Anda di halaman 1dari 18

TUGAS RUTIN

Analisis Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Transportasi


Dosen Pengampu : Dr. Bukit Buchori Siagian, S.E., M.Si.

KELOMPOK 04 :

1. ANGEL SIHOTANG ( 180501102 )

2. KHAIRUL KAMAL ( 180501103 )

3. LIONEL G ARITONANG ( 180501104 )

4. RIZKA NURFI ( 180501109 )

5. PUTRI W. A. SIMANJUNTAK ( 180501110 )

Angel Sihotang Khairul Kamal Lionel G Aritonang Rizka Nurfi Putri W. A. Simanjuntak

Disusun Sebagai Salah Satu Tugas Yang Diwajibkan

Dalam Mengikuti Perkuliahan Ekonomi Transportasi

PROGRAM STUDI S1 EKONOMI PEMBANGUNAN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
TAHUN 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karuniaNya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Ekonomi
Transportasi tepat waktu.
Penulisan makalah berjudul “Analisis Keseimbangan Permintaan dan Penawaran ” dapat
diselesaikan karena bantuan banyak pihak. Kami berharap makalah tentang Ruang Lingkup
Ekonomi Transportasi ini dapat menjadi sumber pengetahuan bagi semua pihak. Selain itu, kami
juga berharap agar pembaca mendapatkan ilmu baru tentang ekonomi transportasi setelah
membaca makalah ini. Penulis menyadari makalah bertema ekonomi transportasi ini masih
memerlukan penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan
saran pembaca demi penyempurnaan makalah.Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah
ini, kami memohon maaf.
Demikian yang dapat kami sampaikan . Akhir kata, semoga makalah Ekonomi
Transportasi ini dapat bermanfaat.

Medan, 10 September 2021

Kelompok 04

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .....................................................................................................................2

ABSTRAK.......................................................................................................................................4

BAB I...............................................................................................................................................5

PENDAHULUAN ...........................................................................................................................5

1.1. Latar Belakang ........................................................................................................................5

1.2. Tujuan .....................................................................................................................................6

BAB II............................................................................................................................................7

PEMBAHASAN...........................................................................................................................7

2.1 Analisis Keseimbangann pada Transportasi ............................................................................8

2.2 Pentarifan ……………...........................................................................................................9

2.2.1 Kebijaksanaan Penentuan Tarif.............................................................................................10

2.2.2. Jenis Tarif Angkutan ............................................................................................................11

2.3 Subsidi ..................................................................................................................................12

2.3.1 Pengertian Subsidi Langsung dan Subsidi Tidak Langsung.............................................13

2.3.3 Dampak Positif dan Negatif dari Pelaksanaan Subsidi.........................................................15

2.3.4 Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM)...................................................................................16

BAB III ...........................................................................................................................................17

PENUTUP.......................................................................................................................................17

Kesimpulan ...................................................................................................................................17

Saran................................................................................................................................................17

3
ABSTRAK

Optimalisasi penggunaan transportasi sangat diperlukan mengingat sulitnya untuk meningkatkan


kapasitas jalan dengan memperlebar jalan dalam upaya untuk mengelola “supply”. Oleh karena
itu dibutuhkan alternatif pendekatan dengan mengelola “demand” agar transportasi secara sistem
dapat dikendalikan. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui permintaan dan penawaran jasa
transportasi dalam rangka untuk mendapatkan informasi secara teoritis yang berhubungan
dengan jasa transportasi sehingga pelayanan terhadap transportasi dapat disediakan sesuai
dengan kebutuhan masyarakat pengguna. Dengan demikian para pengusaha dan pengguna dapat
memahami pentingnya transportasi untuk memperlancar arus perputaran kegiatan ekonomi yang
pada gilirannya akan dapat membantu percepatan pembangunan ekonomi di masing-masing
daerah yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi melalui kontribusi sektor pengangkutan atau
yang dikenal dengan jasa transportasi baik dari sisi permintaan maupun penawaran dimana
diharapkan akan tercipta keseimbangan.
Kata kunci: Permintaan dan penawaran jasa transportasi, pembangunan ekonomi,
pertumbuhan ekonomi

