TEKNOLOGI FERMENTASI
Koordinator Praktikum
Nera Umilia Purwanti, M.Sc., Apt.
NIP : 198102242008122003
DISUSUN OLEH :
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dnegan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan
yang berjudul “Proses Pembuatan Tahu” dengan penuh kemudahan. Tanpa
pertolonganNya mungkin penulis tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk
itu penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari semua pihak
guna memperbaiki makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih
kepada Dosen pengampu mata kuliah Teknologi Fermentasi yang telah
memberikann ilmu pengetahuan serta pengalamannya, semoga makalah ini
berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
ABSTRAK ...........................................................................................................iv
III.1.1. Alat.........................................................................................9
ii
III.1.2. Bahan......................................................................................9
III.2.3. Sterilisasi................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................16
iii
ABSTRAK
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Bagi orang Indonesia nama tahu tentulah tidak asing lagi untuk
didengar, karena tahu sudah termasuk makanan pokok (pengganti ikan). Tahu
adalah salah satu makanan yang paling favorit bagi orang Indonesia. Tahu
merupakan makanan yang selalu hadir disetiap harinya baik itu merupakan
lauk pendamping nasi maupun sebagai camilan, baik itu tanpa olahan maupun
dengan dimodifikasi menjadi bentuk panganan lainnya yang berbasis tahu.
Disadari ataupun tidak sebagai hasil olahan kacang kedelai, tahu merupakan
makanan andalan untuk perbaikan gizi karena tahu mempunyai mutu protein
nabati terbaik karena mempunyai komposisi asam amino paling lengkap dan
diyakini memiliki daya cerna yang tinggi (sebesar 85%-98%)
(Widaningrum,2015).
1
gram, lemak 4,6 gram, kalsium 124 miligram, fosfor 63 miligram, danzatbesi
1 miligram. Selain itu di dalam Tahu juga terkandung vitamin A sebanyak 0
IU, vitamin B1 0,06 miligram dan vitamin C 0 miligram (Wirawan,2017).
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Fermentasi
Fermentasi secara umum diartikan sebagai suatu proses konversi gula menjadi
asam organik atau alkohol. Istilah fermentasi digunakan pada proses yang
melibatkan mikroorganisme seperti bakteri, yeast dan funi untuk menghasilkan
produk yang berguna bagi manusia. Fermentasi berdasarkan ilmu biokimia yaitu
perombakan senyawa organik yang menghasilkan energi sedangkan fermentasi
berdasarkan dunia industri mikrobiologi, pengertian fermentasi lebih mengacu
pada proses pertumbuhan sel dengan kuantitas yang besar baik pada kondisi
aerobik maupun anaerobik (Nurhadianty, 2018).
Fermentasi merupakan kegiatan mikrobia pada bahan pangan sehingga
dihasilkan produk yang dikehendaki. Mikrobia yang umumnya terlibat dalam
fermentasi adalah bakteri, khamir, dan kapang. Contoh bakteri yang digunakan
dalam fermentasi adalah Acetobacter Xuylinm pada pembuatan nata decoco,
Acetobacter Aceti pada pembuatan asam asetat. Contoh khamir dalam fermentasi
adalah Saccharomyces Cerevisiae dalam pembuatan alkohol sedangkan contoh
kapang adalah Rhizopus sp pada pembuatan tempe, Monascus Purpureus pada
pembuatan anggur dan sebagainya. Fermentasi dapat dilakukan menggunakan
kultur murni ataupun alami serta dengan kultur tunggal ataupun kultur campuran.
Fermentasi menggunakan kultur alami umumnya dilakukan pada proses
fermentasi trodisional yang memanfaatkan mikroorganisme yang ada di
lingkungan. Pembentukan (Jannah, 2010).
II.2 Kedelai
Kedelai (Glycine max) merupakan sumber utama protein nabati dan minyak
na- bati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat
meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah
1910. Di Indonesia, kede- lai menjadi sumber gizi protein nabati utama,
meskipun Indonesia harus mengimpor seba- gian besar kebutuhan kedelai. Ini
terjadi ka- rena kebutuhan Indonesia yang tinggi akan kedelai putih. Kedelai
3
putih bukan asli ta- naman tropis sehingga hasilnya selalu lebih rendah
daripada di Jepang dan Tiongkok. Pemuliaan serta domestikasi belum berhasil
sepenuhnya mengubah sifat fotosensitif ke- delai putih. Di sisi lain, kedelai
hitam yang tidak fotosensitif kurang mendapat perhatian dalam pemuliaan
meskipun dari segi adaptasi lebih cocok bagi Indonesia (Harti, 2013).
Kedelai mengandung protein 35% bahkan pada varietas unggu; kadar
proteinnya dapat mencapai 40-43%. Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung
singkong, kacang hijau, daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai
kandungan protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim
kering. Bila seseorang tidak boleh mengkonsumsi daging atau sumber protein
hewani, maka kebutuhan protein sebesar 55 gram pe hari dapat dipenuhi dengan
makanan yang berasa; dari 157,14 gram kedelai (Indrati, 2013).
II.3 Tahu
Tahu merupakan salah satu jenis makanan yang asal mulanya dari negeri
China namun sudah sangat memasyarakat di Indonesia. Tahu dapat berkhasiat
menurunkan kolesterol, mencegah kanker dan osteoporosis (Sunyoto,2014). Tahu
yang kaya akan protein sudah sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia
sebagai lauk. Tahu adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang
difermentasikan dan diambil sarinya (Rahmawati, 2013). Definisi tahu yaitu
suatu produk makanan berbentuk padat lunak yang dibuat dari kedelai (Glycine
sp.) melalui pengendapan protein dan/atau tanpa penambahan bahan lain yang
diizinkan (Indrati, 2013)
Pembuatan tahu pada umumnya masih menggunakan tungku dengan bahan
bakar kayu. Proses pembuatannya menggunakan proses ekstraksi panas
(penyaringan dilakukan setelah bubur kedelai dimasak) yang diperkirakan
memerlukan energi lebih banyak dan penggumpalannya menggunakan batu tahu
atau kecutan. Secara umum pengolahan tahu juga belum terlalu memperhatikan
kebersihan dan higiene. Proses pengolahan yang demikian kadang-kadang
menjadikan tahu berbau sengit, mudah rusak, tidak tahan lama, serta berasa asam.
Pemasaran di pasar tradisional yang dilakukan secara curah dengan merendam
4
tahu dalam ember atau tempat lain semakin menurunkan kualitas tahu. Cara
pemasaran yang sederhana ini menyebabkan tahu cepat mengalami perubahan
rasa menjadi asam dan berlendir (Rahmawati, 2013).
5
selanjutnya ditempatkan dalam suatu wadah dangkal yang permukaannya luas.
Kemudian, susu kedelai dipanaskan pada suhu 80-90oC sampai terbentuk lapisan
tipis diatas permukaannya. Lapisan tipis yang terbentuk diangkat dengan hati-hati,
ditiriskan sebentar dan dikeringkan. Proses diulang lagi sekitar 8 kali sampai tidak
terbentuk lapisan tipis pada permukaan susu kedelai (Indrati, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian, proses tradisional tersebut dapat diperbaiki
dengan pedoman sebagai berikut (Indarti, 2013).
1. Perendaman sebaiknya dilakukan sedemikian rupa sehingga kedelai
menyerap air sebanyak 100%, misalnya direndam pada suhu 65oC selama
1 jam atau direndam selama 1 malam pada suhu ruangan. Tindakan ini
akan menghasilkan rendemen susu kedelai yang maksimum (hingga
rendeman kembang tahu juga maksimum) dan memudahkan penghilangan
kulit dan senyawa penyebab bau langu.
2. Penggilingan kacang kedelai sebaiknya dilakukan menggunakan air
mendidih agar menghasilkan susu kedelai yang bebas bau langu dan
menghasilkan rendemen susu kedelai yang tinggi.
3. Syarat susu kedelai yang baik untuk pembuatan kembang tahu adalah
kandungan total padatan terlarut 5,2-5,6 persen, protein 2,4-2,8 persen,
dan pH 7,0-8,0. Karena pH susu kedelai secara normal adalah 6,5-6,7,
maka saat membuat susu kedelai pH-nya harus dinaikkan lebih dahulu
sebelum diuat kembang tahu. Pengingkatan pH dapat dilakukan dengan
penambahan larutan NaOH tetes demi tetes.
b. Cara Modern
Proses pembuatan kembang tahu secara modern telah dikembangkan di
Taiwan dan Hongkong sejak tahun 1973. Pada prinsipnya cara ini terdiri
atas tiga metode yaitu (Indarti, 2013):
1. Metode Na-alginat
Sebanyak 0,6% Na-alginat ditambahkan ke dalam susu kedelai
yang mempunyai total padatan terlarut 8-10%. Setelah diaduk
sempurna, kemudian dibawa ke dalam suatu ruang sempit dan ke
6
luar melalui suatu ban berjalan yang ujungnya terendam larutan
kalsium klorida (CaCl2) 5 % sehingga membentuk lapisan tipis
dengan segera. Lapisan tipis yang terbentu kemudian di cuci untuk
menghilangkan rasa pahit klorida.
2. Metode drum drying (pengeringan drum)
Pada metode ini digunakan peralatan drum pengeringan atau drum
dryer. Prosesnya terdiri atas 3 tahap, yaitu pembuatan susu kedelai,
pemekatan susu kedelai dengan pengendapan protein pada titik
isoelektrik dan pengerngan dengan drum drying.
Susu kedelai yang akan diproses dengan drum dryer ini harus
mempunyai kandungan padatan terlarut antara 10-20% untuk
menghasilkan penampakan kembang tahu yang baik. Hasil terbaik
diperoleh pada kondisi sebagai berikut. Suhu drum dryer 110-
140oC dan waktu retensi pada permukaan drum adalah 30-60 detik.
3. Metode belt dyring (pengeringan ban berjalan)
Suatu lapisan tipis dan susu kedelai pekat (padatan terlarut 10%)
dilapiskan dengan cara dituang pada suatu ban berjalan dari baja.
Karena belt (ban berjalan) tersebut panas, maka terbentuk kembang
tahu. Untuk mempermudah pengambilan kembang tahu dari belt,
sebelumnya belt dilapisi dengan minyak silikon atau lesitin.
7
Setelah mengikuti diet sehat, partisan tersebut diikutkan pada pola makan
beragam, mulai kacang almond, tahu, sayuran mentah, dan jenis makanan kedelai
lain. Setelah setahun, kolesterol mereka diukur. Hasilnya, mereka yang
mengonsumsi tahu mengalami menurunan kolesterol lebih besar dibanding
kelompok pengkonsumsi makanan lain. penurunan ini dapat mencapai 10-20
persen. Selain menurunkan kolesterol, tahu juga terbukti dapat mencegah kanker
payudara. Mereka yang mengonsumsi tahu 25 persen lebih banyak mengalami
peningkatan pembentukan estrogen dibanding yang tidak. tekanan darah mereka
juga lebih rendah ketimbang kelompok yang tidak mengonsumsi tahu (Indarti,
2013).
Rahasia khasiat tahu ternyata ada pada kandungan isiflavon yang
mengandung hormon estrogen. Selain mencegah kanker payudara, isoflavon juga
memperlambat proses penuaan pada perempuan. Isoflavon bukan hanya
terkandung dalam tahu melainkan juga pada semua makanan berbahan dasar
kedelai seperti tempe, susu kedelai, kecap dan sejenisnya (dari berbagai sumber)
(Indarti, 2013).
BAB III
METODELOGI
8
III.1. Alat dan Bahan
III.1.1. Alat
Alat-alat yang digunakan yaitu (Eko,2006):
a. Alat penggiling
b. Cetakan
c. Kompor
d. Saringan
e. Wadah
III.1.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan yaitu (Eko,2006):
a. Air bersih
b. Bakteri Asam Laktat (BAL)
c. Kedelai
d. Pengawet (Garam (NaCl))
e. Penggumpal (Batu tahu (CaSO4))
f. Pewarna Kuning (Kunyit)
g. Soda abu
9
Menggunakan penambahan agen koagulan (penggumpal)
seperti asam cuka (CH3COOH), batu tahu (CaSO4) dan cairan sisa
dalam pembuatan tahu (whey).Batu tahu yang berbentuk seperti
pecahan kaca, dibakar terlebih dahulu. Batu tahu kemudian
dihancurkan menjadi bubuk putih(tepung gips). Tepung gips
kemudian dilarutkan ke dalam air sampai jenuh dan dibiarkan
beberapa saat agar terbentuk endapan. Bagian yang bening
dipisahkan dan digunakan sebagai bahan penggumpal. Sari kedelai
kemudian digumpalkan dengan batu tahu pada suhu 63-65̊C
(Lies,2005).
III.2.3. Sterilisasi
Metode pasteurisasi, proses pasteurisasi dilakukan pada
suhu 95̊C sesuai dengan capaian suhu pada skala rumah tangga.
Adapun waktu pasteurisasi yaitu 0, 10, 30, dan 34 menit.Tahu
pasteurisasi disimpan pada suhu dingin (10̊C). Selama
penyimpanan dilakukan perhitungan total plate count, bakteri
pembentuk spora serta jumlah Bacillus cereus. Selain itu dilakukan
analisa sensori meliputi aroma, warna, kenampakan dari luar,
kenampakan berlendir serta tekstur. Proses pasteurisasi 34 menit
dengan penyimpanan dingin memiliki umur simpan yaitu lebih dari
20 hari (Bara,2017).
10
kemudian digumpalkan dengan penambahan batu tahu (CaSO4)
pada suhu 63-65̊C (diperhatikan kecepatan penambahannya).
Gumpalan (curd) protein kedelai selanjutnya dicetak dan dipress
(dipres), kemudian dipotong sesuai dengan ukuran yang
dikehendaki. Tahu yang telah diperoleh kemudian dieramkan
dahulu selama semalaman pada suhu 28-38̊C pada pH 3,4-3,9,
kemudian direbus kembali tahu dengan penambahan garam sebagai
pengawet dan diberi pewarnaan dengan kunyit masing-masing
sekitar 2,5% (Eko,2006).
BAB IV
11
PEMBAHASAN
12
kecil populasi mikroorganisme yang mampu tumbuh, begitu pula sebaliknya
dengan pH, semakin tinggi semakin banyak jenis dan jumlah populasi
mikroorganisme yang mampu tumbuh. Suhu dan pH dari masing-masing proses
tersebut ditampilkan pada Tabel 1 di bawah ini (Yudhistira, 2017).
Suhu proses tertinggi yaitu pada proses pemasakan yaitu berkisar 96-98 °C
dan pH tertinggi juga diberikan pada proses pemasakan. Proses pemasakan
tersebut berlangsung sekitar 15-30 menit. Bakteri pathogen seperti Bacillus
cereus dapat membentuk spora dan dapat bertahan selama pemanasan seperti
pasteurisasi. Spora bakteri juga cukup resisten terhadap radiasi, sehingga sinar
gama biasanya digunakan untuk mengurangi populasi mikroba pathogen. Faktor
lainnya yaitu pH, di mana semakin asam medium pemanas, maka semakin rendah
resistensi panas (Yudhistira, 2017).
13
Kedelai kemudian dikupas dan dilakukan penggilingan dengan
penambahan air antara 8-10 kali berat kedelai. Penggunaan air panas 80-100 °C
dapat menonaktifkan enzim lipoksigenase penyebab bau langu serta
memperbanyak rendemen. Bubur kedelai selanjutnya disaring dan filtratnya
dimasak. Pemasakan bertujuan untuk mengurangi bau langu, menonaktifkan
tripsin inhibitor (antitrypsin), meningkatkan daya cerna, mempermudah ekstraksi,
penggumpalan protein, serta menambah keawetan produk. Penggumpalan
dilakukan dengan penambahan batu tahu atau biang. Dalam hal ini harus
diperhatikan kecepatan penambahannya. Gumpalan (curd) protein kedelai
selanjutnya dicetak dan diperas (dipres), kemudian dipotong sesuai dengan
ukuran yang dikehendaki. Biasanya, tahu yang telah diperoleh dieramkan dulu
selama semalam, kemudian direbus kembali sebelum dipasarkan. Pada saat
perebusan ini, dapat dilakukan penambahan garam atau pewarnaan dengan kunyit,
masing-masing sekitar 2% (Purwaningsih, 2007).
14
BAB V
KESIMPULAN
15
DAFTAR PUSTAKA
Bara Y., Reny M., Endang SR., Yudi P., dan Saiful R. Inaktivasi Panas Spora
Bacillus cereus pada Tahu. Jurnal Teknologi Hasil Pertanian. 2017; 10(1).
Eko, P. Cara Pembuatan Tahu dan Manfaat Kedelai. Bekasi: Ganeca exact. 2006:
6-7.
Harti, A. S., Estuningsih, E., & Kusumawati, H. N. (2013). Pemanfaatan bakteri
asam laktat dalam proses pembuatan tahu dan tempe untuk peningkatan
kadar isoflavon, asam linoleat dan asam linolenat. Jurnal Kesehatan
Kusuma Husada.
Ika MW., Eka RZ., Aldila PN., Agnes SH., Estuningsih, dan Heni NK.
Pemanfaatan Bakteri Asam Laktat dalam Proses Pembuatan Tahu dan
Tempe untuk Peningkatan Kadar Isoflavon, Asam Linoleat dan Asam
Linolenat.Jurnal Kesehatan Masyarakat dan Ska. 2013; 89-95.
Indrati R dan Gardjito M. 2013. Pendidikan Konsumsi Pangan. Jakarta : Kencana
Prenada Media Grup.
Jannah, A. M. (2010). Proses fermentasi hidrolisat jerami padi untuk
menghasilkan bioetanol. Jurnal Teknik Kimia, 17(1).
Jaya, JakaDarma. Ariyani, Luthfina. Hadijah. 2018. Perencanaan Produksi Bersih
Industri Pengolahan Tahu di UD. Sumber Urip Pelaihari. Jurnal Agro
industri. Vol 8. No 2. Hal 106.
16
Nurhadianty V, Cahyani C, Nirwana WOC, dan Dewi LK. 2018. Pengantar
Teknologi Fermentasi Skala Industri. Malang: UB Press.
Purwaningsih, Eko. 2007. Cara Pembuatan Tahu dan Manfaat Kedelai. Ganeca
Exact.
17