Anda di halaman 1dari 27

KATA PENGANTAR

i
DAFTAR ISI

Contents
KATA PENGANTAR.............................................................................................1

DAFTAR ISI............................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3

1.1. Latar Belakang..........................................................................................3

1.2. Rumusan Masalah.....................................................................................4

1.3. Tujuan........................................................................................................4

BAB II KONSEP MEDIS........................................................................................5

2.1 Definisi...........................................................................................................5

2.2. Etiologi......................................................................................................7

2.3 Prognosis......................................................................................................10

2.4 Manifestasi Klinis.........................................................................................11

2.5 Klasifikasi/Stage...........................................................................................12

2.6 Patofisiologi..................................................................................................14

2.7 Komplikasi...................................................................................................15

2.8 Penatalaksaan...............................................................................................15

BAB III KONSEP KEPERAWATAN..................................................................19

3.2. Diagnosa Keperawatan............................................................................21

3.3. Intervensi Keperawatan...........................................................................22

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam Pendidikan Luar Biasa kita banyak mengenal macam-macam
Anak Berkebutuhan Khusus. Salah satunya adalah anak Autis. Anak autis juga
merupakan pribadi individu yang harus diberi pendidikan baik itu
keterampilan, maupun secara akademik. Permasalahan yang dilapangan
terkadang setiap orang tidak mengetahui tentang anak autis tersebut. Oleh
kerena itu kita harus kaji lebih dalam tentang anak autis. Dalam pengkajian
tersebut kita btuh banyak informasi mengenai siapa anak autis, penyebabnya
dan lainnya. Dengan adanya bantuan baik itu pendidikan secara umum. Dalam
masyarakat nantinya anak-anak tersebut dapat lebih mandiri dan anak-anak
tersebut dapat mengembangkan potensi yang ada dan dimilikinya yang selama
ini terpendam karena ia belum bisa mandiri. Oleh karena itu, makalah ini
nantinya dapat membantu kita mengeahui anak autis tersebut.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep medis dari Autisme pada anak?
2. Bagaimana Asuhan keperawatan Autisme pada anak?

1.3. Tujuan
1. Mahasiswa mampu mengetahui konsep medis dari autisme pada anak.
2. Mahasiswa mampu mengetahui konsep keperawatan dari autisme pada
anak.

1
BAB II
KONSEP MEDIS

2.1. Definisi
Autisme berasal dari istilah dalam bahasa Yunani; ‘aut’ = diri sendiri,
‘isme’ orientation/state = orientasi/keadaan. Maka autisme dapat diartikan
sebagai kondisi seseorang yang secara tidak wajar terpusat pada dirinya
sendiri; kondisi seseorang yang senantiasa berada di dalam dunianya
sendiri. Istilah “autisme” pertama kali diperkenalkan oleh Leo Kanner
pada tahun 1943, selanjutnya ia juga memakai istilah “Early Infantile
Autism”, atau dalam bahasa Indonesianya diterjemahkan sebagai
“Autisme masa kanak-kanak”.
Hal ini untuk membedakan dari orang dewasa yang menunjukkan
gejala autisme seperti ini. Autisme merupakan suatu gangguan
perkembangan pada anak yang sifatnya komplek dan berat, biasanya telah
terlihat sebelum berumur 3 tahun, tidak mampu untuk berkomunikasi dan
mengekspresikan perasaan maupun keinginannya. Akibatnya perilaku dan
hubungannya dengan orang lain menjadi terganggu, sehingga keadaan ini
akan sangat mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya.
Autisme dapat mengenai siapa saja tidak tergantung pada etnik,
tingkat pendidikan, sosial dan ekonomi. Autisme bukanlah masalah baru,
dari berbgai bukti yang ada, diketahui kelainan ini sudah ada sejak
berabad-abad yang lampau. Hanya saja istilahnya relatif masih baru.
Diperkirakan kira-kira sampai 15 tahun yang lalu, autisme merupakan
suatu gangguan yang masih jarang ditemukan, diperkirakan hanya 2-4
penyandang autisme. Tetapi sekarang terjdi peningkatan jumlah

2
penyandang autisme sampai lebih kurang 15-20 per 10.000 anak. Jika
angka kelahiran pertahun di Indonesia 4,6 juta anak, maka jumlah
penyandang autisme pertahun akan bertambah dengan 0,15% yaitu 6900
anak.

2.2. Penyebab Autisme


Beberapa tahun yang lalu, penyebab autisme masih merupakan
misteri. Sekarang berkat alat kedokteran yang semakin canggih, diperkuat
dengan autopsy, ditemukan beberapa penyebab, antara lain :

1. Faktor neurobiologis
Gangguan neurobiologist pada susunan saraf pusat (otak). Biasanya
gangguan ini terjadi dalam tiga bulan pertama masa kehamilan, bila
pertumbuhan sel-sel otak di beberapa tempat tidak sempurna.
2. Masalah genetik
Menurut Maulana (2007 : 19) faktor genetik juga memegang peranan kuat,
dan ini terus di teliti. Pasalnya, banyak manusia mengalami mutasi genetik
yang bisa terjadi karena cara hidup yang semakin modern (penggunaan zat
kimia dalam kehiudpan sehari-hari, faktor udara yang semakin terpolusi).
Beberapa faktor yang juga terkait adalah usia ibu amil, usia ayah saat istri
hamil, serta masalah yang terjadi saat hamil dan proses kelahiran
(Ginanjar, 2008).
3. Masalah selamaa kehamilan dan kelahiran
Masalah pada masa kehamilan dan proses melahirkan, resiko autisme
berhubungan dengan masalah-masalah yang terjadi pada masa 8 minggu
pertama kehamilan. Ibu yang mengonnsumsi alkohol, terkena virus
rubella, mednertia infeksi kornis atau mengkonsumsi obat-obatan terlarang
idduga mempertinggi resiko autisme. Proses melahirkan yang sulit
sehingga bayi kekurangan oksigen juga diduga berperan penting. Bayi
yang lahir premature atau punya berat badan dibawah normal lebih besar
kemungkinannya untuk mengalami gangguan pada otak dibandingkan bayi
normal. (Ginanjar, 2008).

3
Menurut hadis (2006:45) komplikasi pranatal, prenatal, dan neonatal yang
meninkat juga ditemukan pada anak autistik. Komplikasi yang sering
terjadi adalah adanya oendarahan setelah trimester pertama dan adanya
kotoran janin pada cairan amnion yang merupakan tanda bahaya dari janin.
Penggunaan obat-obatan tertentu pada ibu yang sedang mengandung juga
diduga dapat menyebabkan timbulanya autisme. Komplikaasi gejala saat
bersalin berupa bayi terlambat menangis, bayi mengalami gangguan
pernapasan, bayi mengalami kekurangan darah juga dapat menimbulkan
gejala autisme.
4. Keracunan logam berat
Keracunan logam berat merupakan kondisi yang sering dijumpai ketika
anak dalam kandungan. Keracunan logam seperti timbal, merkuri,
cadmium, spasme infantile, rubella kongenital, sclerosis tuberculosa,
lipidosis serebral, dan anomaly kromosom X rapuh. Racun dan logam
berat dari lingkungan, berbagai racun yang berasal dari pestisida, polusi
udara, dan cat tembok dapat mempengaruhi kesehatan janin. Penelitian
terhadap sejumlah anak autis menunjukkan bahwa kadar logam berat
(nerkuri, timbal, timah) dalam darah mereka lebih tinggi dibandingkan
anak-anak normal. (Veskariyanti, 2008: 17).
5. Terinfeksi virus
Lahirnya anak autistik diduga dapat disebabkan oleh virus seperti rubella,
toxoplasma, herpes timur, nutrisi yang buruk, perdarahan, dan keracunan
makanan pada masa kehamilan yang dapat menghambat pertumbuhan sel
otak yang menyebabkan fungsi otak bayi yang dikandung terganggu
terutama fungsi pemahaman, komunikasi dan interaksi. Efek virus dan
keracunan tersebut dapat berlangsung terus setelah anak lahir dan terus
merusak pembentukan sel otak, sehingga anak kelihatan tidak memperoleh
kemajuan dan gejala makin parah. Gangguan metabolisme, pendengaran
dan penglihatan juga diperkirakan dapat menjadi penyebab, lahirnya anak
autistik (maulana,2007:19).
6. Vaksinasi

4
Vaksina si MMR (Measles, Mumps dan Rubella) menadi salah satu faktor
yang diduga kuat menjadi penyebab auttisme walauoun sampai sekarang
hal ini masih jadi perdebatan. Banyak orang tua yang melihat anaknya
yang tadinya berkembang normal menunjukkan kemunduran setelah
memeperoleh vaksinasi MMR. Zat pengawet pada vaksinasi inilah
(Thimerosal) yang dianggap bertanggung jawab menyebabkan autisme.
Untuk menghindari resiko maka beredar informasi bahwa sebaiknya
vaksinasi diberikan secara terpisah atau menggunakan vaksinasi yang
tidak mengandung thimerosal. Cara lain adalah menunggu anak berusia 3
tahun untuk meyakinkan bahwa masa kemunculan autisme telah lewat.
7. Kelebihan peptida opitoid
Menurut sastra (2011:136) peptida berasal dari pemecahan protein gluten
yang ditemukan dalam gandum dan protein casein. Protein gluten berasal
dari protein susu yang diperlukan dalam jumlah sedikit untuk aktivitas
otak. Keadaan abnormal dapat meningkatkan jumlah peptida opoid, antara
lain adalah sebagai berikut :
a) Protein yang masuk kedalam usus tidak dicerna secara sempurna
menjadi amino sehingga jumlah dan penyerapan peptida dalam
usus meningkat.
b) Jumlah peptida dalam usus normal, tetapi terjadi kebocoran pada
dinding usus. Hal tersebut mengakibatkan penyerapan ke dalam
darah terlalu banyak.
c) Jumlah protein normal, terapi kebocoran pada dinding usus dan
batas darah otak.

2.3. Manifsestasi Klinis

1. Gangguan dalam komunikasi verbal maupun nonverbal


Meliputi kemampuan berbahasa dan mengalami keterlambatan atau
sama sekali tidak dapat bicara. Menggunakan kata-kata tanpa

5
menghubungkannya dengan arti yang lazim digunakan. Berkomunikasi
dengan menggunakan bahasa tubuh dan hanya dapat berkomunikasi
dalam waktu singkat. Kata-katanya tidak dapat dimengerti oleh orang
lain. Tidak mengerti atau tidak menggunakan kata-kata dalam konteks
yang sesuai. Ekolalia (meniru atau membeo), meniru kata, kalimat atau
lagu tanpa tahu artinya. Bicara monoton seperti robot.
2. Gangguan dalam bidang interaksi sosial
Meliputi gangguan menolak atau menghindar untuk bertatap muka.
Tidak menoleh bila dipanggil, sehingga sering diduga tuli. Merasa tidak
senang atau menolak dipeluk. Bila menginginkan sesuatu, menarik
tangan orang yang terdekat dan berharap orang tersebut melakukan
sesuatu untuknnya. Tidak berbagi kesenangan dengan orang lain. Saat
bermain bila didekati malah menjauh.
3. Gangguan dalam bermain
Diantaranya bermain sangat monoton dan aneh, misalnya menderetkan
sabun menjadi satu deretan yang panjang, memutar bola pada mobil dan
mengamati dengan seksama dalam jangka waktu lama. Ada kedekatan
dengan benda tertentu seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus
dipegang dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan tidak
mau mainan lainnya. Tidak menyukai boneka, gelang karet, baterai atau
benda lainnya. Tidak spontan, reflaks dan tidak berimajinasi dalam
bermain. Tidak dapat meniru tindakan temannya dan tidak dapat
memulai permainan yang bersifat pura-pura. Sering memperhatikan
jari-jarinya sendiri, kipas angin yang berputar atau angin yang bergerak.
Perilaku yang ritualistik sering terjadi, sulit mengubah rutinitas sehari-
hari, misalnya bila bermain harus melakukan urut-urutan tertentu, bila
bepergian harus melalui rute yang sama.
4. Gangguan perilaku
Dilihat dari gejala sering dianggap sebagi anak yang senang kerapian
harus menempatkan barang tertentu pada tempatnya. Anak dapat terlihat
hiperaktif misalnya bila masuk dalam rumah yang baru pertama kali ia

6
datangi, ia akan membuka semua pintu, berjalan kesana kemari dan
berlari-lari tentu arah. Mengula ng suatu gerakan tertentu
(menggerakkan tangannya seperti burung terbang). Ia juga sering
menyakiti dirinya sendiri seperti memukul kepala di dinding. Dapat
menjadi sangat hiperaktif atau sangat pasif (pendiam), duduk diam
bengong denagn tatap mata kosong. Marah tanpa alasan yang masuk
akal. Amat sangat menaruh perhatian pada satu benda, ide, aktifitas
ataupun orang. Tidak dapat menunjukkan akal sehatnya. Dapat sangat
agresif ke orang lain atau dirinya sendiri. Gangguan kognitif tidur,
gangguan makan dan gangguan perilaku lainnya.
5. Gangguan perasaan dan emosi
Dapat dilihat dari perilaku tertawa-tawa sendiri, menangis atau marah
tanpa sebab nyata. Sering mengamuk tak terkendali (temper tantrum),
terutama bila tidak mendapatkan sesuatu yang diinginkannya, bahkan
bisa menjadi agresif dan merusak. Tidak dapt berbagi perasaan (empati)
dengan anak lain.
6. Gangguan dalam persepsi sensori
Meliputi perasaan sensitif terhadap cahaya (penglihata), pendengaran,
sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari mulai ringan sampai berat.
Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau benda apa saja. Bila
mendengar suara keras, menutup telinga. Menangis setiap kali dicuci
rambutnya. Merasakan tidak nyaman bila diberi pakaian tertentu. Tidak
menyukai pelukan, bila digendong sering merosot atau melepaskan diri
dari pelukan.
7. Intelegensi
Dengan uji psikologi konvensional termasuk dalam retardasi secara fungsional.
Kecerdasan sering diukur melalui perkembangan nonverbal, karena terdapat
gangguan bahasa. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan dibawah
50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ diatas 100. Anak autis sulit
melakukan tugas yang melibatkan pemikiran simbolis atau empati. Namun ada

7
yang mempunyai kemampuan yang menonjol di suatu bidang, misalnya
matematika atau kemampuan memori

Kriteria DSM-IV untuk Autisme:

A. Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2) dan (3), dengan minimal 2
gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala (2) dan (3).
(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbul balik.
Minimal harus ada 2 gejala dari gejala-gejala ini:

a. Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai:


kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup,
gerak-gerik yang kurang setuju.
b. Tidak bisa main dengan teman sebaya.

c. Tidak bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain.

d. Kurangnya hubungan sosial dan emosional timbal balik.

(2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti, minimal 1


dari gejala-gejala di bawah ini:

a. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang


(dan tidak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan
cara lain tanpa bicara).
b. Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi.

c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.

d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang


bisa meniru.
(3) Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku,
minat dan kegiatan, sedikitnya harus ada satu gejala dibawah ini:

a. Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang

8
sangat khas dan berlebih-lebihan.
b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik dan rutinitas
yang tidak ada gunanya.
c. Ada gerakan-gerakan yang aneh, khas dan diulang-ulang.

d. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.

B. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan


dalam bidang:
a. Interaksi sosial.
b. Bicara dan berbahasa.
c. Cara bermain yang kurang variatif.

C. Bukan disebabkan oleh Sindrom Rett atau Gangguan Disintegratif


masa kanak.

2.4. Klasifikasi
Klasifikasi Autisme dapat dibagi berdasarkan berbagai pengelompokan
kondisi
1. Klasifikasi berdasarkan saat munculnya kelainan
a) Autisme infantil; istilah ini digunakan untuk menyebut anak autis yang
kelainannya sudah nampak sejak lahir
b) Autisme fiksasi; adalah anak autis yang pada waktu lahir kondisinya
normal, tanda-tanda autisnya muncul kemudian setelah berumur dua
atau tiga tahun
2. Klasifikasi berdasarkan intelektual
a) Autis dengan keterbelakangan mental sedang dan berat (IQ dibawah
50). Prevalensi 60% dari anak autistik
b) Autis dengan keterbelakangan mental ringan (IQ 50-70). Prevalensi
20% dari anak autis
c) Autis yang tidak mengalami keterbelakangan mental (Intelegensi diatas
70) Prevalensi 20% dari anak autis.
3. Klasifikasi berdasarkan interaksi sosial:

9
a) Kelompok yang menyendiri; banyak terlihat pada anak yang menarik
diri, acuh tak acuh dan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta
menunjukkan perilaku dan perhatian yang tidak hangat
b) Kelompok yang pasif, dapat menerima pendekatan sosial dan bermain
dengan anak lain jika pola permainannya disesuaikan dengan dirinya
c) Kelompok yang aktif tapi aneh : secara spontan akan mendekati anak
yang lain, namun interaksinya tidak sesuai dan sering hanya sepihak.
4. Klasifikasi berdasarkan prediksi kemandirian:
a) Prognosis buruk, tidak dapat mandiri (2/3 dari penyandang autis)
b) Prognosis sedang, terdapat kemajuan dibidang sosial dan pendidikan
walaupun problem perilaku tetap ada (1/4 dari penyandang autis)
c) Prognosis baik; mempunyai kehidupan sosial yang normal atau hampir
normal dan berfungsi dengan baik di sekolah ataupun ditempat kerja.
(1/10 dari penyandang autis)

2.5. Karakteristik
1. Karakteristik dalam interaksi sosial
a) Menyendiri (aloof): terlihat pada anak yang menarik diri, acuh tak
acuh, dan kesal bila diadakan pendekatan sosial serta menunjukkan
perilaku dan perhatian yang terbatas (tidak hangat).
b) Pasif : dapat menerima pendekatan sosial dan bermain dengan anak
lain jika pola permaiannya disesuaikan dengan dirinya.
c) Aktif tapi aneh: secara spontan akan mendekati anak lain, namun
interaksi ini seringkali tidak sesuai dan sering hanya sepihak.
2. Karakteristik dalam komunikasi antara lain adalah :
a) Bergumam
b) Sering mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata dan
kesukaran dalam menggunakan bahasa dalam konteks yang sesuai dan
benar

10
c) Sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar atau yang
pernah mereka dengar sebelumnya tanpa bermaksud untuk
berkomunikasi
d) Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan terbalik,
seperti "saya" menjadi "kamu" dan menyebut diri sendiri sebagai
"kamu"
e) Sering berbicara pada diri sendiri dan mengulang potongan kata atau
lagu dari iklan tv dan mengucapkannya di muka orang lain dalam
suasana yang tidak sesuai.
f) Penggunaan kata-kata yang aneh atau dalam arti kiasan, seperti
seorang anak berkata "sembilan" setiap kali ia melihat kereta api.
g) Mengalami kesukaran dalam berkomunikasi walaupun mereka dapat
berbicara dengan baik, karena tidak tahu kapan giliran mereka
berbicara, memilih topik pembicaraan, atau melihat kepada lawan
bicaranya.
h) Bicaranya monoton, kaku, dan menjemukan.
i) Kesukaran dalam mengekspresikan perasaan atau emosinya melalui
nada suara
j) Tidak menunjukkan atau memakai gerakan tubuh untuk
menyampaikan keinginannya, tetapi dengan mengambil tangan
orangtuanya untuk mengambil obyek yang dimaksud
k) Mengalami gangguan dalam komunikasi nonverbal; mereka sering
tidak menggunakan gerakan tubuh dalam berkomunikasi untuk
mengekspresikan perasaannya atau untuk merabarasakan perasaan
orang lain, misalnya menggelengkan kepala, melambaikan
tanmengangkat alis, dan sebagainya.
3. Karakteristik dalam perilaku dan pola bermain
a) Abnormalitas dalam bermain, seperti stereotip, diulang-ulang dan tidak
kreatif
b) Tidak menggunakan mainannya dengan sesuai
c) Menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru

11
d) Minatnya terbatas, sering aneh, dan diulang-ulang
e) Hiperaktif pada anak prasekolah atau sebaliknya hipoaktif
f) Gangguan pemusatan perhatian, impulsifitas, koordinasi motorik
terganggu, kesulitan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari
4. Karakteristik kognitif
a) Hampir 75-80% anak autis mengalami retardasi mental dengan derajat
rata-rata sedang.
b) Sebanyak 50% dari idiot savants (retardasi mental yang menunjukan
kemampuan luar biasa) adalah seorang penyandang autisme.

2.6. Patofisiologi
Sel saraf otak (neuron) terdiri atas badan sel dan serabut untuk
mengalirkan listrik (akson) serta serabut untuk menerima impuls listrik
(dendrit). Sel saraf terdapat di lapisan luar otak yang berwarna kelabu
(korteks). Akson dibungkus selaput bernama mielin, terletak dibagian otak
berwarna putih. Sel saraf berhubngan satu sama lain lewat sninaps.
Sel saraf terbentuk saat usia landungan tiga sampai tujuh bulan.
Pada trimester ketiga, pembentukan sel saraf berhenti dan dimulai
pembentukan akson, dendrit, dan sinaps yang berlanjut sampi anak berusia
sekitar dua tahun.
Setelah anak lahir, terjadi proses pengaturan pertumbuhan otak
berupa berambah dan berkurangnnya struktur akson, dendrit, dan sinaps.
Proses ini dipengaruhi secara genetik melalui sejumlah zat kimia yang
dikenal sebagai brain growth factors dan proses belajar anak.
Makin banyak sinaps terbentuk, anak makin cerdas. Pembentukan
akson , dendrit dan sinaps sangat tergantung pada stimulasi lingkungan.
Bagian otak yang tak digunakan dalam belajar menunjukkan pertambahan
akson, dendrit, dan sinaps. Sedangkan bagian otak yang tak digunakan
menunjukkan kematian sel, berkurangnya akson, dendrit, dan sinaps.
Kelaianan genetis, keracunan logam berat, dan nutrisi yang tidak
adekuat dapat menyebabkan terjadinya gangguan pada proses-proses

12
tersebut. Sehingga akan menyebabkan abnormalitas pertumbuhan sel
saraf.
Pada pemeriksaan darah bayi-bayi yang baru lahir, diketahui
pertumbuhan abnormal pada penderita autis dipicu oleh berlebihnya
neurotropin dan neuropeptida otak (brain-derived neurothrophic,
neurotrophin-4, vasoactive intestinal peptide, calcitonin-related fgene
peptide) yang merupakan zat kimia otak yang bertanggung jawab untuk
mengatur penambahan sel saraf, migrasi, diferensiasi, pertumbuhan, dan
perkembangan jalinan sel saraf. Brain grwoth factors ini penting bagi
pertumbuhan otak
Peningkatan neurokimia otak secara abnormal menyebabkan
pertumbuhan abnormal menyebabkan pertumbuhan abnormal pada daerah
tertentu. Pada gangguan autisme terjadi kondisi growth without giudance,
dimana bagian-bagian otak tumbuh dan mati secara tak beraturan.
Pertumbuhan abnormal bagian otak tertentu menekan pertumbuhan
sel saraf lain. Hampir semua peneliti melaporkan berkurangmya sel
purkinye (sel saraf tempat keluar hasil pemrosesan indera dan impuls
saraf) di otak kecil pada autisme. Berkurangnya sel purkinye diduga
merangsang pertumbuhan akson, gila (jaringan penunjang pada sistem
saraf pusat), dan mielin sehingga terjadi pertumbuhan otak secara
abrnormal atau sebaliknya, pertumbuhan akson secara abnormal
mematikan sel purkinnye. Yang jelas, peningkatan brain derived
neurotrophic factor dan neurotrophin-4 menyebabkan kematian sel
purkinye.
Gangguan pada sel ppurkinye dapat terjadi secara primper atau
sekunder. Bila autisme disebabkan faktor genetik, gangguan sel purkinye
merupakan gangguan primer yang terjadi sejak awal masa kehamilan
karena ibu mengkonsumsi makanan yang mengandung logam berat.
Degenerasi sekunder terjadi bila sel purkinye sudah berkembang,
kemudian terjadi gangguan yang menyebabkan kerusakan sel purkinye.

13
Kerusakan terjadi jika dalam masa kehamilan ibu minum alkohol
berlebihan atau obat seperti thalidomide.
Penelitian dengan MRI menunjukkaan, otak kecil anak normal
mengalami aktivasi, selama melakukan gerakan motorik, belajar sensori-
motorik, atensi, proses meningkat, serta kegiatan bahasa. Gangguan pada
otak kecil menyebabkan reaksi atensi lebih lambat, kesulitan memproses
persepsi atau membedakan target, overselektivitas,dan kegagalan
mengeksplorasi lingkungan.
Pembesaran otak secara abnormal juga terjadi pada otak besar
bagian depan yang dikenal sebagai lobus frontalis. Menurut kemper dan
bauman menemukan berkurangnya ukuran sel neuron di hipokampus
(bagian depan otak besar yang berperan dalam fungsi luhur dan proses
memori) dan amigdala (bagian samping depan otak besar yang berperan
proses memori).
Faktor lingkungan yang menentukan perkembangan otak antara
lain kecukupan oksigen, protein, enerrgi, serta gizi mikro seperti zat besi,
seng, yodium, hormon tiroid, asam lemak esensial, serta asam folat.
Adapun hal yang merusak atau mengganggu perkembangan otak
antara lain alkohol, keracunan timah hitam, alumunium serta metilmerkuri,
infeksi yang di derita ibu pada masa kehamilan.

2.7. Komplikasi
Penderita autisme mungkin mengalami masalah pada pencernaan,
pola makan atau pola tidur yang tidak biasa, perilaku agresif, dan sejumlah
komplikasi lain, seperti:

1. Gangguan mental. Autisme dapat menyebabkan penderita mengalami


depresi, cemas, gangguan suasana hati, dan perilaku impulsif.
2. Gangguan sensorik. Penderita autisme dapat merasa sensitif dan marah
pada lampu yang terang atau suara yang berisik. Pada beberapa kasus,
penderita tidak merespon sensasi sensorik seperti panas, dingin atau
nyeri.

14
3. Kejang. Kejang bisa terjadi pada penderita autisme, dan dapat muncul
pada usia kanak-kanak atau remaja.
4. Tuberous sclerosis. Tuberous sclerosis adalah penyakit langka yang
memicu tumbuhnya tumor jinak di banyak organ tubuh, termasuk otak.

2.8. Penatalaksanaan
Penanganan pada anak autisme ditujukan terutama untuk
mengurangi atau menghilangkan masalah gangguan tingkah laku,
meningkatkan kemampuan belajar dan perkembangannya terutama dalam
penguasaan bahasa dan keterampilan menolong diri. Supaya tujuan
tercapai dengan baik diperlukan suatu program penanganan menyeluruh
dan terpadu dalam suatu tim yang terdiri dari; tenaga medis antara lain
dokter saraf dan dokter anak, tenaga pendidik, tenaga terapis seperti ahli
terapi wicara dan ahli terapi okupasi. Beberapa penanganan yang telah
dikembangan untuk membantu anak autisme antara lain;
1. Terapi Tingkah laku
Berbagai jenis terapi tingkah laku telah dikembangkan untuk
mendidik penyandang autisme, mengurangi tingkahlaku yang tidak lazim
dan menggantinya dengan tingkah laku yang bisa diterima dslsm
masyarakat terapi ini sangat penting untuk membantu penyandang autisme
untuk lebih bisa menyesuaikan diri dalam masyarakat.
2. Terapi Wicara
Terapi wicara seringkali masih tetap dibutuhkan untuk
memperlancar bahasa anak. Menerapkan terapi wicara pada anak autisme
berbeda daripada anak lain. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan yang
cukup mendalam tentang gangguan bicara pada anak autisme.
3. Pendidikan kebutuhan khusus
Pendidikan pada tahap awal diterapkan satu guru untuk satu anak.
Cara ini paling efektif karena anak sulit memusatkan perhatiannya dalam
suatu kelas yang besar. Secara bertahap anak dimasukan dalam kelompok

15
kelas untuk dapat mengikuti pembelajaran secara klasikal. Penggunaan
guru pendamping sebaiknya tidak terlalu dominan, yang diharapkan
adalah anak dengan gangguan autisme dapat secara terus menerus belajar
dengan anak-anak lainnya dalam satu pembelajaran bersama. Pola
pendidikan yang terstruktur baik di sekolah maupun di rumah sangat
diperlukan bagi anak ini. Mereka harus dilatih untuk mandiri, terutama
soal bantu diri. Maka seluruh keluarga di rumah harus memakai pola yang
sama Agar tidak membingungkan anak.
4. Terapi okupasi
Sebagian individu dengan gangguan autisme mempunyai
perkembangan motorik terutama motorik halus yang kurang baik. Terapi
okupasi diberikan untuk membantu menguatkan, memperbaiki koordinasi
dan keterampilan otot halus seperti tangan. Otot jari tangan penting dilatih
terutama untuk persiapan menulis dan melakukan segala pekerjaan yang
membutuhkan keterampilan motorik halus.
5. Terapi medikamentosa (obat)
Pada keadaan tertentu individu dengan gangguan autisme
mempunyai beberapa gejala yang menyertai gangguan autisme, seperti
perilaku agresif atau hiperaktivitas. Pada individu dengan keadaan
demikian dianjurkan untuk menggunakan pemberian obat-obatan secara
tepat. Penggunaaan obat-obat yang digunkan biasanya dilakukan dengan
cermat agar memperoleh pengaruh positif terhadap perkembangan anak.

2.9. Prognosis
Autistic Spectrum Disorder dapat menimbulkan komplikasi seperti
gangguan perilaku dan mental, keterbatasan intelektual, dan berbagai
spektrum kelainan neurologis dan medis.

Gangguan perilaku dan mental yang dapat menyertai ASD antara


lain attention deficit hyperactivity disorder, gangguan cemas, gangguan
menentang oposisional, sindrom Tourette, dan depresi. Prevalensi
gangguan perilaku dan mental tersebut bervariasi antara 9-45% dengan

16
depresi sebagai gangguan terjarang dan attention deficit hyperactivity
disorder sebagai gangguan tersering.

Sementara itu, hampir 65% pasien dengan ASD turut mengalami


manifestasi keterbatasan intelektual. Komplikasi neurologis dan medis
lainnya seperti gangguan tidur, gangguan motorik, epilepsi, palsi serebral,
gangguan pencernaan, gangguan penglihatan serta pendengaran turut
berperan dalam mempersulit tata laksana pasien dengan ASD.

17
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
a) Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, suku
bangsa, tanggal, jam masuk RS, nomor registrasi, dan diagnosis
medis.
b) Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya anak autis dikenal dengan kemampuan berbahasa,
keterlambatan atau sama sekali tidak dapat bicara.
Berkomunikasi dengan menggunakan bahasa tubuh dan
hanya dapat berkomunikasi dalam waktu singkat, tidak
senang atau menolak dipeluk. Saat bermain bila didekati
akan menjauh. Ada kedekatan dengan benda tertentu
seperti kertas, gambar, kartu atau guling, terus dipegang
dibawa kemana saja dia pergi. Bila senang satu mainan
tidak mau mainan lainnya. sebagai anak yang senang
kerapian harus menempatkan barang tertentu pada
tempatnya. Menggigit, menjilat atau mencium mainan atau
bend apa saja. Bila mendengar suara keras, menutup
telinga. Didapatkan IQ dibawah 70 dari 70% penderita, dan
dibawah 50 dari 50%. Namun sekitar 5% mempunyai IQ
diatas 100.
 Riwayat kesehatan ketika anak dalam kandungan ( riwayat
kesehatan dahulu)
a. Sering terpapar zat toksik, seperti timbal.
b. Cidera otak
 Riwayat kesehatan keluarga

18
Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita
penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat
penyakit bawaan atau keturunan. Biasanya pada anak autis
ada riwayat penyakit keturunan.
c) Status perkembangan anak.
 Anak kurang merespon orang lain.
 Anak sulit fokus pada objek dan sulit mengenali bagian tubuh.
 Anak mengalami kesulitan dalam belajar.
 Anak sulit menggunakan ekspresi non verbal.
 Keterbatasan kognitif.
d) Pemeriksaan fisik
 Anak tertarik pada sentuhan (menyentuh/sentuhan).
 Terdapat ekolalia.
 Sulit fokus pada objek semula bila anak berpaling ke objek lain.
 Anak tertarik pada suara tapi bukan pada makna benda tersebut.
 Peka terhadap bau.
e) Psikososial
 Menarik diri dan tidak responsif terhadap orang tua
 Memiliki sikap menolak perubahan secara ekstrem
 Keterikatan yang tidak pada tempatnya dengan objek
 Perilaku menstimulasi diri
 Pola tidur tidak teratur
 Permainan stereotip
 Perilaku destruktif terhadap diri sendiri dan orang lain
 Tantrum yang sering
 Peka terhadap suara-suara yang lembut bukan pada suatu
pembicaraan
 Kemampuan bertutur kata menurun
 Menolak mengkonsumsi makanan yang tidak halus

19
f) Neurologis
 Respons yang tidak sesuai terhadap stimulus
 Refleks mengisap buruk
 Tidak mampu menangis ketika lapar

3.2. Diagnosa Keperawatan


1. Gangguan persepsi sensori.
2. Perubahan interaksi sosial
3. Perubahan persepsi sensori
4. Resiko infeksi

20
3.3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa NOC NIC Rasional

1.

Pathway

Patologik
(influenza, rhinitis)

21
Obstruksi sal. nafas

Perubahan sensivitas
pada bau

Hiposmia

Anosmia

Gangguan/kerusaka Kehilangan Rinore Lendir jatuh ke


n sel-sel olfaktorus kemampuan merasa tenggorokan

Kegagalan reseptor Anoreksia Obstruksi sal. nafas Mengorok,


mengirim impuls ke kesulitan tidur
saraf pusat

Intake nutrisi Dx. Bersihan Jalan Kebutuhan istirahat


Otak tdk dapat menurun Nafas Tidak tidur berkurang
menerjemahkan Efektif
informasi yg masuk Dx. Defisit nutrisi 22 Dx. Gangguan
pola tidur
Dx. Perubahan
persepsi sensori
23
24

Anda mungkin juga menyukai