Anda di halaman 1dari 65

Prinsip dan Manajemen

Gejala pada Palliative Care


bagi Internists

Bagian Ilmu Penyakit Dalam


FK Universitas Brawijaya
30 Maret 2018
Kasus
Wanita, 35 tahun, sudah berkeluarga memiliki 2 orang
anak, datang ke IGD dengan keluhan sesak nafas yang
memberat sejak 1 minggu pada dada kiri, disertai batuk
dan demam. Batuk berdahak kehijauan, kadang menarik
nafas nyeri. Pasien juga sering sulit tidur, napsu makan
berkurang, dan sedih akan penyakitnya. Sejak 3 bulan,
merasa cepat lelah. Sebulan terakhir lebih banyak di
tempat tidur. Pasien diketahui memiliki penyakit tumor
ganas payudara kiri sejak 2 tahun lalu, pernah di operasi
dan kemoterapi. Anak bergantian mengurus, suami jarang
di rumah karena bekerja, sejak sakit jarang beribadah.
Pemeriksaan Fisik
•  Kesadaran CM, TD 100/60 mmHG, Nadi
108 x/m, RR 28 x/m, Sb 38,20C, NRS 8.
IMT 18
•  Konjungtiva pucat, lidah kering dan kotor
•  Dada kiri tampak bekas operasi, dada kiri
tertinggal, asimetris, suara nafas menurun
•  Bokong tampak kemerahan
Masalah
1.  Medis

2.  Keperawatan

3.  Psikososial - spiritual

4.  Fungsional
8

"Palliative care is an approach which improves


quality of life of patients and their families facing
life-threatening illness, through the prevention
and relief of suffering by means of early
identification and impeccable assessment and
treatment of pain and other problems, physical,
psychosocial and spiritual“
WHO, 2002

•  PC Healtcare provider : …internists…


WHO, 2016
DEFINISI – KONSEP :
SUPPORTIVE CARE – PALLIATIVE CARE –
HOSPICE CARE

EOL

Hui D et al. Support Care Cancer. 2013 March ; 21(3): 659–685


Etiket dan Prinsip yang diperlukan
agar layanan paliatif sukses
•  Peduli (a caring attitude)
•  Kebutuhan personal (Consideration of individuality)
•  Perhatian pada budaya (Cultural considerations)
•  Meminta izin (Consent)
•  Pilihan tempat layanan (Choice of site of care)
•  Komunikasi (Communication)
•  Pengelolaan yang sesuai klinis (Clinical context : Appropriate
treatment)
•  Kerjasama tim (Comprehensive inter-professional care)
•  Perawatan yang baik (Care excellence)
•  Konsistensi (Consistent medical care)
•  Kordinasi (Coordinated care)
•  Cegah krisis (Crisis prevention)
•  Pendampingan juru rawat (Caregiver support)
•  Perencanaan lanjut (Advance Care Planning)
•  Penilaian berulang (Continued reassessment)
International Association Hospice Palliative Care, 2018
Konteks klinis : Appropriate treatment

•  Semua perawatan paliatif harus disesuaikan dengan


stadium penyakit pasien dan prognosisnya
•  Investigasi terlalu antusias, terapi yang tidak tepat akan
memperberat kondisi pasien
•  Perlu keseimbangan antara intervensi medis dengan
orientasi humanistik terhadap pasien yang sekarat.
•  Pengobatan yang tepat sangat penting dalam perawatan
paliatif untuk mencegah penderitaan tambahan yang
tidak perlukan , yang mungkin disebabkan oleh terapi
aktif yang tidak tepat atau karena kurangnya perawatan.

International Association Hospice Palliative Care, 2018


Konteks klinis : Appropriate treatment
•  Bila perawatan paliatif mencakup terapi aktif untuk
penyakit yang mendasarinya, batasan harus
diperhatikan, sesuai dengan kondisi dan prognosis
pasien dan harapan yang mungkin berbeda dari para
klinisi.
•  Pengobatan yang tidak diketahui manfaatnya atau sia-
sia, karena 'Anda harus melakukan sesuatu', sebaiknya
tidak dilakukan karena tidak etis
•  Tindakan paliatif simtomatik dan suportif yang
digunakan, harus diupayakan untuk menghilangkan
penderitaan dan mencapai kualitas hidup – meninggal.

International Association Hospice Palliative Care, 2018


Symptoms Prevalence in Cancer,
CHF, COPD,Neurodegenerative PC

Journal of Pain and Symptom Management Vol. 55 No. 2 February 2018


Somatic Problems in Indonesia
Ca patients (n=359)

Diah Martina, Rudi Putranto, Andhika Rachman, Hamzah Shatri, 2016


Psychosocial Problem in Indonesia
Ca patients (n=359)

Diah Martina, Rudi Putranto, Andhika Rachman, Hamzah Shatri, 2016


Unmet spiritual needs and its correlation with fatigue
in early and advanced stage cancer patients in
Indonesia.
Diah Martina, Rudi Putranto, Andhika Rachman, Hamzah Shatri
We used validated Problems and Needs in Palliative Care (PNPC)-short version questionnaire (Bahasa version)
to assess unmet spiritual and fatigue needs.

Experiencing unmet needs on one or more of spiritual aspects was significantly related to the emergence of unmet fatigue needs, particularly in the
advanced stage of cancer (p = 0.024). In the early stage, unmet needs of fatigue were prominent among those who remained to experience difficulties
to be engaged usefully (p = 0.006).
In advance stage, the unmet needs of fatigue were significantly correlated with difficulties concerning the meaning of death (p = 0.038).

Journal of Clinical Oncology 2017 ; 35 : 15_suppl e21709


NYERI
Pendahuluan
•  Pada kanker stadium lanjut, prevalensi
nyeri 70-90%.
Kondisi end of life 25%
•  Pada HIV prevalensi nyeri 50%.
•  Pada usia lanjut, 25-66%
•  Nyeri , tut bersifat kronis (> 3 bln)

Bruera E, Dalal S. The MD Anderson Supportive and Palliative Care Handbook. 2015:11-37
Longo, Fauci, Kasper, Hauser, Jameson, Loscalzo. Harrison Manual pf Medicine. 185h. 2013:39-42
Kaye AD, Baluch A, Scott JT, Pain Management in Elderly population. The Oscher Journal, 2010179-187
TOTAL CARE
Prinsip Umum . . .
•  Penilaian (anamnesis & pemeriksaan
Fisik)
•  Pengelolaan
–  Farmakologi
–  Nonfarmakologi
. . .Prinsip umum
•  Edukasi – pasien, keluarga, pendamping
•  Lakukan evaluasi berkala
‘plan of care’
•  Pendekatan interdisiplin
Patofisiologi Nyeri
•  Nyeri Akut : < 3 bln
–  Identifikasi kejadian, berkurang dalam hari-minggu
–  Biasanya nosiseptif

•  Nyeri Kronis : > 3 bln


–  Penyebab kadang sulit ditemukan, multifaktor
–  Sulit menentukan durasi
–  Nosiseptif dan/atau neuropatik/psikogenik ,
kombinasi

–  Wolf CJ. Ann Intern Med. 2004

.
Nyeri nosiseptif . . .
● Stimulasi langsung dari nosiseptor
● Transmisi sepanjang normal nervus
o  Somatik
Mudah dideskripsikan, terlokalisasi
o  Visceral
Sulit dideskripsikan, difus
Wolf CJ. Ann Intern Med. 2004.
…Nyeri nosiseptif
•  Adanya cedera jaringan
•  Manajemen
Ø  Opioid
Ø  Ajuvan/ kombinasi analgesik
Nyeri Neuropatik . . .
•  Saraf perifer atau sentral
•  Kompresi, transeksi, infiltrasi, iskemia,
cedera metabolik
•  Variasi
–  Periferal, deaferensiasi, kompleks regional
sindrom
– 

–  Wolf CJ. Ann Intern Med. 2004.


. . . Nyeri neuropatik
•  Nyeri sesudah cedera
•  Rasa terbakar, tertembak, kesetrum,
burning, tingling, shooting, stabbing,
electrical, menyebar sesuai dermatom
•  Management
–  Opioids
–  Ajuvan/kombinasi analgesik
Penilaian Nyeri
•  Visual Analogue Scale
•  Verbal Analogue Scale
•  Facies Scale
•  Mc Gill Pain Questionnaire
Pola Nyeri Kanker

Erlangga F, 2016
Prinsip Tatalaksana Nyeri
•  Jangan telat mengevaluasi dan mengelola nyeri
•  Nyeri yg tdk terkelola = > merubah sistem saraf
( permanen, menambah berat)
•  Usahakan peroral
•  Gunakan analgesik sesuai derajat nyeri
•  Kelola penyebab dasar (spt., operasi, radioterapi,
kemoterapi utk neoplasma)
•  Lakukan titrasi, PERIODIK
•  Berikan analgesik sesuai durasi kerja
•  Edukasi pasien dan keluarga
TATA LAKSANA
FARMAKOLOGI
WHO 3-step
LadderWHO. Geneva, 1996.
Acetaminophen

● Langkah 1 analgesik, koanalgesik


● Minimal efek anti-inflamasi
● Hepato toksik jika >4 gram/24 jam
Risiko meningkat pada
Gangguan liver, alkoholisme
Mitchell JR, Potter WZ. Med Clin North Am. 1975.
NSAID . . .
● Langkah 1 analgesik, koanalgesik
● menghambat cyclooxygenase (COX)
● Memiliki efek analgesik terbatas (ceiling
effects)
Efektif utk nyeri tulang, nyeri inflamasi

Carson LJ, Willett LR. Drugs.1993.


. . . NSAID
● Insiden ES tinggi
● Gastropathy
Gastric cytoprotection
COX-2-selective inhibitors
● Renal insufficiency
Pertahankan hidrasi
COX-2-selective inhibitors
● Menghambat aggregasi trombosit
Evaluasi koagulapati
Peura DA. Cleve Clin J Med. 2002.
Prinsip Penggunaan Opioid

•  Pilihan oipoid tgt kondisi pasien,


ketersediaan, biaya
•  Gunakan Extended-release dan
Immediate-release = around the clock
•  ES harus diantisipasi dan dikelola
•  Perlu memahami adiksi, toleransi,
ketergantungan fisik
OPIOID farmakologi . . .

● Dikonyugasi di hati
● Ekskresi di ginjal (90-95%)
● First-order kinetics
Collins SL, et al. J Pain Symptom Manage. 1998.
Farmakologi :
Kurva Dosis ssd pemberian Opioid

IV
Plasma Concentration

SC/IM

PO/PR

0 Half-life (t1/2) Time


. . . Opioid
Farmakologi . . .
● Cmax sesudah
PO sektar 1 jam
SK, IM sekitar 30 menit
IV sekitar 6 menit
● Half-life at steady-state
PO/PR/SC/IV sekitar 3-4 jam
Dosis oral
Sediaan immediate-release (IR)
•  Codeine, hydrocodone, morphine,
hydromorphone, oxycodone
–  Dosis tiap 4 jam
–  sesuaikan dosis harian
•  Nyeri ringan/sedang : tingkatkan 25-50% dosis
•  Nyeri berat : tingkatkan 50-100%
Tramadol
•  PO onset 30-60 menit, peak 1,5 jam,
durasi 3-7 jam
•  Sediaan tab 50 mg
•  Pada gangguan fungsi hati dan ginjal perlu
penyesuaian dosis
•  ES : risiko hipoglikemia, kejang
. . . Dosis Oral
Extended-release (MST)

•  Dosis tiap 8, 12, atau 24 jam (tgt


sediaan)
–  Jangan digerus/dihisap
•  Sesuaikan dosis tiap 2-4 hari (bila
keadaan stabil tercapai)
Memulai Opioid Kuat
•  Oral (dewasa) :
-  Extended-release : 15 mg tiap 12 jam
-  Immediate relase : 5-10 mg tiap 4 jam
utk usia lanjut 50 % dosis dewasa
Dosis Nyeri Breakthrough
(Rescue doses)
•  Gunakan immediate-release opioids
–  1/6-1/12) 5-15% dosis 24 jam
•  Jangan gunakan MST (extended-
release )
•  Contoh :
dosis harian = 30 mg
rescue doses = 30 mg x 1/6 = 5 mg
Bila respon opioid kurang :

•  Jika dosis eskalasi berisiko ES :


o Coba alternatif:
Ø  Rubah rute pemberian
Ø  “rotasi opioid”
o  Gunakan ko analgesik / Ajuvan
o  Gunakan non farmakologis
Transdermal patch
● Fentanyl
o  Efek puncak dicapai setelah ≈ 24 jam
o  Durasi kerja 48-72 jam
o  Pastikan kondisi kulit baik
Gourlay GK, et al. Pain. 1989.
Parenteral
•  Subkutan atau Intravena :
o  Dosis Bolus tiap 3-4 jam
o  10 mg/24 jam utk naïve, 15 mg/24 jam utk telah
menggunakan opioid sebelumnya
o  Pemberian kontinyu
Ø  Mudah diberikan
Ø  Bisa menggunakan Patient Controlled
Analgesia (Tim Nyeri/Anestesi)
Intraspinal
•  Epidural
•  Intratekal
•  Morphine, hydromorphone, fentanyl
•  Edukasi pasien dan keluarga
•  Konsultasi Tim Nyeri
Rotasi / Pindah opioid . . .
•  Transdermal fentanyl
–  25 microgram patch sekitar 45-135 (sekitar
50-60) mg morphine/24 jam
Equianalgesik opioid

PO/PR (mg) Analgesic SC/IV (mg)


100 Codeine 60
15 Hydrocodone N/A
4 Hydromorphone 1.5
15 Morphine 5
10 Oxycodone N/A
Rekomendasi Usia Lanjut, AGS 2009
•  Non Opioid
- asetaminofen, pilihan utama, KI : ggl hati, dosis maks 4 gr
- NSAID, KI:ggl.ginjal, jantung, ulkus peptik aktif. Perlu diberikan
PPI. Tx. Aspirin tdk boleh diberi ibuprofen

•  Opioid
- Indikasi : nyeri sedang-berat. Mulai dgn dosis kecil.rutin evaluasi.

•  Ajuvan
- KI : Trisiklik antidepresan (amitriptilin)
Adiksi . . .
•  Ketergantungan psikologis
•  Penggunaan kompulsif
•  Hilang kontrol
•  Tetap mengkonsumsi meskipun
berbahaya bagi tubuhnya
Toleransi
•  Berkurangnya efektifitas setealh beberapa
waktu
•  Jika dosis meningkat, perlu
dipertimbangkan progresifitas penyakit
Ketergantungan Fisik
•  Proses neuro-adaptasi
•  Gejala putus obat
•  Bila diperlukan pengurangan dosis,
reduksi 50% tiap 2-3 hari
Efek Samping Opioid
Sering Jarang
Konstipasi Mimpi buruk/ Halusinasi

Mulut kering Dysphoria/ Delirium

Mual/muntah Myoclonus/ Seizures

Sedasi Pruritis/ Urtikaria

Berkeringat Depresi nafas

Retensi urin
Opioid alergi
•  Mual/muntah, konstipasi, drowsiness,
confusion
Ø  ini ES bukan reaksi alergi

•  Reaksi alergi, terutama :


Ø  Bronkospasme, urtikaria
Urtikaria, pruritus
•  Destabilisasi sel mast oleh morphine,
hydromorphone
•  Atasi dgn long-acting, non-sedating
antihistamines
o  Fexofenadine 60 mg PO 2x sehari
o  atau diphenhydramine, loratadine, atau
doxepin
Konstipasi
•  Terjadi pada semua opioid, minimal pada
fentanil
•  Akibat efek opioid pada CNS, spinal cord,
pleksus myenterik usus
. . . Konstipasi . . .
•  Diet kurang biasanya
•  Obat Bulk-forming (selulosa/serat) tidak
dianjurkan
•  Stimulan laksatif seperti :
–  Senna, bisacodyl, glycerine, casanthranol,
dll.
•  Kombinasi a stool softener
–  seperti, Senna plus docusate sodium
. . . Konstipasi
•  Prokinetik, spt:
–  Metoclopramide, cisapride
•  Osmotik laksatif, spt:
–  lactulose, sorbitol
Mual-Muntah . . .

•  Bila refrakter rotasi opioid


•  Onset saat mulai opioid
Ø  Toleransi terjadi dlm beberapa hari
•  Cegah dan atasi dgn dopamine-
blocking antiemetik:
o  Prochlorperazine 10 mg tiap 6 jam
o  Haloperidol 1 mg tiap 6 jam
o  Metoclopramide 10 mg tiap 6 jam
. . . Depresi Nafas
•  Manajemen
o  Identifikasi, atasi penyebab :
Ø  kurangi dosis opioid
Ø  Observasi
o  Bila tanda vital tidak stabil :
Ø  Naloxone 0.1-0.2 mg IV tiap 1-2 min
Pola Penggunaan Analgetik di RS
pada pasien Kanker

2015

Erlangga F, Putranto R, Rahman A, 2015


Penelitian Tingkat Kesesuaian Penggunaan
Analgetik pada Pasien Kanker
Okuyama,2003 30 %
Jepang
Di Maio, 2004 18%
Italia
Van den Beukeni, 2007 41%
Belanda
Deandrea, 2008 57%
Amerika Serikat
Apolone, 2009 55,3%
Inggris
Fisch, 2012 67%
Amerika Serikat
Kurniasari, 2012 33,3%
RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta
Greco, 2014 68,2%
Amerika Serikat
Putranto, 2014 87,3%
RSCM, Jakarta
Erlangga, 2015 54,1%
RSCM, Jakarta
Erlangga F, Putranto R, Rahman A, 2015

Anda mungkin juga menyukai