PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari–hari, selalu saja ada kemungkinan rusak kesinambungan dinding
pembuluh darah. Kecelakaan seperti luka tertusuk benda runcing, tersayat pisau dan
sebagainya, dengan jelas memperlihatkan keluarnya darah sehingga selalu ada reaksi untuk
menghentikannya. Apabila tidak diatasi, ada kemungkinan akan menyebabkan kehilangan
darah dan terjadinya infeksi. Tetapi untuk luka yang kecil yang terkadang bahkan tidak kita
sadari, jarang sekali dilakukan upaya untuk menegndalikan luka itu. Misalnya pada kasus
luka kecil di saluran cerna akibat memakan sesuatu yang keras dan runcing, misalnya
tertelan duri ikan. Bisa saja hal ini akan menimbulkan infeksi bila tidak ada kesadaran dari
individu itu sendiri untuk mengatasinya. Untunglah di dalam tubuh setiap manusia
mempunyai suatu mekanisme pengendalian pendarahan atau hemostasis dan pembekuan
darah atau koagulasi.
1.2 Rumusan Masalah
1.4. Tujuan
1.5 Manfaat
Agar para pembaca dapat memperoleh pemahaman tentang proses pembekuan darh dan
gangguan pembekuan darah .
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hemostasis
a. Pengertian Hemostasis
Hemostasis berasal dari kata haima (darah) dan stasis (berhenti), merupakan proses yang
amat kompleks, berlangsung terus menerus dalam mencegah kehilangan darah secara
spontan, serta menghentikan pendarahan akibat adanya kerusakan sistem pembuluh
darah. Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi) dan melibatkan pembuluh
darah, agregasi trombosit (platelet) serta protein plasma baik yang menyebabkan
pembekuan maupun yang melarutkan bekuan.
Pada hemostasis primer terjadi vasokonstriksi inisial pada pembuluh darah yang cedera
sehingga aliran darah di sebelah distal cedera terganggu. Vasokonstriksi merupakan
respon segera terhadap cedera, yang diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen pada
dinding pembuluh yang terpajan dengan cedera dengan perantara faktor von Willbrand.
Trombosit yang teraktivasi menyebabkan reseptor trombosit Gp IIb/IIIa siap menerima
ligan fibrinogen dan terjadi agregasi trombosit dan membentuk plak trombosit yang
menutup luka/truma . Proses ini kemudian diikuti proses hemostasis sekunder yang
ditandai dengan aktivasi koagulasi melalui jalur intrinsik dan jalur ekstrinsik.
Dengan demikian, luka dapat digolongkan menjadi Luka Tertutup dan Luka terbuka. Dari
kedua luka tersebut mempunyai dampak yaitu terjadinya kehilangan cairan yang dapat
membawa pada renjatan atau shock bila tidak ada usaha untuk mengendalikannya.
Pengendalian luka oleh tubuh dibagi menjadi 3 tahap. Tahap pertama ialah usaha untuk
mengendalikan luka, yang berakhir dengan terbentuknya gumpalan darah (clot) yang
berguna untuk menghentikan pendarahan. Tahap kedua ialah penghancura gumpalan
darah atau resorpsi. Tahap ketiga ialah pembentukan kembali struktur semula
(regenerasi) yang rusak pada waktu luka
2.2 Pembekuan Darah
Di awal abad 20, Howell mengatakan bahwa ada 4 faktor penggumpal darah, yaitu
tromboblastin, protrombin, Ca 2+ dan fibrinogen. Dewasa ini telah diketahui paling
tidak ada 12 faktor yang diperlukan dalam penggumpalan darah, seperti yang tampak
pada table berikut ini.
Faktor Nama
I Fibrinogen
II Protrombin
IV Ca2+
VII Prokonvertin
IX Faktor stuart-power
X Anteseden tromboplastin plasma (PTA)
Mekanisme pembekuan darah merupakan hal yang kompleks. Mekanisme ini dimulai
bila terjadi trauma pada dinding pembuluh darah dan jaringan yang berdekatan, pada
darah, atau berkontaknya darah dengan sel edotel yang rusak atau dengan kolagen
atau unsure jaringan lainnya di luar sel endotel pembuluh darah. Pada setiap kejadian
tersebut, mekanisme ini menyebabkan pembentukan activator protrombin, yang
selanjutnya akan mengubah protrombin menjadi thrombin dan menimbulkan seluruh
langkah berikutnya.
Gangguan pada tingkat pembuluh darah. Hal ini disebabkan oleh adanya kekurangan
vitamin C dalam jumlah yang banyak dan dalam jangka waktu yang agak lama, yang
berujung pada kerapuhan pemmbuluh darah, terutama pembuluh darah kapiler. Akibatnya,
mudah terjadinya pendarahan bahkan oleh trauma ringan sekalipun.
Gangguan pada tingkat trombosit. Hal ini disebabkan adanya penurunan jumlah trombosit
yang mengakibatkan gangguan pada penggumpalan darah. Faktor penyabab berkurangnya
trombosit ini, bisa disebabkan berkurangnya jumlah megakaryosit yang mana merupakan
pembentukan sel asalnya yang berada di sumsum tulang. Hal ini dinamakan
Amegakaryocyte thrombopenia purpura (ATP). Selain disebabkan oleh Amegakaryocyte
thrombopenia purpura, penurunan jumlah tromosit juga dapat disebabkan karena beberapa
penyakit virus yang mengakibatkan penurunan jumlah trombosit dalam darah. Keadaan ini
disebut idiopathic thrombocytopenia purpura (ITP) . Salah satu contohnya adalah pada
penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Pada DBD terjadi penurunan tajam dari jumlah
trombosit di dalam darah tepi, sehingga peenderita tiap saat terancam oleh bahaya
pendarahan.
Ada beberapa jenis penyakit kelainan penggumpalan darah yang disebabkan oleh kelainan
gen, yaitu hemofilia. Ada 2 jenis hemofilia yaitu hemofilia A dan hemofilia B. Hemofilia A
merupakan penyakit yang terkenal dalam sejarah karena menyangkut anak keturunan dari
Ratu Victoria yang memerintah Inggris Raya di sebagian besar abad XIX. Penyakit ini
disebabkan oleh kelainan gen tang menjadikan faktor VIII atau AHG. Meskipun gen ini
terdapat di kromosom x namun bersifat resesif sehingga laki – laki yang lebih sering
menjadi penderita dibandingkan perempuan.
Hemofilia B disebut juga penyakit christmas atau faktor XI. Gen ini juga terdapat di
kromosom x dan bersifat resesif. Pada penyakit Hemofilia A dan Hemofilia B sama – sama
menunjukkan ketidakmampuan darah untuk melakukan penggumpalan. Hanya gen dari
faktor inilah yang terdapat di kromosom x, sedangkan faktor penggumpalan lain disebut
otosom. Penyakit von willebrand adalah salah satu contoh penyakit genetik otosom.
Penyakit ini ditandai dengan adanya gangguan pada kemampuan trombosit untuk melekat
pada permukaan dan juga gangguan pada faktor VIII. Darah si penderita masih dapat
menggumpal, hanya saja membutuhkan waktu yang lama. Kelainan penggumpalan lain
yang disebabkan oleh genetik otosom ialah kelainan pada faktor V yang
dinamakan parahemofilia, faktor VII dan faktor X (stuart). Selain itu, ada pula
penyakit afibrinogenemia yang juga merupak genetik otosom yang dicirikan dengan tidak
adanya fibrinogen dalam darah oleh karena penderita tidak mampu mensintesis fibrinogen
sendiri. Saat ia terancam bahaya pendarahan, ia harus diberikan fibrinogen dari luar tiap 10
– 14 hari karena biasanya fibrinogen akan lenyap dalam waktu 12 – 21 hari.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Secara sederhana proses pembekuan darah yaitu Rangkaian reaksi yang sebenarnya
sesungguhnya lebih rumit, karena disebabkan oleh banyaknya factor yang terlibat dalam
proses pengaktipan protrombin menjadi thrombin, yaitu mekanisme intrinsic dan
mekanisme ekstrinsik yang sudah dijelaskan sebelumnya.
1. Menghentikan perdarahan.
a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada pembuluh darah (yaitu saluran
tempat darah mengalir keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.
c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada pembuluh.
d. Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman (benang - benang fibrin)
yang akan menutup luka sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.
Kecelakaan seperti luka tertusuk benda runcing, tersayat pisau dan sebagainya, dengan
jelas memperlihatkan keluarnya darah sehingga selalu ada reaksi untuk
menghentikannya. Apabila tidak diatasi, ada kemungkinan akan menyebabkan
kehilangan darah dan terjadinya infeksi. Dan hendaknya kita lebih berhati-hati agar tidak
terjadi luka, meskipun terdapat di dalam tubuh setiap manusia suatu mekanisme
pengendalian pendarahan atau hemostasis dan pembekuan darah atau koagulasi.
3.2 Saran
Dalam pembuatan makalah ini tentu jauh dari sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca demi perbaikan di masa yang akan datang.