Anda di halaman 1dari 4

PERUSAHAAN YANG MENGALAMI KEBANGKRUTAN DAN

CARA PENYELESAIANNYA : PERUSAHAAN LEGO

Nama : Irvan Harno Firmansyah (181010800415)

Kelas : 06TIDM003

Tugas Mata kuliah Analisa Keputusan

A. Pendahuluan
Perusahaan Lego dirintis tahun 1932 ketika seorang tukang kayu orang Denmark, Ole
Kirk Christiansen, membuka suatu tempat kerja kecil untuk membuat mainan kayu di kota
Billund daerah Jutland sebelah barat Denmark. Dimulai sebagai perusahaan dan tetap seperti
itu hingga sekarang dan Billund tetap menjadi kantor pusatnya. Pembuat mainan terbesar
keempat didunia ini menjual €1 milyar mainan di tahun 2004, mulai dari mainan balok yang
disebut snap-together bricks untuk anak-anak hingga Mindstroms; robot rancang-sendiri (do-
it-yourself robotkit) untuk remaja. Bahkan untuk di-era dunia digital ini, Lego tetap bisa
mempertahankan popularitasnya.

Tingkat popularitas Lego mencapai puncaknya di tahun 2000 saat British Association
of Toy Retailers dan majalah Fortune memberikan predikat “Toy of the century”. Tapi
finansial Lego Group berkata lain. Tidak hanya dipuja oleh anak-anak di seluruh dunia,
perusahaan yang bertempat di Billund, Denmark ini juga mengalami sebuah masalah. Lego
Group kehilangan banyak uang 7 tahun terakhir dari 1998 hingga 2004. Penjualan menurun
30% di tahun 2003 dan tambah menurun 10% di tahun 2004, dan marjin keuntungan berada
di –30%.

Para eksekutif di Lego Group memperkirakan perusahaan tersebut menyia-nyiakan


€250,000 setiap tahunnya. Bagaimana bisa perusahaan pembuat mainan raksasa yang sukses
dimata publik tersebut ternyata kehilangan uang yang begitu besar? Beberapa pengamat
memperkirakan keadaan ini disebabkan karena diverensiasi bisnis Lego yang terlalu banyak
seperti produk-produk fashion dan taman bermain. Dan beberapa pihak lain menyalahkan
meledaknya gim di era digital ini dan produk-produk mainan buatan Cina. Walaupun
beberapa hipotesa diatas benar, banyak faktor lain yang menghambat kesuksesan Lego, salah
satunya supply chain. Supply chain Lego Group sudah kadaluarsa lebih dari 10 tahun.
Pelayanan pelanggan yang buruk dan tidak meratanya pendistribusian produk di pasaran
menggerogoti perusahaan sedikit demi sedikit.

Strategi supply chain dari gudang hingga ditangan pelanggan yang dilakukan oleh
Lego Group adalah: Lego Group mengirimkan produknya kepada retail-retail kecil yang
terdapat di dalam database Lego Group sejak tahun 1950. Dari tahun 1950 hingga 1990
sistem seperti itu berjalan lancar namun setelah itu sistem tersebut perlahan-lahan mulai
gagal. Di tahun 1990an, kompetitor Lego mulai menguasai retail raksasa seperti Wall Mart
dan Carefour. Namun, Lego Group belum menyadari bahwa hal tersebut menjadi ancaman
bagi perusahaannya. Mereka selalu berpikir untuk tetap fokus dalam membangun brand
Lego. Padahal, brand Lego sudah dikenal sebagai salah satu mainan yang paling sukses di
dunia. Padahal bila Lego men-supply produknya ke retail raksasa seperti Wall Mart atau
Carefour, Lego akan meraup keuntungan yang lebih.

Gaya hidup masyarakat sudah mulai berubah di tahun 1990an. Para ibu lebih suka
berbelanja di retail-retail raksasa tersebut. Karena disana semuanya tersedia, mulai dari bahan
makanan hingga garmen. Tidak ketinggalan mainan. Oleh karena itu, para ibu akan
cenderung untuk membawa anak mereka membeli mainan di retail tersebut sembari membeli
bahan makanan. Hal tersebut tidak dapat dilakukan apabila membawa anaknya ke retail
mainan. Produk kompetitor Hot Wheels produksi dari Mattel Company sudah menjalankan
strageti tersebut. Dan terbukti berhasil. Bahkan di Indonesia, kita dapat menemukan Hot
Wheels di retail-retail kecil di sekitar perumahan penduduk.

Untuk membangun kembali keuntungan yang hilang, Lego Group berusaha


memperbaiki semua aspek supply chain perusahaan tersebut. Mulai dari menghilangkan
semua titik ketidak-efisiensian hingga mencari stategi baru untuk menguasai pasar. Bukan
pekerjaan mudah bagi perusahaan yang dipimpin oleh CEO Jorgen Vig Knudstorp tahun
2004 telah memiliki lebih dari 7000 pekerja yang bekerja di 2 pabrik dan 3 pusat pengepakan
di 5 negara yang berbeda. Oleh Kirk Christiansen, tukang kayu asal Billund, Denmark
memulai usahanya di bidang mainan anak pada tahun 1932. Awalnya ia membuat mainan
dengan bahan dasar kayu.. Mainan ini popular disebut dengan brick atau balok-balok untuk
merangsang kreatifitas anak. Dua tahun kemudian, nama “Lego” pun diberikan sebagai nama
produknya.

Pada tahun 1949, Lego memulai memproduksi dengan material plastik. Lego pun
mulai popular dengan disain barunya, yaitu Automatic Binding Bricks: balok yang bisa
direkatkan satu dengan lainnya. Model inilah yang sukses hingga sekarang. Lego tetap
mempertahankan desain ini dan terus dikembangkan hingga sekarang.

Nama perusahaan diberikan oleh Christiansen yang berasal dari bahasa Denmark leg
godt yang berarti “play well” atau “bermain dengan benar”. Dalam bahasa latin Lego juga
dapat diartikan sebagai “merakit”.

Produk Lego Group terus bertambah tiap tahunnya. Produk dibagi-bagi berdasarkan
segmen umur dan jenis kelamin. Ada yang diperuntukkan bagi balita, anak umur 7 hingga 12
tahun dan remaja. Walaupun yang terjadi di pasaran, para kolektor yang biasanya berumur 25
tahun keatas banyak yang membeli Lego. Lego juga membuat tema, antara lain: space (ruang
angkasa), robot, pirates (bajak laut), viking, ninja, castle (puri abad pertengahan), dinosaurus,
city (kota), dan banyak lagi. Lego juga membeli hak produksi untuk ikon dan brand tertentu
seperti Star Wars, Spongebob Squarepants, Avatar: The Last Airbender, Jurrasic Park, Harry
Potter, Batman, Spiderman, Bionicle, dan bahkan Ferrari.
Tahun 2006, Lego merilis Lego Mindstorms, yaitu seperangkat komponen Lego yang
dapat disusun menjadi sebuah robot sederhana. Bahkan Lego membuat ajang perlombaan
tahunan yang disebut Lego Robotic Tournament setiap tahunnya yang diikuti oleh siswa SMP
atau SMU di Amerika dan Eropa.

Lego Group juga membuat 4 taman bermain bernama Legoland Amusement Park.
Taman bermain ini terletak di 3 negara di Eropa dan di California Amerika Serikat. Pada
tahun 2005, 70% saham taman bermain ini dijual kepada Blackstone Group New York,
Amerika Serikat. Karena taman bermain ini pula, Disneyland menyerahkan proyek
pembangunan Downtown Disney dengan memakai part Lego.

Lego juga meraup keuntungan dari rilisan video gim mereka. Diverensiasi produk di
era digital ini juga dilakukan oleh Lego Group mengingat mainan konvensional banyak
ditinggalkan oleh anak-anak jaman sekarang.

B. Penjelasan

Premier “The Lego Movie” sukses meraup US$69 juta pada minggu pembukaan dan
menjadikannya sejauh ini debut film terbesar. Padahal, 10 tahun lalu perusahaan permainan
anak-anak ini berada di jurang kebangkrutan. Bagaimana cara LEGO berhasil bangkit?

Ketika Vig Knudstrop menjadi CEO Lego para 2004, perusahaan ini sedang berjuang
untuk memberikan apa yang diinginkan konsumen sekaligus mengelola keuangan dengan
efektif. Knudstrop akhirnya membawa tanggung jawab fiskal ini. Dia mencoba sesuatu yang
baru yaitu menyerahkan arah kreativitas desain kepada para penggemar berat LEGO .

Saat itu perusahaan LEGO tak tahu berapa biaya yang dibutuhkan untuk membuat bata
mainan mereka dan tak tahu berapa set mainan yang harus dibuat. Hal yang mengejutkan
adalah beberapa kepala dari beberapa set permainan LEGO – termasuk set LEGO kits micro-
motor dan optic fiber – dinilai tidak perform dan mengakibatkan kerugian.

Masalah ditambah lagi dengan keputusan untuk merumahkan banyak perancang LEGO
yang telah menciptakan set permainan dari mulai akhir tahun 70-an hingga 90-an.

Posisi para perancang tersebut digantikan oleh para para perancang lulusan universitas
terbaik di seluruh Eropa. Sayangnya, meskipun mereka adalah para perancang hebat, tapi
mereka tidak memahami spesifikasi desain mainan dan LEGO building.

Peningkatan partisi bata LEGO dari 6,000 hingga 12,000 buah mengakibatkan masalah
pada logistik, pergudangan dan penambahan infrastruktur tanpa adanya peningkatan
penjualan. Satu-satunya alasan mengapa LEGO saat itu masih bisa bertahan adalah karena
LEGO seri “Star Wars” dan “Bionicle” sukses diterima pasar. Tapi, tentu saja LEGO tak bisa
bertahan lama jika hanya mengandalkan seri permainan tersebut.
Knudstorp akhirnya memutuskan untuk menyerahkan kendali kreativitas kepada tangan-
tangan para penggemar berat LEGO daripada perancang yang memiliki keterampilan tetapi
kurang memahami secara nyata sejarah LEGO. Perusahaan asal Denamark ini melakukan
rekruitmen penggemar berat LEGO pertama kali pada tahun 2006.

Keputusan Knudstrop tidak salah. Para perancang sekaligus penggemar berat LEGO ini
tumbuh dengan permainan bata plastik ini. Tentu mereka memiliki ide-ide yang sebelumnya
tertahan dan mereka mewakili keinginan konsumen LEGO yang sebenarnya. Kini, LEGO
mempekerjakan para lulusan desain dan beberap AFOL (Adult fans of LEGO) atau dewasa
penggemar LEGO.

Mark Stafford, salah seorang perancang sekaligus AFOL, mengatakan dalam situs Reddit
bahwa baginya ini adalah tujuh tahun yang fantastis dan memang tujuan perusahaan ini untuk
membuat bata-bata mainannya tak hanya sekadar mainan bagi anak-anak, tetapi juga alat
untuk berimajinasi dan berkreativitas.

LEGO sukses bagkit dari jurang kebangkrutan. Peluncuran film “The Lego Movie”
menandakan bahwa perusahaan ini semakin memantapkan posisi mereknya dalam industri
mainan anak.

Selain sukses dalam peluncuruan filmnya, LEGO Group juga sukses dalam membuka
taman bermain yaitu LEGOLAND. Setelah pembukaan Legoland New York yang
rencananya berlangsung pada 2020, Legoland Korea akan jadi Legoland Park ke-10.
Sebelumnya, Legoland sudah berdiri di Denmark, Inggris, Jerman, Jepang, Malaysia, Uni
Emirat Arab dan Amerika Serikat (California dan Florida).

Perusahaan itu memperkirakan kinerja Legoland akan bangkit pada tahun fiskal 2018-
2019 berkat marketing dan promosi yang berhubungan dengan film Lego Movie 2 yang bakal
tayang pada Februari mendatang.

Anda mungkin juga menyukai