Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULAN FRAKTUR FEMUR

LANTAI 4A GEDUNG A RSCM


JULIANA, 0606102612
5 APRIL 2011

1. Anatomi/Fisiologi
Persendian panggul merupakan bola dan mangkok sendi dengan
acetabulum bagian dari femur, terdiri dari : kepala, leher, bagian terbesar dan
kecil, trokhanter dan batang, bagian terjauh dari femur berakhir pada kedua
kondilas. Kepala femur masuk acetabulum. Sendi panggul dikelilingi oleh kapsula
fibrosa, ligamen dan otot. Suplai darah ke kepala femoral merupakan hal yang
penting pada faktur hip. Suplai darah ke femur bervariasi menurut usia. Sumber
utamanya arteri retikuler posterior, nutrisi dari pembuluh darah dari batang femur
meluas menuju daerah tronkhanter dan bagian bawah dari leher femur.
2. Definisi
Fraktur adalah gangguan kontinuitas yang terjadi ketika tulang mendapat
tekanan yang lebih besar dari pada yang dapat diabsorbsinya dan dapat tejadi juga
injuri jaringan lunak disekitarnya. Walaupun beberapa fraktur dapat mengancam
kehidupan ( karena berhubungan dengan perdarahan dan shock ) sebagian lagi
tidak mengancam kehidupan.
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi
akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan
biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat
menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh
dalam syok.
3. Klasifikasi

Fraktur di klasifikasikan sebagai berikut :


1) Fraktur tertutup
Merupakan fraktur tanpa komplikasi dengan kulit tetap utuh
disekitar fraktur tidak menonjol keluar dari kulit.
2) Fraktur terbuka
Pada tipe ini, terdapat kerusakan kulit sekitar fraktur, luka tersebut
menghubungkan bagian luar kulit. Pada fraktur terbuka biasanya potensial
untuk terjadinya infeksi, luka terbuka ini dibagi menurut gradenya.
Grade I : luka bersih, kurang dari 1 cm.
Grade II : luka lebih luas disertai luka memar pada kulit dan otot.
Grade III : paling parah dengan perluasan kerusakan jaringan lunak terjadi
pula kerusakan pada pembuluh darah dan syaraf.
3) Fraktur komplit
Pada fraktur ini garis fraktur menonjol atau melingkari tulang periosteum
terganggu sepenuhnya.
4) Fraktur inkomplit
Garis fraktur memanjang ditengah tulang, pada keadaan ini tulang
tidak terganggu sepenuhnya.
5) Fraktur displaced
Fragmen tulang terpisah dari garis fraktur.
6) Fraktur Comminuted
Fraktur yang terjadi lebih dari satu garis fraktur, dan fragmen
tulang hancur menjadi beberapa bagian (remuk).
7) Fraktur impacted atau fraktur compressi
Tulang saling tindih satu dengan yang lainnya.
8) Fraktur Patologis
Fraktur yang terjadi karena gangguan pada tulang serta osteoporosis atau
tumor.
9) Fraktur greenstick
Pada fraktur ini sisi tulang fraktur dan sisi tulang lain bengkak.

Klasifikasi jenis Fraktur menurut Muttaqin (2000), meliputi :


a. Simple fracture (Fraktur terbuka)
b. Compound fracture (Fraktur terbuka)
c Transverse fracture (Fraktur transversal/sepanjang garis tengah tulang)
d. Spiral fracture (Fractur yang memuntir seputar batang tulang)
e. Impacted fracture (Fragmen tulang terdorong ke fragmen tulang yang lain)
f. Greenstick fracture
g. Comminuted fracture (Tulang pecah menjadi beberapa bagian).

4. Etiologi
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang relatif rapuh namun mempunyai
cukup kekuatan dan gaya pegas menahan tekanan, fraktur dapat diakibatkan oleh :
a. Fraktur akibat peristiwa trauma sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan
yang tiba-tiba berlebihan yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan
pemuntiran atau penarikan. Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah
pada tempat yang terkena dan jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di
atasnya. Penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif
disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.

b. Fraktur akibat peristiwa kelelahan atau tekanan retak dapat terjadi pada tulang
seperti halnya pada logam dan benda lain akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan
ini paling sering dikemukakan pada tibia, fibula atau metatarsal terutama pada
atlet, penari atau calon tentara yang berjalan baris berbaris dalam jarak jauh.

c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang fraktur dapat terjadi oleh
tekanan yang normal kalau tulang tersebut lunak (misalnya oleh tumor) atau
tulang-tulang tersebut sangat rapuh.
5. Patofisologi

Sewaktu tulang patah (fraktur) mengakibatkan terpajannya sum-sum


tulang atau pengaktifan saraf simpatis yang mengakibatkan tekanan dalam sum-
sum tulang, sehingga merangsang pengeluaran katekolamin yang yang akan
merangsang pembebasan asam lemak kedalam sirkulasi yang menyuplai organ,
terutama organ paru sehingga paru akan terjadi penyumbatan oleh lemak tersebut
maka akan terjadi emboli dan menimbulkan distress atau kegagalan pernafasan.
Trauma yang menyebabkan fraktur (terbuka atau tertutup) yang mengakibatkan
perdarahan terjadi disekitar tulang yang patah dan kedalam jaringan lunak
disekitar tulang tersebut dan terjadi perdarahan masif yang bila tidak segera
ditangani akan menyebabkan perdarahan hebat, terutama pada fraktur terbuka
(shock hypopolemik).

Perdarahan masif ini (pada fraktur tertutup) akan meningkatkan tekanan


dalam suatu ruang diantara tepi tulang yang yang fraktur dibawah jaringan tulang
yang membatasi jaringan tulang yang fraktur tersebut, menyebabkan oedema
sehingga akan menekan pembuluh darah dan saraf disekitar tulang yang fraktur
tersebut maka akan terjadi sindrom kompartemen (warna jaringan pucat, sianosis,
nadi lemah, mati ras dan nyeri hebat. )dan akan mengakibatkan terjadinya
kerusakan neuro muskuler ( 4-6 jam kerusakan yang irreversible, 24-48 jam akan
mengakibatkan organ tubuh tidak berfungsi lagi).Perdarahan masif juga dapat
menyebabkan terjadinya hematoma pada tulang yang fraktur yang akan menjadi
bekuan fibrin yang berfungsi sebagai jala untuk melekatnya sel-sel baru. Aktivitas
osteoblas segera terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut kalus.
Bekuan fibrin direabsorbsi sel-sel tulang baru secara perlahan mengalami
remodeling ( membentuk tulang sejati ) tulang sejati ini akan menggantikan kalus
dan secara perlahan mengalami kalsifikasi ( jadi tulang yang matur ).

Proses penyembuhan luka terdiri dari beberapa fase yaitu :


1. Fase hematom
Dalam waktu 24 jam timbul perdarahan, edema, hematume disekitar fraktur
Setelah 24 jam suplai darah di sekitar fraktur meningkat
2. Fase granulasi jaringan
Terjadi 1 – 5 hari setelah injury
Pada tahap phagositosis aktif produk neorosis
Itematome berubah menjadi granulasi jaringan yang berisi pembuluh darah
baru fogoblast dan osteoblast.
3. Fase formasi callus
Terjadi 6 – 10 hari setelah injuri
Granulasi terjadi perubahan berbentuk callus
4. Fase ossificasi
Mulai pada 2 – 3 minggu setelah fraktur sampai dengan sembuh
Callus permanent akhirnya terbentuk tulang kaku dengan endapan garam
kalsium yang menyatukan tulang yang patah
5. Fase consolidasi dan remadelling
Dalam waktu lebih 10 minggu yang tepat berbentuk callus terbentuk dengan
oksifitas osteoblast dan osteuctas.

6. Tanda dan Gejala


1. Deformitas
Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari tempatnya
perubahan keseimbangan dan contur terjadi seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang
b. Penekanan tulang
2. Bengkak : edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
3. Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
4. Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
5. Tenderness/keempukan
6. Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari tempatnya
dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
7. Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/perdarahan)
8. Pergerakan abnormal
9. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
10. Krepitasi

7. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis faktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformasi,


pemendekan ektrimitas, kreptitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang
diimobilisasi. Spase otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiyah yang dirancang yang dirancang untuk meminimalkan gerakan
antara fragmen tulang.
b. Setalah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak tidak alamiah ( gerakan luar biasa ) bukannya tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan defrmitas (terlihat maupun teraba) ektrimiatas yang biasanya
diketahui dengan membadingkan dengan ektrimitas normal. Ektrimitas tidak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melekatnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarya karena
kontraksi otot yang melekat ditas dan dibawah fraktur. Fragmen sering sekali
melingkupi satu sama lain sampai 2.5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci)
d. Saat ektrimitas di periksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang yang
disebut krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
fragmen lainnya. ( Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat ).
e. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
trauma dan pendarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setalah cedera.( Suzanne C. Smeltzer &
Brebda G. Bare, 2001)
8. Komplikasi
Komplikasi fraktur dibagi menjadi dua yaitu :
1) Komplikasi awal, terdiri dari : kerusakan arteri, kompartmen sindrom, fat
embolism sindrom, infeksi, avaskuler nekrosis, syok.
2) Komplikasi lama, terdiri dari : delayed union, mal-union
( Muttaqin, 2005)

9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada klien dengan fraktur adalah :


1. Pemeriksaan Rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur /
trauma.
2. Scan tulang ( tomogram, scan CT / MRI) : memperlihatkan fraktur
dan juga dapat mengindentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler di curigai.
4. Hitung darah lengkap : HT mungkin meningkat
( hemokonsentrasi ) atau menurun ( pendarahan bermakna pada sisi
frktur organ jauh pada trauma multiple ). Peningkatan jumlah SDP
adalah respon stress normal setelah trauma
5. Kreatinin : trauma pada otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klien ginjal.
6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfuse multiple, atau cedera hati (Doengoes, 2000)

10. Penatalaksanaa

Penatalaksanaan konservatif, yang dilakukan pada fraktur yaitu :


a. Proteksi semata-mata (tanpa reduksi atau imobilisasi)
Proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atau tongkat pada anggota
gerak bawah.
b. Immobilisasi dengan bidai eksterba (tanpa reduksi)
Immobilisasi pada fraktur dengan bidai ekterna hanya memberikan sedikit
immobilisasi biasanya hanya mengunakan plester of paris (gips) atau
dengan bermacam-macam bidai atau plastic atau metal
c. Reduksi tertutup dengan manipulasi dan immobilisasi ekterna
menggunakan gips.
Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi, dilakukan baik dengan
pembiusan umum ataupun local. Reposisi yang dilakukan melawan
kekuatan terjadi fraktur. Penggunaan gips untk immobilisasi merupakan
alat utama untuk teknik ini.
d. Reduksi tertutup dengan traksi berlanjut di ikuti dengan traksi berlanjut
dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu traksi kulit dan traksi tulang.
( Muttaqin, 2005).

11. Pengkajian

a. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vascular
perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko pembentukan trombus).
b. Integritas ego
Gejala : perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor stress multiple,
misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka rangsang ; stimulasi
simpatis.
c. Makanan / cairan
Gejala : insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ; membrane mukosa
yang kering (pembatasan pemasukkan / periode puasa pra operasi).
d. Pernapasan
Gejala : infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
e. Keamanan
Gejala : alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan larutan ; Defisiensi
immune (peningkaan risiko infeksi sitemik dan penundaan penyembuhan) ;
Munculnya kanker / terapi kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia
malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari detoksifikasi obat-
obatan dan dapat mengubah koagulasi) ; Riwayat transfuse darah / reaksi
transfuse.
Tanda : menculnya proses infeksi yang melelahkan ; demam.
f. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic, antihipertensi, kardiotonik
glokosid, antidisritmia, bronchodilator, diuretic, dekongestan, analgesic,
antiinflamasi, antikonvulsan atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas,
atau obat-obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan ginjal,
yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan juga potensial bagi
penarikan diri pasca operasi).

12. Diagnosa keperawatan:

1. Nyeri berhubungan dengan gerakan fragmen tulang, cedera pada jaringan


lunak, alat traksi/imobilisasi, stres, ansietas
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan kulit, trauma jaringan,
terpajan pada lingkungan, prosedur invasif, traksi tulang
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka
neuromuskuler, nyeri/ketidaknyamanan, terpai restriktif
4. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan
dengan fraktur terbuka, imobilisasi fisik
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurang terpajan/mengingat, salah
interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi

Daftar pustaka

Black, J. & Esther M. (1997). Medical Surgical Nursing: Clinical management


for contonuity of care. (ed 5). Philadelphia: JB Lippincot Co.

Doenges, etc. (1994). Rencana asuhan keperawatan: Pedoman untuk


perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. (ed. 3). Jakarta:
EGC

Price, A.S. & Wilson. L.M. (2002). Konsep klinis proses-proses penyakit. (ed 6).
Jakarta: EGC

Smeltzer, S. C & Bare, B. G. (2002). Brunner & Suddarth’s textbook of medical-


surgical nursing. (ed 8). (Agung waluyu, et al, Penerjemah). Philadelphia:
Lippincott. (Buku asli diterbitkan 1996)

Anda mungkin juga menyukai