Vertical projection digunakan untuk menentukan batas mana citra buah mangrove akan
dilakukan proses cropping. Pada tahap ini akan kelihatan posisi dimana awal dari citra
mangrove terdeteksi. Setelah mendapatkan posisi awal dimana citra buah mangrove
berada, maka di titik itulah citra akan dipotong atau cropping hingga batas yang
diperlukan. Citra yang telah melalui proses segmentasi menggunakan vertical
projection dapat dilihat pada Gambar 3.10, 3.11 dan 3.12. Dalam melakukan segmentasi,
terdapat beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan. Adapun ketentuan – ketentuan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.13. Ketentuan tersebut sangat diperlukan agar
sistem dapat melakukan segmentasi secara otomatis.

Gambar 3.10 Citra target untuk dilakukan Vertical Projection

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


29

Gambar 3.11 Histogram Vertical Projection dari Gambar 3.8 dalam satuan piksel

Gambar 3.12 Citra setelah segmentasi menggunakan Vertical Projection

Gambar 3.13 Ketentuan jarak potong citra buah mangrove

3.2.4 Image Post-processing

Tahap selanjutnya adalah post-processing, dimana citra akan ditambahkan 2 proses lagi
untuk mendapatkan ciri dari citra buah mangrove. Setelah mendapatkan ciri yang di
inginkan, citra buah mangrove siap untuk diklasifikasi. Pada penelitian ini, proses post-
processing yang digunakan adalah smoothing dan excessive sharpening.

3.2.4.1 Smoothing

Setelah menerapkan cropping pada citra buah mangrove, maka citra akan melalui tahap
smoothing. Ada berbagai macam metode filtering yaitu mean filtering, median filtering,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


30

dan max filtering. Pada penelitian kali ini metode yang digunakan adalah median
filtering. Pada penelitian ini, median filtering dilakukan dengan memanfaatkan library
opencv dengan fungsi medianBlur(crop, 3). Berikut adalah penjelasan dari fungsi
tersebut:

median = cv2.medianBlur(crop, 3)

Parameter: median : citra hasil proses


crop : citra RGB yang akan diterapkan smoothing
3 : nilai konstanta dari median filtering

Citra yang belum diterapkan proses smoothing dan yang sudah diterapkan
proses smoothing dapat dilihat pada Gambar 3.14 dan 3.15.

Gambar 3.14 Citra buah mangrove sebelum diterapkan proses smoothing

Gambar 3.15 Citra buah mangrove setelah melalui proses smoothing

3.2.4.2 Excessive Sharpening

Setelah noise pada citra telah dikurangi pada proses smoothing, citra akan di sharpening
untuk mendapatkan detail cincin yang akan diambil cirinya nya agar dapat diklasifikasi
dengan akurat. Pada penelitian ini, sharpening dilakukan dengan memanfaatkan library
opencv dengan fungsi cv2.filter2D(median,-1,kernel). Berikut adalah penjelasan dari
fungsi tersebut:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


31

kernel = np.array([[1,1,1],
[1,-7,1],
[1,1,1]])
sharpened = cv2.filter2D(median, -1, kernel)
Parameter: sharpened : citra hasil proses (excessive sharpening)
median : citra hasil proses smoothing
kernel : nilai matriks excessive sharpening

Citra yang belum melalui tahap excessive sharpening dan yang telah melalui
tahap excessive sharpening di tunjukan pada Gambar 3.16 dan 3.17.

Gambar 3.16 Citra buah mangrove sebelum diterapkan proses sharpening

Gambar 3.17 Citra buah mangrove setelah melalui proses sharpening

3.2.4.3 Resizing

Setelah proses sharpening dilakukan, tahap berikutnya adalah melakukan resizing.


