Perselisihan Hak
Merupakan perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan
pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja sama.
Perselisihan Kepentingan
Merupakan perselisihan yang timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat
mengenai pembuatan dan/atau perubahan syarat-syarat kerja yang diterapkan dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Merupakan perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran
hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak.
Merupakan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat pekerja/serikat buruh lain
namun terbatas hanya dalam satu perusahaan. Hal tersebut dapat disebabkan karena tidak adanya
persesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak, dan kewajiban keserikatan pekerjaan.
Pada saat terjadi suatu perselisihan hubungan industrial (berlaku untuk seluruh jenis perselisihan),
langkah awal yang harus dilakukan yaitu dengan melakukan penyelesaian secara internal terlebih
dahulu. Pertama melalui mekanisme musyawarah yang disebut dengan bipartit. Bipartit merupakan
perundingan antara pekerja/ buruh atau serikat pekerja / serikat buruh dengan pengusaha untuk
menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Dalam bipartit tersebut belum ada pihak ketiga yang dilibatkan. Adapun yang dimaksud pihak ketiga
disini yaitu pihak pemerintah dalam bidang ketenagakerjaan (Dinas Ketenagakerjaan dan Transmisgrasi).
Sehingga pada tahap bipartit ini tidak menutup kemungkinan baik pihak perusahaan dan/atau karyawan
untuk didampingi kuasa hukum. Yang mana bertujuan membantu negosiasi dan dapat juga sebagai
fasilitator diantara para pihak yang berselisih.
UU PHI telah menentukan perundingan bipartit harus diselesaikan maksimal dalam waktu 30 hari kerja
sejak perundingan dimulai. Apabila perundingan bipartit mencapai kesepakatan maka para pihak wajib
membuat Perjanjian Bersama dan didaftarkan di kepaniteraan Pengadilan Hubungan Industrial. Namun
apabila perundingan bipartit tersebut gagal mencapai kesepakatan, maka terdapat mekanisme
penyelesaian lanjutan yang dapat dilakukan sebagaimana telah diatur dalam UU PHI.
4. Berdasarkan Pasal 1 angka 20 UU Nomor 13 Tahun 2003, disebutkan Peraturan Perusahaan (PP)
adalah, “Peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja dan tata
tertib perusahaan.” Sedangkan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) berdasarkan Pasal 1 angka 21 UU No. 13
Tahun 2003 adalah, “Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja /serikat buruh
atau beberapa serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat pada instansi yang bertanggungjawab di
bidang ketenagakerjaan dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha, atau perkumpulan pengusaha
yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kevua belah pihak.”
Secara pengertian, antara PP dan PKB sangatlah berbeda. PP hanya dibuat sepihak oleh pengusaha,
sedangkan PKB dirumuskan oleh pengusaha bersama serikat pekerja/serikat buruh yang secara
kedudukan perwakilan pekerja/buruh dalam perusahaan.
PKB merupakan salah satu sarana hubungan industrial yang diatur UU Ketenagakerjaan. Melalui PKB,
hak dan kewajiban pekerja dan pengusaha diatur serta ditetapkan secara demokratis yakni melalui
perundingan atau negosiasi kemudian diikat lewat perjanjian. Berbeda dengan PP yang penyusunannya
dilakukan sendiri oleh manajemen.
Dari berbagai sumber dapat disimpulkan di bawah ini antara persamaan dan perbedaan antara PP dan
PKB:
No.
Persamaan
Kewajiban
Wajib bagi pengusaha yang mempekerjakan minima 10 (sepuluh) orang (Pasal 108 huruf a UU No.
13/2003)
Wajib bagi perusahaan yang sudah ada serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat (Pasal 111 ayat
(4) dan Pasal 116 ayat (1) UU No.13/2003)
2.
Legalitas
Disahkan oleh menteri atau pejabat yang ditunjuk (Pasal 108 huruf a UU No. 13/2003)
Didaftarkan kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan (Pasal 132 ayat (2) UU
No. 13/2003)
3.
Kekuatan Mengikat
Mengikat pekerja dan pengusaha setelah disahkan oleh kepala Instansi yang bertanggungjawab di
bidang ketenagakerjaan (Pasal 7 Permenkentrans No. 16/2011)
Sama mengikat, setelah ditandatangai oleh kedua pihak (Pasal 126 ayat (1) dan Pasal 132 ayat (1) UU
No. 13/2003)
4.
Jumlah
5.
Masa berlaku
6.
No.
Perbedaan
1.
Perumus/ Pembuat
2.
Tim perunding
Tidak ada
Paling banyak 9 orang untuk masing-masing pihak (Pasal 20 ayat (1) Permenkentrans No. 16/2011)
3.
Asas kesepakatan
Tidak ada, hanya pengusaha perlu memperhatikan saran dan pertimbangan dari wakil pekerja/buruh
(Pasal 110 ayat (1) UU No. 13/2003)
Ada kesepakatan karena melalui proses perundingan, sehingga kedua pihak bertanggungjawab dalam
pelaksanaannya (Pasal 116 ayat (2) UU No. 13/2003)
4.
Wajib diperbaruhi atau ditingkatkan statusnya menjadi PKB (Pasal 111 ayat (3) dan (4) UU No. 13/2003)
5.
Perpanjangan/ pembaruan
Tidak boleh diperpanjang, harus diperbaruhi (Pasal 111 ayat (3) UU No. 13/2003)
Dapat diperpanjang 1 tahun lagi, kemudian diperbaruhi (Pasal 123 ayat (3) UU No. 13/2003.
Kewajiban perusahaan untuk membuat Peraturan Perusahaan (PP) tidak berlaku bagi perusahaan yang
sudah memiliki Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Secara umum, serikat pekerja yang bisa melakukan
perundingan PKB harus tercatat di instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan.
Pengusaha wajib melayani serikat pekerja di perusahaan yang menghendaki perundingan pembuatan
PKB.
Setiap perusahaan hanya boleh memiliki 1 (satu) PKB, berlaku bagi seluruh buruh di perusahaan. PKB
berlaku paling lama 2 (dua) tahun dan bisa diperpanjang 1 (satu) tahun atas kesepakatan kedua belah
pihak. Secara ringkas seperti yang diatur pada Pasal 1, 116-132 UU tentang Ketenagakerjaan Nomor 13
Tahun 2003, PKB dapat dibuat untuk waktu tertentu atau waktu tidak tertentu.
Jangka waktu berlakunya PKB untuk waktu yang ditentukan tidak boleh lebih dari 2 tahun, namun dapat
diperpanjang 1 tahun berdasarkan kesepakatan bersama. Perundingan untuk PKB selanjutnya dapat
dilakukan 3 bulan sebelum habisnya masa berlaku PKB sebelumnya. Jika perundingan gagal, PKB yang
ada tetap berlaku untuk masa paling lama satu tahun. Sebuah perusahaan hanya boleh memiliki 1 PKB
yang berlaku bagi semua pekerja/buruh yang bekerja pada perusahaan tersebut.
Ketentuan dalam PKB tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Jika ada ketentuan PKB yang bertentangan dengan peraturan maka ketentuan itu batal
demi hukum, yang berlaku yaitu ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pengusaha dilarang mengganti PKB dengan PP selama serikat pekerja masih ada. Jika serikat pekerja
sudah tidak ada lagi di perusahaan itu, pengusaha bisa mengganti PKB dengan PP, tapi ketentuannya
tidak boleh lebih rendah dari PKB. Dalam hal terjadi pembubaran serikat pekerja atau pengalihan
kepemilikan perusahaan, PKB tetap berlaku sampai jangka waktunya berakhir
Baik pekerja maupun pengusaha akan lebih memahami tentang hak dan kewajiban masing – masing;
Mengurangi timbulnya perselisihan hubungan industrial atau hubungan ketenagakerjaan sehingga dapat
menjamin kelancaran proses produksi dan peningkatan usaha;
Membantu ketenangan kerja pekerja serta mendorong semangat dan kegaitan bekerja yang lebih tekun
dan rajin; dan
Pengusaha dapat menganggarkan biaya tenaga kerja (labour cost) yang perlu dicadangkan atau
disesuaikan dengan masa berlakunya PKB.
Dengan peraturan perusahaan yang masa berlakunya dua tahun dan setiap dua tahun harus diajukan
perstujuannya kepada departemen tenaga kerja;
Dengan adanya peraturan perusahaan minimal akan diperoleh kepastian adanya hak dan kewajiban
pekerja dan pengusaha;
Peraturan perusahaan akan mendorong terbentuknya kesepakatan kerja bersama sesuai dengan
maksud permen no. 2 tahun 1978 diatas;
Setelah peraturan disyahkan oleh departemen tenaga kerja maka perusahaan wajib memberitahukan isi
peraturan perusahaan; dan
Pada perusahaan yang telah mempunyai kesepakatan kerja bersama tidak dapat menggantinya dengan
peratuean perusahaan.