Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASFIKSIA NEONATORUM

OLEH :

NUR ISTIQAMAH DS
14420202089

CI LAHAN CI INSTITUSI

(________________) ( ________________)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSSAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASFIKSIA NEONATORUM
A. KONSEP MEDIS
1. Defenisi Asfiksia Neonatorum
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang
mengalami gangguan tidak segera bernafas secara spontan dan teratur setelah
lahir. Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan.
Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh (Amru sofian,2012).
Penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat blus, uremia, toksemia
gravidarum, anemia berat, cacat bawaan atau trauma.
Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh partus lama, ruptur uteri
yang membakar, tekanan terlalu kuat kepala anak pada plasenta, prolapsus,
pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, plasenta
previa, solusia plasenta, plasenta tua (serotinus).
2. Etiologi
Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor :
a. Faktor ibu
1) Hipoksia ibu
2) Gangguan aliran darah fetus
a) Gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, tetani uteri
b) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
c) Hipertensi pada penyakit toksemia, eklamsia, dll
3) Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati, ketuban pecah dini, infeksi
b. Faktor plasenta
Abruptio plasenta, solutio plasenta
c. Faktor fetus
Tali pusat menumbung, lilitan tali pusat, meconium kental, prematuritas,
persalinan ganda
d. Faktor lama persalinan
Persalinan lama VE, kelainan letak, operasi caesar
e. Faktor neonatus
1) Anastesi/analgetik yang berlainan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pernapasan pada bayi
2) Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial
3) Kelainan kongenital seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis
saluran pernapasan, hipoplasi paru, dll
3. Patofisiologi
Menurut Masruroh, 2016 patofisiologi asfiksia neonatum yaitu
sebagai berikut :
Oksigen sangat penting bagi kehidupan sebelum dan setelah
persalinan. Selama di dalam rahim, janin mendapatkan oksigen dan nutrisi
dari ibu melalui mekanisme difusi melalui plasenta yang berasal dari ibu
diberikan kepada darah janin. Sebelum lahir, alveoli paru bayi menguncup dan
berisi cairan. Paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau jalan
untuk mengeluarkan CO2sehingga paru tidak perlu diperfusi atau dialiri
darah dalam jumlah besar. Setelah bayi lahir, bayi akan segera bergantung
pada paru - paru sebagai sumber utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli
akan diserap ke dalam jaringan paru, dan alveoli akan berisi udara.
Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan oksigen mengalir ke
dalam pembuluh darah di sekitar alveoli.
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah
sistemik, menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah
dibandingkan dengan tekanan sistemik sehingga aliran darah paru meningkat
sedangkan aliran darah duktus arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorpsi di
alveoli oleh pembuluh darah di vena pulmonalis dan darah yang
banyak mengandung oksigen kembali ke bagian jantung kiri,
kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada kebanyakan
keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi relaksasi
pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh darah
paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang
sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru - paru, akan
mengambil oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh. Pada akhir masa
transisi normal, bayi menghirup udara dan menggunakan paru -parunya untuk
mendapatkan oksigen. Tangisan pertama dan tarikan nafas yang dalam akan
mendorong cairan dari jalan nafasnya. Oksigen dan pengembangan paru
merupakan rangsang utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen
masuk adekuat dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari
warna biru menjadi kemerahan.
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi arteriol
pada organ seperti usus, ginjal, otot, dan kulit, namun demikian aliran darah ke
jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk mempertahankan
pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah akan menolong
kelangsungan fungsi organ - organ vital. Walaupun demikian jika
kekurangan oksigen berlangsung terus maka terjadi kegagalan fungsi
miokardium dan kegagalan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan
darah, yang mengakibatkan aliran darah ke seluruh organ akan berkurang.
Sebagai akibat dari kekurangan perfusi oksigen dan oksigenasi
jaringan mengakibatkan terjadinya ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
yang akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang irreversible,
kerusakan organ tubuh lain atau kematian. Keadaan bayi yang
membahayakan akan memperlihatkan satu atau lebih tanda - tanda klinis.
Tanda - tanda tersebut, seperti : Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen
pada otak, otot, dan organ lain, depresi pernafasan karena otak kekurangan
oksigen. Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan
oksigen pada otot jantung atau sel otak Tekanan darah rendah karena
kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan
aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses
persalinan. Takipnea (pernafasan cepat) karena kegagalan absorpsi
cairan paru - paru dan sianosis karena kekurangan oksigen di dalam darah.
Pada asfiksia terjadi pula gangguan metabolisme dan
perubahan keseimbangan asam basa pada tubuh bayi. Pada tingkat
pertama hanya menimbulkan asidosis respiratorik yang berdampak pada
gangguan pertukaran gas bayi. Oksigen yang kurang tersebut juga
menyebabkan bayi tidak bereaksi terhadap rangsangan yang berdampak pada
refleks rooting, sucking, dan hisap yang lemah sehingga bayi malas
menyusu. Jika keadaan ini berlangsung lama mengakibatkan nutrisi bayi
tidak terpenuhi dan munculah masalah ketidakseimbangan nutrisi pada bayi.
Pada tahap bayi baru lahir yang kekurangan oksigen ini bayi akan
mengalami pernapasan cepat yang disebut gasping primer. Setelah periode
awal ini akan diikuti dengan keadaan bayi tidak bernapas (apnoe) yang
disebut apnoe primer. Pada saat ini frekuensi jantung mulai menurun,
namun tekanan darah masih tetap bertahan. Bila keadaan ini berlangsung
lama dan tidak dilakukan pertolongan pada bayi baru lahir (BBL), maka
bayi akan melakukan usaha napas megap - megap yang disebut gasping
sekunder, dan kemudian masuk dalam periode apnoe sekunder. Pada saat ini
frekuensi jantung semakin menurun dan tekanan darah semakin
menurun dan dapat menyebabkan kematian bila bayi tidak segera ditolong
4. Manifestasi Klinis
Ada 2 macam kriteria
Perbedaan Asfiksia palida Asfiksia livida
Warna kulit Pucat Kebiru – biruan
Tonus otot Sudah kurang Masih baik
Reaksi rangsangan Negative Positif
Bunyi jantung Tidak teratur Masih teratur
Prognosis Jelek Lebih baik