Tahap resizing diperlukan untuk mengubah citra yang ukuran awalnya merupakan 640
× 480 piksel menjadi 256 × 256 piksel. Tahap resizing ini diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan sistem dikarenakan metode yang digunakan pada penelitian ini menerima
input dengan ukuran 256 × 256 piksel. Pada penelitian ini, proses resizing dilakukan
dengan memanfaatkan library yang disediakan oleh OpenCV. Metode yang digunakan
untuk proses resizing ini adalah metode biliniear interpolation. Metode biliniear
interpolation akan mengatur nilai warna dari setiap piksel sesuai dengan 4 piksel
terdekat. Dengan menggunakan 4 piksel terdekat, bilinear interpolation menetapkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


32

nilai piksel baru dengan mengambil rata-rata nilai bobotnya. Proses resizing akan di
representasikan pada Gambar 3.18.

224 136 133 27


111 126 163 127 149 113
18 236 13 181 124 138

121 119 131 227

Gambar 3.18 Contoh proses resizing

Gambar 3.16 menunjukkan proses resizing dari citra 4×4 piksel menjadi citra
2×2 piksel. Dengan mengambil nilai rata-rata dari 4 piksel terdekat, nilai pada setiap
piksel yang baru didapatkan sebagai berikut:

P1 = (224 + 136 + 111 + 126) / 4 = 149

P2 = (133 + 27 + 163 + 127) / 4 = 113

P3 = (18 + 236 + 121 + 119) / 4 = 124

P4 = (13 + 181 + 131 + 227) / 4 = 138

3.2.5 Deep Convolutional Neural Network (DCNN)

Setelah citra selesai di proses pada tahap – tahap sebelumnya. Tahap berikutnya adalah
melakukan klasifikasi. Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk proses
klasifikasi adalah metode Deep Convolutional Neural Network.

3.2.5.1 Pembuatan Model

Pada tahap ini, dilakukan pembuatan model Deep Convolutional Neural Network. Pada
tahap pembuatan model ini, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan antara lain
menentukan jumlah hidden layer, jumlah neuron, fungsi aktivasi, optimizer, batch size,
dan epochs.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


33

3.2.5.2 Penentuan hidden layer

Pada penelitian ini, penentuan dari jumlah hidden layer yang optimal dilakukan dengan
cara trial and error. Jumlah hidden layer yang digunakan adalah dari 2 sampai 10
hidden layer.

3.2.5.3 Penentuan jumlah neuron

Dalam menentukan jumlah neuron pada hidden layer yang akan digunakan, tidak ada
perhitungan khusus. Pada penelitian ini, jumlah neuron yang digunakan pada ketiga
fully-connected layer adalah sebanyak 900, 90 dan 3 neuron.

3.2.5.4 Penentuan fungsi aktivasi

Hasil perhitungan antara input, weight, dan bias akan dihitung lagi dengan
menggunakan persamaan dari fungsi aktivasi. Hal ini bertujuan untuk untuk
mendapatkan output dari setiap layer. Pada penelitian ini menggunakan 2 jenis fungsi
aktivasi yang dimana pada convolutional layer menggunakan fungsi aktivasi relu dan
untuk output layer menggunakan fungsi aktivasi softmax.

3.2.5.5 Penentuan optimizer

Optimizer merupakan algoritma yang digunakan untuk menentukan weight yang


optimal. Pada penelitian ini, optimizer yang digunakan adalah optimizer RMSProp.

3.2.5.6 Penentuan batch size

Batch size digunakan untuk menentukan jumlah observasi yang dilakukan sebelum
melakukan perubahan weight yang ditentukan berdasarkan spesifikasi komputer yang
digunakan. Pada penelitian ini, batch size yang digunakan merupakan batch size default
yaitu 32.

3.2.5.7 Penentuan epoch

Epoch merupakan jumlah literasi yang dilakukan pada saat proses pelatihan sistem.
Epoch berpengaruh pada hasil pelatihan dimana epoch yang semakin besar, maka
semakin menaikkan tingkat hasil pelatihan. Pada penelitian ini, jumlah epoch yang
digunakan adalah sebanyak 100 epoch.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


34

3.2.5.8 Proses Training

Training merupakan tahap implementasi pada model Deep Convolutional Neural


Network yang telah dibuat. Semua citra yang telah di proses pada tahap – tahap
sebelumnya akan menjadi input dari input layer yang nantinya akan dimasukkan dalam
convolutional layer.

Tahap pertama yang dilakukan adalah pemberian nilai input, weight dan bias
yang diberikan secara acak. Jumlah neuron pada input layer disesuaikan dengan
parameter yang digunakan dari data yang digunakan.

Berikutnya adalah perhitungan hidden layer output matrix yang dimana


merupakan hasil pengolahan dari input yang telah diterima oleh neuron pada hidden
layer dari neuron pada input layer.

Setelah perhitungan dari hidden layer output matrix selesai dilakukan, tahap
selanjutnya adalah perhitungan weight. Hasil dari proses ini merupakan matrix yang
merepresentasikan weight dari setiap neuron dari output layer.

Semua hasil dari proses training ini akan disimpan kedalam sebuah file yang
berekstensi .h5 yang nantinya akan digunakan pada saat proses testing.

3.2.5.9 Proses Testing

Testing merupakan tahap pengujian dari model yang telah dibentuk pada proses training
sebelumnya. Tahap ini dilakukan untuk mengetahui seberapa efektif metode Deep
Convolutional Neural Network diterapkan pada sistem klasifikasi citra buah mangrove.

3.2.5.10 Output

Output akhir dari sistem yang dibuat adalah informasi berupa akurasi dan loss yang
didapatkan pada proses training dan hasil klasifikasi kematangan buah mangrove yang
dilakukan pada proses testing

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


35

3.3 Perancangan antarmuka sistem

Perancangan antarmuka sistem dilakukan untuk menunjukkan dan mendeskripsikan


gambaran dari sistem klasifikasi kematangan buah mangrove. Pada tahap perancangan
antarmuka sistem ini terdapat 4 menu yang diantaranya adalah home, training, testing
dan testgroup.

3.3.1 Rancangan Tampilan Home

Tampilan Home merupakan halaman awal pertama kali ketika website aplikasi dibuka.
Pada halaman ini terdapat header yang berisi menu training yang akan menavigasikan
aplikasi ke halaman training, menu testing yang menavigasikan aplikasi ke halaman
testing, dan juga menu testgroup yang menavigasikan aplikasi ke halaman testgroup.
Pada bagian isi terdapat paragraph yang berisi judul dari skripsi yang akan dibuat yaitu
Mangrove Fruit Image Classification using Deep Convolutional Neural Network.
Adapun gambar rancangan halaman beranda dapat dilihat pada Gambar 3.19.

Gambar 3.19 Rancangan Tampilan Home

Adapun rincian dari rancangan tampilan halaman home adalah sebagai berikut :

• Nama aplikasi, menunjukkan nama aplikasi.


• Tombol training, menavigasikan sistem ke halaman training pada halaman yang
sama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


36

• Tombol testing, menavigasikan sistem ke halaman testing pada halaman yang


sama.
• Tombol testgroup, menavigasikan sistem ke halaman testing pada halaman yang
sama.

3.3.2 Rancangan Tampilan Training

Tampilan training merupakan tampilan yang digunakan untuk melakukan proses


training. Pada tampilan training ini menyediakan form yang digunakan untuk
melakukan proses training. Setelah proses training selesai, halaman ini akan
menampilkan dan informasi tentang accuracy dan loss dari data yang telah dilakukan
training sebelumnya. Untuk rancangan dari tampilan Halaman training ini dapat dilihat
pada Gambar 3.20.

Gambar 3.20 Rancangan Tampilan Training

Adapun rincian dari rancangan tampilan halaman training adalah sebagai berikut :

• Nama aplikasi, menunjukkan nama aplikasi.


• Tombol training, menavigasikan sistem ke halaman training pada halaman yang
sama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


37

• Tombol testing, menavigasikan sistem ke halaman testing pada halaman yang


sama.
• Tombol testgroup, menavigasikan sistem ke halaman testing pada halaman yang
sama.
• Train directory field, field untuk memberitahu letak dari posisi training dataset
pada komputer.
• Model accuracy, menunjukkan histogram accuracy dari latest trained model.
• Model loss, menunjukkan histogram loss dari latest trained model.

