Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HAKIKAT KEBAHAGIAAN MENURUT PERSPEKTIF AL-QUR’AN

Untuk memenuhi tugas UAS Pada mata kuliah :

WORLDVIEW ISLAM AQIDAH

Dosen Pengampu :

Al-Ustadz Soritua Ahmad Ramdani Harahap S.E , M.H

Penyusun :
Ihsan Maulana
422021412033

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR PONOROGO
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kita semua faham bahwasanya kebahagiaan adalah suatu faktor terpenting dalam
kehidupan manusia. Semua orang menginginkan kebahagiaan seutuhnya baik dalam
kehidupan di dunia maupun akhirat. Berbagai cara manusia lakukan untuk meraih
kebahagiaan. Namun apakah sebetulnya yang dimaksud dengan hakikat kebahagiaan
itu sendiri?

kebahagiaan bersifat subjektif, oleh karena itu makna dari setiap orang mungkin
saja berbeda-beda seusai dengan cara pandang masing-masing. Kebahagiaan tidak
terjadi dan muncul begitu saja, namun merupakan akibat dari keberhasilan seseorang
dalam memenuhi keinginannya untuk hidup berarti (will to meaning). Artinya,
makna dari hidup adalah gerbang menuju kebahagiaan. Yang terpenting dari hidup
adalah arti dari kehidupan itu sendiri. Mereka yang berhasil mencapainya akan
mengalami hidup yang berarti dan dirinya akan memperoleh kebahagiaan (Hidup,
berarti, lalu mati). Sebaliknya mereka yang tidak berhasil memenuhi motivasi ini
akan mengalami kekecewaan, kehampaan hidup, merasakan hidup yang tidak
bermakna, dan akhirnya tidak merasakan Bahagia.

Arti hidup terdapat dalam kehidupan itu sendiri, dalam setiap keadaan yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, dalam kesenangan maupun
penderitaan. Ungkapan seperti “Arti dalam derita” dan “hikmah di balik musibah”
menunjukkan bahwa dalam penderitaan sekalipun, arti hidup tetap dapat ditemukan,
yaitu kebahagiaan.

1
A. Rumusan Permasalahan

1. Apa definisi kebahagiaan secara umum?


2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan?
3. Apa hakikat kebahagiaan menurut Al-Qur’an?

B. Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui definisi kebahagiaan secara umum


2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan
3. Untuk mengetahui hakikat kebahagiaan menurut Al-Qur’an

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebahagiaan

1. Definisi Kebahagiaan

Secara harfiah, kata bahagia merupakan kata sifat yang diartikan sebagai
keadaan atau perasaan senang tentram dan bebas dari segala yang menyusahkan.
Sedangkan kebahagiaan berarti perasaan Bahagia, kesenangan dan ketentraman
hidup lahir batin, keberuntungan, kemujuran yang bersifat lahir batin.1

Abdul Ghafur mendefinisikan kebahagiaan sebagai sesuatu yang dirasakan


oleh manusia di antara berbagai sisi, kejernihan jiwa, ketentraman hati,
kelapangan dada, dan ketenangan batin.2

Menurut Zayd ibnu Tsabit, kebahagiaan adalah jika di pagi dan petang seorang
manusia telah memperoleh aman dari gangguan manusia. Ibnu Khaldun
berpendapat bahwa bahagia adalah tunduk dan patuh mengikuti garis-garis Allah
SWT dan perikemanusiaan. Di sisi lain Abu Bakr Al-Razi, berpendapat bahwa
bahagia yang dirasakan oleh seorang dokter atau tabib, ialah jika ia dapat
menyembuhkan orang yang sakit dengan tidak menggunakan obat, cukup dengan
menggunakan aturan makan saja. Al-Ghazali berpendapat bahagia adalah
kelezatan yang sejati yaitu bilamana manusia dapat dengan tetap mengingat Allah
SWT.3

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan


merupakan suatu keadaan pikiran atau perasaan yang berupa kesenangan dan
1
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,
Jakarta, Gramedia, 2008, Hal. 997.
2
Abdul Ghafur, JANGAN BERSEDIH, Jakarta, Qisthi Press, 2005, Hal. 36.
3
Hamka, TASAWWUF MODERN, Jakarta, Djajamurni, 1961, Hal. 25.

3
ketentraman hidup yang dirasakan oleh setiap manusia dalam menghadapi
berbagai hal dalam hidup. Ditandai dengan ketenangan yang bersifat lahir dan
batin sehingga merasa berharga, baik dari dirinya sendiri maupun orang lain.
Beragamnya definisi yang diajukan menjadikan tidak adanya satu definisi yang
bersifat menyeluruh mengenai kebahagiaan. Sebab mendefinisikan pengertian
yang bersifat “perasaan” atau “rasa” tak semudah memberikan definisi pada
sesuatu yang asli atau nyata. Betapapun baiknya suatu definisi itu, sejatinya tidak
bisa mewakili perasaan orang yang mendefinisikan tersebut sepenuhnya. Namun,
hal tersebut tidak akan menghambat pemahaman terhadap konsep kebahagiaan,
karena masing-masing manusia punya pengertian masing-masing dalam
mendefinisikan kebahagiaan di dalam hidupnya.

2. Macam-Macam Perilaku Orang Yang Berbahagia

Firman Allah SWT dalam Al-Qur’an :

ِ ِّ ‫﴾ َفس ُني‬٦﴿ ‫َّق ِبا ْلحس َن ٰى‬


﴾٧﴿ ‫س َر ٰى‬
ْ ‫س ُرهُ ل ْل ُي‬ ََ ْ ُ َ ‫صد‬ َ ‫﴾ َو‬٥﴿ ‫ط ٰى َواتَّقَ ٰى‬
َ ‫َع‬ َّ ‫﴾ فَأ‬٤﴿ ‫شتَّ ٰى‬
ْ ‫َما َم ْن أ‬ َ ‫إِ َّن‬
َ َ‫س ْع َي ُك ْم ل‬

﴾١٠﴿ ‫س َر ٰى‬ ِ ِّ ‫﴾ فَس ُني‬٩﴿ ‫﴾ و َك َّذب ِبا ْلحس َن ٰى‬٨﴿ ‫َما من ب ِخ َل واستَ ْغ َن ٰى‬
ْ ‫س ُرهُ ل ْل ُع‬ ََ ْ ُ َ َ ْ َ َ َ َّ ‫َوأ‬
Artinya: 4) sungguh, usahamu memang beraneka ragam, 5) maka barangsiapa
memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, 6) dan membenarkan
(adanya pahala) yang terbaik (surga), 7) maka akan Kami mudahkan baginya
jalan menuju kemudahan (kebahagiaan), 8) dan adapun orang-orang yang kikir
dan merasa dirinya cukup (tidak perlu pertolongan Allah), 9) serta mendustakan
(pahala) yang terbaik, 10) maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju
kesukaran (kesengsaraan)” (QS. Al-Lail: 4-10)

Ayat Al-Quran di atas menjelaskan karakter atau perilaku manusia yang


mendapat kebahagiaan, yaitu selalu memberi, bertakwa kepada Allah, dan
menunjukkan yang terbaik.

4
a. Memberi
Memberi lebih berkaitan dengan kesediaan diri untuk membantu dan menolong
orang lain dengan berbagai cara, tidak hanya dengan uang atau materi. Kita dapat
membantu orang lain dengan memberikan waktu, perhatian, kepedulian, kasih
sayang, atau dukungan semangat dan lain-lain.4

b. Bertakwa kepada Allah SWT


Konsep takwa mengandung pengertian bahwa ada suatu realitas tak kasat mata
dalam diri kita dan di sekitar kita yang jauh lebih besar dari diri kita sendiri.
Seorang yang bijak menyadari bahwa kehidupan diatur oleh hukum spiritual,
bukan tingkah laku atau tekad. Setiap ucapan dan Tindakan memiliki konsekuensi
masing masing.

c. Menunjukkan yang terbaik


Manusia yang bijak akan memilih dan mendukung apa yang menurutnya
terbaik bagi dirinya dan masyarakat yang lebih luas. Mendukung suatu gagasan
atau pemikiran karena didorong kebanggaan pribadi, golongan, suku, atau bangsa
hanya akan mempersempit dan mendangkalkan pemikiran.5

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebahagiaan

Ada bebrapa faktor dalam diri seseorang yang membuatnya Bahagia diantaranya
adalah :

1. Kepuasan terhadap masa lalu

4
Aisyah, JALAN KEBAHAGIAAN, Jakarta, Zaman, 2012, Hal. 33.
5
Ibid, Hal.36

5
Kepuasan terhadap masa lalu dapat dicapai melalui tiga cara:

a. Melepaskan pandangan masa lalu sebagai penentu masa depan seseorang.


b. Bersyukur terhadap hal-hal baik dalam hidup akan meningkatkan
kenangan-kenangan positif.
c. Memaafkan dan melupakan perasaan seseorang terhadap masa lalu
tergantung sepenuhnya pada ingatan yang dimilikinya. Salah satu cara
untuk menghilangkan emosi negatif mengenai masa lalu adalah dengan
memaafkan. Memaafkan dapat menurunkan stress dan meningkatkan
kemungkinan terciptanya kepuasan hidup.

2. Optimisme terhadap masa depan

Optimisme didefinisikan sebagai ekspektasi secara umum bahwa akan terjadi


lebih banyak hal baik dibandingkan hal buruk di masa yang akan datang

3. Kebahagiaan pada masa sekarang

Kebahagiaan masa sekarang melibatkan dua hal, yaitu:

a. Pleasure, yaitu kesenangan yang memiliki komponen sensorik otak dan


emosional yang kuat, sifatnya sementara dan melibatkan sedikit
pemikiran.

b. Gratification, yaitu kegiatan yang sangat disukai oleh seseorang namun


tidak selalu melibatkan perasaan tertentu, dan waktunya lebih lama
dibandingkan pleasure, kegiatan yang memunculkan gratifikasi umumnya
memiliki komponen seperti menantang, membutuhkan keterampilan dan
konsentrasi, bertujuan, ada umpan balik langsung, pelaku merasa ada di
dalamnya, ada pengandaian, kesadaran diri , dan waktu seolah berhenti.

6
Ada juga faktor eksternal yang mempengaruhi kebahagiaan seseorang yaitu :

a. Iman terhadap tuhan karena merasa di lindungi


b. Harapan atau ekpetasi yang sesuai keinginan
c. Rasa bersyukur terhadap apa yang di dapatkan
d. Penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan
e. Hubungan yang membuatseseorang merasakan kenyamanan
f. Kesehatan jasmani dan rohani
g. Sosial yang terttib dan tidak ada kesenjangan
h. Budaya yang sesuai dengan keyakinan dan kesukaan seseorang. 6

Sedangkan dalam islam di ajarkan cara untuk mendapatkan kebahagiaan, yaitu:

a. Ridha

Ridha dapat menentramkan jiwa manusia dan memasukkan faktor


kebahagiaan dan kelembutan di dalam jiwa. Keridhaan ini akan meringankan
seluruh beban hidupnya, sehingga manusia akan merasa jauh lebih tenang dan
tenteram. Dengan demikian rasa gundah, capek dan galau akan hilang dari
dirinya.7

b. Rendah Hati (Tawadhu’)

Melepaskan keakuan (egoisme) berarti melepaskan kesombongan yang sudah


tertanam pada diri karena diri merupakan arena permainan dari hawa nafsu,
perlombaan adu kecongkakan, dan memanjakan kemauan tanpa mengenal batas.
6
Gde Bagus Brahma Putra, Ketut Sudibia, FAKTOR-FAKTOR PENENTU KEBAHAGIAAN
SESUAI DENGAN KEARIFAN LOKAL DI BALI, E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas
Udayana Vol. 8, 2019,Hal. 83-90
7
17M. Iqbal Irham,PANDUAN MERAIH KEBAHAGIAAN MENURUT , Jakarta
Selatan,Mizan Publika, 2011, Hal. 25

7
Hal yang melandasi pelepasan sikap keakuan pada diri adalah mengagungkan
Allah sekaligus mnunjukkan hakikat diri kita yang hina, mengakui segala
kesalahan , kelemahan, kekurangan, dan aib.

c. Zikir

Zikir akan menjauhkan kesedihan, ketakutan, kecemasan, dan duka cita dan
mendatangkan kebahagiaan, suka cita, kegembiraan dan membawa kemudahan
dalam rezeki. Secara ruhani, zikir membawa individu mendekat (taqarrub) kepada
Allah, menyebabkan hadir keridhaan-Nya dalam kehidupan.

d. Berdoa

Sebagai media komunikasi, doa memiliki andil yang sangat besar dalam
memberikan ketenangan jiwa manusia. Manusia yang tidak melakukannya akan
kehilangan sandaran dan pertolongan yang besar dari yang Maha Agung dalam
menghadapi masalah kehidupan. Doa memiliki pengaruh psikis yang sangat besar
terhadap diri dan jiwa seseorang. Manusia yang sering berdoa dan selalu
behubungan dengan Allah sangat jarang terkena putus asa dan pesimis.

C. Hakikat Kebahagiaan Menurut Pandangan Al-Qur’an

Kebahagiaan dalam Al-Quran lebih dimaknai kepada hari pembalasan yaitu


hari kiamat. Allah menyebutkan dalam firman-Nya bahwa kebahagiaan
merupakan ketika seseorang mendapat rahmat dan ridha Allah, karena tidak ada
sesuatu yang lebih penting dan lebih besar dibandingkan kedua hal tersebut.
Apabila seseorang sudah mendapatkan rahmat dan ridha Allah, maka ia akan
mendapatkan apapun yang diinginkan dan didambakan. Bentuk-bentuk rahmat
dan ridha Allah yang akan didapatkan oleh orang-orang yang bahagia adalah
dijauhkan azab oleh Allah pada hari pembalasan nanti dan dimasukkan ke dalam
surga-Nya.

8
Allah subhanahu wata’ala tidak menyebutkan bahwa kebahagiaan yaitu ketika
memiliki kesehatan yang baik, harta yang berlimpah, atau mempunyai pangkat
yang sangat tinggi. Namun, mendapat rahmat dan ridha-Nya merupakan
kebahagiaan yang nyata lagi besar dibandingkan hal-hal yang telah disebutkan di
atas, karena apabila seseorang telah mendapat rahmat dan keridhaan Allah maka
akan mendapatkan hal yang lebih besar dari hal tersebut, yaitu berupa kebebasan
dari azab Allah yang sangat pedih dan dimasukkan ke dalam surganya yang penuh
dengan kenikmatan

Dalam bahasa Arab ada empat kata yang berhubungan dengan kebahagiaan,
yaitu sa’id13 (bahagia), falah (beruntung) najat (selamat) dan najah (berhasil).

1. Kata sa’adah (bahagia) mengandung nuansa anugerah Allah SWT setelah


terlebih dahulu mengarungi kesulitan, sedangkan falah mengandung arti
menemukan apa yang dicari (idrak al-bughyah).

2. Falah ada dua macam, duniawi dan ukhrawi. Falah duniawi adalah
memperoleh kebahagiaan yang membuat hidup di dunia terasa nikmat, yakni
menemukan :

a. keabadian (terbatas), umur panjang, sehat terus, kebutuhan tercukupi terus dsb,

b. kekayaan; segala yang dimiliki jauh melebihi dari yang dibutuhkan,

c. kehormatan sosial.

Sedangkan falah ukhrawi terdiri dari empat macam, yaitu

a. keabadian tanpa batas,

b. kekayaan tanpa ada lagi yang dibutuhkan,

c. kehormatan tanpa ada unsur kehinaan dan


d. pengetahuan hingga tiada lagi yang tidak diketahui.

9
3. Sedangkan najat merupakan kebahagiaan yang dirasakan karena merasa
terbebas dari ancaman yang menakutkan, misalnya ketika menerima putusan
bebas dari pidana, ketika mendapat grasi besar dari presiden, ketika ternyata
seluruh keluarganya selamat dari gelombang tsunami dan sebagainya.15 Adapun
najah adalah perasaan bahagia karena yang diidam-idamkan ternyata terkabul,
padahal ia sudah merasa pesimis, misalnya keluarga miskin yang sepuluh anaknya
berhasil menjadi sarjana semua.8

8
Khairul Hamim, KEBAHAGIAAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN FILSAFAT,
Jurnal Tasamuh Volume 13, No. 2, Juni 2016, IAIN Mataram, Hal. 137

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

kebahagiaan merupakan suatu keadaan pikiran atau perasaan yang berupa


kesenangan dan ketentraman hidup yang dirasakan oleh setiap manusia dalam
menghadapi berbagai hal dalam hidup. Ditandai dengan ketenangan yang bersifat
lahir dan batin sehingga merasa berharga, baik dari dirinya sendiri maupun orang
lain.

Faktor yang mempengaruhi kebahagiaan sesrorang terbagi menjadi dua:


faktor internal dan ada pula faktor eksternal. Dengan faktor itu Al-Qur’an
memberikan solusi untuk mendapat kebahagiaan yaitu dengan : Ridha, Tawadhu,
Zikir, Dan juga Doa.

Allah menyebutkan dalam firman-Nya bahwa kebahagiaan merupakan


ketika seseorang mendapat rahmat dan ridha Allah, karena tidak ada sesuatu yang
lebih penting dan lebih besar dibandingkan kedua hal tersebut. Apabila seseorang
sudah mendapatkan rahmat dan ridha Allah, maka ia akan mendapatkan apapun
yang diinginkan dan didambakan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa,


Jakarta, Gramedia, 2008

Ghafur, Abdul, JANGAN BERSEDIH, Jakarta, Qisthi Press, 2005

Hamka, TASAWWUF MODERN, Jakarta, Djajamurni, 1961

Aisyah, JALAN KEBAHAGIAAN, Jakarta, Zaman, 2012

Putra, Gde Bagus Brahma , Ketut Sudibia, FAKTOR-FAKTOR PENENTU


KEBAHAGIAAN SESUAI DENGAN KEARIFAN LOKAL DI BALI
E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana Vol. 8, 2019

M. Iqbal Irham, PANDUAN MERAIH KEBAHAGIAAN MENURUT AL-


QURAN, Jakarta Selatan, Mizan Publika

Khairul Hamim, KEBAHAGIAAN DALAM PERSPEKTIF AL-QUR’AN DAN


FILSAFAT, Jurnal Tasamuh Volume 13, No. 2, Juni 2016, IAIN Mataram

12

Anda mungkin juga menyukai