Klasifikasi klinik berdasarkan nilai APGAR


a. Asfiksia berat (nilai APGAR 0-3)
b. Asfiksia ringan sedang (nilai APGAR 4-6)
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai APGAR 7-9)
d. Bayi normal dengan nilai APGAR 10
5. Komplikasi
Menurut Maryunani, 2013 asfiksia neonatum dapat
menyebabkan komplikasi pasca hipoksia, yang dijelaskan menurut beberapa
pakar antara lain sebagai berikut :
a. Pada kejadian hipoksia akut akan terjadi redistribusi aliran darah
sehingga organ vital sepertiotak, jantung, dan kelenjar adrenal akan
mendapat aliran yang lebih banyak dibandingkan organ lain.
Perubahan dan redistribusi aliran terjadi karena penurunan resistensi
vaskuler pembuluh darah otak dan jantung serta meningkatnya
resistensi vaskuler di perifer.
b. Faktor lain yang dianggap turut mengatur redistribusi vaskuler antara lain
timbulnya rangsangan vasodilatasi serebral akibat hipoksia yang disertai
akumulasi karbondioksida, meningkatnya aktivitas saraf simpatis dan
adanya aktivitas kemoreseptor yang diikuti pelepasan vasopresin.
c. Pada hipoksia yang berkelanjutan, kekurangan oksigen untuk
menghasilkan energi bagi metabolisme tubuh menyebabkan
terjadinya proses glikolisis anaerobik. Produk sampingan proses
tersebut yaitu asam laktat dan piruvat menimbulkan peningkatan asam
organik tubuh yang berakibat menurunnya pH darah sehingga
terjadilah asidosis metabolik. Perubahan sirkulasi dan metabolisme
secara bersama - sama akan menyebabkan kerusakan sel baik
sementara maupun menetap.
d. Hipoksia serebri, gagal ginjal, pneumothoraks, sepsis, kejang,
retardasi mental, cerebral palsy
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Analisa gas darah : untuk mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu
memberikan oksigen yang adekuat
b. Elektrolit darah
c. Gula darah
d. Baby gram (RO dada)
e. USG (kepala) : untuk mengetahui adanya perdarahan pada kepala
7. Penatalaksanaan
Menurut Yuliastati, 2016 cara pelaksanaan resusistasi sesuai dengan
tingkatan asfiksia, antara lain:
a. Asfiksia Ringan (apgar skor 7-10)
1) Bayi dibungkus dengan kain hangat.
2) Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung
kemudian mulut.
3) Bersihkan badan dan tali pusat.
4) Lakukan observasi tanda vital dan apgar skor dan masukan ke dalam
inkubator.
b. Asfiksia Sedang (apgar skor 4-6)
1) Bersihkan jalan napas
2) Berikan oksigen 2 liter per menit.
3) Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila
belum ada reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker
(ambubag).
4) Bila bayi sudah mulai bernafas tetapi masih sianosis berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dekstrosa 40%
sebanyak 4 cc disuntikan melalui vena umbilikus secara
perlahan - lahan, untuk mencegah tekanan intra cranial
meningkat.

