Anda di halaman 1dari 6

Kaderisasi: Sebuah Langkah Pembeda

ITB Kampus Kaderisasi

“Supaya kampus ini menjadi tempat anak bangsa menimba ilmu, belajar tentang sains, seni
dan teknologi”

Mungkin bagi sebagian orang sering mendengar bahwa Institut Teknologi Bandung (ITB)
adalah kampus yang dikenal karena memiliki sistem kaderisasi yang berhasil. Sampai pernah
ada sebuah jargon bahwa ITB merupakan salah satu dari 3 lembaga yang memiliki sistem
kaderisasi yang berhasil. Kaderisasi merupakan nafas dari sebuah organisasi dan merupakan
suatu keniscayaan untuk membangun dan meneruskan roda organisasi. Menurut KBBI,
kaderisasi memiliki arti pengaderan atau proses, cara, perbuatan mendidik atau
membentuk seseorang menjadi kader. Sedangkan kader sendiri memiliki arti sebagai
orang yang diharapkan akan memegang peran yang penting dalam pemerintahan, partai, dan
sebagainya. Sehingga, dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kaderisasi
adalah proses membentuk seseorang menjadi kader yang siap untuk memegang
tanggung jawab dalam sebuah lembaga. Maka dalam suatu kaderisasi tentu akan dilakukan
penurunan nilai dan budaya yang dipegang oleh suatu lembaga untuk membentuk kader yang
mampu memegang nilai dan budaya tersebut. ITB sebagai lembaga pendidikan yang
memiliki nilai dan budaya tentu perlu memiliki sistem kaderisasi, sehingga bentuk kaderisasi
yang ada di ITB di kontekstualisasi sebagai suatu kegiatan pendidikan.

Menurut KBBI, pendidikan bermakna proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran
dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik. Dari definisi tersebut jelas bahwa
kaderisasi adalah bagian dari pendidikan, sehingga proses kaderisasi seharusnya selaras
dengan tujuan pendidikan itu sendiri. Menurut UU Nomor 20 Tahun 2003, menyatakan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Oleh karena itu, kaderisasi merupakan bagian dari proses pendidikan
yang bisa menyadarkan peserta didik akan posisi, potensi dan peran serta perlu memiliki
karakteristik yang mendewasakan dan memanusiakan manusia1 serta tidak terlepas dari
realita masyarakat. Selain itu, kaderisasi yang dilakukan juga perlu memiliki substansi
untuk membentuk peserta didik yang insaf akan tanggung jawabnya atas kesejahteraan
masyarakat dan lingkungan sekitar.

1
Aziz, Asep Rifqi Abdul (2016). Jurnal Pemikiran Islam dan Filsafat: Konsep Hominisasi dan
Humanisasi Menurut Driyarkara. Surakarta
ITB: Pembentuk Insan Akademis

“Supaya kampus ini menjadi tempat bertanya, dan harus ada jawabnya”

Sebagai salah satu perguruan tinggi, tentu ITB harus mampu menjalankan tugas dari
perguruan tinggi. Menurut Hatta, tugas perguruan tinggi adalah membentuk manusia susila
dan demokrat yang; 1. Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan
masyarakatnya; 2. Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan;
3. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan dalam masyarakat2. Dari penjelasan Hatta, dapat
disimpulkan bahwa tugas perguruan tinggi adalah membentuk insan akademis3. Insan
akademis yang dimaksud adalah seseorang yang memiliki peran untuk selalu
mengembangkan diri guna membentuk pribadi yang tanggap dan mampu menjawab berbagai
tantangan di masa depan dan mampu mengikuti watak ilmu, yaitu mencari dan membela
kebenaran ilmiah.4 Dalam UU Nomor 12 Tahun 2012 pasal 5 menyatakan bahwa tujuan
pendidikan tinggi adalah:
1. berkembangnya potensi Mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk kepentingan bangsa;
2. dihasilkannya lulusan yang menguasai cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi
untuk memenuhi kepentingan nasional dan peningkatan daya saing bangsa;
3. dihasilkannya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Penelitian yang memperhatikan
dan menerapkan nilai Humaniora agar bermanfaat bagi kemajuan bangsa, serta kemajuan
peradaban dan kesejahteraan umat manusia; dan
4. terwujudnya Pengabdian kepada Masyarakat berbasis penalaran dan karya Penelitian
yang bermanfaat dalam memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.

Untuk menjawab tugas dan tujuan dari perguruan tinggi, maka sistem pembelajaran yang
sudah didesain oleh perguruan tinggi dirasa belum cukup memenuhi tujuan untuk
membentuk mahasiswa menjadi insan akademis. Mahasiswa sendiri juga harus ikut serta
mendidik dirinya sendiri (learning by themselves) dengan tetap berpedoman pada nilai
kebenaran ilmiah5. Karena adanya suatu kebutuhan untuk menjamin efektifitas dari proses
mendidik diri sendiri, tercipta suatu organisasi kemahasiswaan yang memiliki peran untuk
membantu keberjalanan proses mendidik diri sendiri. Konsekuensi atas adanya organisasi
kemahasiswaan yang dibangun dari kebutuhan dan kesadaran akan pentingnya mendidik diri
sendiri adalah adanya tuntutan partisipasi dari anggota organisasi itu sendiri. Karena
kemahasiswaan di ITB bersifat dari, oleh dan untuk mahasiswa, maka tanpa adanya suatu
partisipasi aktif dari mahasiswa itu sendiri tentu tidak akan ada manfaat yang dapat diperoleh
dan tujuan dari adanya organisasi kemahasiswaan ini tidak akan terwujud. Maka untuk
meningkatkan partisipasi aktif dari mahasiswa, diperlukan suatu sistem kaderisasi yang

2
KONSEPSI ORGANISASI KEMAHASISWAAN KELUARGA MAHASISWA ITB (Amendemen 2020)
3
idem
4
idem
5
idem
bukan hanya mampu untuk memastikan mahasiswa berkembang sesuai dengan potensinya,
melainkan juga terbuka seluas-luasnya dan seadil-adilnya bagi seluruh mahasiswa untuk
dapat mengembangkan diri 6. Oleh karena itu, kaderisasi seharusnya hadir bukan untuk
dipilih antara sebuah kebutuhan ataupun keharusan, melainkan sebuah keniscayaan yang
akan selalu hinggap di hidup tiap manusia yang sadar untuk mengembangkan dirinya menjadi
manusia sesungguhnya. Jika memang dirasa kaderisasi yang ada di ITB tidak selaras dengan esensi
pendidikan maka kembali ke PoPoPe mahasiswa yang merupakan bagian di dalam masyarakat yang
mampu mengubah sesuatu. Hal ini berarti mahasiswa mampu untuk mengubah kaderisasi yang tidak
sesuai dengan esensi pendidikan.

Eksistensi Kaderisasi KM ITB

“Supaya kehidupan kampus ini membentuk watak dan kepribadian”

Berdasarkan yang telah dijelaskan, untuk memastikan proses kaderisasi yang terbuka
seluas-luasnya dan seadil-adilnya, KM ITB sebagai organisasi sentral kemahasiswaan yang
ada di ITB memiliki suatu sistem kaderisasi. Sistem kaderisasi yang digunakan oleh KM ITB
adalah sistem kaderisasi berjenjang, dengan tiap jenjang memiliki masing-masing profil yang
perlu untuk dicapai. Sistem kaderisasi yang ada di KM ITB didokumentasikan dalam bentuk
dokumen acuan kaderisasi, yang disebut sebagai Rancangan Umum Kaderisasi (RUK) KM
ITB. RUK KM ITB hadir sebagai sebuah rancangan induk acuan sistem kaderisasi anggota
KM ITB dengan tujuan terbesarnya adalah membentuk seorang kader yang mampu
memenuhi Profil Dasar Alumni KM ITB7. Sistem kaderisasi berjenjang yang terpisahkan
sesuai dengan posisi dan perannya di dalam KM ITB digunakan untuk menunjang
pemenuhan Profil Dasar Alumni KM ITB. Sistem perjenjangan itu terdiri dari Fase Pra
Lembaga, Fase Orientasi Lembaga, Fase Berkarya dan Berkegiatan Aktif, Fase
Eksekutif dan Penentu Kebijakan, Fase Penjaga Nilai dan Persiapan Alumni. Sebagai
gerbang awal dalam mengenal dunia kemahasiswaan dan tahap adaptasi terhadap status baru
sebagai seorang mahasiswa, Fase Pra Lembaga memiliki peran yang sangat penting dalam
penjenjangan kaderisasi yang ada di KM ITB. Untuk memenuhi profil yang terdapat pada
Fase Pra Lembaga, dibentuk suatu kaderisasi akbar yang biasanya disebut Kaderisasi Awal
Terpusat.

6
idem
7
RANCANGAN UMUM KADERISASI (RUK) KELUARGA MAHASISWA ITB. Dijelaskan bahwa Profil
Alumni KM ITB adalah; 1.memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi; 2.memiliki kemampuan sebagai
pembelajar seumur hidup; 3. memiliki kemampuan berkolaborasi secara efektif; 4. Memiliki
kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dalam lingkungan masyarakat akademik maupun
masyarakat umum; 5.Memiliki kemampuan untuk menerapkan pengetahuan yang dimiliki dalam
kehidupan sehari-hari; 6.Memiliki kesadaran akan tanggung jawab sosial untuk menyelesaikan
permasalahan di masyarakat.
KAT: Selamat Datang Kemahasiswaan
Kaderisasi Awal Terpusat (KAT) ITB merupakan rangkaian kaderisasi dan pendidikan yang
bertujuan untuk mendidik mahasiswa tingkat 1 yang akan memasuki tingkat 2 dan mahasiswa
baru ITB angkatan 20218. KAT digelar agar mahasiswa tingkat 1 yang akan memasuki Fase
Orientasi Lembaga mampu untuk memenuhi profil Fase Pra-Lembaga. Bagi mahasiswa baru,
KAT adalah sebuah wadah untuk mengenal lebih jauh tentang kemahasiswaan di ITB, juga
bertujuan sebagai wahana yang diharapkan bisa membantu proses adaptasi saat menjadi
seorang mahasiswa. Sebagai sebuah rangkaian kaderisasi, tentu KAT ITB memiliki visi yang
berbeda dan berkelanjutan sesuai dengan realita dan pergolakan masyarakat saat itu. Di tahun
2021, KAT ITB pun hadir dengan sebuah visi besar yaitu “KAT ITB Sebagai Ruang
Inspirasi Bernavigasi Budaya Dalam Mewujudkan Kesadaran Berkontribusi untuk
Indonesia” yang dijelaskan secara rinci dalam Dokumen Grand Design KAT ITB 2021.
Tujuan utama dari KAT ITB 2021 adalah membentuk kesadaran untuk berkontribusi bagi
Indonesia sebagai bagian dari Insan Akademis melalui proses Inspirasi dan Navigasi
yang dijalankan pada KAT ITB, sehingga ketika sudah berkehidupan di kampus bahkan
pasca kampus, mereka akan selalu mencari jalan maupun wadah yang cocok bagi
mereka dan mereka rasa bisa memberikan dampak bagi sekitarnya9. Dalam proses
penyadaran untuk terus berpartisipasi aktif, KAT ITB 2021 mengandung nilai-nilai yang
terdiri dari; Inspiratif, Kontributif, dan Berbudaya Indonesia.

Inspiratif disini diartikan sebagai orang yang mampu menginspirasi lingkungan sekitar
dan orang yang terinspirasi oleh lingkungan sekitar. Kontributif difokuskan kepada usaha
untuk penyadaran akan alasan untuk terus berkontribusi aktif bagi Indonesia.
Sedangkan, Berbudaya Indonesia didefinisikan dengan pendekatan orientasi budaya dari Ki
Hajar Dewantara, yakni olah cipta, olah rasa, dan olah rasa yang kemudian dikelompokkan
dengan pendekatan aspek budaya yaitu tuntunan, tatanan dan tontonan. Di KBBI daring,
tuntunan memiliki arti bimbingan, petunjuk atau pedoman. Maka dari itu, dapat
didefinisikan bahwa tuntunan adalah sebuah petunjuk atau pedoman bagi kita untuk
membentuk sebuah tatanan atau tontonan yang baik dan bermanfaat bagi lingkungan.
Pada KAT 2021, bentuk tuntunan yang diharapkan mampu dijadikan sebagai pedoman
dalam menjalani kehidupan sebagai masyarakat dan masyarakat akademis adalah
Aksara-Dialektika, Berpikir Holistik terhadap Kebhinekaan, Empati Terhadap
Lingkungan, Kebermanfaatan dalam Gotong Royong.

1. Aksara-Dialektika
Makna aksara di KBBI adalah sistem tanda grafis yang digunakan manusia untuk
berkomunikasi dan sedikit banyaknya mewakili ujaran. Sedangkan, dialektika adalah
hal berbahasa dan bernalar dengan dialog sebagai cara untuk menyelidiki suatu
masalah. Maka dari itu, aksara dialektika adalah sebuah proses perumusan suatu
solusi untuk menyelesaikan masalah dengan membaca, menulis, berpikir dan
berdiskusi. Aksara-Dialektika merupakan budaya yang bisa dimaknai dan diilhami

8
Fadly, Muhammad (2021). Grand Design KAT ITB 2021: Inspirasi Navigasi dan Kontribusi.
9
idem
dengan baik oleh mahasiswa sebagai bagian dari masyarakat dan masyarakat
akademis. Tak berhenti disitu, budaya ini seharusnya menjadi pondasi dalam
kehidupan antar civitas akademik yang berkegiatan di lingkungan akademis, sehingga
bisa merumuskan suatu solusi yang bermanfaat dan tepat guna.

2. Berpikir Holistik terhadap Kebhinekaan


Berpikir holistik adalah berpikir secara keseluruhan, dalam artian melihat segala
sesuatu dengan helicopter view. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi sebuah bias dalam
melihat suatu permasalahan, sehingga bisa menentukan objektivitas dalam
menyelesaikan masalah. Indonesia adalah bangsa yang dibentuk dari berbagai macam
suku bangsa, yang menyatukan diri sebagai satu bangsa yang memiliki kesamaan
nasib. Karena berbagai macam suku bangsa ini, maka perbedaan dan keberagaman
adalah suatu kekayaan yang dimiliki dan sudah sepatutnya untuk disyukuri. Sebuah
slogan ‘Bhineka Tunggal Ika’ muncul untuk mempertegas bahwa keberagaman yang
dimiliki bangsa ini merupakan sebuah identitas bangsa Indonesia.

Maka dari itu, kebhinekaan bukan lagi sebuah alasan untuk terus bercerai-berai.
Budaya berpikir holistik dalam memandang sebuah kebhinekaan adalah sebuah
keniscayaan yang seharusnya dimiliki oleh tiap orang yang menjadi bagian dari
bangsa ini. Dengan bisa menerapkan budaya berpikir holistik dalam kebhinekaan,
tentu kita mampu untuk menyikapi perbedaan yang ada dengan baik tanpa sentimen
apapun.

Berpikir Holistik terhadap Kebhinekaan adalah usaha untuk melihat kebhinekaan


(keberagaman) dengan menyeluruh tanpa memandang beda pihak tertentu.

3. Empati terhadap Lingkungan


Empati dapat diartikan sebagai kemampuan dan kecenderungan seseorang
(“observer”) untuk memahami apa yang orang lain (“target”) pikirkan dan rasakan
pada situasi tertentu (Zoll & Enz: 2012). Lingkungan disini di kontekstualisasi
sebagai makhluk hidup dan alam. Maka, empati terhadap lingkungan adalah
kemampuan seseorang untuk memahami apa yang sedang terjadi kepada makhluk
hidup lain (manusia, hewan, tumbuhan, dan makhluk yang hidup lainnya) dan alam
dan sadar bahwa segala sesuatu yang kita lakukan tentu memiliki dampak bagi
lingkungan sekitar kita. Maka, budaya ini perlu ditumbuhkan dan ditanamkan kepada
peserta didik agar dengan pemahaman dan kesadaran tersebut, mampu untuk
menciptakan solusi dari tiap permasalahan yang ada di lingkungan sekitar tanpa
merugikan lingkungan tersebut.

4. Kebermanfaatan dalam Gotong Royong


Sudah disinggung pada poin ke-2, bahwa Indonesia adalah bangsa yang terdiri dari
beragam suku bangsa. Karena keberagaman itu, banyak budaya yang akhirnya lahir
dari bermacam-macam suku bangsa. Namun, yang paling unik dan pasti akan selalu
kita temui saat kita berkunjung ke masyarakat yang masih memegang erat nilai
kebudayaannya, yaitu budaya gotong royong. Di ITB sendiri, mungkin sering
terdengar sebuah kata ‘kolaborasi’ pada hearing ataupun forum-forum yang dilakukan
oleh lembaga yang ada di KM ITB. Melihat kondisi dunia dengan tantangan yang
semakin besar dan meluas, ditambah keadaan yang sulit untuk diprediksi secara pasti
tentu tak bisa kita hadapi sendiri. Maka kolaborasi adalah salah satu bentuk gotong
royong masa kini yang dapat dilakukan untuk menjawab tantangan yang semakin
besar dan sulit untuk diprediksi. Namun, tentu kolaborasi yang dilakukan harus terus
berpegang teguh pada prinsip pada kebermanfaatan bagi lingkungan sekitar serta tepat
guna.

“Agar lulusannya bukan hanya sebagai pelopor pembangunan, tetapi juga pelopor
persatuan dan kesatuan bangsa.

Anda mungkin juga menyukai