Penatalaksanaan Asma
Penatalaksanaan Asma
Penatalaksanaan Asma
TERAPI MEDIKAMENTOSA
A. Bronkodilator
a. Beta Adrenergik Kerja Pendek ( Short Acting )
Merupakan terapi fundamental dan obat pilihan pada serangan asma.
Golongan obat ini terdiri dari epinefrin/adrenalin dan ß2 agoni selektif.
Epinefrin/ Adrenalin
Pada umumnya epinefrin tidak direkomendasikan lagi untuk
mengobati serangan asma, kecuali jika tidak terdapat obat ß2Agonist selektif.
Epinefrin terutama diberikan bila terdapat reaksi anafilaksis atau angioedema.
Obat ini diberikan secara subkutan atau inhalasi aerosol. Pemberian subkutan,
larutkan epinefrin 1:1000 kali ( 1mg/ml ), dengan dosis 0,01 ml/kgBB (maks
0,3 ml), dapat diberikan sebanyak 3 kali, dengan selang waktu 20 menit.
ß2Agonis Selektif
Obat yang sering dipakai adalah salbutamol, terbutalin, dan fenoterol.
Dosis salbutamol oral 0,1-0,15 mg/kgBB/kali, diberikan setiap 6 jam. Dosis
terbutalin oral 0,05-0,1 mg/kgBB/kali, diberikan setiap 6 jam. Fenoterol 0,1
mg/kgBB/kali, setiap 6 jam. Pemberian secara oral menimbulkan efek
bronkodilatasi setelah 30 menit, efek puncak dicapai dalam 2-4 jam, dan lama
kerja sampai 5 jam. Pemberian secara inhalasi (inhaler/nebuliser) memiliki
onset yang lebih cepat ( 1menit), efek puncak dicapai dalam 10 menit dan
lama kerja 4-6 jam. Untuk serangan ringan dapat diberikan metered dose
inhaler (MDI) 2-4 semprotan (puff) tiap 3-4 jam, serangan sedang diberikan 6-
10 semprotan tiap 1-2 jam, sedangkan serangan berat memerlukan 10
semprotan. Efek samping ß2Agonis antara lain adalah tremor otot skeletal,
sakit kepala, agitasi, palpitasi dan takikardi.
Methyl Xanthine ( Teofilin Kerja Cepat )
Efek bronkodilatasi methyl xanthine setara dengan B2-Agonis inhalasi,
tetapi efek samping lebih banyak dan batas keamanan (safety margin) sempit.
Sebaiknya diberikan pada serangan asma berat yang dengan kombinasi
B2Agonis dan antikolinergik serta steroid tidak/ kurang memberi respon.
Dosis awal (inisial) 6-8 mg/kgBB, dilarutkan dalam 20ml dekstrosa 5% dan
diberikan dalam 20-30 menit. Jika pasien sudah mendapat aminofilin kurang
dari 12 jam sebelumnya, dosis diberikan setengahnya. Selanjutnya aminofilin
diberikan secara rumatan 0,5-1 mg/kgBB/jam. Dosis maksimal 16-20
mg/kgBB/hari. Efek samping obat adalah mual, muntah dan sakit kepala.
B. Antikolinergik
Ipratropium bromida
Kombinasi nebulisasi B2Agonis dan antikolinergik (Ipratropium bromida)
menghasilkan efek bronkodilatasi yang lebih baik dari pada masing-
masingobat di beri sendiri. Dosis yang dianjurkan adalah 0,1ml/kgBB,
nebulisasi setiap 4 jam. Dapat juga diberikan dalam larutan 0,025% dengan
dosis :
- Usia >6 tahun 8-20 tetes
- Usia <6 tahun 4-10 tetes
Efek samping kekeringan/ rasa tidak enak dimulut. Secara umum tidak ada
efek samping yang berarti.
C. Kortikosteroid
Kortikosteroid sistemik mempercepat perbaikan serangan asma.
Kortikosteroid sistemik diberikan pada keadaan:
- Terapi inisial inhalasi B2-Agonist, kerja cepat, gagal mecapai perbaikan yg
cukup lama
- Serangan asma tetap terjadi meskipun pasien telah menggunakan
kortikosteroid hirupan sebagai kontroller
- Serangan ringan yang mempunyai riwayat serangan berat sebelumnya
Preparat oral yang digunakan yaitu prednison, prednisolon, dengan dosis 1-2
mg/kgbb/hr. Diberikan 2-3 kali sehari selama 3- 5 hari. Kortikosteroid IV yang
diberikan di rumah sakit yaitu metilprednisolon. Merupakan pilihan utama dengan
kemampuan penetrasi ke jaringan paru yang lebih baik, efek anti inflamasi besar.
Dosis yg dianjurkan 1mg/kgBB, setiap 4-6 jam.
D. Terapi suportif
Oksigen
Diberikan pada serangan sedang dan berat. Pada bayi atau anak kecil saturasi
oksigen sebaiknya diukur dengan pulse oxymetry. Saturasi oksigen sebaiknya
dipertahankan sebesar sekitar 95%, hal ini didapatkan dengan pemberian
oksigen memakai kanula hidung, masker, atau head box. Pada nebulisasi B 2-
Agonist, oksigen sebaiknya diberikan untuk mengatasi efek samping hipoksia.
Pasien Asma yang dating dalam keadaan serangan ke Unit Gawat Darurat (UGD)
langsung dinilai dengan derajat serangannya menurut klasifikasi yang tertera pada
pedoman GINA, ditekankan bahwa pemeriksaan uji fungsi paru ( spirometer atau flow
meter ).
Tata laksana awal terhadap pasien adalah pemberian β2-Agonis kerja cepat dengan
penambahan garam fisiologis secara nebulisasi. Nebulisasi serupa dapat diulangi dengan
selang 20 menit. Pada pemberian ketiga, dapat ditambahkan obat antikolinergik. Tata
laksana awal ini sekaligus dapat berfungsi sebagai penapis, yaitu untuk penentuan derajat
serangan, karena penilaian erajat secara klinis tidak selalu dapat dilakukan dengan cepat
dan jelas.
Jika dengan pemberian nebulisasi dua kali pasien hanya menunjukkan respons
parsial ( incomplete response ), kemungkinan derajat serangannya sedang.
Apabila serangan termasu serangan sedang, inhalasi langsung dengan β2-Agonis
dan ipratropium bromide ( antikolinergik ), dan diobservasi serta ditanganin di
ruang rawat inap sehari. Pada pasien serangan asma sedang, diberikan
kortikosteroid sistemik ( oral ) metilprednisolon dengan dosis 0,5-1
mg/KgBB/hari selama 3-5 hari.