Materi Kebangsaan

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 31

A.

SEJARAH PANCASILA
1. PPKI
 Pertemuan dengan Marsekal Terauchi
Tanggal 9 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta
dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi.
Isi pembicaraan tiga tokoh Indonesia dengan Jendral Terauchi:
1. Pemerintah Jepang memutuskan untuk memberi kemerdekaan kepada
Indonesia segera setelah persiapan kemerdekaan selesai dan berangsur-
angsur dimulai dari pulau Jawa kemudian kepulau-pulau lainnya.
2. Untuk pelaksaan kemerdekaan diserahkan kepada PPKI dan telah disepakati
tanggal 18 Agustus 1945.
3. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia-Belanda.
Setelah pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda
mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang
dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945
tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok.
 Peristiwa Rengasdengklok
Latar Belakang :
1. Pada tanggal 14 Agustus 1945, Jepang menyerah kepada sekutu. Jepang
menyatakan bahwa mereka telah kalah perang setelah Hirosima dan
Nagasaki dibom atom oleh Amerika Serikat. Berita tersebut dirahasiakan
oleh tentara Jepang yang ada di Indonesia, tetapi para pemuda Indonesia
kemudian mengetahuinya melalui siaran radio BBC di Bandung pada 15
Agustus 1945. Pada saat itu pula Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali
ke tanah air dari Saigon, Vietnam untuk memenuhi panggilan Panglima
Mandala Asia Tenggara, Marsekal Terauchi.
2. Pada 15 Agustus pukul 8 malam, para pemuda di bawah pimpinan Chairul
Saleh berkumpul di ruang belakang Laboratorium Bakteriologi yang berada
di Jalan Pegangsaan Timur No. 13 Jakarta. Para pemuda bersepakat bahwa
kemerdekaan Indonesia adalah hak dan masalah rakyat Indonesia yang
tidak bergantung kepada negara lain. Sedangkan golongan tua berpendapat
bahwa kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan melalui revolusi secara
terorganisir karena mereka menginginkan membicarakan proklamasi
kemerdekaan Indonesia pada rapat PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Lain
halnya dengan pendapat dari Drs. Moh Hatta dan Mr Ahmad Subardjo.
Mereka berpedapat bahwa masalah kemerdekaan Indonesia, baik
datangnya dari pemerintah Jepang atau hasil perjuangan bangsa Indonesia
sendiri tidak perlu dipersoalkan, justru Sekutulah yang menjadi persoalan
karena mengalahan Jepang dalam Perang Pasifik dan mau merebut kembali
kekuasaan wilayah Indonesia.
Kronologi :
Pada tanggal 16 Agustus 1945 di Asrama Baperpi Jalan Cikini 74 Jakarta,
golongan muda mengadakan rapat yang dihadiri oleh Sukarni, Jusuf Kunto, dr.
Muwardi, dan Shudanco Singgih dan Paidan Peta Jakarta. Rapat ini membuat
keputusan untuk mengasingkan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta ke luar kota
dengan tujuan untuk menjauhkan mereka dan segala pengaruh Jepang. Untuk
menghindari kecurigaan dari pihak Jepang, Shudanco Singgih mendapatkan
kepercayaan untuk melaksanakan rencana tersebut. Rencana tersebut berjalan
lancar karena mendapat dukungan perlengkapan tentara Peta dan Cudanco Latief
Hendraningrat.
Penculikan ini dilakukan oleh Adam Malik dan Chaerul Saleh terhadap Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta, pada pukul 03.00 tanggal 16 Agustus 1945 WIB. Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta dibawa ke Rengasdengklok, Karawang. Tak hanya berdua,
Soekarno kala itu juga dibawa bersama sang istri Fatmawati dan anaknya Guntur.
Alasan pemilihan tempat ke Rengasdengklok, kota disebelah utara Karawang Jawa
Barat adalah:
 Letaknya sudah jauh dari Jakarta sehingga tidak diganggu oleh pihak Jepang
 Merupakan kota yang pertama kali bebas dari kekuasan Jepang, yang telah
diduduki para anggota PETA yang dipimpin oleh Syodanco Subeno.
 berada jauh dari jalan raya utama Jakarta-Cirebon dan di sana dapat dengan
mudah mengawasi tentara Jepang yang hendak datang ke Rengasdengklok,
Karawang, Jawa Barat.
Di Rengasdengklok Soekarno dan Hatta menempati rumah milik warga
masyarakat yang bernama Jo Ki Song keturunan Tionghoa. Golongan muda
berusaha untuk menekan kedua pemimpin bangsa tersebut. Tetapi karena kedua
pemimpin tersebut berwibawa yang tinggi, para pemuda merasa segan untuk
mendekatinya apalagi untuk menekannya.
Ir. Soekarno menyatakan bersedia untuk memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia setelah kembali ke Jakarta melalui pembicaraan dengan Sudancho
Singgih. Maka Sudancho Singgih kemudian kembali ke Jakarta untuk memberi tahu
pernyataan Soekarno tersebut kepada kawan-kawannya dan pemimpin pemuda.
Pada saat itu juga di Jakarta golongan muda (Wikana) dan golongan tua (Ahmad
Soebardjo) melakukan perundingan. Hasil perundingannya adalah bahwa Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia harus dilaksanakan di Jakarta. Selain itu, Laksamana
Tadashi Maeda mengizinkan rumahnya untuk tempat perundingan dan ia bersedia
untuk menjamin keselamatan para pemimpin bangsa.
Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk
berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di
Jakarta, Kunto hanya menemui Wikana dan Mr. Achmad Soebardjo, kemudian Kunto
dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno,
Hatta, Fatmawati dan Guntur. Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan
Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan
Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dirumuskan oleh Ir. Soekarno, Drs.
Moh. Hatta dan Ahmad Soebardjo di rumah Laksamana Tadashi Maeda dini hari
tanggal 17 Agustus 1945. Pada saat perumusannya, Soekarno membuat konsep dan
kemudian disempurnakan oleh Hatta dan Ahmad Soebardjo. Perumusan ini
disaksikan oleh Soekarni, BM Diah, Sudiro, dan Sayuti Melik. Setelah konsep selesai
dan disepakati, Sayuti Melik kemudian menyalin dan mengetik naskah tersebut
menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman milik
Mayor Dr. Hermann Kandeler.
Pada awalnya Proklamasi Kemerdekaan Indonesia akan dibacakan di Lapangan
Ikada (Lapangan Monas), tetapi melihat jalan menuju ke Lapangan Ikada dijaga ketat
oleh pasukan Jepang bersenjata lengkap, akhirnya pembacaan Teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan di kediaman Ir. Soekarno yaitu di Jalan
Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.

Pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 (pertengahan bulan Ramadhan) pukul


10.00 dibacakanlah Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno dan
kemudian disambung dengan pidato singkat tanpa teks. Bendera Merah Putih yang
dijahit oleh Ibu Fatmawati dikibarkan olah seorang prajurit PETA, Latief
Hendraningrat yang dibantu oleh Soehoed. Setelah bendera berkibar, hadirin
menyanyikan lagu Indonesia Raya secara bersama-sama.
Tokoh – Tokoh :
 Golongan Muda : Wikana, Sukarni, Syodanco Singgih, Yusuf Kunto, Iwa
Kusuma, dan Subeno.
 Golongan Tua : Ir. Soekarno, Mr. Ahmad Subardjo, dan Drs. Moh Hatta.
 Sidang PPKI
1. Sidang Pertama (18 Agustus 1945)
Hasil sidang tersebut adalah :
a. Mengesahkan UUD 1945
Terdapat juga revisi isi UUD sebagai berikut
 Kata Mukadimah diganti menjadi kata Pembukaan
 Sila pertama pada pancasila yaitu "Ketuhanan dengan kewajiban
menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" diganti menjadi
"ketuhanan yang maha esa"
 Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi "Negara berdasar atas Ketuhanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya" diganti menjadi pasal 29 UUD 1945 yaitu "Nagara
berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa"
 Pada Pasal 6 Ayat (1) yang semula berbunyi Presiden ialah orang
Indonesia asli dan beragama Islam diganti menjadi Presiden ialah
orang Indonesia asli.

b. Memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Moh. Hatta
sebagai wakil
Atas usulan Otto Iskandardinata secara aklamasi, Ir. Soekarno terpilih
sebagai presiden Indonesia pertama didampingi oleh Drs. Mohammad
Hatta sebagai wakil presidennya.
c. Membentuk komite nasional untuk membantu tugas presiden dan wakil
sebelum dibentuk MPR dan DPR
2. Sidang Kedua (19 Agustus 1945)
Dalam sidang kedua ini sejumlah perangkat pemerintahan dibahas dan
dibentuk. Hasil-hasilnya adalah
a. Membagi Indonesia menjadi 8 propinsi sekaligus memilih gubernur masing-
masing daerah, yaitu
1. Sumatra dengan Teuku Mohammad Hassan sebagai gubernurnya.
2. Jawa Barat dengan Sutarjo Kartohadikusumo sebagai gubernurnya.
3. Jawa Tengah dengan R. Panji Suroso sebagai gubernurnya.
4. Jawa Timur dengan R.A Suryo sebagai gubernurnya .
5. Sunda Kecil dengan Mr. I Gusti Ketut Puja Suroso sebagai
gubernurnya.
6. Maluku dengan Mr. J. Latuharhary sebagai gubernurnya.
7. Sulawesi dengan Dr.G.S.S.J. Ratulangi  sebagai gubernurnya.
8. Kalimantan dengan Ir. Pangeran Mohammad Nor sebagai gubernurnya.
b. Memilih 12 menteri dalam kabinet pertama RI. Rincian menteri-menterinya
adalah
1. Departemen dalam negeri: RRA Wiranata Kusumah
2. Departemen luar negeri: Mr. Achmad Soebardjo
3. Departemen kehakiman: Prof. Dr. Mr Soepomo
4. Departemen pengajaran: Ki Hajar Dewantoro
5. Departemen pekerjaan umum: Abukusno Cokrosuyoso
6. Departemen perhubungan: Abikusno Comrisuyoso
7. Departemen keuangan: AA maramis
8. Departemen Kemakmuran: Ir. Surachman
9. Departemen kesehatan: dr. Buntaran Martoatmojo
10. Departemen sosial : Mr. Iwa Kusuma Sumantri
11. Departemen keamanan rakyat  : Supriyadi
12. Departemen Penerangan  : Mr. Amir syamsudin
c. membentuk komite nasional daerah
d. membentuk Tentara Rakyat Indonesia yang berasal dari tentara Heiho dan
Peta
e. memasukkan kepolisian dalam departemen dalam negeri

3. Sidang ketiga (22 Agustus 1945)


Sidang ketiga ini memiliki agenda utama yaitu membahas hal-hal yang
berhubungan dengan pembentukan komite nasional serta beberapa organisasi
lainnya. Hasil-hasilnya adalah
a. membentuk PNI (Partai Nasional Indonesia)
b. membentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat)
c. membentuk Komite Nasional Indonesia Pusat.

 Persamaan BPUPKI dan PPKI


 Sama-sama merupakan organisasi bentukan Jepang
 Dibentuk ketika kondisi Jepang semakin terpuruk.
 Dibentuk dalam rangka mewujudkan keinginan janji Koiso untuk memberikan
kemerdekaan bagi negara Indonesia.
 Maksud sebenarnya Jepang membentuk keduanya hanya untuk menarik
simpati rakyat.
2. RUMUSAN PANCASILA
Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara resmi
beberapa dokumen penetapannya ialah:
 Rumusan Pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
 Rumusan Kedua: Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 - tanggal 18
Agustus 1945
 Rumusan Ketiga: Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat -
tanggal 27 Desember 1949
 Rumusan Keempat: Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara -
tanggal 15 Agustus 1950
 Rumusan Kelima: Rumusan Pertama menjiwai Rumusan Kedua dan
merupakan suatu rangkaian kesatuan dengan Konstitusi (merujuk Dekret
Presiden 5 Juli 1959)
Presiden Joko Widodo pada tanggal 1 Juni 2016 telah menandatangani
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir
Pancasila sekaligus menetapkannya sebagai hari libur nasional yang berlaku mulai
tahun 2017.
3. FUNGSI DAN KEDUDUKAN PANCASILA
Berikut ini adalah beberapa fungsi dan kedudukan Pancasila bagi negara
kesatuan Republik Indonesia:
a) Pancasila sebagai Jiwa Bangsa Indonesia. Sebagai nilai nilai kehidupan
dalam masyarakat bangsa Indonesia melalui penjabaran instrumental sebagai
acuan hidup yang merupakan cita-cita yang ingin dicapai serta sesuai dengan
nafas jiwa bangsa Indonesia dan karena Pancasila lahir bersama dengan
lahirnya bangsa Indonesia
b) Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia. Merupakan bentuk peran
dalam menunjukan adanya kepribadian bangsa Indonesia yang dapat di bedakan
dengan bangsa lain, yaitu sikap mental, tingkah laku, dan amal perbuatan
bangsa Indonesia
c) Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Merupakan
kristalisasi pengalaman hidup dalam sejarah bangsa Indonesia yang telah
membentuk sikap, watak, perilaku, tata nilai norma, dan etika yang telah
melahirkan pandangan hidup
d) Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Untuk mengatur tatanan
kehidupan bangsa Indonesia dan negara Indonesia, yang mengatur semua
pelaksanaan sistem ketatanegaraan Indonesia sesuai Pancasila
e) Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum bagi negara Republik
Indonesia. Sebagai segala sumber hukum di negara Indonesia karena segala
kehidupan negara Indonesia berdasarkan pancasila, juga harus berlandaskan
hukum. Semua Tindakan kekuasaan dalam masyarakat harus berlandaskan
hokum
f) Pancasila sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia pada waktu
mendirikan negara. Karena pada waktu mendirikan negara Pancasila adalah
perjanjian luhur yang disepakati oleh para pendiri negara untuk dilaksanakan,
pelihara, dan dilestarikan
g) Pancasila sebagai cita-cita dan tujuan bangsa indonesia. Dalam Pancasila
mengandung cita-cita dan tujuan negara Indonesia yang menjadikan Pancasila
sebagai patokan atau landasan pemersatu bangsa

4. BUTIR - BUTIR PENGAMALAN PANCASILA

Berdasarkan ketetapan MPR no. I/MPR/2003

Sila pertama

Bintang

1. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaannya terhadap


Tuhan Yang Maha Esa.
2. Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antara
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap
Tuhan Yang Maha Esa.
4. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
5. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
Sila kedua

Rantai

1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan


martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan,
jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan
bangsa lain.
Sila ketiga

Pohon Beringin

1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan


keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila
diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air
Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Sila keempat

Kepala Banteng

1. Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia


mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
2. Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
3. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan
bersama.
4. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
5. Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai
hasil musyawarah.
6. Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan
hasil keputusan musyawarah.
7. Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan
pribadi dan golongan.
8. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang
luhur.
9. Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat
manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan
kesatuan demi kepentingan bersama.
10. Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk
melaksanakan pemusyawaratan.
Sila kelima

Padi dan Kapas


1. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
3. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
4. Menghormati hak orang lain.
5. Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
6. Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan
terhadap orang lain.
7. Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan
gaya hidup mewah.
8. Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikan
kepentingan umum.
9. Suka bekerja keras.
10. Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama.
11. Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata
dan berkeadilan sosial.

5. MAKNA PANCASILA
Makna pancasila merupakan esensi nilai-nilai pancasila yang berfungsi sebagai
inspirasi, pedoman dan panduan tingkah laku segenap masyarakat Indonesia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Makna pancasila meliputi arti nilai yang
menjadi pedoman hidup dan kehidupan, khususnya kehidupan berbangsa dan
bernegara. Sebagai sebuah entitas yang menjadi dasar negara, pancasila berperan
penting bagi bangsa Indonesia. Peranannya tak sekadar simbolik, melainkan
esensial.

Makna sila Ketuhanan Yang Maha Esa


 Pengakuan eksistensi Tuhan Yang Maha Esa
 Negara mengakui keberadaan agama yang berketuhanan dan membebaskan
penduduk untuk memilih agamanya.
 Negara menjamin penduduk untuk beribadah sesuai agamanya masing-
masing.
 Kehidupan sosial berlangsung dengan terjaganya kehidupan beragama.
 Toleransi antara pemeluk agama terjaga
 Negara hadir ketika timbul konflik antar agama.
Makna sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
 Setiap manusia Indonesia mengakui dan menghormati adanya martabat
manusia lain.
 Memanusiakan manusia dan melihat manusia lain sebagai makhluk Tuhan.
 Menjunjung tinggi prinsip keadilan dalam berhubungan dengan manusia lain.
 Menerapkan perilaku yang beradab.
 Menjaga adab dan sopan santun dalam berhubungan sosial.
Makna sila Persatuan Indonesia
 Setiap manusia indonesia cinta tanah airnya.
 Memiliki jiwa nasionalisme dan patriotism.
 Bersikap dan bertindak dengan tetap menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa.
 Antirasis dan antidiskriminasi.
 Menjunjung tinggi rasa persaudaraan se-tanah air.
 Kemanapun kaki melangkah, dimanapun tubuh berada, jiwanya tetap merah-
putih.
Makna sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
 Bersikap pro-dialog, pro-musyawarah, pro-demokrasi.
 Antikekerasan dalam menyelesaikan masalah atau konflik.
 Mengambil keputusan dengan musaywarah mufakat.
 Selalu mengambil kebijaksanaan di atas persengketaan atau perbedaan
pendapat.
 Musyawarah dilandasi dengan kejujuran bersama.
Makna sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
 Pemerataan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
 Kebijakan berorientasi pada pengurangan kesenjangan masyarakat.
 Redistribusi kekayaan secara adil kepada masyarakat banyak.
 Negara berpihak pada mayoritas rakyat jelata yang lemah.
 Negara melindungi setiap warga negara untuk mendapat penghidupan yang
layak.
6. Asal Istilah Pancasila dan Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”
Semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” yang ada pada pita yang dicengkram oleh
burung garuda, berasal dari Kitab Negarakertagama yang dikarang oleh Empu
Prapanca pada zaman kekuasaan kerajaan Majapahit.
Pada satu kalimat yang termuat mengandung istilah “Bhinneka Tunggal Ika”,
seperti: “Bhinneka tunggal Ika, tanhana dharma mangrwa”.
Sedangkan istilah Pancasila dimuat dalam Kitab Sutasoma yang ditulis oleh
Empu Tantular yang berisikan sejarah kerajaan bersaudara Singhasari dan
Majapahit.
Istilah Pancasila ini muncul sebagai Pancasila Karma, yang isinya sebagai berikut.
1. Melakukan tindak kekerasan.
2. Mencuri.
3. Berjiwa dengki.
4. Berbohong.
5. Mabuk (oleh miras).
LAMBANG BURUNG GARUDA

Lambang negara pertama kali dipakai pada Sidang Kabinet Republik


Indonesia Serikat (RIS) pada 11 Februari 1950. Ini dirancang oleh Sultan Hamid II
dari Pontianak yang selanjutnya disempurnakan oleh Presiden Sukarno. Kemudian
pada 15 Februari 1950 diperkenalkan untuk pertama kalinya di Hotel Des Indes
Jakarta.

Burung Garuda
Menurut cerita kuno zaman dulu, burung Garuda adalah kendaraan Dewa
Wisnu yang merupakan dewa di ajaran agama Hindu. Dalam mitologi Hindu, burung
Garuda diceritakan sangat menyanyangi dan selalu berusaha untuk melindungi sang
ibu. Garuda bertarung dengan naga yang menangkap ibunya. Untuk membebaskan
ibunya, Garuda diminta untuk memberikan Amertha Sari, air yang bisa memberika
kehidupan abadi. Ia pun lalu berkelana mencari dan akhirnya bertemu dengan Dewa
Wisnu.  Dewa Wisnu lalu memberikan amertha sari kapadanya dan selanjutnya
Garuda menjadi tunggangannya.  Sikap yang tangguh dan kuat ini menginspirasi
Sukarno untuk menjadikan Burung Garuda sebagai lambang negara. Ini agar rakyat
Indonesia memiliki semangat yang kuat untuk membebaskan ibu pertiwi dari para
penjajah.

Asal Mula Burung Garuda Sebagai Lambang Indonesia


Setelah Perang Kemerdekaan Indonesia 1945–1949, disusul pengakuan
kedaulatan Indonesia oleh Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun
1949, dirasakan perlunya Indonesia (saat itu Republik Indonesia Serikat)
memiliki lambang negara. Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan
nama Panitia Lencana Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto
Folio Sultan Hamid II dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai
ketua, Ki Hajar Dewantoro, M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng
Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia ini bertugas menyeleksi usulan rancangan
lambang negara untuk dipilih dan diajukan kepada pemerintah
Merujuk keterangan Bung Hatta dalam buku "Bung Hatta Menjawab" untuk
melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan
sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan
Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah dan
DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan
sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II),
Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan
untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti
pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita
putih dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika”.Tanggal 8 Februari
1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II
diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat
masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya
keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang
memegang perisai dan dianggap terlalu bersifat mitologis.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara
yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta
bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno
kemudian menyerahkan rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta
sebagai perdana menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila”
terbitan Dep Hankam, Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang
negara karya Sultan Hamid II akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang
Kabinet RIS pada tanggal 11 Februari 1950. Ketika itu gambar bentuk kepala
Rajawali Garuda Pancasila masih "gundul" dan tidak berjambul seperti bentuk
sekarang ini. Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya
lambang negara itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15
Februari 1950.
Soekarno terus memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20
Maret 1950 Soekarno memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali
rancangan tersebut; setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan "jambul"
pada kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang
mencengkram pita dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan
Presiden Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul
karena kepala Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang
Amerika Serikat. Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan
penyempurnaan bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah
skala ukuran dan tata warna gambar lambang negara. Rancangan Garuda Pancasila
terakhir ini dibuatkan patung besar dari bahan perunggu berlapis emas yang
disimpan dalam Ruang Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan
sebagai lambang negara Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga
kini.

Deskripsi dan Arti Filosofi Burung Garuda

Garuda
Tubuh Garuda Pancasila memiliki jumlah bulu yang mengandung makna tersendiri.
Bulu pada sayap Garuda Pancasila berjumlah 17 helai yang melambangkan tanggal
17. Bulu pada ekornya berjumlah 8 helai yang melambangkan bulan 8. Sedangkan
bulu pada leher berjumlah 45 helai yang melambangkan tahun 45. Sehingga jika
digabungkan, jumlah bulu-bulu pada burung Garuda Pancasila melambangkan hari
kemerdekaan Indonesia. Perisai di bagian depan Garuda Pancasila melambangkan
perlindungan terhadap bangsa Indonesia. 
 Garuda Pancasila adalah burung Garuda yang sudah dikenal melalui mitologi
kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu kendaraan Wishnu yang
menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan sebagai Lambang Negara
untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara
yang kuat.
 Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan keagungan dan
kejayaan.
 Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang melambangkan kekuatan
dan tenaga pembangunan.
 Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari proklamasi kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain:
o 17 helai bulu pada masing-masing sayap
o 8 helai bulu pada ekor
o 19 helai bulu di bawah perisai atau pada pangkal ekor
o 45 helai bulu di leher

Perisai
Lambang bintang, rantai, pohon beringin, kepala banteng, padi dan kapas yang
terdapat pada perisai Garuda Pancasila memiliki makna tersendiri. Bintang
melambangkan sila pertama dalam Pancasila yaitu ketuhanan Yang Maha Esa.
Rantai melambangkan sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Pohon
beringin melambangkan sila ketiga yaitu persatuan Indonesia. Kepala banteng
melambangkan sila keempat yaitu kerakyatan yang dipimpin dalam
permusyawaratan perwakilan. Padi dan kapas melambangkan sila kelima yaitu
keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
 Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal dalam kebudayaan dan
peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan,
pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.
 Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan
garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis khatulistiwa membentang dari
timur ke barat.
 Warna dasar pada ruang perisai adalah warna bendera kebangsaan
Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian tengahnya berwarna dasar
hitam.
 Pada perisai terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar
negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah sebagai
berikut:
1. Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di
bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima berlatar hitam;
2. Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali
rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai berlatar
merah;
3. Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di
bagian kiri atas perisai berlatar putih;
4. Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di
bagian kanan atas perisai berlatar merah; dan
5. Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan
dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai berlatar putih.

Pita bertuliskan semboyan Bhinneka Tunggal Ika


 Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram sehelai pita putih bertuliskan
"Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam.
 Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan dari Kakawin
Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata "bhinneka" berarti beraneka ragam atau
berbeda-beda, kata "tunggal" berarti satu, kata "ika" berarti itu. Secara harfiah
Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Beraneka Satu Itu", yang bermakna
meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya tetap adalah satu kesatuan,
bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan.
Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka
ragam budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.

UNDANG-UNDANG 1945

UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis (basic law), konstitusi pemerintahan
negara Indonesia saat ini.

Sejarah Awal
Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
dibentuk pada tanggal 29 April 1945 adalah badan yang menyusun rancangan UUD
1945. Pada masa sidang pertama yang berlangsung dari tanggal 28 Mei hingga 1
Juni 1945, Ir. Soekarno menyampaikan gagasan tentang "Dasar Negara" yang diberi
nama Pancasila.
Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan
yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi
naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan
kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah
Piagam Jakarta menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada
tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI).
Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat
(KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945. Naskah rancangan UUD 1945
Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan
Kemerdekaan (BPUPKI), tanggal 10-17 Juli 1945.
Sebelum dilakukan amendemen, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang
Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65 ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri
dari 1 ayat dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4
pasal Aturan Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
Setelah dilakukan 4 kali perubahan, UUD 1945 memiliki 16 bab, 37 pasal, 194
ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.

Periode Diberlakukannya UUD 1945 (18 Agustus 1945 sampai 27 Desember


1949)

Dalam Periode 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya


karena Indonesia saat itu disibukkan oleh perjuangan mempertahankan
kemerdekaan. Kemudian pada Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16-
Oktober-1945 mengatakan bahwa kekuasaan legislatif diserahkan kepada KNIP,
karena saat itu DPR dan MPR belum terbentuk. Selanjutnya Pada 14 November
1945 dibentuk Kabinet Semi Presidensial (Semi Parlementer) yang pertama, dimana
peristiwa tersebut adalah perubahan pertama dari sistem pemerintahan Indonesia
terhadap UUD 1945.
Kabinet pada Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 sering terjadi
perubahan. Kabinet RI yang pertama terdiri dari 4 menteri negara dan 12 menteri
memimpin departemen. Namun kabinet ini dipimpin oleh Bung Karno.
Kemudian Dalam kehidupan negara demokratis terbentuk banyak partai politik
di Indonesia. Sehingga dikeluarkan maklumat Pemerintah. kemudian kabinet
berubah menjadi kabinet parlementer. Perubahan kabinet ini dimaksud agar bangsa
Indonesia mendapat dukungan dari negara barat yang menganut paham demokrassi
dan kabinet parlementer (Sultan Syahrir menjadi Perdana Mentri I di Indonesia).
Beberapa hal yang belum sesuai dengan UUD 1945 pada periode ini adalah:
 Belum adanya lembaga legislatif di negara, sehingga presiden sebagai
pemegang kekuasaan pemerintah mempunyai wewenang yang sangat luas. Baru
kemudian, 16 Oktober 1945, dikeluarkan Maklumat Presiden Nomor X yang
memutuskan bahwa KNIP diberi kekuasaan legislatif selama MPR dan DPR belum
dibentuk.
 Sistem pemerintahan presidensil diganti dengan sistem pemerintahan semi
presidensil (semi parlementer), pada tanggal 14 November 1945.

Periode Konstitusi RIS 1949 (27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950)
Sebulan setelah Konfrensi Meja Bundar, yang dihadiri perwakilan Indonesia,
Belanda, Negara Boneka Belanda, dan PBB ditandatangani pendirian negara
Republik Indonesia Serikat (RIS), 27 Desember 1949. Mengikuti berdirinya negara
RIS, undang-undang yang berlaku adalah UUD RIS. Negara Kesatuan Republik
Indonesia dibagi-bagi menjadi bebrapa negara bagian. Indonesia yang dipimpin oleh
Presiden Sukarno hanya meliputi Pulau Jawa dan beberapa wilayah Sumatra.
Pada saat itu pemerintah Indonesia menganut sistem parlementer. Bentuk
pemerintahan dan bentuk negara yaitu federasi negara yang terdiri dari negara-
negara yang masing-masing negara mempunyai kedaulatan sendiri untuk mengelola
urusan internal.

Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 sampai 5 Juli 1959)

Republik Indonesia Serikat tidak berlangsung lama. Dalam kronologi


pembubaran RIS,  Sedikit demi sedikit beberapa wilayah negaranya bergabung
dengan wilayah Republik Indonesia. Sampai akhirnya, 17 Agustus 1950, diperingatan
HUT RI yang kelima, semua negara bagian RI memutuskan kembali bergabung
menjadi NKRI. Usaha Belanda untuk memecah belah dan kembali menguasai
Indonesia mengalami kegagalan. Rakyat Indonesia tetap berkeinginan di bawah
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Namun, kembalinya Indonesia menjadi negara kesatuan republik tidak
menyebabkan UUD 1945 langsung berlaku dan digunakan kembali. Presiden
memutuskan menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS)dan
membentuk Konstituante untuk membuat undang-undang dasar baru. Karena UUDS
berlaku sejak tahun 1950, maka lebih dikenal dengan sebutan UUDS 1950.
Pada masa ini terjadi kekacuan, antara lain:
 UUDS memberlakukan demokrasi parlementer yang mengarah pada
demokrasi liberal. Akibatnya kabinet sering berganti dan pembangunan menjadi
tersendat.
 Presiden menjadi lembaga pemerintah satu-satunya yang tidak dapat
diganggu gugat.
Konstituante yang dibentuk untuk menyusun undang-undang baru gagal
melaksnakan tugasnya.
 Untuk menyelamatkan negara yang sudah dalam kondisi genting, Presiden
mengeluarkan Dekrit, 5 Juli 1959. Isi dari Dekrit Presiden mengumumkan
berlakunya kembali UUD 1945 dan UUDS 1950 tidak digunakan lagi,
Pada periode UUDS 1950 diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang
lebih dikenal Demokrasi Liberal. Pada periode ini kabinet sering dilakukan
pergantian, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, hal tersebut lantaran tiap
partai lebih mengutamakan kepentingan golongan atau partanyai. Setelah
memberlakukan UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal selama hampir 9 tahun,
kemudian rakyat Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi
Liberal tidak sesuai, hal tersebut karena tidak cocok dengan jiwa Pancasila dan UUD
1945 yang sesungguhnya.
Periode Diberlakukanya kembali UUD 1945 (5 Juli 1959 sampai 1966)
Setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Indonesia kembali melaksanakan UUD
1945. Presiden membubarkan Konstituante, membentuk DPRS, MPRS, dan MA.
Namun pada pelaksanaanya masih banyak terjadi penyimpangan.  Pemerintahan
masa ini disebut sistem pemerintahan orde lama yang mempunyai ciri demokrasi
terpimpin, bukan demokrasi pancasila. Di antara penyimpangan-penyimpangan
terhadap UUD 1945 pada masa ini, yaitu:
 Diangkatnya ketua DPRS, MPRS, dan ketua MA sekaligus sebagai menteri
negara.
 Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif dapat membuat UU tanpa
persetujuan DPR
 Presiden sebagai kepala negara juga merupakan ketua DPAS
MPR menetapkan Presiden Sukarno menjadi presiden seumur hidup.
 Pidato Presiden Sukarno yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita
(Manifesto Politik), 17 Agustus 1950, dijadikan sebagai Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN).  Padahal fungsi GBHN dalam pembangunan nasional sangatlah
strategis.
 Pada tahun 1960, DPRS tidak menyetujui Rancangan Anggaran Belanja
Negara (RABN) yang diajukan pemerintah. Akibatnya Presiden membubarkan
DPRS dan menggantinya dengan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong royong
(DPR-GR).
 Kekuasaan Presiden tidak terbatas dan tidak dapat diganggu gugat.
Penyimpangan-penyimpangan terhadap Pancasila dan UUD 1945 membuat
situasi negara tidak terkendali. Berbagai pemberontakan terjadi. Puncaknya
adalah Pemberontakan yang kemudian dikenal dengan Gerakan 30 September
1965 (pemberontakan G30S / PKI)

Periode UUD 1945 masa Orde Baru (11 Maret 1966 sampai 21 Mei 1998)
Pemberontakan G30S/PKI membuat situasi bertambah darurat. Persediaan
barang kebutuhan pokok terbatas dan harga yang menjulang tinggi. Pada tanggal 11
Maret 1966, Presiden menyerahkan kekuasaan kepada Letnan Jendral Suharto,
yang saat itu menjabat sebagai Kepala Kostrad Angkatan Darat. Surat penyerahan
kekuasaan tersebut dikenal dengan sebutan Surat Perintah Sebelas Maret
(Supersemar), yang menandai lahirnya kekuasaan Orde baru.  Supersemar
menjadi pemerintah orde baru.. Pemerintahan Orde Baru, pada awalnya bertekad
akan menjalankan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.  Hal ini
dibuktikan dengan pembentukan lembaga-lembaga pemerintah yang tidak lagi
sementara dan dilanjutkan dengan diselenggrakannya Pemilu pertama masa Orde
Baru, tahun 1969.
Namun, pada kenyataannya, tidak jauh berbeda dengan masa pemerintahan
Orde Lama, masa pemerintahan Orde Baru juga melakukan banyak penyimpangan
terhadap UUD 1945.  Penyimpangan-penyimpangan tersebut, antara lain:
 Pemusatan kekuasaan di tangan presiden, di mana lembaga-lembaga negara
yang ada dikendalikan oleh Presiden.
 Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang mementingkan kepentingan
pribadi dan golongan di atas kepentingan negara merajalela.
 Kebebasan pers dibelenggu. Pers yang tidak sejalan dengan pemerintah akan
dibekukan surat ijinnya.
 Pembatasan hak-hak politik rakyat dengan hanya mengijinkan adanya 3 partai
politik, yaitu PPP, Golkar, dan PDIP.
Masa pemerintahan Orde Baru berakhir dengan demonstrasi besar-besaran
dari mahasiswa.  Mahasiswa yang berdemo menuntut reformasi di segala bidang
berakhir dengan mundurnya Presiden Suharto sebagai presiden, 21 Mei 1998.
Selama Orde Baru (1966-1998), Pemerintah berjanji akan melaksanakan UUD
1945 dan Pancasila secara konsekuen dan murni. Akibatnya Selama Orde Baru,
UUD 1945 menjadi sangat “sakral”, di antara melalui sejumlah aturan:
1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang referendum, yang merupakan
implementasi Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983.
2. Keputusan No. IV / MPR / 1983 mengenai Referendum yang antara lain
menyatakan bahwa seandainya MPR berkeinginan mengubah UUD 1945,
terlebih dahulu harus meminta masukan dari rakyat dengan mengadakan
referendum.
3. Keputusan No. I / MPR / 1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan
untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan
amandemen terhadapnya

Periode Transisi (21 Mei 1998 sampai 19 Oktober 1999)


Pada masa ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden
Soeharto digantikan oleh B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi
Timor Timur (Sekarang Timor Leste) dari NKRI.

Periode Perubahan UUD 1945 (1999 sampai Sekarang)


Salah satu permintaan Reformasi pada tahun 98 adalah adanya amendemen
atau perubahan terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan amandemen UUD
1945 antara lain karena pada zaman Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR
(namun pada nyataannya tidak di tangan rakyat), tetapi kekuasaan yang sangat
besar malah ada pada Presiden, hal tersebut karena adanya pasal-pasal yang terlalu
“luwes” (yang dapat menimbulkan multitafsir), dan kenyataan rumusan UUD 1945
mengenai semangat penyelenggara negara yang belum didukung cukup ketentuan
konstitusi.
Tujuan amandemen UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan
dasar seperti kedaulatan rakyat, tatanan negara, pembagian kekuasaan, HAM,
eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, dll yang sesuai dengan
perkembangan kebutuhan dan aspirasi bangsa. Amandemen UUD 1945 mempunyai
kesepakatan yaitu tidak merubah Pembukaan UUD 1945, dan tetap
mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), juga memperjelas
sistem pemerintahan presidensial.
Aksi mahasiswa tahun 1998 yang melahirkan reformasi, salah satu
tuntutannya adalah perubahan terhadap UUD 1945. Mereka beranggapan bahwa
UUD 1945 yang ada menyebabkan banyak peluang penyimpangan. Masa ini ingin
menerapkan demokrasi era reformasi. Maka, sejak masa ini UUD 1945 mengalami 4
kali perubahan yang dikenal dengan amandemen UUD 1945.
sesuai tuntutan reformasi, dilakukan perubahan terhadap UUD 1945. Tujuan
amandemen UUD 1945, antara lain:
 Merubah struktur kekuasaan yang ada pada UUD 1945 agar tidak berpusat
pada satu lembaga negara
 Menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
 Menyempurnakan pasal-pasal yang belum jelas aturannya

Amandemen UUD 1945 dilakukan dengan kesepakatan, yaitu:
 Tidak mengubah bentuk negara kesatuan (NKRI) dan sistem pemerintahan
presidensil
 Tidak akan mengubah Pembukaan UUD 1945 dan menghapus bagian
penjelasan
 Amandemen dilakukan dengan tetap mempertahankan naskah asli
(adendum).
Amandemen UUD 1945 dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu tahun 1999, 2000,2001, dan
2002 

Perubahan yang terjadi antara lain:


 Perubahan terhadap lembaga-lembaga negara dan pembagian kekuasannya. 
Lembaga DPA dihapuskan dan adanya lembaga baru, yaitu Mahkamah Konsitusi
(MK) dan Komisi Yudisial (KY).
 Pasal-pasal lebih rinci tentang hubungan negara dengan warga negara.
 Pasal-pasal lebih rinci temtang pemerintah pusat dan pemerintah daerah
 Pasal-pasal lebih rinci tentang pelaksanaan hak asasi manusia di Inodnesia.

Dalam periode 1999-2002, terjadi 4 kali amendemen UUD 1945 yang ditetapkan
dalam Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR yaitu:
1. Pada Sidang Umum MPR 1999, 14-21 Oktober 1999, Amandemen Pertama.
 Pasal 7: Tentang Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil
Presiden
 Pasal 13 ayat 2 dan 3: Tentang Penempatan dan Pengangkatan Duta
 Pasal 5 ayat 1: Tentang Hak Presiden untuk mengajukan RUU kepada
DPR
 Pasal 14 ayat 1: Tentang Pemberian Grasi dan Rehabilitasi
 Pasal 15: Tentang Pemberian tanda jasa, gelar, serta kehormatan lain
 Pasal 9 ayat 1 dan 2: Tentang Sumpah Presiden dan Wakil Presiden
 Pasal 21: Tentang Hak DPR untuk mengajukan RUU
 Pasal 14 ayat 2: Tentang Pemberian abolisi dan amnesty
 Pasal 20 ayat 1-4: Tentang DPR
 Pasal 17 ayat 2 dan 3: Tentang Pengangkatan Menteri
2. Pada Sidang Tahunan MPR 2000, 7-18 Agustus 2000, Amandemen Kedua.
Perubahan ini tersebar dalam 7 Bab yang Ditetapkan tanggal 18-Agustus-
2000, yaitu:
 Bab IX A: Tentang Wilayah Negara
 Bab VI: Tentang Pemerintahan Daerah
 Bab XA: Tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
 Bab VII: Tentang Dewan Perwakilan Daerah (DPR)
 Bab XV: Tentang Bahasa, Bendera, Lagu Kebangsaan dan Lambang
Negara
 Bab X: Tentang Penduduk dan Warga Negara
 Bab XII: Tentang Pertahanan dan Keamanan
3. Pada Sidang Tahunan MPR 2001, 1-9 November 2001, Amandemen Ketiga.
Perubahan ini tersebar dalam 7 Bab yang Ditetapkan tanggal 9-November-
2001, yaitu:
 Bab II: Tentang MPR
 Bab I: Tentang Bentuk dan Kedaulatan
 Bab VIII A: Tentang BPK (Badan Pemeriksa keuangan)
 Bab III: Tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara
 Bab VII A: Tentang DPR
 Bab V: Tentang Kementrian Negara
 Bab VII B: Tentang Pemilihan Umum
4. Pada Sidang Tahunan MPR 2002, 1-11 Agustus 2002, Amandemen Keempat.

Anda mungkin juga menyukai