DIFINISI OBAT
Penggolongan O.B.A.T
Inilah klasifikasinya…. :
1. Obat Bebas
Logo :
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa
resep dokter. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah
lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh : Parasetamol
Obat bebas terbatas adalah obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi
masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan
tanda peringatan. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas
adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam.
Logo tanda peringatan (6) :
Contoh : CTM
3. Obat Keras
Logo :
Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter.
Tanda khusus pada kemasan dan etiket adalah huruf K dalam lingkaran merah
dengan garis tepi berwarna hitam.
Contoh : Antibiotik (amoxicillin, clindamycin, dsb)
4. Obat Psikotropika
Logo :
Obat psikotropika adalah obat keras baik alamiah maupun sintetis bukan
narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan
saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
prilaku.
Contoh : Diazepam, Phenobarbital
5. Obat Narkotika
Logo :
Obat narkotika adalah obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik
sintetis maupun semisintetis,yang dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.
Contoh : Morfin, Petidin
Referensi :
Depkes RI, 2006, Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas,
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan, Jakarta.
FARMAKODINAMIK
SEBAGIAN BESAR OBAT AKAN BEKERJA PD LEBIH DARI SATU JENIS SEL
DAN DGN DEMIKIAN MENIMBULKAN EFEK YG MULTIPEL DPT MENIMBULKAN
PERUBAHAN PD PERILAKU JARINGAN ,ORGAN, DAN SISTEM
FARMAKOKINETIK
1. DINDING USUS
2. DINDING PEMBULUH KAPILER
3. MEMBRAN SEL DAN SAWAR DARAH/OTAK
4. PLASENTA
5. ASI
Imunisasi Dasar
Diposkan oleh Ferike Juniawati di 21.21 0 komentar
1. Vaksin BCG
a. Penjelasan
Vaksin BCG mengandung jenis kuman TBC yang masih hidup tapi sudah dilemahkan.
Pemberian imunisasi ini bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit
tuberkulosis (TBC).
b. Cara imunisasi
Imunisasi BCG dapat diberikan pada bayi baru lahir sampai berumur 12 bulan. Tetapi, sebaiknya
pada umur 0 – 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Pada anak berumur Iebih
dari 2 – 3 bulan, dianjurkan untuk melakukan uji mantoux / PPD sebelum imunisasi BCG.
Gunanya untuk mengetahui apakah ia telah terjangkit penyakit TBC. Seandainya uji mantoux
positif, maka anak tersebut tidak mendapat imunisasi BCG lagi.
Bila pemberian imunisasi itu berhasil, setelah 1 – 2 bulan di tempat suntikan akan terdapat suatu
benjolan kecil. Tempat suntikan itu biasanya berbekas. Dan kadang – kadang benjolan itu akan
bernanah, tetapi akan sembuh sendiri meskipun lambat.
c. Kekebalan
Imunisasi BCG tidak dapat menjamin 100% anak akan terhindar penyakit TBC. Tetapi,
seandainya bayi yang telah diimunisasi BCG terjangkit TBC, maka ia hanya akan menderita
penyakit TBC ringan.
d. Reaksi imunisasi
Setelah suntikan BCG, biasanya bayi tidak akan menderita demam. Bila ia demam setelah
imunisasi BCG umumnya disebabkan oleh hal lain.
e. Efek samping
Pada imunisasi BCG, umumnya jarang dijumpai efek samping. Memang, kadang terjadi
pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang terbatas, tapi biasanya sembuh dengan
sendirinya walaupun lambat.
Bila suntikan BCG dilakukan di lengan atas, pembengkakan kelenjar terjadi di ketiak atau di
leher bagian bawah. Suntikan di paha dapat menimbulkan pembengkakkan di kelenjar
selangkangan.
f. Indikasi kontra
Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG kecuali pada anak berpenyakit TBC atau
menunjukkan uji mantoux positif.
2. Vaksin Hepatitis B
a. Penjelasan
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapat kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B. Vaksin
tersebut bagian dari virus hepatitis B yang dinamakan HBs Ag, yang dapat menimbulkan
kekebalan tapi tidak menimbulkan penyakit. HBs Ag ini dapat diperoleh dari serum manusia atau
dengan rekayasa genetik dengan bantuan sel ragi .
b. Cara imunisasi
Imunisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar sebanyak tiga kali dengan jarak
waktu satu bulan antara suntikan satu dan dua, lima bulan antara suntikan dua dan tiga.
Imunisasi ulang diberikan setelah lima tahun pasca imunisasi dasar. Cara pemberian imunisasi
dasar tersebut dapat berbeda, tergantung dari rekomendasi pabrik pembuat vaksin hepatitis B
mana yang akan dipergunakan.
Misalnya imunisasi dasar vaksin hepatitis B buatan Pasteur, Perancis berbeda dengan jadwal
vaksinasi vasksin buatan MSD, Amerika Serikat.
Khusus bayi yang lahir dari seorang ibu pengidap virus hepatitis B, harus diberikan imunisasi
pasif dengan imunoglobulin anti hepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
Berikutnya bayi tersebut harus pula mendapat imunisasi aktif 24 jam setelah lahir, dengan
penyuntikan vaksin hepatitis B dengan pemberian yang sama seperti biasa.
Mengingat daya tularnya yang tinggi dari ibu ke bayi, sebaiknya ibu hamil di Indonesia
melakukan pemeriksaan darah untuk mendeteksi apakah is mengidap virus hepatitis B sehingga
dapat dipersiapkan tindakan yang diperlukan menjelang kelahiran bayi.
Imunisasi Wajib
Imunisasi wajib adalah imunisasi yang harus diberikan pada bayi. Dengan imunisasi wajib, maka
bayi akan terlindung terhadap penyakit yang kerap menyerang. Di antara berbagai jenis
imunisasi, yang termasuk imunisasi wajib adalah imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak dan
Hepatitis B.
Di Indonesia vaksin terhadap ketiga penyakit tersebut dipasarkan dalam tiga kemasan, yaitu
dalam bentuk kemasan tunggal bagi tetanus, dalam bentuk kombinasi DT (difteria dan tetanus),
dan kombinasi DPT (difteria, pertusis, dan tetanus).
Vaksin difteria dibuat dari toksin / racun kuman difteria yang telah dilemahkan dinamakan
toksoid. Biasanya diolah dan dikemas bersama – sama dengan vaksin tetanus dalam bentuk
vaksin DT, atau dengan vaksin tetanus dan pertusis dalam bentuk vaksin DTP.
Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toksoid tetanus atau toksin / racun
kuman tetanus yang sudah dilemahkan kemudian dimurnikan. Ada tiga macam kemasan vaksin
tetanus, yaitu bentuk kemasan tunggal dan kombinasi dengan vaksin difteria (vaksin DT) atau
kombinasi dengan vaksin difteria dan pertusis (vaksin DTP).
Vaksin terhadap penyakit batuk rejan atau batuk seratus hari terbuat dari kuman Bordetella
Pertussisyang telah dimatikan. Selanjutnya dikemas bersama vaksin difteria dan tetanus (vaksin
DTP)
b. Cara imunisasi
Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali, sejak bayi berumur dua bulan dengan selang waktu
antara dua penyuntikan minimal empat minggu. Imunisasi ulangan/booster yang pertama
dilakukan pada usia 11/2 – 2 tahun atau satu tahun setelah suntikan imunisasi dasar ketiga.
Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia enam tahun atau di saat kelas 1 SD. Pada saat
kelas 6 SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT. Vaksin pertusis (batuk rejan) tidak
dianjurkan pada anak yang berusia Iebih dari tujuh tahun karena reaksi yang timbul dapat lebih
hebat selain itu juga perjalanan penyakit pertusis pada anak berumur lebih dari lima tahun tidak
parah.
Pada masa mendatang telah dipikirkan untuk memberikan vaksin tetanus khusus untuk anak
perempuan yang belum pernah mendapat imunisasi DPT, atau imunisasi DPT tidak lengkap,
sebanyak dua kali lagi pada saat kelas dua dan kelas 3 SD tindakan ini diperkirakan
cukup untuk memberikan perlindungan seumur hidup terhadap penyakit tetanus sehingga bayi
yang kaiak dikandung dapat terlindung dari penyakit tetanus neonatorum atau tetanus pada bayi
baru lahir.
Di indonesia penyakit tetanus pada bayi baru lahir masih merupakan penyebab kematian yang
kadang terjadi pada saat bayi baru lahir.
Imunisasi ulang sewaktu, diperlukan juga bila anak berhubungan dengan anak lain yang
menderita difteria atau batuk rejan. Atau bila diduga luka pada anak akan terinfeksi tetanus.
Dalam hal imunisasi tidak perlu cemas seandainya anak mendapatkan suntikan ulang sebelum
waktunya. Atau bila diduga luka pada anak akan terinfeksi tetanus, biasanya akan memberikan
suntikan ulang. Lebih baik memberikan imunisasi berlebih daripada kurang.
c. Kekebalan
Daya proteksi atau daya lindung vaksin difteria cukup baik, yaitu sebesar 80 – 95% dan daya
proteksi vaksin tetanus sangat baik, yaitu sebesar 90 – 95%. Sedangkan daya proteksi vaksin
pertusis masih rendah, yaitu 50 – 60%.
Oleh karena itu anak yang telah mendapat imunisasi pertusis masih dapat terjangkit penyakit
batuk rejan, tetapi dalam bentuk yang lebih ringan.
d. Reaksi imunisasi
Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam, pembengkakan dan rasa nyeri di tempat suntikan
selama satu – dua hari.
e. Efek samping
Kadang – kadang timbul reaksi akibat efek samping yang berat, seperti demam tinggi atau
kejang, yang disebabkan oleh unsur pertusisnya.
f. Kontra indikasi
Imunisasi DPT tidak boleh diberikan pada anak yang sakit parah dan anak yang menderita
penyakit kejang demam kompleks. Juga tidak boleh diberikan kepada anak dengan batuk yang
diduga sedang menderita batuk rejan dalam tahap awal atau pada penyakit gangguan kekebalan
(defisiensi umum).
4. POLIO
Umur pemberian 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, sebanyak 4 kali, untuk mencegah penularan
polio yang menyebabkan lumpuh layuh pada tungkai dan atau lengan.
Bila pada suntikan DPI pertama, ASI dapat diberikan seperti biasa karena ASI tidak berpengaruh
terhadap vaksin polio. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT.
Pemberian imunisasi ulang perlu tetap diberikan seandainya seorang anak pernah terjangkit
polio. Karena mungkin saja anak yang menderita polio itu terjangkit virus polio tipe I. artinya,
apabila penyakitnya telah sembuh ia hanya mempunyai kekebalan terhadap virus polio tipe I,
tetapi tidak mempunyai kekebalan terhadap jenis virus polio tipe II dan III. Karena itu untuk
mendapat kekebalan terhadap ketiga virus tersebut perlu diberikan imunisasi ulang polio.
a. Kekebalan
Daya proteksi vaksin polio sangat baik, yaitu sebesar 95 – 100%.
b. Reaksi imunisasi
Biasanya tidak ada, mungkin pada bayi akan mengalami berak – berak ringan
c. lndikasi kontra
Pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah imunisasi polio sebaiknya
ditangguhkan demikian pula pada anak yang menderita gangguan kekebalan (defisiensi imun)
tidak diberikan. Pada anak dengan penyakit batuk, pilek, demam atau diare ringan imunisasi
polio bisa diberikan seperti biasanya.
5. Vaksin Campak (Morbili)
a. Penjelasan
Imunisasi diberikan untuk mendapat kekebalan terhadap penyakit campak secara aktif. Vaksin
campak mengandung virus campak yang telah dilemahkan.
Vaksin campak yang beredar di Indonesia dapat diperoleh dalam bentuk kemasan kering tunggal
atau dalam kemasan kering dikombinasi dengan vaksin gondong / bengok (mumps) dan rubella
(campak jerman).
Di Amerika Serikat kemasan terakhir ini dikenal dengan nama vaksin MMR (Mesles-Mumps-
Rubella vacine).
b. Cara imunisasi
Bayi baru lahir biasanya telah mendapat kekebalan pasif terhadap penyakit campak dalam
kandungan dari ibunya. Makin lanjut umur bayi, makin berkurang kekebalan pasif tersebut.
Waktu berumur enam bulan biasanya sebagian dari bayi tidak mempunyai kekebalan pasif lagi.
Dengan adanya kekebalan pasif ini sangat jarang seorang bayi menderita campak pada umur
kurang dari enam bulan.
Menurut WHO (1973) imunisasi campak cukup satu kali suntikan setelah bayi berumur sembilan
bulan. Lebih baik lagi setelah ia berumur Iebih dari satu tahun. Karena kekebalan yang diperoleh
berlangsung seumur hidup, maka tidak diperlukan imunisasi ulang lagi.
Di Indonesia keadaannya berlainan. Kejadian campak masih tinggi dan sering dijumpai bayi
menderita penyakit campak ketika masih berumur antara enam – sembilan bulan, jadi pada saat
sebelum ketentuan batas umur sembilan bulan untuk mendapat vaksinasi campak seperti yang
dianjurkan WHO.
Dengan demikian di Indonesia dianjurkan pemberian imunisasi campak pada bayi sebelum bayi
berumur sembilan bulan, misalnya pada umur enam – sembilan bulan ketika kekebalan pasif
yang diperoleh dari ibu mulai menghilang. Akan tetapi kemudian harus mendapat suntikan ulang
setelah berumur lima belas bulan.
Perlukah vaksinasi campak diulang pada anak yang telah menderita campak karena infeksi
alamiah? Sebenarnya bila anak tersebut telah benar – benar menderita sakit campak, maka
vaksinasi campak tidak perlu diberikan lagi. Masalahnya adalah apakah anak tersebut benar
menderita campak? Biasanya seorang ibu mendasarkan dugaan sakit anaknya itu hanya karena
adanya demam yang disertai timbulnya bercak merah di kulit.
Gejala demam dengan bercak merah tidak hanya pada penyakit campak, tetapi dapat juga
dijumpai pada penyakit lain, seperti penyakit “demam tiga hari”, demam berdarah, campak
Jerman dan sebagainya.
menderita kurang gizi dalam derajat besar.
Daya proteksi vaksin hepatitis B cukup tinggi, yaitu berkisar antara 94 – 96% .
c. Reaksi imunisasi
Umumnya tidak didapatkan reaksi, walaupun sangat jarang tetapi pada beberapa keadaan dapat
terjadi reaksi. Biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan, yang kemudian disertai demam
ringan atau pembengkakan. Reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.
d. Efek samping
Tidak dilaporkan adanya efek samping yang berarti. Kemungkinan terjangkit oleh penyakit
AIDS akibat pemberian vaksin hepatitis B yang berasal dari plasma, merupakan berita yang
terlalu dibesarbesarkan.
e. Indikasi kontra
Imunisasi tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita sakit berat. Vaksinasi hepatitis B
dapat diberikan pada ibu hamil dengan aman dan tidak akan membahayakan janin. Bahkan
memberikan perlindungan kepada janin selama dalam kandungan ibu maupun kepada bayi
selama beberapa bulan setelah lahir.
Imunisasi Ulang
Diposkan oleh Ferike Juniawati di 21.18 0 komentar
Kendati di usia bayi imunisasinya sudah lengkap, bukan berarti di usia ini si kecil sudah aman
dari ancaman penyakit. Itulah mengapa ada imunisasi yang harus diulang, disamping imunisasi
lanjutan.
Imunisasi akan memberikan antibodi bagi anak. Setelah diimunisasi, antibodi anak akan naik.
Tapi suatu saat, antibodi itu akan turun lagi. Nah, pada saat antibodi turun atau hampir habis,
harus diberikan imunisasi lagi agar antibodi yang turun itu bisa kembali baik. Itulah mengapa,
imunisasi ulangan sangat penting.
Kalau tidak, Antibodi dalam tubuh akan habis atau berkurang, sehingga kemungkinan anak
terserang penyakit akan lebih besar.
Untuk mendapatkan imunitas yang optimal, sebaiknya imunisasi diberikan secara teratur dan
lengkap sejak bayi baru lahir hingga anak usia 18 tahun - sesuai dengan jadwal. Namun
terkadang, karena beberapa alasan, imunisasi tidak bisa diberikan. Mulai dari moms lupa, tidak
sempat, atau si kecil sedang sakit sehingga pemberian imunisasi harus ditunda. Hal-hal tersebut
sering membuat jadwal imunisasi jadi tidak teratur.
“Sebenarnya dalam memberikan imunisasi tidak ada istilah ‘hangus’, sehingga jika anak
terlambat atau belum mendapatkan vaksinasi tidak perlu diulang dari awal lagi,” ujarnya.
Combo di sini maksudnya vaksin yang sudah dalam bentuk gabungan saat di produksi. Vaksin
kombinasi terdiri dari gabungan beberapa vaksin tunggal menjadi satu jenis vaksin yang dapat
mencegah beberapa penyakit berbeda secara sekaligus. Misalnya DPT dan MMR adalah vaksin
kombinasi yang sudah cukup familiar di Indonesia.
Keefektifan dan keamanan vaksin kombinasi pun tidak jauh berbeda dengan vaksin tunggal.
Berikut beberapa keunggulan vaksin kombinasi antara lain:
Banyak orang tua yang merasa khawatir jika anaknya diimunisasi karena menimbulkan beberapa
efek samping usai melakukannya. Beberapa efek samping tersebut memang benar adanya, hanya
saja tidak menimbulkan efek yang berbahaya. Beberapa efek samping imunisasi yang biasa
timbul yaitu :
1. Timbul nyeri, kemerahan dan bengkak pada daerah bekas suntikan. Hal ini biasanya
karena lebih banyak imunisasi dalam bentuk suntikan.
2. Demam.
3. Reaksi alergi, namun jarang terjadi.
Akan tetapi anak boleh diimunisasi meskipun sakit ringan misalnya; infeksi saluran pernafasan
(batuk, pilek) atau diare dengan suhu dibawah 38,5 derajat Celcius. Reaksi lokal ringan
(bengkak, merah, nyeri), demam ringan setelah pemberian vaksin sebelumnya. Alergi atau asma,
kecuali jika si kecil diketahui ada alergi pada komponen vaksin. Sedang dalam masa pengobatan
dengan antibiotik.
Sistem Rujukan
Diposkan oleh Ferike Juniawati di 21.06 0 komentar
SISTEM RUJUKAN
1. A. PENDAHULUAN
Salah satu kelemahan pelayanan kesehatan adalah pelaksanaan rujukan yang kurang cepat dan
tepat. Rujukan bukan suatu kekurangan, melainkan suatu tanggung jawab yang tinggi dan
mendahulukan kebutuhan masyarakat. Kita ketahui bersama bahwa tingginya kematian ibu dan
bayi merupakan masalah kesehatan yang dihadapi oleh bangsa kita. Pada pembelajaran
sebelumnya, telah dibahas mengenai masalah 3T (tiga terlambat) yang melatar belakangi
tingginya kematian ibu dan anak, terutama terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan.
Dengan adanya system rujukan, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih
bermutu karena tindakan rujukan ditunjukan pada kasus yang tergolong berisiko tinggi. Oleh
karena itu, kelancaran rujukan dapat menjadi factor yang menentukan untuk menurunkan angka
kematian ibu dan perinatal, terutama dalam mengatasi keterlambatan.
Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memiliki kesiapan untuk merujuk ibu atau bayi ke fasilitas
kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu jika menghadapi penyulit. Jika bidan lemah
atau lalai dalam melakukannya, akan berakibat fatal bagi keselamatan ibu dan bayi.
1. B. TUJUAN INSTRAKSIONAL UMUM
Tujuan rujukan adalah dihasilkannya pemerataan upaya kesehatan dalam rangka penyelesaian
masalah kesehatan secara berdaya dan berhasil guna
Tujuan system rujukan adalah Untuk meningkatkan mutu, cakupan dan efisiensi pelayanan
kesehatan secara terpadu
Tujuan system rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan
kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat terselamatkan, dengan demikian dapat
menurunkan AKI dan AKB
1. 3. Jenis Rujukan
1. Rujukan medic yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu
kasus yang timbul baik secara vertical maupun horizontal kepada yang lebih
berwenangdan mampu menangani secara rasional. Jenis rujukan medic antara
lain:
1. 4. Jalur Rujukan
Dalam kaitan ini jalur rujukan untuk kasus gawat darurat dapat dilaksanakan sebagai berikut :
1. Dari Kader
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta
1. Dari Pondok bersalin / Bidan Desa
Dapat langsung merujuk ke rumah sakit tipe D/C atau rumah sakit swasta
1. 5. Skema rujukan dan jenjang pelayanan kesehatan
1. 6. Persiapan rujukan
Persiapan yang harus diperhatikan dalam melakukan rujukan , disingkat “BAKSOKU” yang
dijabarkan sebagai berikut :
B (bidang) : pastikan ibu/bayi/klien didampingi oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan
memiliki kemampuan untuk melaksanakan kegawatdaruratan
A (alat) : bawa perlengkapan dan bahan – bahan yang diperlukan, seperti spuit, infus set,
tensimeter, dan stetoskop
K (keluarga) : beritahu keluarga tentang kondisi terakhir ibu (klien) dan alas an mengapa ia
dirujuk. Suami dan anggota keluarga yang lain harus menerima Ibu (klien) ke tempat rujukan.
S (surat) : beri surat ke tempat rujukan yang berisi identifikasi ibu (klien), alasan rujukan, uraian
hasil rujukan, asuhan, atau obat – obat yang telah diterima ibu (klien)
O (obat) : bawa obat – obat esensial diperlukan selama perjalanan merujuk
K (kendaraan) : siapkan kendaraan yang cukup baik untuk memungkinkan ibu (klien) dalam
kondisi yang nyaman dan dapat mencapai tempat rujukan dalam waktu cepat
U (uang) : ingatkan keluarga untuk membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli
obat dan bahan kesehatan yang di perlukan di temapat rujukan
1. 7. Keuntungan system rujukan
1. Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien, berarti bahwa
pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara psikologis memberi
rasa aman pada pasien dan keluarga
2. Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan keterampilan
petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak kasus yang dapat
dikelola di daerahnya masing – masing
3. Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli
1. 8. Tingkat rujukan
1. Menetukan kegawatdaruratan pada tingkat kader, bidan desa, pustu dan
puskesmas
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai
kewenangan terdekat, termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan
dan kemampuan penderita.
1. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarganya perlu diberikan informasi
tentang perlunya pendeerita segera dirujuk mendapatkan pertolongan pada fasilitas
pelayanan kesehatan yang lebih mampu
2. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang ditunju melalui telepon atau radio
komunikasi pelayanan kesehatan yang lebih mampu.
3. Persiapan penderita
Sebelum dikirim keadaan umum penderita harus diperbaiki terlebih dahulu. Keadaan umum ini
perlu dipertahankan selama dalam perjalanan, Surat rujukan harus dipersiapkan si=esuai dengan
format rujukan dan seorang bidan harus mendampingi penderita dalam perjalanan sampai ke
tempat rujukan.
1. Pengiriman penderita
1) Untuk penderita yang telah dikembalikan dan memrlukan tindak lanjut, dilakukan tindakan
sesuai dengan saran yang diberikan.
2) Bagi penderita yang memerlukan tindak lanjut tapi tidak melapor, maka dilakukan kunjungan
rumah.
RUJUKAN KEBIDANAN
System rujukan dalam mekanisme pelayanan obtetrik adalah suatu pelimpahan tanggung jawab
timbale-balik atas kasus atau masalah kebidanan yang timbul baik secara vertical maupun
horizontal.
Rujukan vertical maksudnya adalah rujukan dan komunikasi antara satu unit ke unit yang telah
lengkap.
Indikasi perujukan ibu yaitu :
1. Riwayat seksio sesaria
2. Perdarahan per vaginam
3. Persalinan kurang bulan (usia kehamilan < 37 minggu)
4. Ketuban pecah dengan mekonium yang kental
5. Ketuban pecah lama (lebih kurang 24 jam)
6. Ketuban pecah pada persalinan kurang bulan
7. Ikterus
8. Anemia berat
9. Tanda/gejala infeksi
10. Preeklamsia/hipertensi dalam kehamilan
11. TInggi fundus uteri 40 cm atau lebih
12. Primipara dalam fase aktif persalinan dengan palpasi kepala janin masuk 5/5
13. Presentasi bukan belakang kepala
14. Kehamilan gemeli
15. Presentasi majemuk
16. Tali pusat menumbung
17. Syok
1. E. RINGKASAN
Sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu system jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbale-balik atas masalah yang
timbul, baik secara vertical maupun horizontal ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten,
terjangkau, rasional, dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Yang bertujuan agar pasien
mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu sehingga
jiwanya dapat terselamatkan, dengan demikian dapat menurunkan AKI dan AKB.
Jenis system rujukan ada 2 macam yaitu rujukan medis dan rujukan kesehatan. Hal – hal yang
harus dipersiapkan dalam rujukan yaitu “BAKSOKU”
Categories Sistem Rujukan
Definisi dari ASUHAN NEONATUS, BAYI, ANAK BALITA itu sendiri adalah kemampuan
untuk memberikan asuhan pada neonatus (24 jam setelah lahir sampai dengan 28 hari) bayi dan
balita yang didasari oleh konsep, sikap dan keterampilan. Topik-topik yang akan dibahas
meliputi : lingkup asuhan, penatalaksanaan, pemantauan tumbuh kembang,immunisasi, peran
dan tanggung jawab orang tua, sistem rujukan serta pendokumentasian hasil asuhan.