Anda di halaman 1dari 5

DIAGNOSIS

a. Manifestasi klinis

Masuknya N. americanus dan A. duodenale melalui kulit dapat menyebabkan sindrom kulit


yang dikenal sebagai ground itch. Ini terdiri dari ruam papulovesikular eritematosa pruritus.
Gatal tanah paling sering muncul di tangan dan kaki. Berbeda dengan infeksi cacing tambang
antropofilik, infeksi zoonosis dengan A. braziliense  menghasilkan cutaneous larva migrans
(CLM), yang ditandai dengan lubang serpiginosa yang paling sering muncul di kaki, bokong, dan
perut (Alhssan O. Ghodeif & Hanish Jain. 2021. Hookworm – StatPearls – NCBI Bookshelf.
Available from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2268732/. Diakses pada 13
September 2021).

Setelah masuk, larva cacing tambang dapat mengalami migrasi ke paru-paru, yang dapat
disertai dengan batuk, sakit tenggorokan dan demam. Infeksi cacing tambang paru menyerupai
pneumonitis Loeffler karena hubungannya dengan eosinofil paru. Pneumonitis cacing tambang
biasanya tidak parah meskipun dapat berlangsung selama lebih dari sebulan sampai
meninggalkan paru-paru dan masuk ke saluran pencernaan. Masuknya larva cacing tambang ke
dalam saluran pencernaan dan perkembangannya menjadi cacing tambang dewasa sering
mengakibatkan nyeri epigastrium, serta gejala gastrointestinal lainnya (misalnya, perut kembung,
dan mual) yang memuncak antara hari ke 30 hingga 45 pasca infeksi; nyeri perut mendahului
munculnya telur dalam tinja, yang muncul antara 48-58 hari pasca infeksi. Hitung eosinofil darah
mencapai puncaknya dimulai dengan timbulnya gejala gastrointestinal dan berlanjut sampai
patensi telur. (Alhssan O. Ghodeif & Hanish Jain. 2021. Hookworm – StatPearls – NCBI
Bookshelf. Available from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2268732/. Diakses
pada 13 September 2021).

Ketika infeksi A. duodenale terjadi melalui rute oral, migrasi awal terkadang menghasilkan


sindrom yang dikenal sebagai penyakit Wakana, yang ditandai dengan mual, muntah, iritasi
faring, batuk, dispnea, dan suara serak. (Alhssan O. Ghodeif & Hanish Jain. 2021. Hookworm –
StatPearls – NCBI Bookshelf. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2268732/. Diakses pada 13 September 2021).

Kehilangan darah intestinal adalah manifestasi klinis utama dari infeksi cacing tambang pada
manusia. Infeksi cacing tambang yang sedang hingga berat dapat menyebabkan defisiensi zat
besi dan hiproteinemia. Kehilangan darah ini terjadi karena perlekatan organ pemotong cacing
tambang ke mukosa usus dan submukosa yang menyebabkan pecahnya kapiler usus dan arteriol.
Sekresi penghambat faktor Xa dan VIIa/TF, dan agen anti-platelet oleh cacing tambang juga
membantu mempertahankan kebocoran kapiler darah secara terus menerus di tempat perlekatan
cacing tambang.Anemia defisiensi besi yang terjadi akibat infeksi cacing tambangselain
memiliki gejala dan tanda umum anemia juga memiliki manifestasi khas seperti atrofi papil
lidah, telapak tangan berwarna jerami, serta kuku sendok. Selain itu, kehilangan protein terkait
cacing tambang menghasilkan penurunan berat badan di antara populasi yang rentan. (Alhssan
O. Ghodeif & Hanish Jain. 2021. Hookworm – StatPearls – NCBI Bookshelf. Available from :
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2268732/. Diakses pada 13 September 2021).

b. Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis ditegakkan dengan ditemukannya karakteristik telur cacing tambang berbentuk


oval berukuran 40 x 60 um dalam tinja. Telur dari kedua spesies Necator americanus dan
Ancylostoma duodenale tidak bisa dibedakan dengan mikroskop cahaya. Dalam sampel tinja
yang tidak segar, telur dapat menetas melepaskan larva rhabditiform yang mana hal ini harus
dibedakan dari S. Stercoralis. Anemia mikrositik hipokromik, kadang-kadang dengan
eosinophilia atau hipoalbuminemia adalah karakteristik penyakit cacing tambang.

Pemeriksaan feses

Pemeriksaan feses terdiri dari pemeriksaan mikroskopik dan makroskopik. Pemeriksaan


mikroskopis terdiri dari dua pemeriksaan yaitu pemeriksaan kualitatif dan kuantiatif.
Pemeriksaan kualitatif dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti pemeriksaan secara natif
(direct slide), pemeriksaan dengan metode apung, modifikasi merthiolat iodine formaldehyde,
metode selotip, metode konsentrasi, teknik sediaan tebal dan metode sedimentasi formol ether
(ritchie). Pemeriksaan kuantitatif dikenal dengan dua metode yaitu metode stoll dan metode kato
katz (Agoes, R dan D. Natadisastra. 2009. Parasitolgi Kedokteran ditinjau dari organ tubuh
yang diserang. EGC. Jakarta)
Adapun tekhnik pemeriksaannya mikroskopik sebagai berikut :

1. Pemeriksaan Kualitatif
 Pemeriksaan secara natif (directslide)

Metode pemeriksaan ini sangat baik digunakan untuk infeksi berat tetapi pada infeksi ringan
telur-telur cacing sulit ditemukan. Prinsip dari pemeriksaan ini dilakukan mencampurkan feses
dengan 1-2 tetes NaCl fisiologis 0,9% atau eosin 2% lalu diperiksa di bawah mikroskop dengan
perbesaran 100x. Penggunaan eosin 2% digunakan untuk agar lebih jelas membedakan telur-
telur cacing dengan kotoran sekitarnya (Rusmatini T. Teknik Pemeriksaan Cacing Parasitik.
Dalam: D. Natadisastra & R. Agoes, Eds. Parasitologi Kedokteran:ditinjau Dari Organ Tubuh
Yang Diserang. Jakarta: EGC; 2009) (Swierczynski G. The Search for Parasites in Fecal
Specimens.; 2010. http://www.atlas-protozoa.com/index.php)
 Pemeriksaan dengan Metode Apung (floatationmethode)

Metode ini menggunakan larutan garam jenuh atau gula jenuh sebagai alat untuk
mengapungkan telur. Prinsip kerja berat jenis (BJ) telur-telur cacing yang lebih ringan daripada
BJ larutan yang digunakan sehinggatelur-telur terapung dipermukaan dan digunakan untuk
memisahkan partikel-partikel besar yang ada dalam tinja (Tierney, L.M., McPhee MA& P.
Current Medical Diagnosis and Treatment. New York: Mc Graw Hill Company; 2002)
 Modifikasi Metode Merthiolat Iodine Formaldehyde(MIF)

Metode ini menyerupai metode sedimentasi. Metode ini digunakan untuk menemukan telur
cacing nematoda, trematoda, cestoda dan amoeba di dalam tinja sekitarnya (Rusmatini T. Teknik
Pemeriksaan Cacing Parasitik. Dalam: D. Natadisastra & R. Agoes, Eds. Parasitologi
Kedokteran:ditinjau Dari Organ Tubuh Yang Diserang. Jakarta: EGC; 2009)

 Metode Selotip (cellotapemethode)

Metode ini digunakan untuk identifikasi cacing E. vermicularis. Pemeriksaan dilakukan pada
pagi hari sebelum anak berkontak dengan air dan usia anak yang diperiksa berkisar 1-10 tahun.
Metode ini menggunakkan plester plastik yang bening dan tipis dan dipotong dengan ukuran 2 x
1,5 cm. Plester plastik lalu ditempelkan pada lubang anus dan ditekan dengan ujung jari. Hasil
diplester kemudian ditempelkan ke objek glass dan dilihat dibawah mikroskop untuk melihat
telur cacing. (Rusmatini T. Teknik Pemeriksaan Cacing Parasitik. Dalam: D. Natadisastra & R.
Agoes, Eds. Parasitologi Kedokteran:ditinjau Dari Organ Tubuh Yang Diserang. Jakarta: EGC;
2009) (Swierczynski G. The Search for Parasites in Fecal Specimens.; 2010. http://www.atlas-
protozoa.com/index.php)

 Metode Konsentrasi

Metode ini sangat praktis dan sederhana. Prosedur pemeriksaan ini yaitu 1 gr tinja
dimasukkkan kedalam tabung reaksi lalu tambahkan akuadest dan diaduk sampai homogen.
Masukkan ke tabung sentrifusi dan sentrifusi dengan kecepatan 3000 rpm selama 1 menit.
Larutan dibuang, sedimennya diambil dengan menggunakkan pipet pasteur lalu diletakkan di
atas kaca objek kemudian ditutup dengan cover glass dan dilihat di bawah di mikroskop.
Pemeriksaan ini dapat dilakukan sampai 2-3 kali (Tierney, L.M., McPhee MA& P. Current
Medical Diagnosis and Treatment. New York: Mc Graw Hill Company; 2002)

 Teknik Sediaan Tebal (teknik kato)

Teknik ini biasanya digunakan untuk pemeriksaan tinja secara massal karena pemeriksaan ini
lebih sederhana dan murah. Morfologi telur cacing cukup jelas untuk membuat diagnosa
(Swierczynski G. The Search for Parasites in Fecal Specimens.; 2010. http://www.atlas-
protozoa.com/index.php)

 Metode Sedimentasi Formol Ether (ritchie)

Prinsip dari metode ini adalah gaya sentrifugal dapat memisahkan supernatan dan suspensi
sehingga telur cacing dapat terendapkan. Metode sedimentasi kurang efisien dalam mencari
macam telur cacing bila dibandingkan dengan metode flotasi (Rusmatini T. Teknik Pemeriksaan
Cacing Parasitik. Dalam: D. Natadisastra & R. Agoes, Eds. Parasitologi Kedokteran:ditinjau
Dari Organ Tubuh Yang Diserang. Jakarta: EGC; 2009)
2. Pemeriksaankuantitatif

 Metode Stoll

Pemeriksaan ini menggunakan NaOH 0,1 N sebagai pelarut tinja. Cara ini cocok untuk
pemeriksaan infeksi berat dan sedang. Pemeriksaan ini kurang baik untuk infeksi ringan
(Rusmatini T. Teknik Pemeriksaan Cacing Parasitik. Dalam: D. Natadisastra & R. Agoes, Eds.
Parasitologi Kedokteran:ditinjau Dari Organ Tubuh Yang Diserang. Jakarta: EGC; 2009)

 Metode Katokatz

Pemeriksaan dilakukan dengan menghitung jumlah telur cacing yang terdapat dalam feses
yang dikeluarkan seseorang dalam sehari. Pemeriksaan ini untuk Soil Transmitted Helminth.
Jumlah telur yang didapat kemudian dicocokkan dengan skala pembagian berat ringannya
penyakit kecacingan yang diderita (Tierney, L.M., McPhee MA& P. Current Medical Diagnosis
and Treatment. New York: Mc Graw Hill Company; 2002)

DIAGNOSIS BANDING

Penyebab intestinal lainnya dari anemia defisiensi besi harus disingkirkan, seperti:

 Malabsorbsi

 Erosi lambung atau esofagus

 Penyakit ulkus peptikum

 Keganasan gastrointestinal

Selain itu, perlu dibedakan dengan infestasi cacing lain yang memiliki ciri umum yang sama
dengan infeksi cacing tambang, seperti:

 Ascariasis

 Schistosomiasis

 Strongyloidiasis

Manifestasi kulit juga perlu dibedakan dari kondisi serupa lainnya seperti dermatitis dan infeksi
skabies

(S Brooker et al. 2004. Human Hookworm Infection in the 21 st Century – NCBI. Available
from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546648/. Diakses tanggal 13 September 2021)
KOMPLIKASI
Komplikasi infeksi cacing tambang dewasa sering kali meliputi anemia defisiensi besi akibat
kehilangan darah, baik melalui konsumsi parasit langsung atau kebocoran darah dari tempat
perlekatan parasit ke usus. Komplikasi terkait lainnya termasuk pendarahan gastrointestinal,
cutaneous larva migrans dan pneumonia eosinofilik.
(S Brooker et al. 2004. Human Hookworm Infection in the 21 st Century – NCBI. Available
from : https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK546648/. Diakses tanggal 13 September 2021)

Anda mungkin juga menyukai