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Masalah transportasi atau perhubungan merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh
negara-negara yang telah maju dan juga oleh negara yang sedang berkembang seperti di
Indonesia baik di bidang transportasi perkotaan (urban transportation) maupun transportasi
antar kota (rural transportation). Terciptanya suatu sistem perangkutan atau perhubungan
yang menjamin pergerakan manusia, kendaraan dan atau barang secara lancar, aman, cepat,
murah dan nyaman sudah merupakan tujuan pembangunan dalam sektor perhubungan. Pada
skala makro, permasalahan transportasi pada dasarnya adalah terjadinya ketidak efisienan
sistem transportasi antara lain disebabkan oleh tidak adanya integrasi yang baik antara sub-
sistemnya. Kebutuhan akan transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand),
dimana pergerakan yang terjadi merupakan akibat dari adanya pergerakan untuk memenuhi
kebutuhan yang timbul akibat adanya pemisahan lokasi aktivitas. Dengan demikian, sistem
kegiatan (land use) merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam perencanaan transportasi.
Pemisahan aktivitas membutuhkan pelayanan jaringan (network) jalan, yang selanjutnya
menimbulkan adanya pergerakan lalu lintas (traffic). Sistem kegiatan, sistem jaringan dan
sistem pergerakan (traffic) merupakan tiga sub-sistem yang saling terkait
Bertambahnya permintaan jasa transportasi adalah berasal dari bertambahnya kegiatan
sektor-sektor lain. Sesuai sifatnya sebagai derived demand maka perencanaan sektor
transportasi selalu mengandung ketidakpastian (Siregar, 1995: 21). Penyediaan (penawaran)
jasa transportasi agar diupayakan seimbang dengan permintaan jasa transportasi. Jika
penawaran jasa transportasi lebih kecil dibandingkan permintaan jasa transportasi, maka akan
terjadi kemacetan arus barang yang dapat menimbulkan kegoncangan harga barang,
sebaiknya jika penawaranl besar dari permintaannya, hal ini akan mendorong timbulnya
persaingan yang tidak sehat di antara perusahaan pengangkutan, sehingga banyak di antara
mereka mengalami kerugian dan bahkan ada yang terpaksa menghentikan kegiatan usahanya.

1.2 Tujuan
-Mengetahui dan memahami keseimbangan transportasi.
- Mengetahui dan memahami kebijaksanaan penentuan tarif dan jenis tarif
- Mengetahui dan memahami Dampak Positif dan Negatif dari Pelaksanaan Subsidi
- Mengetahui dan memahami manfaat subsidi

5
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Analisis Keseimbangan Transportasi


Kata Transportasi berasal dari kata latin, yaitu transporture, dimana trans berarti
seberang atau sebelah lain dan portase berarti mengangkut. Jadi Transportasi berarti membawa
(sesuatu) ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat lainnya. Dengan demikian transportasi
itu dapat diberi definisi sebagai usaha mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang
dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Pengertian transportasi yang dikemukakan oleh Nasution (1996) diartikan sebagai
pemindahan barang dan manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Sehingga dengan kegiatan
tersebut maka terdapat tiga hal yaitu adanya muatan yang diangkut, tersedianya kendaraan
sebagai alat angkut, dan terdapatnya jalan yang dapat dilalui. Proses pemindahan dari gerakan
tempat asal, dimana kegiatan pengangkutan dimulai dan ke tempat tujuan dimana kegiatan
diakhiri. Untuk itu dengan adanya pemindahan barang dan manusia tersebut, maka transportasi
merupakan salah satu sektor yang dapat menunjang kegiatan ekonomi (the promoting sector) dan
pemberi jasa (the servicing sector) bagi perkembangan ekonomi.
Kegiatan ekonomi dan transportasi memiliki keterkaitan yang sangat erat, dimana
keduanya dapat saling mempengaruhi. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Tamin (1997:4)
bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki keterkaitan dengan transportasi, karena akibat
pertumbuhan ekonomi maka mobilitas seseorang meningkat dan kebutuhan pergerakannya pun
menjadi meningkat melebih kapasitas prasarana transportasi yang tersedia. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa transportasi dan perekonomian memiliki keterkaitan yang erat. Di satu sisi
transportasi dapat mendoroni9g peningkatan kegiatan ekonomi suatu daerah, karena dengan
adanya infrastruktur transportasi maka suatu daerah dapat meningkat kegiatan ekonominya.
Namun di sisi lain, akibat tingginya kegiatan ekonomi dimana pertumbuhan ekonomi meningkat
maka akan timbul masalah transportasi, karena terjadinya kemacetan lalu lintas, sehingga
perlunya penambahan jalur transportasi untuk mengimbangi tingginya kegiatan ekonomi
tersebut.

Keseimbangan Transportasi
Keadaan keseimbangan dalam transportasi dicapai ketika jumlah permintaan akan jasa
transportasi sama besarnya dengan jumlah jasa transportasi yang ditawarkan oleh para penyedia
jasa. Dalam kenyataannya jumlah supply yang tersedia mungkin lebih besar atau lebih kecil
daripada jumlah yang diminta. Jika hal ini terjadi, maka model persoalannya disebut sebagai
model yang tidak seimbang (unbalanced). Batasan keseimbangan di atas dikemukankan hanya
karena ia menjadi dasar dalam pengembangan teknik transportasi. Namun, setiap persoalan
transportasi dapat dibuat seimbang dengan cara memasukkan variabel artifisial (semu). Jika
jumlah demand melebihi jumlah supply, maka dibuat suatu sumber dummy yang akan men-

6
supply kekurangan tersebut. Sebaliknya, jika jumlah supply melebihi jumlah demand, maka
dibuat suatu tujuan dummy untuk menyerap kelebihan tersebut.

Kurva Keseimbangan Permintaan dan Penawaran Transportasi


Keterangan :
D = Demand Curve
S = Supply Curve
P = Price (Harga)
Q = Quantity (Barang)
E0 = Equilibrium Point

Kurva diatas menggambarkan keseimbang antara kurva permintaan (demand curve) dengan
kurva penawaran (supply curve). Pada tingkat harga P0 dan jumlah quantity Q0 terjadi
perpotongan antara kurva permintaan (demand curve) dengan kurva penawaran (supply curve).
Tingkat perpotongan kedua kurva tersebut adalah titik keseimbangan pada saat terjadinya Price
Equilibrium. Titik E0 mencerminkan terjadinya kesepakatan antara produsen dengan konsumen
dengan jumlah 0Q0 dan harga sebesar 0P0 dengan syarat Citeris Paribus.

Berubahnya Harga Keseimbangan


Berubahnya harga keseimbangan dapat terjadi apabila Citeris Paribus sudah tidak berlakau
lagi, sehingga kurva permintaan dan kurva penawaran atau kedua-duanya akan dapat bergeser
(shifting). Terdapat dua katagori tentang berubahnya harga keseimbangan, yaitu:
a. Terjadinya perubahan ( harga naik atau turun ) Harga barang-barang dan Jasa- jasa yang
diperjual belikan tersebut.

7
Kurva ES dan ED Akibat Perubahan Harga
Pada kurva berikut merupakan contoh terjadinya perubahan harga dan dalam hal ini
dimana terjadinya harga naik dari P0 ke P1 maka permintaan akan naik dari qo ke q1 dan
kurva d akan menaik dan harga turun dari P0 ke P2 maka permintaan akan menurun dari qo
ke q2 dan kurva perminntaaan turun. Sebagai akibat terjadinya perubahan harga, sebagai
contoh harga yang naik dari P0 ke P1 atau dari harga senilai 0P0 menjadi 0P1 akan terjadi
Excess Supply, yaitu berupa kelebihan penawaran barang-barang dan Jasa-jasa daripada
permitaan barang-barang dan jasa-jasa tersebut sebesar jarak yang ditandai dengan ES pada
kurva. Sebaliknya pada kurva tersebut nampak pula bila yang terjadi harga turun dari senilai
P0 ke P2 atau dari sebesar 0P0 menjadi sebesar 0P2, maka yang akan terjadi adalah Excess
Demand, yaitu semacam kelebihan permintaan barang-barang dan jasa-jasa daripada
penawaran, Excess permintaan tersebut adalah sebesar jarak yang ditandai dengan ED pada
kurva tersebut.

b. Terjadinya perubahan faktor-faktor penentu yang memungkinkan perubahan permintaan dan


atau perubahan penawaran
 Perubahan Faktor Penentu Bergesernya Kurva Permintaan:
Dari lima kemungkinan yang menyebabkan kurva permintaan akan bergeser dan
salah satu contoh yang paling sederhana saja, diasumsi terjadinya perubahan
pendapatan masyarakat. Kalau pendapatan (Income) masyarakat atau konsumen
meningkat, maka kemampuan konsumen untuk berkonsumsi naik, akibatnya
permintaan barang Q (output) naik dari Q0 ke Q1. Kenaikan jumlah barang yang
diminta tersebut terlihat dengan bergesernya kurva permintaan kekanan dari D0 ke
D1. Sebaliknya kalau pendapatan konsumen turun, maka permintaan barang juga
akan turun dari Q0 ke Q2 dan kurva permintaan bergeser kekiri dari D0 ke D2.

8
Pergeseran Kurva Permintaan
Naiknya pendapatan masyarakat, maka hasrat masyarakat atau konsumen tersebut
untuk mengkonsumsi juga akan naik, sehingga bergeser kurva permintaan dari D0
menjadi D1. Penggeseran kurva permintaan tersebut sehingga harga keseimbangan juga
bergeser dari E0 menjadi E1. Pada kasus sebaliknya saat pendapatan konsumen menurun
kurva permintaan bergeser dari D0 menjadi D2 yang sekaligus diikuti oleh bergesernya
harga keseimbangan dari E0 menjadi E2.

Pada saat p0 turun ke p2 maka S akan menurun dan barang


 Perubahan Faktor Penentu Bergesernya Kurva Penawaran:
Dari beberapa faktor yang memungkinkan bergesernya kurva penawaran dan
salah satu contoh yang paling sederhana saja, disumsi terjadinya perubahan harga
input yang digunakan dalam proses produksi. Bila Harga input yang digunakan
dalam proses produksi turun maka produsen meningkatkan jumlah produksi (output)
dari Q0 ke Q2 dan akibatnya kurva penawaran bergeser dari S0 ke S2. Pada saaat
tersebut harga keseimbangan (price equilibrium) juga bergeser dari E0 menjadi E2.
Begitu juga sebaliknya kalau harga input yang digunakan dalam proses produksi
naik, maka produsen akan menurunkan produksinya dari Q0 ke Q1 sehingga kurva
penawaran bergeser kekiri dari S0 ke S1. Penggeseran kurva keseimbangan tersebut
pada kurva terlihat pula harga keseimbangan dari E0 menjadi E1.

Pergeseran Kurva Penawaran

9
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kalau harga yang berubah naik atau turun yang
terjadi adalah Excess Supply atau Excess Demand, jelas perubahan harga tersebut akan berakibat
berubahnya harga keseimbangan pada titik kombinasi kesimbangan yang baru. Sedangkan kalau
faktor-faktor penentu baik faktor-faktor pemintaan maupun faktor-faktor penentu penawaran,
maka yang bergeser adalah kurva permintaan atau kurva penawaran. Penggeseran (shifting) kurva
permintaan maupun kurva penawaran tersebut jaga akan merubah ke harga keseimbangan (price
equilibrium) yang baru.

2.2. Pentarifan
Menurut Departemen Perhubungan 2002, tarif adalah besarnya biaya yang dikenakan
pada setiap penumpang kendaraan angkutan umum yang dinyatakan dalam rupiah. Penetapan
tarif dimasukkan untuk mendorong terciptanya penggunaan prasarana dan sarana pengangkutan
secara optimum dengan mempertimbangkan lintasan yang bersangkutan. Guna melindungi
konsumen, pemerintah menetapkan batas tarif maksimum, dan bila dianggap perlu untuk
menjaga persaingan sehat, pemerintah juga menetapkan tarif minimum. Sementara itu tarif harus
ditetapkan sedemikian rupa sehingga masih memberi keuntungan wajar kepada pihak pengusaha
angkutan umum dan dapat diterima konsumen. Winardi, (1991) mengatakan bahwa dalam
melakukan penetapan besar nilai tarif didasari dua nilai pokok yaitu: a. banyak penyedia
angkutan umum, b. keuntungan atau laba yang diinginkan. Disamping dua hal tersebut ada
tujuan sampinagn lain dalam menentukan besar nilai tarif, misalnya: 1. mempertahankan citra
dari publik dalam hal ini memberikan kesan yang baik kepada masyarakat penggguna ankutan
umum, 2. mempertahankan stabilitas harga dari biaya produksi lain, 3. mencari fasilitas dan
keuntunagan jangka panjang. Dengan memperhitungkan hal dasar yaitu menetapkan semua biaya
dan mencari keuntungan yang layak serta dapat memperhitungkan semua tujuan sampingan
maka tarif dapat diterapkan. Dalam kaitan dengan penetuan laba, penetapan tarif dibedakan
sebagai berikut:
a. Cost plus profit pricing yaitu penetapan tarif dengan laba dan jumlah tertentu dan
ditambahkan pada biaya yang diperlukan. Sistem ini biasanya dipakai untuk perjalanan jangka
pendek atau perjalanan dengan jumlah penumpang sedikit dan tidak menentu.
b. Presentage plus profit pricing yaitu penetapan tarif dengan rugi laba sebesar persentase tertentu dari
biaya angkutan dan ditambahkan dengan biaya yang diperlukan. Cara ini lebih cocok diterapkan untuk
perjalanan jarak jauh dan jumlah penumpang besar. Dasar pemlihan dan penetapan tarif dari kedua sistem
ini sangat ditentukan oleh kebijakan yang mempertimbangkan jumlah investasi yang ditanamkan, jumlah
penumpang yan gmungkin mengggunakan dan rencana investasi dan modal yang digunakan. Untuk
membantu kendala itu maka sering diadakan bantuan lunak untuk pengusaha angkutan umum dalam
wujud kemudahan dan keringanan dalam pengembalian modal.

2.2.1 Kebijaksanaan Penentuan Tarif

10
Menurut Salim, (1998) kebijaksanaan penetuan tarif tarif angkutan didasarkan pada biaya operasi, nilai
jasa angkutan dan volume angkutan.

1. Perhitungan tarif berdasarkan biaya operasi (cost of service pricing). Langkah awal yang dilakukan
bagi penetapan tarif adalah menghitung biaya operasi satuan yang dinyatakan per ton-kilometer untuk
angkutan barang dan per penumpang-kilometer untuk angkutan penumpang. Untuk memudahkan
perhitungan biaya opersai satuan ini, dibuat pengelompokkan biaya yang sesuai dengan sifatnya, yaitu:
biaya tetap (fixed cost), biaya variabel (variable cost), biaya umum (common cost) dan biaya khusus
(special cost).

2. Penetapan tarif berdasarkan nilai jasa (value of service pricing). Penetapan tarif berdasarkan
nilai jasa angkutan (value of service pricing) disebut juga sebagai multiple price strategies
banyak diikuti pada waktu sekarang. Tinggi rendahnya tarif ditentukan oleh nilai yang diberikan
pemakai jasa. Jika pemakai jasa angkutan memberi nilai yang tinggi atas jasa angkutan maka
tingkat tarif akan tinggi. Demikian sebaliknya, tarif akan ditetapkan lebih rendah jika jasa
angkutan tersebut dinilai rendah oleh pemakai jasa. Tinggi rendahnya nilai itu dapat diketahui
dari elastisitas permintaan jasa angkutan tersebut.
3. Sistem pembentukan yang didasarkan pada What the traffic will bear Tarif yang didasarkan
pada what the traffic will bear berada diantara tarif minimum dan tarif maksimum. Untuk itu
dasar tarif ini adalah berusaha dapat menutupi seluruh biaya variabel sebanyak mungkin dan
sebagian dari biaya tetap (fixed cost).
2.2.2. Jenis Tarif Angkutan
Menurut Salim, (1998) tarif angkutan adalah suatu daftar yang memuat harga-harga untuk para
pemakai jasa angkutan disusun secara teratur. Menurut Frids, (2002) jenis tarif yang berlaku
dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Tarif Seragam (Flat Fare)
Pada sistem ini, tarif dikenakan tanpa memperhatikan jarak yang ditempuh, baik
perjalanan jarak pendek maupun jauh dikenakan tarif yang sama. Secara umum, tarif seragam
biasanya diterapkan untuk penumpang yang mempunyai panjang perjalanan rata-rata hampir
sama. Kerugian tarif ini adalah pada penumpang yang melakukan perjalanan jarak pendek karena
harus membayar dengan tarif yang sama dengan penumpang yang melakukan perjalanan jarak
jauh. Sebaliknya penumpang yang melakukan perjalanan jarak jauh akan diuntungkan dengan
kondisi ini.

11
Gambar 1. Tarif Seragam

2. Tarif Berdasarkan Jarak (Distance-Based Fare)


Sistem tarif ini ditentukan berdasarkan jarak yang ditempuh, yaitu besarnya tarif yang
ditetapkan adalah perkalian besar tarif perkilometer dengan panjang perjalanan, dimana jarak
minimum dan tarif minimum ditetapkan terlebih dahulu nilainya. Sistem tarif ini memiliki
kelemahan, yaitu kesulitan dalam pengumpulan ongkos karena sebagian penumpang melakukan
perjalanan yang relatif pendek menggunakan angkutan lokal.

Gambar 2. Tarif Berdasarkan Jarak

3. Tarif Bertahap Sistem tarif ini didasarkan pada jarak yang ditempuh oleh penumpang yang di
bagi persatuan tahapan.tahapan adalah suatu penggalan dari rute yang jaraknya antar satu atu
lebih tempat pemberhentian sebagai dasar perhitungan tarif. Tarif bertahap mencerminkan usaha
penggabungan secara wajar keinginan penumpang dan pertimbangan biaya yang dikeluarkan
perusahaan dengan waktu untuk mengeluarkan ongkos. Struktur seperti ini tidak hanya
digunakan dengan memperhitungkan bermacam-macamm permintaan pelayanan perangkutan
untuk jarak pendek dan panjang tapi juga akan menguntungkan jika memperhatikan metode
pengumpulan tarif.

Gambar 3. Tarif Berdasarkan Tahapan

12
4. Tarif Zona Sistem tarif ini adalah penyederhanaan dari tarif bertahap dimana daerah pelayanan
perangkutan tersebut dibagi kedalam zona-zona. Pusat kota biasanya sebagai zona terdalam dan
dikelilingi oleh zona terluar yang tersusun seperti sebuah sabuk. Daerah pelayanan angkutan juga
dapat dibagi kedalam zona-zona yang berdekatan. Jika terdapang jalan yang melintang dan
melingkar, panjang jalan ini harus dibatasi dengan membagi zona kedalam sektor-sektor. Skala
jarak dan tarif dibentuk dengan cara yang sama dengan struktur tarif bertahap yang berdasarkan
suatu jarak dan suatu tingkatan tarif. Kerugian akan terjadi bagi penumpang yang hanya
melakukan perjalanan jarak pendek didalam dua zona yang berdekatan, mereka harus membayar
ongkos untuk dua zona. Sebaliknya suatu perjalanan yang panjang dapat menjadi lebih murah
jika dilakukan didalam sebuah zona dibandingkan dengan perjalanan pendek yang melintasi
batas zona.

Gambar 4. Tarif berdasarkan Zona

2.3 Subsidi
Arti kata subsidi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah bantuan uang dan sebagainya
kepada yayasan, perkumpulan, dan sebagainya (biasanya dari pihak pemerintah). Menurut
Milton H. Spencer dan Orley M. Amos, Jr. dalam bukunyaContemporary Economics Edisi ke-8
bahwa subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada perusahaan atau rumah
tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka dapat memproduksi atau
mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar atau pada harga yang lebih murah.
Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk mengurangi harga atau menambah keluaran
(output).
Subsidi adalah suatu pemberian (kontribusi) dalam bentuk uang atau finansial yang diberikan
oleh pemerintah atau suatu badan umum (public body), (Erwan, 2010). Kontribusi pemerintah
tersebut dapat berupa antara lain:
a. Penyerahan dana secara langsung seperti hibah, pinjaman, dan penyertaan,
pemindahan dana atau jaminan langsung atas hutang.
b. Hilangnya pendapatan pemerintah atau pembebasan fiskal (seperti keringanan pajak).

13
c. Penyediaan barang atau jasa diluar prasarana umum atau pembelian barang.
d. Pemerintah melakukan pembayaran pada mekanisme pendanaan atau memberikan
otorisasi kepada suatu badan swasta untuk melaksanakan tugas pemerintah dalam hal
penyediaan dana.
e. Disamping hal tersebut, semua bentuk income dan price support juga merupakan
subsidi apabila bantuan tersebut menimbulkan suatu keuntungan.
Dengan demikian, subsidi merupakan upaya pemerintah melalui penyaluran anggaran kepada
produsen barang dan jasa dalam rangka pelayanan publik sehingga masyarakat dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya dengan harga beli yang lebih terjangkau atas barang dan jasa publik yang di
subsidi tersebut. Jadi bisa disimpulkan bahwa subsidi adalah bantuan pemerintah dalam bentuk
bantuan keuangan yang dibayarkan kepada produsen dan konsumen suatu bisnis atau sektor
ekonomi atas barang/jasa tertentu.
2.3.1 Pengertian Subsidi Langsung dan Subsidi Tidak Langsung.
Subsidi bisa diberikan kepada siapa saja secara langsung ataupun secara tidak langsung. Maka
subsidi dapat dibedakan menjadi subsidi langsung dan subsidi tidak langsung.
a. Pengertian subsidi langsung.
Subsidi langsung adalah suatu subsidi yang di dalamnya melibatkan pembayaran berupa dana
aktual untuk individu, kelompok, ataupun untuk suatu industri tertentu. Subsidi langsung ini
mampu memberikan keuntungan untuk pihak penerima karena mereka akan merasakan manfaat
subsidi secara langsung. Selain itu, mereka juga akan merasakan manfaat yang tidak langsung
pada bidang lainnya, seperti lapangan pekerjaan.
b. Pengertian subsidi tidak langsung.
Subsidi tidak langsung adalah suatu subsidi yang mempunyai nilai moneter yang sudah
ditentukan sehingga tidak akan melibatkan pengeluaran secara aktual. Kebijakan subsidi tidak
tidak langsung ini meliputi berbagai kebijakan penurunan harga produk barang atau jasa yang
dibutuhkan oleh masyarakat luas. Artinya, masyarakat yang menjadi target penerima subsidi bisa
membeli suatu komoditas atau barang berada dibawah harga pasar.
2.3.2 Manfaat dan Subsidi
Secara umum pelaksanaan subsidi yang dilakukan oleh pemerintah, dirasakan manfaatnya oleh
masyarakat konsumen maupun produsen antara lain:
a. Subsidi mampu membantu menurunkan harga produk barang atau jasa dibawah harga
normal.

14
b. Penerapan subsidi penurunan harga pada masyarakat golongan tidak mampu akan
bisa memenuhi keperluan hidupnya, dan perlahan-lahan akan mengalami peningkatan
kondisi ekonomi.
c. Menjaga daya beli masyarakat.
d. Meningkatkan produktivitas para pengusaha.
e. Meningkatkan produksi produk barang dan jasa yang lebih kompetitif daripada
barang luar negeri.
f. Mencegah kebangkrutan para pebisnis di tengah ketidakpastian dalam berbisnis.

2.3.3 Dampak Positif dan Negatif dari Pelaksanaan Subsidi.


Setiap penetapan kebijakan tentunya akan memiliki sisi negatif dan positifnya masing-masing.
Secara umum, manfaat diterapkannya subsidi yang dilakukan oleh pemerintah lebih
diperuntukan untuk masyarakat.
a. Dampak positif
 Membantu peningkatan kualitas ekonomi suatu Negara.
 Membantu golongan yang berpendapatan rendah dalam hal pemenuhan
kebutuhan ekonomi.
 Mencegah terjadinya kebangkrutan bagi pelaku usaha.
b. Dampak negatif dari subsidi
Namun, pelaksanaan subsidi juga punya dampak negatif antara lain:
 Subsidi menciptakan alokasi sumber daya yang tidak efisien. Karena
konsumen membayar barang dan jasa pada harga yang lebih rendah daripada
harga pasar maka ada kecenderungan konsumen tidak hemat dalam
mengkonsumsi barang yang disubsidi. Karena harga yang disubsidi lebih
rendah daripada biaya kesempatan (opportunity cost) maka terjadi
pemborosan dalam penggunaan sumber daya untuk memproduksi barang yang
disubsidi.
 Subsidi menyebabkan distorsi harga.
Menurut Basri, subsidi yang tidak transparan dan tidak well-targeted akan mengakibatkan:
1) Subsidi besar yang digunakan untuk program populis cenderung
menciptakan distorsi baru dalam perekonomian

15
2) Subsidi menciptakan suatu inefisiensi
3) Subsidi tidak dinikmati oleh mereka yang berhak (Basri, 2002)
 Subsidi dapat mengganggu pasar dan memakan biaya ekonomi yang besar.
 Mematikan para pesaing, dalam arti pihak swasta yang dirugikan.

2.3.4 Subsidi Transportasi


Subsidi transportasi adalah bantuan berupa layanan jasa transportasi kepada masyarakat
yang bertujuan untuk meningkatkan penggunaan angkutan penumpang umum perkotaan yang
berkualitas, nyaman, aman, dan terjangkau, sebagaimana yang tertulis dalam peraturan menteri
perhubungan republik Indonesia nomor PM 9 tahun 2020. Dalam peraturan menteri perhubungan
tersebut dikatakan bahwa pemerintah memberikan subsidi angkutan penumpang umum
perkotaan.
Subsidi angkutan penumpang umum perkotaan adalah bantuan biaya pengoperasian yang
diberikan pemerintah untuk angkutan perkotaan dengan tarif yang ditetapkan pada trayek
tertentu. Pemberian subsidi ini di fokuskan kepada kawasan perkotaan diman wilayah yang
memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, fasilitas prasarana jaringan transportasi jalan, dan
interaksi kegiatan antar kawasan yang menimbulkan mobilitas penduduk tang tinggi. subsidi
angkutan penumpang umum perkotaan diberikan dengan tujuan:
a. Stimulus pengembangan angkutan penumpang umum perkotaan dengan jangka waktu
yang ditentukan berdasarkan hasil evaluasi;
b. Meningkatkan minat penggunaan angkutan umum; dan
c. Kemudahan mobilitas masyarakat di kawasan perkotaan.
Besaran subsidi angkutan penumpang umum perkotaan ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/wali kota sesuai kewenangannya. Besaran subsidi angkutan penumpang umum perkotaan
ditentukan dari biaya pengoperasian angkutan yang berdasarkan:
a. kondisi lalu lintas jalan yang terdiri atas:
 lalu lintas campuran (mix traffic);
 volume lalu lintas; dan
 kapasitas dan manajemen rekayasa lalu lintas.
b. kondisi ekonomi yang terdiri atas:
 tingkat inflasi;

16
 nilai tukar valuta asing;
 harga bahan bakar minyak; dan
 upah minimum regional;
 jangka waktu kontrak layanan;
 rencana operasi; dan
 spesifikasi kendaraan.
Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota juga berwenang untuk menetapkan trayek, menetapkan
tarif, dan melakukan monitoring dan evaluasi. Dalam menentukan tarif dilakukan berdasarkan
masukan kajian kemampuan dan kemauan masyarakat membayar.

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Keseimbangan pada transportasi terjadi ketika jumlah permintaan akan transportasi sama
dengan jumlah transpotasi yang ditawarkan. Keseimbangan dalam transportasi ini sangat
dibutuhkan karena dapat mempengaruhi harga. Apabila jumlah supply transportasi lebih sedikit
daripada jumlah transportasi yang diminta maka akan terjadi kenaikan harga dalam transportasi
dan akan berpengaruh dalam perekonomian. Hal ini dikarenakan transportasi sangat besar
perannya dalam memperlancar arus barang, mobilitas manusia, serta alokasi sumber daya yang
sangat berperan dalam kelancaran proses produksi.
Tarif adalah besarnya biaya yang dikenakan pada setiap penumpang kendaraan angkutan
umum yang dinyatakan dalam rupiah. Tarif harus ditetapkan sedemikian rupa sehingga masih
memberi keuntungan wajar kepada pihak pengusaha angkutan umum dan dapat diterima
konsumen. kebijaksanaan penetuan tarif tarif angkutan didasarkan pada biaya operasi dan nilai
jasa angkutan. Subsidi adalah suatu pemberian (kontribusi) dalam bentuk uang atau finansial
yang diberikan oleh pemerintah atau suatu badan umum yang bermanfaat untuk mengurangi
harga transportasi.
Saran
Keseimbangan antara permintaan dan penawaran transportasi sangat penting dalam menjaga
kelancaran proses produksi serta kestabilan harga. Oleh karena itu sangat diharapkan pemerintah
menyediakan supply transportasi sesuai dengan permintaan transportasi yang ada di pasar.

17
Sehingga mobilisasi sdm maupun sda dapat berjalan lancar dan meningkatkan produksi yang
akhirnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Peran pemerintah dalam hal Pemberian subsi juga sangat penting. Seperti pemberian subsidi
pada tarif angkutan umum yang dapat membuat masyarakat lebih memilih menggunakan
transportasi umum daripada transportasi pribadi sehingga tingkat kemacetan dapat dikurangi.

Daftar Pustaka :
Adisasmita, Rahardjo, 2010. Dasar Dasar Ekonomi Transportasi. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Abdul Kadir, 2006. “Tranportasi :Peran dan Dampaknya dalam pertumbuhan Ekonomi
Nasional”. Jurnal Perencanaan Dan Pengembangan Wilayah. Wahana Hijau 2006. Volume 1

Nasution, M. N (2004), Manajemen Transportasi. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Sitorus, B., Hidayat, R. D., & Prasetyo, O, (2014), Pengelolaan Pengunaan Bahan Bakar Minyak
yang Efektif pada Transportasi Darat, Jurnal Manajemen Transportasi & Logistik Vol. 01 No.
02, 117-126

Siwu, H. F (2018). Permintaaan dan Penawaran Jasa Transportasi, Jurnal Pembangunan


Ekonomi dan Keuangan Daerah, Vol 19 No. 16.

18

Anda mungkin juga menyukai