c. Asfiksia Berat (apgar skor 0-3)


1) Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui ambubag.
2) Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3) Bila tidak berhasil lakukan ETT.
4) Bersihkan jalan nafas melalui ETT.
5) Apabila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sinosis berikan
natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6 cc. Dekstrosa 40% sebanyak
4 cc.
8. Pencegahan
Pencegahan yang komprehensip dimulai dari masa kehamilan, persalinan
dan beberapa saat setelah persalinan. Pencegahannya berupa :
a. Melakukan pemeriksaan antenatal rutin minimal 4 kali kunjungan
b. Melakukan rujukan kefasilitas pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
pada kehamilan yang diduga berisiko bayinya lahir dengan asfiksia
neonatorum
c. Memberikan terapi kortikosteroid antenatal untuk persalinan pada usia
kehamilan kurang dari 37 minggu
d. Melakukan pemantauan yang baik terhadap kesejahteraan janin dan deteksi
dini terhadap tanda-tanda asfiksia fetal selama persalinan dengan
kardiotografi
e. Meningkatkan keterampilan tenaga obsetri dalam penanganan asfiksia
neonatorum dimasing-masing tingkat pelayanan kesehatan
f. Meningkatkan kerjasama tenaga obsetri dalam pemantauan dan
penanganan persalinan
g. Melakukan perawatan neonatal esensial yang terdiri dari :
1) Meningkatkan upaya kardiovaskuler efektif
2) Memberikan lingkungan termonetral dan mempertahankan suhu tubuh
3) Mencegah cidera atau komplikasi
4) Meningkatkan kedekatan orangtua dan bayi
5) Beri asupan ASI sesering mungkin setelah keadaan memungkinkan
B. KONSEP ASPEK LEGAL ETIK KEPERAWATAN
1. Autonomy (hak pasien untuk memilih)
Hak pasien untuk memilih tindakan apa yang terbaik untuk dirinya
2. Beneficence (bentindak untuk keuntungan orang lain/pasien)
Suatu tindakan untuk kepentingan pasien dalam usaha untuk membantu
mencegah atau menghilangkan bahaya atau hanya sekedar mengobati masalah-
masalah sederhana yang dialami pasien.
3. Non Meleficence (utamakan-tidak mencederai orang lain)
Suatu tindakan yang dilakukan tanpa harus mencederai orang lain/pasien
4. Confidentiality (kerahasiaan)
Semua informasi yang dimiliki pasien harus dijaga kerahasiaannya.
5. Justice (keadilan)
Suatu kewajiban untuk berperilaku adil kepada setiap orang tanpa
membeda-bedakan ras, agama, ekonomi.
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan
a. Identitas Pasien : meliputi nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin,
anak ke/ jumlah saudara , dan diagnosa medis. Orang tua : meliputi
nama ayah dan ibu, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan,
dan alamat.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat prenatal
2) Riwayat intranatal
3) Riwayat post natal
c. Pemeriksaan fisik
d. Pemeriksaan Penunjang