3.3.3 Rancangan Tampilan Testing

Halaman ini berfungsi untuk memasukkan data yang akan digunakan untuk diklasifikasi.
Data yang dapat dimasukkan pada tampilan ini berupa single data. Pada bagian isi
terdapat tombol “Choose File” yang berfungsi untuk mengupload data yang akan
diklasifikasi dengan format file “.jpg” atau “jpeg”. Untuk memulai proses klasifikasi
pengguna dapat menekan tombol “Test Now”. Setelah proses testing selesai, halaman
ini akan menampilkan hasil dari proses testing. Adapun gambar rancangan halaman
testing data dapat dilihat pada Gambar 3.21.

Gambar 3.21 Rancangan Tampilan Testing

Adapun rincian dari rancangan tampilan halaman testing adalah sebagai berikut:
• Nama aplikasi, menunjukkan nama aplikasi.
• Tombol training, menavigasikan sistem ke halaman training pada halaman yang
sama.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


38

• Tombol testing, menavigasikan sistem ke halaman testing pada halaman yang


sama.
• Tombol testgroup, menavigasikan sistem ke halaman testing pada halaman yang
sama.
• Choose file field, field untuk melakukan upload dari citra buah mangrove yang
akan di klasifikasikan.
• Original image, menunjukkan citra buah mangrove yang kita upload.
• Result, menunjukkan hasil klasifikasi dari citra buah mangrove yang telah di
proses.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 4

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

Bab ini membahas tentang hasil yang didapat dari implementasi metode Deep
Convolutional Neural Network dalam proses klasifikasi kematangan buah mangrove
sesuai dengan analisis dan perancangan yang telah dibahas pada Bab 3.

4.1 Implementasi Sistem

Pada tahap ini, klasifikasi kematangan buah mangrove dengan memanfaatkan metode
Deep Convolutional Neural Network (DCNN) akan diimplementasikan ke dalam sistem.
Bahasa pemrograman yang digunakan dalam proses implementasi sistem ini adalah
bahasa pemrograman Python. Sistem ini dibangun berbasis web yang juga melibatkan
html, css, jquery dan juga javascript.

4.1.1 Spesifikasi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Spesifikasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk membangun
sistem klasifikasi kematangan buah mangrove ini adalah sebagai berikut :

1. Perangkat laptop yang digunakan adalah ASUS ROG STRIX GL503GE


2. Processor Intel(R) Core (TM) i7-8750H CPU @ 2.20GHz (12 CPUs), ~2.2GHz
3. Kapasitas RAM sebesar 8GB
4. Kapasitas Hardisk sebesar 1TB, SSD 256GB
5. Sistem operasi yang digunakan Windows 10 Home Single Language 64-bit
6. Software yang digunakan adalah Python 3.7.1 dan Anaconda 4.6.14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


40

7. Library yang digunakan adalah Tensorflow Backend melalui Keras dan OpenCV
4.0.1

4.1.2 Implementasi Perancangan Antarmuka

Implementasi perancangan antarmuka berdasarkan rancangan sistem yang telah dibahas


pada bab 3 adalah sebagai berikut:

4.1.2.1 Tampilan Halaman Home

Halaman home menampilkan halaman awal saat pertama kali aplikasi dibuka. Tampilan
dari halaman home dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Tampilan Halaman Home

4.1.2.2 Tampilan Halaman Training

Halaman training merupakan halaman yang digunakan untuk mengatur konfigurasi


untuk proses training yang akan dilakukan. Pada halaman ini menampilkan form untuk
melakukan proses training, grafik accuracy dan grafik loss. Tampilan dari Halaman
training ini dapat dilihat pada Gambar 4.2 dan 4.3.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


41

Gambar 4.2 Tampilan Halaman Training

Gambar 4.3 Tampilan grafik accuracy dan loss pada Halaman Training

4.1.2.3 Tampilan Halaman Testing

Halaman testing merupakan halaman yang digunakan untuk menguji citra. Pada
Halaman testing ini citra yang diinput akan ditampilkan kembali beserta hasil
klasifikasinya. Hasil klasifikasi yang akan ditampilkan kembali oleh sistem ini berupa

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


42

citra yang di input atau original image dan citra yang telah terdeteksi tingkat
kematangannya. Untuk tampilan dari Halaman testing ini dapat kita lihat pada Gambar
4.4 dan 4.5.

Gambar 4.4 Tampilan Halaman Testing

Gambar 4.5 Tampilan Halaman Testing setelah proses identifikasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


43

4.1.2.4 Tampilan halaman Testgroup

Halaman ini bertujuan untuk mengklasifikasikan citra dengan jumlah lebih dari 1.
Tampilan Testgroup ini menyediakan form yang digunakan untuk memasukkan lokasi
folder citra yang akan diklasifikasikan. Setelah proses testgroup selesai, halaman ini
akan menampilkan hasil dari proses testgroup dalam bentuk tabel. Rancangan dari
tampilan dapat dilihat pada Gambar 4.6 dan 4.7

Gambar 4.6 Tampilan Halaman Testgroup

Gambar 4.7 Tampilan Halaman Testgroup setelah proses klasifikasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


44

4.1.3 Implementasi Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari tiga tempat di wilayah Sumatera
Utara, yaitu di Percut Sei Tuan, di Pantai Mangrove Kampung Nipah, dan yang terakhir
di Ekowisata Mangrove, Sicanang Belawan. Pengambilan data dilakukan sebanyak 7
kali dalam waktu yang berbeda. Pengambilan data citra buah mangrove dilakukan
menggunakan kamera DSLR dengan resolusi 18 MP. Jumlah data yang dikumpulkan
yaitu sebanyak 3900 citra dengan ukuran 720 × 84 piksel. Data citra training dan data
citra testing dapat dilihat pada Gambar pada Gambar 4.8 dan 4.9.

Gambar 4.8 Data Training

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


45

Gambar 4.9 Data Testing

4.2 Prosedur Operasional

Tampilan sistem terdiri dari halaman home, halaman training, halaman testing dan
halaman testgroup. Halaman home merupakan tampilan yang ditampilkan pada saat
sistem pertama kali dijalankan. Pada halaman home ini memiliki menu navigasi yang
bertujuan untuk mengarahkan menuju ke halaman lain yang diantaranya terdiri – dari
menu home, training, testing dan juga testgroup. Tampilan dari Halaman home ini dapat
dilihat pada Gambar 4.10

Gambar 4.10 Tampilan Halaman Home

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


46

Halaman training pada sistem ini menyediakan form untuk menentukan lokasi
folder yang berisikan citra yang akan dilatih menggunakan Deep Convolutional Neural
Network. Lokasi folder citra yang digunakan dalam training pada sistem ini berisikan 3
folder yaitu folder yang berisikan citra buah mangrove belum matang, setengah matang,
dan mendekati matang. Tampilan dari halaman training ini dapat dilihat pada Gambar
4.11.

Gambar 4.11 Tampilan Halaman Training

Setelah dilakukan proses training dengan menggunakan metode Deep


Convolutional Neural Network, maka sistem akan menampilkan grafik yang accuracy
dan loss hasil dari proses training. Tampilan grafik hasil training dapat pada Gambar
4.12.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


47

Gambar 4.12 Tampilan Halaman Training beserta grafik loss dan accuracy

Pada halaman testing, terdapat sebuah form yang berfungsi untuk memilih
sebuah citra yang akan di klasifikasikan. Untuk tampilan input dari halaman ini dapat
dilihat pada Gambar 4.13. Selain menampilkan form, halaman ini juga akan
menampilkan hasil klasifikasi dari citra yang telah diproses beserta citra buah mangrove
yang diuji. Untuk hasil klasifikasi yang ditampilkan dapat kita lihat pada Gambar 4.14.

Gambar 4.13 Halaman Testing

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


48

Gambar 4.14 Hasil pengujian citra buah mangrove

Sistem ini juga dapat menguji akurasi sistem dengan memasukkan sekelompok
citra buah mangrove yang sudah dikelompokkan dan belum dilatih oleh sistem, dengan
tampilan seperti pada Gambar 4.15.

Gambar 4.15 Halaman Testgroup

Hasil dari pengujian sistem akan mengeluarkan hasil klasifikasi seluruh citra
dan persentase kedua jenis buah mangrove seperti pada Gambar 4.16.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


49

Gambar 4.16 Halaman Testgroup setelah proses klasifikasi

4.3 Pengujian Sistem

Tahap pengujian dilakukan setelah sistem telah melewati tahapan implementasi sesuai
dengan prosedur yang telah di uraikan pada bagian sebelumnya. Pengujian data
dilakukan pada 900 citra buah mangrove yang diambil dari beberapa wilayah yang ada
di medan. 900 citra tersebut terbagi menjadi 3 kategori yaitu belum matang, setengah
matang, dan mendekati matang masing-masing berjumlah 300 citra. Adapun hasil
pengujian sistem klasifikasi kematangan buah mangrove dengan menggunakan metode
Deep Convolutional Neural Network ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengujian Citra

No Keterangan Hasil

Citra Masukan
1
Tingkat Kematangan Belum matang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


50

Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengujian Citra (lanjutan)

No Keterangan Hasil

Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Belum matang

Citra Masukan

Tingkat Kematangan Belum matang

2
Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Belum matang

Citra Masukan

Tingkat Kematangan Belum matang

3
Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Belum matang

Citra Masukan
4
Tingkat Kematangan Belum matang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


51

Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengujian (lanjutan)

No Keterangan Hasil

Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Belum matang

Citra Masukan

Tingkat Kematangan Belum matang

5
Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Belum matang

Citra Masukan

Tingkat Kematangan Belum matang

6
Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Belum matang

Citra Masukan
7
Spesies Setengah matang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


52

Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengujian (lanjutan)

No Keterangan Hasil

Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Setengah matang

Citra Masukan

Tingkat Kematangan Setengah matang

8
Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Setengah matang

Citra Masukan

Tingkat Kematangan Setengah matang

9
Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Setengah matang

Citra Masukan
10
Tingkat Kematangan Setengah matang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


53

Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengujian (lanjutan)

No Keterangan Hasil

Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Setengah matang

Citra Masukan

Tingkat Kematangan Setengah matang

11
Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Setengah matang

Citra Masukan

Tingkat Kematangan Setengah matang

12
Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Setengah matang

Citra Masukan
13
Tingkat Kematangan Mendekati matang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


54

Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengujian (lanjutan)

No Keterangan Hasil

Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Mendekati matang

Citra Masukan

Tingkat Kematangan Mendekati matang

14
Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Mendekati matang

Citra Masukan

Tingkat Kematangan Mendekati matang

15
Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Mendekati matang

Citra Masukan
16
Tingkat Kematangan Mendekati matang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


55

Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengujian (lanjutan)

No Keterangan Hasil

Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Mendekati matang

Citra Masukan

Tingkat Kematangan Mendekati matang

17
Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Mendekati matang

Citra Masukan

Tingkat Kematangan Mendekati matang

18
Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Mendekati matang

19 Citra Masukan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


56

Tabel 4.1 Tabel Hasil Pengujian (lanjutan)

No Keterangan Hasil

Tingkat Kematangan Mendekati matang

Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Mendekati matang

Citra Masukan

Tingkat Kematangan Belum matang

20
Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Belum matang

.
.

Citra Masukan

Tingkat Kematangan Belum matang

900
Hasil Segmentasi

Hasil Klasifikasi Belum matang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


57

Pengujian dilakukan dengan jumlah fully connected layer yang berbeda-beda,


dimulai dari 2, 4, 6, sampai 8 layer. Pengujian dengan jumlah fully connected layer
yang berbeda – beda bertujuan untuk mendapatkan akurasi yang paling optimal. Berikut
hasil pengujian dengan jumlah fully connected layer yang berbeda – beda dapat dilihat
pada Tabel 4.2.

Table 4.2 Tabel hasil akurasi sistem

Jumlah Data Testing


Jumlah Data Latih Fully-connected Layer Akurasi
Benar Salah
3000 799 101 2 88,78%
3000 832 68 4 92,44%
3000 834 67 6 92,67%
3000 892 8 8 99,1%

Berdasarkan hasil uji telah dilakukan pada sistem klasifikasi kematangan buah
mangrove menggunakan metode Deep Convolutional Neural Network, dapat diperoleh
nilai akurasi training dengan rata – rata 100% setelah melalui proses pelatihan sistem
dengan waktu rata – rata 84 detik / epoch, sehingga memakan waktu 2 jam 33 menit
untuk melatih 3900 citra sebanyak 100 epoch. Berikut hasil confusion matrix pada
pengujian sistem dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Tabel Confusion Matrix

Belum Setengah Mendekati


Total
Matang Matang Matang
Belum
296 4 0 300
Matang
Setengah
0 300 0 300
Matang
Mendekati
0 4 296 300
Matang
Total 296 308 296 900

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


58

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑖𝑡𝑟𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟


𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 𝐴𝑘𝑢𝑟𝑎𝑠𝑖 = × 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑐𝑖𝑡𝑟𝑎

892
= × 100%
900

= 99,1 %

Dari perhitungan diatas, dapat diketahui bahwa tingkat akurasi yang diperoleh
dari penelitian ini dapat mencapai 99,1% yang dimana merupakan tingkat akurasi yang
cukup tinggi namun tidak sempurna. Adapun beberapa faktor yang menyebabkan tidak
sempurnanya sistem ini, yaitu adanya bias cahaya dari sekelilingnya yang menyebabkan
citra tidak ter-segmentasi dengan sempurna sehingga Deep Convolutional Neural
Network tidak tepat dalam mengklasifikasi tingkat kematangan buah mangrove.
Adapun contoh dari citra buah mangrove yang gagal di klasifikasi dapat dilihat pada
Gambar 4.17.

Gambar 4.17 Contoh citra buah mangrove yang gagal di klasifikasi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini membahas tentang kesimpulan dari penggunaan metode Deep Convolutional
Neural Network dalam proses klasifikasi kematangan buah mangrove dan juga saran –
saran untuk pengembangan pada penelitian berikutnya.

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil pengujian terhadap sistem klasifikasi
kematangan buah mangrove menggunakan metode Deep Convolutional Neural
Network adalah sebagai berikut:

1. Metode Deep Convolutional Neural Network (DCNN) mampu melakukan


klasifikasi kematangan buah mangrove dengan sangat baik dengan akurasi
mencapai 99,1%.
2. Proses pengambilan citra menggunakan kamera DSLR sangat berpengaruh
terhadap citra. Jika pengambilan citra tidak sesuai dan cahaya di sekililingnya
gelap, maka akan menimbulkan noise dan citra yang diambil menjadi gelap,
sehingga detail citra kurang jelas. Hal ini akan mengganggu proses segmentasi
dan klasifikasi.
3. Jumlah data layer digunakan berpengaruh pada saat proses training. Semakin
besar jumlah layer yang digunakan pada proses training, maka semakin baik
akurasi dari sistem yang dibuat.

5.2 Saran

Adapun saran untuk pengembangan penelitian berikutnya adalah sebagai berikut :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


60

1. Membuat sistem yang dapat mengklasifikasi kematangan buah mangrove secara


real-time.
2. Membuat sistem yang dapat mengklasifikasi kematangan buah mangrove
dengan jumlah spesies yang lebih banyak dan beragam.
3. Menggunakan teknik pengolahan citra yang lebih tepat untuk mengatasi
masalah yang ada dan mendapatkan akurasi yang bagus.
4. Menggunakan metode klasifikasi lainnya untuk dibandingkan dengan hasil
klasifikasi yang diperoleh dari metode Deep Convolutional Neural Network
(DCNN).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA

Abdul, K., & Adhi, S. (2012). Pengolahan Citra Teori dan Aplikasi. Universitas Gajah
Mada, (May).

B, T. N., & Hattori, M. (2018). Advances in Neural Networks – ISNN 2018. 10878, 572–
577. https://doi.org/10.1007/978-3-319-92537-0

Bui, V., & Chang, L.-C. (2016). Deep Learning Architectures for Hard Character
Classification. 108–114. Retrieved from http://worldcomp-
proceedings.com/proc/p2016/ICA3984.pdf

Bui, V., & Chang, L. (2017). Deep Learning Architectures for Hard Character
Classification Deep Learning Architectures for Hard Character Classification.
(July 2016).

Devikar, P. (2016). Ijarcet-Vol-5-Issue-12-2707-2715. 5(12).

Ellison, A. M. (2006). Exploring Mangroves Tropical Mangrove Ecosystems A. I.


Robertson D. M. Alongi. BioScience, 44(3), 187–188.
https://doi.org/10.2307/1312261

Giesen, W. (2006). M Angrove Guidebook. In Mangrove guidebook for Southeast Asia.


https://doi.org/10.1086/346169

Hafemann, L. G., Oliveira, L. S., & Cavalin, P. (2014). Forest species recognition using
deep convolutional neural networks. Proceedings - International Conference on
Pattern Recognition, 1103–1107. https://doi.org/10.1109/ICPR.2014.199

Hamza, R., & Chtourou, M. (2018). Apple ripeness estimation using artificial neural
network. Proceedings - 2018 International Conference on High Performance
Computing and Simulation, HPCS 2018, 229–234.
https://doi.org/10.1109/HPCS.2018.00049

Janeiro, R. De. (n.d.). Cursive character recognition – a character segmentation


method using projection profile-based technique.

Kim, I. J., & Xie, X. (2014). Handwritten Hangul recognition using deep convolutional

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


neural networks. International Journal on Document Analysis and Recognition,
18(1), 1–13. https://doi.org/10.1007/s10032-014-0229-4

Kumar, T., & Verma, K. (2010a). A Theory Based on Conversion of RGB image to
Gray image. International Journal of Computer Applications, 7(2), 5–12.
https://doi.org/10.5120/1140-1493

Kumar, T., & Verma, K. (2010b). A Theory Based on Conversion of RGB image to Gray
image A Theory Based on Conversion of RGB image to Gray image. (April 2016),
6–10. https://doi.org/10.5120/1140-1493

Kusumanto, & Tompunu, A. N. (2011). Pengolahan Citra Digital Untuk Mendeteksi


Obyek Menggunakan Pengolahan Warna Model Normalisasi RGB. Seminar
Nasional Teknologi Informasi & Komunikasi Terapan 2011 (Semantik 2011),
2011(January), 1–7.

Mulyani, E. D. S., & Susanto, J. P. (2017). Classification of maturity level of fuji apple
fruit with fuzzy logic method. 2017 5th International Conference on Cyber and IT
Service Management, CITSM 2017.
https://doi.org/10.1109/CITSM.2017.8089294

Nandi, C. S., Tudu, B., & Koley, C. (2014). A machine vision-based maturity prediction
system for sorting of harvested mangoes. IEEE Transactions on Instrumentation
and Measurement, 63(7), 1722–1730. https://doi.org/10.1109/TIM.2014.2299527

Noor, Y. R., Khazali, M., Suryadiputra, I. N. N. (2006). Panduan Pengenalan Mangrove


di Indonesia

Ohki, M. (1995). 3-D Digital Filters. 69, 49–88. https://doi.org/10.1016/S0090-


5267(05)80038-6

Putra, D. (2010). Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Penerbit Andi.

Sidehabi, S. W., Suyuti, A., Areni, I. S., & Nurtanio, I. (2018). Classification on passion
fruit’s ripeness using K-means clustering and artificial neural network. 2018
International Conference on Information and Communications Technology,
ICOIACT 2018, 2018–Janua, 304–309.
https://doi.org/10.1109/ICOIACT.2018.8350728

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai