Materi Kebangsaan
Materi Kebangsaan
Materi Kebangsaan
SEJARAH PANCASILA
1. PPKI
Pertemuan dengan Marsekal Terauchi
Tanggal 9 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta
dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi.
Isi pembicaraan tiga tokoh Indonesia dengan Jendral Terauchi:
1. Pemerintah Jepang memutuskan untuk memberi kemerdekaan kepada
Indonesia segera setelah persiapan kemerdekaan selesai dan berangsur-
angsur dimulai dari pulau Jawa kemudian kepulau-pulau lainnya.
2. Untuk pelaksaan kemerdekaan diserahkan kepada PPKI dan telah disepakati
tanggal 18 Agustus 1945.
3. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia-Belanda.
Setelah pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda
mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang
dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945
tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Peristiwa Rengasdengklok
Latar Belakang :
1. Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada sekutu. Jepang
menyatakan bahwa mereka telah kalah perang setelah Hirosima dan
Nagasaki dibom atom oleh Amerika Serikat. Berita tersebut dirahasiakan
oleh tentara Jepang yang ada di Indonesia, tetapi para pemuda Indonesia
kemudian mengetahuinya melalui siaran radio BBC di Bandung pada 15
Agustus 1945. Pada saat itu pula Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali
ke tanah air dari Saigon, Vietnam untuk memenuhi panggilan Panglima
Mandala Asia Tenggara, Marsekal Terauchi.
2. Pada 15 Agustus pukul 8 malam, para pemuda di bawah pimpinan Chairul
Saleh berkumpul di ruang belakang Laboratorium Bakteriologi yang berada
di Jalan Pegangsaan Timur No. 13 Jakarta. Para pemuda bersepakat bahwa
kemerdekaan Indonesia adalah hak dan masalah rakyat Indonesia yang
tidak bergantung kepada negara lain. Sedangkan golongan tua berpendapat
bahwa kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan melalui revolusi secara
terorganisir karena mereka menginginkan membicarakan proklamasi
kemerdekaan Indonesia pada rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Lain
halnya dengan pendapat dari Drs. Moh Hatta dan Mr Ahmad Subardjo.
Mereka berpedapat bahwa masalah kemerdekaan Indonesia, baik
datangnya dari pemerintah Jepang atau hasil perjuangan bangsa Indonesia
sendiri tidak perlu dipersoalkan, justru Sekutulah yang menjadi persoalan
karena mengalahan Jepang dalam Perang Pasifik dan mau merebut kembali
kekuasaan wilayah Indonesia.
Kronologi :
Pada tanggal 16 Agustus 1945 di Asrama Baperpi Jalan Cikini 74 Jakarta,
golongan muda mengadakan rapat yang dihadiri oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dr.
Muwardi, dan Shudanco Singgih dan Paidan Peta Jakarta. Rapat ini membuat
keputusan untuk mengasingkan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta ke luar kota
dengan tujuan untuk menjauhkan mereka dan segala pengaruh Jepang. Untuk
menghindari kecurigaan dari pihak Jepang, Shudanco Singgih mendapatkan
kepercayaan untuk melaksanakan rencana tersebut. Rencana tersebut berjalan
lancar karena mendapat dukungan perlengkapan tentara Peta dan Cudanco Latief
Hendraningrat.
Penculikan ini dilakukan oleh Adam Malik dan Chaerul Saleh terhadap Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta, pada pukul 03.00 tanggal 16 Agustus 1945 WIB. Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang. Tak hanya berdua,
Soekarno kala itu juga dibawa bersama sang istri Fatmawati dan anaknya Guntur.
Alasan pemilihan tempat ke Rengasdengklok, kota disebelah utara Karawang Jawa
Barat adalah:
Letaknya sudah jauh dari Jakarta sehingga tidak diganggu oleh pihak Jepang
Merupakan kota yang pertama kali bebas dari kekuasan Jepang, yang telah
diduduki para anggota PETA yang dipimpin oleh Syodanco Subeno.
berada jauh dari jalan raya utama Jakarta-Cirebon dan di sana dapat dengan
mudah mengawasi tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok,
Karawang, Jawa Barat.
Di Rengasdengklok Soekarno dan Hatta menempati rumah milik warga
masyarakat yang bernama Jo Ki Song keturunan Tionghoa. Golongan muda
berusaha untuk menekan kedua pemimpin bangsa tersebut. Tetapi karena kedua
pemimpin tersebut berwibawa yang tinggi, para pemuda merasa segan untuk
mendekatinya apalagi untuk menekannya.
Ir. Soekarno menyatakan bersedia untuk memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia setelah kembali ke Jakarta melalui pembicaraan dengan Sudancho
Singgih. Maka Sudancho Singgih kemudian kembali ke Jakarta untuk memberi tahu
pernyataan Soekarno tersebut kepada kawan-kawannya dan pemimpin pemuda.
Pada saat itu juga di Jakarta golongan muda (Wikana) dan golongan tua (Ahmad
Soebardjo) melakukan perundingan. Hasil perundingannya adalah bahwa Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan di Jakarta. Selain itu, Laksamana
Tadashi Maeda mengizinkan rumahnya untuk tempat perundingan dan ia bersedia
untuk menjamin keselamatan para pemimpin bangsa.
Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk
berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di
Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto
dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno,
Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan
Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan
Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dirumuskan oleh Ir. Soekarno, Drs.
Moh. Hatta dan Ahmad Soebardjo di rumah Laksamana Tadashi Maeda dini hari
tanggal 17 Agustus 1945. Pada saat perumusannya, Soekarno membuat konsep dan
kemudian disempurnakan oleh Hatta dan Ahmad Soebardjo. Perumusan ini
disaksikan oleh Soekarni, BM Diah, Sudiro, dan Sayuti Melik. Setelah konsep selesai
dan disepakati, Sayuti Melik kemudian menyalin dan mengetik naskah tersebut
menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman milik
Mayor Dr. Hermann Kandeler.
Pada awalnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan dibacakan di Lapangan
Ikada (Lapangan Monas), tetapi melihat jalan menuju ke Lapangan Ikada dijaga ketat
oleh pasukan Jepang bersenjata lengkap, akhirnya pembacaan Teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan di kediaman Ir. Soekarno yaitu di Jalan
Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.
b. Memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Moh. Hatta
sebagai wakil
Atas usulan Otto Iskandardinata secara aklamasi, Ir. Soekarno terpilih
sebagai presiden Indonesia pertama didampingi oleh Drs. Mohammad
Hatta sebagai wakil presidennya.
c. Membentuk komite nasional untuk membantu tugas presiden dan wakil
sebelum dibentuk MPR dan DPR
2. Sidang Kedua (19 Agustus 1945)
Dalam sidang kedua ini sejumlah perangkat pemerintahan dibahas dan
dibentuk. Hasil-hasilnya adalah
a. Membagi Indonesia menjadi 8 propinsi sekaligus memilih gubernur masing-
masing daerah, yaitu
1. Sumatra dengan Teuku Mohammad Hassan sebagai gubernurnya.
2. Jawa Barat dengan Sutarjo Kartohadikusumo sebagai gubernurnya.
3. Jawa Tengah dengan R. Panji Suroso sebagai gubernurnya.
4. Jawa Timur dengan R.A Suryo sebagai gubernurnya .
5. Sunda Kecil dengan Mr. I Gusti Ketut Puja Suroso sebagai
gubernurnya.
6. Maluku dengan Mr. J. Latuharhary sebagai gubernurnya.
7. Sulawesi dengan Dr.G.S.S.J. Ratulangi sebagai gubernurnya.
8. Kalimantan dengan Ir. Pangeran Mohammad Nor sebagai gubernurnya.
b. Memilih 12 menteri dalam kabinet pertama RI. Rincian menteri-menterinya
adalah
1. Departemen dalam negeri: RRA Wiranata Kusumah
2. Departemen luar negeri: Mr. Achmad Soebardjo
3. Departemen kehakiman: Prof. Dr. Mr Soepomo
4. Departemen pengajaran: Ki Hajar Dewantoro
5. Departemen pekerjaan umum: Abukusno Cokrosuyoso
6. Departemen perhubungan: Abikusno Comrisuyoso
7. Departemen keuangan: AA maramis
8. Departemen Kemakmuran: Ir. Surachman
9. Departemen kesehatan: dr. Buntaran Martoatmojo
10. Departemen sosial : Mr. Iwa Kusuma Sumantri
11. Departemen keamanan rakyat : Supriyadi
12. Departemen Penerangan : Mr. Amir syamsudin
c. membentuk komite nasional daerah
d. membentuk Tentara Rakyat Indonesia yang berasal dari tentara Heiho dan
Peta
e. memasukkan kepolisian dalam departemen dalam negeri
Sila pertama
Bintang
Rantai
Pohon Beringin
Kepala Banteng
5. MAKNA PANCASILA
Makna pancasila merupakan esensi nilai-nilai pancasila yang berfungsi sebagai
inspirasi, pedoman dan panduan tingkah laku segenap masyarakat Indonesia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Makna pancasila meliputi arti nilai yang
menjadi pedoman hidup dan kehidupan, khususnya kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sebagai sebuah entitas yang menjadi dasar negara, pancasila berperan
penting bagi bangsa Indonesia. Peranannya tak sekadar simbolik, melainkan
esensial.
Burung Garuda
Menurut cerita kuno zaman dulu, burung Garuda adalah kendaraan Dewa
Wisnu yang merupakan dewa di ajaran agama Hindu. Dalam mitologi Hindu, burung
Garuda diceritakan sangat menyanyangi dan selalu berusaha untuk melindungi sang
ibu. Garuda bertarung dengan naga yang menangkap ibunya. Untuk membebaskan
ibunya, Garuda diminta untuk memberikan Amertha Sari, air yang bisa memberika
kehidupan abadi. Ia pun lalu berkelana mencari dan akhirnya bertemu dengan Dewa
Wisnu. Dewa Wisnu lalu memberikan amertha sari kapadanya dan selanjutnya
Garuda menjadi tunggangannya. Sikap yang tangguh dan kuat ini menginspirasi
Sukarno untuk menjadikan Burung Garuda sebagai lambang negara. Ini agar rakyat
Indonesia memiliki semangat yang kuat untuk membebaskan ibu pertiwi dari para
penjajah.
Garuda
Tubuh Garuda Pancasila memiliki jumlah bulu yang mengandung makna tersendiri.
Bulu pada sayap Garuda Pancasila berjumlah 17 helai yang melambangkan tanggal
17. Bulu pada ekornya berjumlah 8 helai yang melambangkan bulan 8. Sedangkan
bulu pada leher berjumlah 45 helai yang melambangkan tahun 45. Sehingga jika
digabungkan, jumlah bulu-bulu pada burung Garuda Pancasila melambangkan hari
kemerdekaan Indonesia. Perisai di bagian depan Garuda Pancasila melambangkan
perlindungan terhadap bangsa Indonesia.
Garuda Pancasila adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi
kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang
menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara
untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara
yang kuat.
Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan
kejayaan.
Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan
dan tenaga pembangunan.
Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain:
o 17 helai bulu pada masing-masing sayap
o 8 helai bulu pada ekor
o 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor
o 45 helai bulu di leher
Perisai
Lambang bintang, rantai, pohon beringin, kepala banteng, padi dan kapas yang
terdapat pada perisai Garuda Pancasila memiliki makna tersendiri. Bintang
melambangkan sila pertama dalam Pancasila yaitu ketuhanan Yang Maha Esa.
Rantai melambangkan sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Pohon
beringin melambangkan sila ketiga yaitu persatuan Indonesia. Kepala banteng
melambangkan sila keempat yaitu kerakyatan yang dipimpin dalam
permusyawaratan perwakilan. Padi dan kapas melambangkan sila kelima yaitu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan
peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan,
pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan
garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari
timur ke barat.
Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan
Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar
hitam.
Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar
negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai
berikut:
1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di
bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar hitam;
2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali
rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai berlatar
merah;
3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di
bagian kiri atas perisai berlatar putih;
4. Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di
bagian kanan atas perisai berlatar merah; dan
5. Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan
dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai berlatar putih.
UNDANG-UNDANG 1945
UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan
negara Indonesia saat ini.
Sejarah Awal
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD
1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1
Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi
nama Pancasila.
Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan
yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi
naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan
kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah
Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI).
Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945
Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPKI), tanggal 10-17 Juli 1945.
Sebelum dilakukan amendemen, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang
Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri
dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4
pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 16 bab, 37 pasal, 194
ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Periode Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950)
Sebulan setelah Konfrensi Meja Bundar, yang dihadiri perwakilan Indonesia,
Belanda, Negara Boneka Belanda, dan PBB ditandatangani pendirian negara
Republik Indonesia Serikat (RIS), 27 Desember 1949. Mengikuti berdirinya negara
RIS, undang-undang yang berlaku adalah UUD RIS. Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi-bagi menjadi bebrapa negara bagian. Indonesia yang dipimpin oleh
Presiden Sukarno hanya meliputi Pulau Jawa dan beberapa wilayah Sumatra.
Pada saat itu pemerintah Indonesia menganut sistem parlementer. Bentuk
pemerintahan dan bentuk negara yaitu federasi negara yang terdiri dari negara-
negara yang masing-masing negara mempunyai kedaulatan sendiri untuk mengelola
urusan internal.
Periode UUD 1945 masa Orde Baru (11 Maret 1966 sampai 21 Mei 1998)
Pemberontakan G30S/PKI membuat situasi bertambah darurat. Persediaan
barang kebutuhan pokok terbatas dan harga yang menjulang tinggi. Pada tanggal 11
Maret 1966, Presiden menyerahkan kekuasaan kepada Letnan Jendral Suharto,
yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kostrad Angkatan Darat. Surat penyerahan
kekuasaan tersebut dikenal dengan sebutan Surat Perintah Sebelas Maret
(Supersemar), yang menandai lahirnya kekuasaan Orde baru. Supersemar
menjadi pemerintah orde baru.. Pemerintahan Orde Baru, pada awalnya bertekad
akan menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Hal ini
dibuktikan dengan pembentukan lembaga-lembaga pemerintah yang tidak lagi
sementara dan dilanjutkan dengan diselenggrakannya Pemilu pertama masa Orde
Baru, tahun 1969.
Namun, pada kenyataannya, tidak jauh berbeda dengan masa pemerintahan
Orde Lama, masa pemerintahan Orde Baru juga melakukan banyak penyimpangan
terhadap UUD 1945. Penyimpangan-penyimpangan tersebut, antara lain:
Pemusatan kekuasaan di tangan presiden, di mana lembaga-lembaga negara
yang ada dikendalikan oleh Presiden.
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang mementingkan kepentingan
pribadi dan golongan di atas kepentingan negara merajalela.
Kebebasan pers dibelenggu. Pers yang tidak sejalan dengan pemerintah akan
dibekukan surat ijinnya.
Pembatasan hak-hak politik rakyat dengan hanya mengijinkan adanya 3 partai
politik, yaitu PPP, Golkar, dan PDIP.
Masa pemerintahan Orde Baru berakhir dengan demonstrasi besar-besaran
dari mahasiswa. Mahasiswa yang berdemo menuntut reformasi di segala bidang
berakhir dengan mundurnya Presiden Suharto sebagai presiden, 21 Mei 1998.
Selama Orde Baru (1966-1998), Pemerintah berjanji akan melaksanakan UUD
1945 dan Pancasila secara konsekuen dan murni. Akibatnya Selama Orde Baru,
UUD 1945 menjadi sangat “sakral”, di antara melalui sejumlah aturan:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang referendum, yang merupakan
implementasi Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983.
2. Keputusan No. IV / MPR / 1983 mengenai Referendum yang antara lain
menyatakan bahwa seandainya MPR berkeinginan mengubah UUD 1945,
terlebih dahulu harus meminta masukan dari rakyat dengan mengadakan
referendum.
3. Keputusan No. I / MPR / 1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan
untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan
amandemen terhadapnya
Dalam periode 1999-2002, terjadi 4 kali amendemen UUD 1945 yang ditetapkan
dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR yaitu:
1. Pada Sidang Umum MPR 1999, 14-21 Oktober 1999, Amandemen Pertama.
Pasal 7: Tentang Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden
Pasal 13 ayat 2 dan 3: Tentang Penempatan dan Pengangkatan Duta
Pasal 5 ayat 1: Tentang Hak Presiden untuk mengajukan RUU kepada
DPR
Pasal 14 ayat 1: Tentang Pemberian Grasi dan Rehabilitasi
Pasal 15: Tentang Pemberian tanda jasa, gelar, serta kehormatan lain
Pasal 9 ayat 1 dan 2: Tentang Sumpah Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 21: Tentang Hak DPR untuk mengajukan RUU
Pasal 14 ayat 2: Tentang Pemberian abolisi dan amnesty
Pasal 20 ayat 1-4: Tentang DPR
Pasal 17 ayat 2 dan 3: Tentang Pengangkatan Menteri
2. Pada Sidang Tahunan MPR 2000, 7-18 Agustus 2000, Amandemen Kedua.
Perubahan ini tersebar dalam 7 Bab yang Ditetapkan tanggal 18-Agustus-
2000, yaitu:
Bab IX A: Tentang Wilayah Negara
Bab VI: Tentang Pemerintahan Daerah
Bab XA: Tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
Bab VII: Tentang Dewan Perwakilan Daerah (DPR)
Bab XV: Tentang Bahasa, Bendera, Lagu Kebangsaan dan Lambang
Negara
Bab X: Tentang Penduduk dan Warga Negara
Bab XII: Tentang Pertahanan dan Keamanan
3. Pada Sidang Tahunan MPR 2001, 1-9 November 2001, Amandemen Ketiga.
Perubahan ini tersebar dalam 7 Bab yang Ditetapkan tanggal 9-November-
2001, yaitu:
Bab II: Tentang MPR
Bab I: Tentang Bentuk dan Kedaulatan
Bab VIII A: Tentang BPK (Badan Pemeriksa keuangan)
Bab III: Tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara
Bab VII A: Tentang DPR
Bab V: Tentang Kementrian Negara
Bab VII B: Tentang Pemilihan Umum
4. Pada Sidang Tahunan MPR 2002, 1-11 Agustus 2002, Amandemen Keempat.