2. Diagnosis keperawatan
a. (D.0003) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi perfusi
b. (D.0005) Pola napas tidak efektif berhubungan dengan sindrom
hipoventilasi
c. D.0001) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
hipersekresi jalan napas
d. (D.0136) Risiko Cedera dibuktikan dengan hipoksia jaringan

3. Intervensi keperawatan
N TUJUAN/KRITERI
DIAGNOSA INTERVENSI
O A HASIL
1 (D.0003) (L.01003) Setelah (I.01014) Pemantauan
Gangguan dilakukan intervensi Respirasi
pertukaran gas keperawatan selama 1 Observasi
berhubungan x 24 jam maka 1. Monitor frekuensi,
dengan pertukaran gas irama, kedalaman,
ketidakseimbangan meningkat dengan dan upaya napas
ventilasi perfusi kriteria hasil : 2. Monitor adanya
 Dispnea menurun sumbatan jalan napas
 Bunyi napas 3. Monitor saturasi
tambahan oksigen
menurun Terapeutik
 PCO2 membaik 4. Atur interval

 PO2 membaik pemantauan respirasi

 Takikardia sesuai kondisi pasien

membaik Edukasi
5. Jelaskan tujuan dan
 pH arteri membaik
prosedur pemantauan
6. Informasikan hasil
pemantauan , jika
perlu
2 (D.0005) Pola (L.01004) Setelah (I.01011) Manejemen
napas tidak efektif dilakukan intervensi jalan napas
berhubungan keperawatan selama 1 Observasi
dengan sindrom x 24 jam maka pola 1. Monitor pola
hipoventilasi napas membaik dengan napas(frekuensi,
kriteria hasil : kedalaman, usaha
 Dispnea menurun napas)
 Penggunaan otot 2. Monitor bunyi napas
bantu menurun tambahan( misalnya,
 Pemanjangan fase gungling,mengi,whez
ekspirasi menurun ing, ronkhi ering)

 Frekuensi napas Terapeutik

membaik 3. Lakukan fisioterapi

 Kedalaman napas dada, jika perlu

membaik 4. Berikan oksigen, jika


perlu
Kolaborasi
5. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
3 (D.0001) Bersihan (L.01001) Setelah (I.01014) Pemantauan
jalan napas tidak dilakukan intervensi Respirasi
efektif keperawatan selama 1
berhubungan x 24 jam maka Observasi
dengan bersihan jalan napas 1. Monitor frekuensi,
hipersekresi jalan meningkat dengan irama, kedalaman,
napas kriteria hasil : dan upaya napas
 Produksi sputum 2. Monitor adanya
menurun sumbatan jalan napas
 Mekonium 3. Monitor saturasi
menurun oksigen
 Dispnea menurun Terapeutik

 Pola napas 4. Atur interval

membaik pemantauan respirasi

 Frekuensi napas sesuai kondisi pasien

membaik Edukasi
5. Jelaskan tujuan dan
prosedur
pemantauan
6. Informasikan hasil
pemantauan , jika
perlu
4 (D.136) Risiko (L.14136) Setelah (I.02067) Pencegahan
cedera dibuktikan dilakukan intervensi pendarahan
dengan hipoksia keperawatan selama 1 Observasi
jaringan x 24 jam maka tingkat 1. Monitor tanda dan
cedera menurun gejala pendarahan
dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda-tanda
 Kejadian cedera vital ortoslatik
menurun Terapeutik
 Frekuensi napas 3. Pertahankan bed rest
membaik selama pendarahan
4. Batasi tindakan
invasif,jika perlu
Edukasi
5. Jelaskan tanda dan
gejala pendarahan
6. Anjurkan
menggunakan kaos
kaki saat ambulasi
7. Anjurkan segera
melapor jika terjadi
pendarahan
Kolaborasi
8. Kolaborasi
pemberian obat
pengontrol
pendarahan
DAFTAR PUSTAKA

Masruroh. (2016). kegawatdaruratan maternal & neonatal. Yogjakarta: Nuha


Medika
Maryunani. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
(T.Ismail, Ed.). Jakarta: CV Trans Info Media.
NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015 - 2017 Edisi 10.
Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai