Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit

1. Pengertian Fraktur

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan / atau

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa

(Sjamsuhidajat & Jong, 2005 dalam Gusty, 2014). Sedangkan

menurut Doenges (2000) fraktur adalah pemisahan atau patahnya

tulang. Fraktur adalah patah atau gangguan kontinuitas tulang (Insani,

2014).

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan

sesuai jenis dan luasnya fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang

lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan

pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan punter mendadak, dan

bahkan kontraksi otot ekstrem (Brunner dan Suddarth, 2008).

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang

bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari

ketinggian). Patah pada tulang femur dapat menimbulkan perdarahan

cukup banyak serta mengakibatkan penderita mengalami syok

(Sjamsuhidajat, 2010).
2. Etiologi Fraktur

Penyebab fraktur secara fisiologis merupakan suatu kerusakan

jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan, tenaga fisik,

olahraga dan trauma dapat disebabkan oleh: cedera langsung berarti

pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara

spontan dan cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada

jauh dari lokasi benturan. Secara patologis merupakan suatu

kerusakan tulang yang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan

trauma dapat mengakibatkan fraktur, hal ini dapat terjadi pada

berbagai keadaan diantaranya: tumor tulang, osteomielitis, scurvy

(penyakit gusi berdarah) serta rakhitis (Mansjoer, 2003).

3. Patofisiologi Fraktur

Tulang bersifat rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan

gaya pegas untuk menahan tekanan. Tetapi apabila tekanan eksternal

datang lebih besar dari pada tekanan yang diserap tulang, maka

terjadilah trauma pada tulang yang dapat mengakibatkan rusaknya

atau terputusnya kontinuitas tulang (fraktur) (Elizabeth, 2009).

Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta

saraf dalam korteks marrow dan jaringan lunak yang membungkus

tulang menjadi rusak sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan.

Pada saat perdarahan terjadi terbentuklah hematoma di rongga

medulla tulang, sehingga jaringan tulang segera berdekatan kebagian


tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis akan

menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang di tandai dengan

vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit serta infiltrasi sel darah

putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses

penyembuhan tulang nantinya (Price, 2005).

4. Manifestasi Klinik Fraktur

Manifestasi klinis fraktur menurut (Smeltzer, Bare, 2009) adalah

nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ektremitas, krepitus,

pembengkakan lokal, dan perubahan warna yang dijelaskan secara

rinci sebagai berikut:

a. Nyeri

Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen

tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan

bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan

antar fragmen tulang.

b. Deformitas

Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang

sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah

tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain

sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).

c. Krepitasi
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik

tulang dinamakan krepitasi yang teraba akibat gesekan antara

fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitasi dapat mengakibatkan

kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.

d. Pembengkakan dan perubahan warna

Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi

sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.

Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah

cedera.

e. Fals Moment

Merupakan pergerakan/ bentuk yang salah dari tulang

(bengkok).

5. Komplikasi Fraktur

Menurut (Elizabeth J. Corwin, 2009)

a. Komplikasi Awal

1) Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan

tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal,

hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang

disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan

posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

b. Kompartement Syndrom
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam

ruang tertutup di otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi

cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat

dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot. Gejala –

gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada

luka, rasa sakit yang berhubungan dengan tekanan yang

berlebihan pada kompartemen, rasa sakit dengan perenggangan

pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini terjadi

lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta

(radius atau ulna).

c. Fat Embolism Syndrom

Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan

kondisi fatal. Hal ini terjadi ketika gelembung-gelembung lemak

terlepas dari sumsum tulang dan mengelilingi jaringan yang rusak.

Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan dapat

menyebabkan oklusi pada pembuluhpembuluh darah pulmonary

yang menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli

lemak mencakup dyspnea, perubahan dalam status mental

(gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia, demam,

ruam kulit ptechie.


d. Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.

Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan

masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,

tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan

seperti pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang

rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan

diawali dengan adanya Volkman’s Ischemia. Nekrosis avaskular

dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini paling

sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan

leher), saat kepala femur berputar atau keluar dari sendi dan

menghalangi suplai darah. Karena nekrosis avaskular mencakup

proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien

mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari

rumah sakit. Oleh karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal

yang penting. Perawat harus menyuruh pasien supaya melaporkan

nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada saat

menahan beban.

f. Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan

meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan

menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

g. Osteomyelitis

Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan

korteks tulang dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar

tubuh) atau hematogenous (infeksi yang berasal dari dalam

tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka

tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang,

fraktur terbuka yang terlihat tulangnya, luka amputasi karena

trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom kompartemen atau

luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar.

6. Pemeriksaan Penunjang

Menurut (Rasjad, Chairuddin. 2012), pemeriksaan penunjang

fraktur berupa:

a. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai

fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :

1) Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan

lateral.

2) Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan

distal.
3) Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang

cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk

membandingkan dengan yang normal)

4) Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah

tindakan.

5) Pemeriksaan laboratorium, meliputi:

6) Darah rutin,

7) Faktor pembekuan darah,

8) Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan

operasi),

9) Urinalisa,

10) Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin

untuk kliren ginjal).

b. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi

kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut.

7. Penatalaksanaan Fraktur

Menurut (Rasjad, Chairuddin. 2012), Prinsip terapi fraktur yaitu :

a. Reduksi

Adalah pemulihan keselarasan anatomi bagi tulang fraktur.

Reposisi memerlukan pemulihan panjang serta koreksi deformitas

angular dan rotasional. Reposisi mannipulatif biasanya dapat

dilakukan pada fraktura ekstremitas distal (tangan, pergelangan


tangan. kaki, tungkai), dimana spasme otot tidak berlebihan. Traksi

bisa diberikan dengan plester felt melekat diatas kulit atau dengan

memasang pin tranversa melalui tulang, distal terhadap ftaktur.

Reduksi terbuka biasanya disertai oleh sejumlah bentuk fiksasi

interna dengan plat & pin, batang atau sekrup.

Ada dua jenis reposisi, yaitu reposisi tertutup dan reposisi

terbuka. Reposisi tertutup dilakukan pada fraktur dengan

pemendekan, angulasi atau displaced. Biasanya dilakukan dengan

anestesi lokal dan pemberian analgesik. Selanjutnya diimobilisasi

dengan gips. Bila gagal maka lakukan reposisi terbuka dikamar

operasi dengan anestesi umum.Kontra indikasi reposisi

tertutup:

1) Jika dilakukan reposisi namun tidak dapat dievaluasi

2) Jika reposisi sangat tidak mungkin dilakukan

3) Jika fraktur terjadi karena kekuatan traksi, misalnya displaced

patellar fracture.

b. Imobilisasi.

Bila reposisi telah dicapai, maka diperlukan imobilisasi tempat

fraktur sampai timbul penyembuhan yang mencukupi. Kebanyakan

fraktur ekstremitas dapat diimobilisasi dengan dengan gips

fiberglas atau dengan brace yang tersedia secara komersial.

Pemasangan gips yang tidak tepat bisa menimbulkan tekanan


kuIit, vascular, atau saraf. Semua pasien fraktur diperiksa hari

berikutnya untuk menilai neurology dan vascular.

Bila traksi digunakan untuk reduksi, maka traksi juga bertindak

sebagai imobilisasi dengan ektremitas disokong di atas ranjang

atau di atas bidai sampai reduksi tercapai. Kemudian traksi

diteruskan sampai ada penyembuhan yang mencukupi, sehingga

pasien dapat dipindahkan memakai gips/brace.

c. Rehabilitasi

Bila penyatuan tulang padat terjadi, maka rehabilitasi terutama

merupakanmasalah pemulihan jaringan lunak. Kapsula sendi, otot

dan mligamentum berkontraksi membatasi gerakan sendi sewaktu

gips/bidai dilepaskan. Dianjurkan terapi fisik untuk mgerakan aktif

dan pasif serta penguatan otot.

8. Pencegahan Patah Kaki dan Tungkai

Patah kaki dan tungkai bukanlah kondisi yang selalu bisa

dicegah penyebabnya. Namun, seseorang dapat memperkecil risiko

terjadinya patah kaki dan tungkai dengan melakukan beberapa upaya

berikut:

9. Menjaga kesehatan dan kekuatan tulang dengan

mengonsumsi minuman atau makanan tinggi kalsium,

seperti susu, yogurt, atau keju. Kesehatan dan kekuatan

tulang juga dapat terjaga dengan mengonsumsi suplemen


yang mengandung kalsium dan vitamin D. Namun, terlebih

dahulu diskusikan penggunaan suplemen dengan dokter.

10. Gunakan sepatu yang sesuai dengan jenis aktivitas,

terutama saat berolahraga.

11. Lakukan olah raga berbeda secara bergantian, karena

melakukan olahraga yang sama terus menerus akan

memberikan tekanan pada bagian tulang yang sama.

12. Gunakan perlengkapan pelindung diri yang tepat saat

melakukan olahraga ekstrim, seperti panjat tebing.


B. Konsep Keperawatan

Menurut (Nurarif & Hardhi, 2015)

1) Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses

keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang

masalahmasalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap

tindakan keperawatan.

Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantuang pada

tahap ini. Tahap ini terbagi atas:

a. Data Subjektif

1) Anamnesa

a) Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama,

bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan,

pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register,

tanggal MRS, diagnosa medis.

b) Keluhan Utama

Biasanya klien dengan fraktur akan mengalami nyeri saat

beraktivitas / mobilisasi pada daerah fraktur tersebut

c) Riwayat Penyakit Sekarang

Pada klien fraktur / patah tulang dapat disebabkan oleh

trauma/kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang


didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar

yang mengakibatkan nyeri, bengkak, kebiruan, pucat /

perubahan warna kulit dan kesemutan.

d) Riwayat Penyakit Dahulu

Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah

tulang atau tidak sebelumnya dan ada / tidaknya klien

mengalami pembedahan perbaikan dan pernah

menderita osteoporosis sebelumnya

e) Riwayat Penyakit Keluarga

Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita

osteoporosis, arthritis dan tuberkolosis atau penyakit lain

yang sifatnya menurun dan menular.

2) Pola-pola Fungsi Kesehatan

a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat

Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya

kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan

kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain

itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti

penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu

metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa

mengganggu keseimbangannya dan apakah klien melakukan

olahraga atau tidak.


b) Pola Nutrisi dan Metabolisme

Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi

kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit.

C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang.

Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu

menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan

mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat

terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari

yang kurang merupakan faktor predisposisi masalah

muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas

juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.

c) Pola Eliminasi

Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola

eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi,

konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi.

Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi,

kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini

juga dikaji ada kesulitan atau tidak.

d) Pola Tidur dan Istirahat

Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan

gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan

kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan


pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan

kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.

e) Pola Aktivitas

Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka

semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan

kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain.

f) Pola Hubungan dan Peran

Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam

masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap

g) Pola Persepsi dan Konsep Diri

Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul

ketidakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas,

rasa ketidakmampuan untuk.

melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap

dirinya yang salah (gangguan body image)

h) Pola Sensori dan Kognitif

Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama

pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak

timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak

mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat

fraktur.
i) Pola Reproduksi Seksual

Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa

melakukan hubungan

seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan

gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu

dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama

perkawinannya

j) Pola Penanggulangan Stress

Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan

dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi

tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak

efektif.

k) Pola Tata Nilai dan Keyakinan

Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan

beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi.

Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak

klien.

b. Data obyektif

1) keadaan Umum: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis

tergantung pada keadaan klien.

2) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik

fungsi maupun bentuk.


3) pemeriksaan fisik:

a) Sistem Integumen

Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma

meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan.

b) Kepala

Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak

ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.

c) Leher

Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan,

reflek menelan ada.

d) Muka

Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada

perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris,

tak oedema.

e) Mata

Terdapat gangguan seperti konjungtiva anemis (jika

terjadi perdarahan)

f) Telinga

Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak

ada lesi atau nyeri tekan.

g) Hidung

Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung.


h) Mulut dan Faring

Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan,

mukosa mulut tidak pucat.

i) Thoraks

Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada

simetris.

j) Paru

I. Inspeksi

Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya

tergantung pada riwayat penyakit klien yang

berhubungan dengan paru.

II. Palpasi

Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.

III. Perkusi

Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara

tambahan lainnya.

IV. Auskultasi

Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara

tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.

k) Jantung

I. Inspeksi

Tidak tampak iktus jantung.


II. Palpasi

Nadi meningkat, iktus tidak teraba.

III. Auskultasi

Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur

l) Abdomen

I. Inspeksi

Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia.

II. Palpasi

Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak

teraba.

III. Perkusi

Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan.

IV. Auskultasi

Peristaltik usus normal ± 20 kali/menit.

m) Inguinal-Genetalia-Anus

Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada

kesulitan BAB.

3. Diagnosa Keperawatan yang lazim muncul

Menurut Nurarif & Kusuma (NANDA NIC-NIC, 2015) ada 6

dingnose yang lazim muncul yaitu:


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik, spasme otot

gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak,

pemasangan traksi

b. Ketidak efektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan

penurunan suplai darah kejaringan

c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan fraktur terbuka,

pemasangan traksi ( pen, kawat, sekrup)

d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan

rangka neuromuscular, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi)

e. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma, imunitas tubuh

primer menurun, prosedur invasive (pemasangan intraksi)

f. Resiko syok (hipovolemik) berhubungan dengan kehilangan

volume darah akibat trauma (fraktur).


4. Intervensi

No Diagnosa NOC NIC


1 Nyeri akut berhubungan Kotrol nyeri (1605) Pemberian analgesic (2210)
dengan agen injuri fisik, a. Mengenali kapan nyeri terjadi (160802) a. Tentukan lokasi, karakteristik,
spasme otot gerakan b. Menggambarkan faktor penyebab kualitas dan keparahan nyeri
fragmen tulang, edema, (160501) sebelum mengobati pasien.
cedera jaringan lunak, c. Menggunakan jurnal harlan untuk b. Pilih analgesik atau kombinasi
pemasangan traksi memonitor gejalah dari waktu ke waktu analgesik yang sesuai ketika lebih
(160510) dari satu diberikan
d. Menggunakan tindakan pencegahan c. Monitor tanda vital sebelum dan
(160503) setelah memberikan analgesik
e. Menggunakan tindakan pengurangan narkotik pada pemberian dosis
[nyeri] tanpa analgetik(160504) pertama kali atau jika ditemukan
f. Menggunakan analgetik yang tanda –tanda yang tidak biasanya
direkomendasiakan (160503)
d. Berikan kebutuhan kenyamanan
g. Melaporkan perubahan terhadap gejala
dan aktivitas lain yang dapat
nyeri pada professional kesehatan
membantu relaksasi untuk
(160507)
memfasilitasi penurunan nyeri
h. Menggunakan sumber daya yang
tersedia (160508) e. Pertimbangkan penggunaan infus
i. Mengenali apa yang terkait dengan terus-menerus, baik sendiri atau
gejala nyeri (160509) digabungkan dengan appoid bolus,
j. Melaporkan nyeri yang terkontrol untuk mempertahankan level serum
f. Evaluasi keefektifan analgetik
dengan interval yang teratur pada
setiap setelah pemberian
khususnya setelah pemberian
pertama kali , juga observasi
adanya tanda dan gejalah efek
samping (misalnya, depresi
pernafasan, mual dan muntah,
mulut kering dan konstipasi
Pengurangan kecemasan
a. Gunakan pendekatan yang tenang
dan meyakinkan
b. Nyatakan dengan jelas harapan
terhadap perilaku klien
c. Pahami situasi krisis yang terjadi
dari perspektif klien
d. Berikan informasi factual terkait
diagnosis, perawatan dan prognosis
e. Berikan objek yang menunjukkan
perasaan aman
f. Dengarkan klien
g. Berikan aktifitas pengganti yang
bertujuan untuk mengurangi
tekanan
Manajemen Nyeri
a. Lakukan pengkajian nyeri
komprhensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, intensitas atau beratnya
nyeri dan faktor pencetus
b. Gunakan strategi komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan
penerimaan penerimaan pasien
terhadap nyeri.
c. Galin pengetahuan dan
kepercayaan pasien mengenai nyeri
d. Ajarlkan prinsip-prinsip manajemen
nyeri
e. Gunakan tindakan pengontrol nyeri
sebelum nyeri bertambah berat
f. Libatkan keluarga dalam modalitas
penurunan nyeri, jika
memungkinkan
Manajemen lingkungan (6480)
a. Ciptakan lingkungan yang aman
untuk pasien
b. Identifikasi kebutuhan keselamatan
pasien berdasarkan fungsi fisik dan
kognitif serta riwayat perilaku
dimasa lalu
c. Damping pasien selama tidak ada
kegiatan bangsal, dengan tepat
d. Letakkan benda yang sering
digunakan dalam jangkauan pasien
2 Ketidak efektifan perfusi Perfusi jaringan : Perifer (0407) Manajemen asam basah (1910)
jaringan perifer a. Pengisian kapiler jari a. Pertahankan jalan nafas
berhubungan dengan b. Kekuatan demyut nadi karotis (kiri) b. Posisiskan klien untuk
(040731) mendapatkan ventilasi yang
penurunan suplai darah
c. Kekuatan denyut brakialis (kiri) (040733) adekuat (misalnya, membuka jalan
kejaringan d. Kram otot (0407450) nafas dan menaikkan posisi kepala
e. Kerusakan kulit (040746) ditempat tidur).
c. Pertahankan kepatenan akses
selang iv
d. Monitor penyebab potensial
sebelum mebmberikan perawatan
kertidak seimbangan asam basa,
dimana akan lebih efektif untuk
merawar penyebabnya daripada
[mengelola] ketidakseimbangannya
e. Atasi demam dengan tepat
f. Berikan pengobatan nyeri dengan
tepat
g. Berikan terapi oksigen dengan tepat
Manajemen sensasi perifer (2660)
a. Monitor sensasi tumpul atau tajam
dan panas dan dingin [yang
dirasakan pasien]
b. Dorong pasien untuk menggunakan
bagian tubuh yang tidak terganggu
dalam rangka mengetahui tempat
dan permukaan satu benda
c. Instruksikan pasien dan keluarga
untuk menjaga posisi tubuh ketika
sedang mandi, duduk, berbaring,
atau merubah posisi
d. Instruksi pasien dan keluarga untuk
memeriksa adanya kerusakan kulit
setiap harinya
e. Monitor adanya penekanan dari
gelang, alat-alat medis, sepatu dan
baju
Manajemen Nitrisi (1100)
a. Identifikasi [adanya] alergi atau
intoleransi makanan yang dimiliki
pasien
b. Ciptakan lingkungan yang optimal
pada saat mengkomsumsi makanan
(misalnya, bersih, berventilasi,
santai, dan bebas dari bau yang
menyengat
c. Pastikan makanan yang disajiakan
dengan cara yang menarik dan
pada suhu yang paling cocok untuk
konsumsi secara optimal
3 Hambatan mobilitas fisik Pergerakan (0208) Perawatan Tirah Baring (0740)
berhubungan dengan a. Berjalan a. jelaskan alasannya diperlukan tirah
kerusakan rangka b. Bergerak dengan mudah baring
neuromuscular, nyeri, c. Gerkan sendi b. tempatkan matras atau kasur
terapi restriktif (imobilisasi) d. Kinerja pengaturan otot terapeutik dengan cara yang tepat
e. keseimbangan c. posisilkan sesuai body alignment
yang tepat
d. Gunakan alat ditempat tidur [pasien]
e. Balikkan pasien yang tidak dapat
mobilisasi paling tidak setiap 2 jam,
sesuai jadwal yang spesifik
f. Monitor komplikasi dari tirah baring
(misalnya, kehilangan tonus otot,
nyeri punggung, konstipasi,
peningkatan stress, depresi,
kebingunan, perubahan siklus tidur,
infeksi saluran kemih, kesulitan
dalam berkemih, pneumonia)
Peningkatan Mekanika Tubuh (0140)
a. Kaji komitmen pasien untuk belajar
dan menggunakan postur [tubuh]
yang benar
b. Kaji pemahaman pasien mengenai
mekanika tubuh dan latihan
(misalnya mendemonstrasikan
kembali tehnikmelakukan
aktivitas/latihan yang benar
c. Bantu untuk mendemonstrasikan
posisi tidru yang tepat
d. Gunakan prinsip mekanika tubuh
ketika menangani pasien dan
memindahkan peralatan
e. Bantu pasien/keluarga untuk
mengidentifikasi latihan postur
[tubuh] yang sesuai
f. Berikan informasi tentang
kemungkinan posisi penyebab nyeri
otot atau sendi
Menejemen Lingkungan (6480)
a. Ciptakan lingkungan yang aman
untuk pasien
b. Identifikasi kebutuhan keselamatan
pasien berdasarkan fungsi fisik dan
kognitif serta riwayat perilaku
dimasa lalu
c. Damping pasien selama tidak ada
kegiatan bangsal, dengan tepat
d. Letakkan benda yang sering
digunakan dalam jangkauan pasien
Terapi Latihan: Ambulasi (0221)
a. Beri pasien pakean yang tidak
mengekang
b. Bantu pasien untuk menggunakan
alas kaki yang memfasilitasi pasien
untuk berjalan dan mencegah
cedera
c. Bantu pasien untuk duduk ditempat
tidur, disamping tempat
tidur(“menjuntal”), atau dikursi,
sebagaimana yang dapat ditoleransi
[pasien]
d. Bantu pasien utnuk berpindahan
sesuai kebutuhan
e. Instruksikan pasien untuk
memposisikan diri sepanjang
proses pemindahan
f. Dorong pasien untuk “bangkit
sebanyak dan sesering yang
diinginkan” (up ad lib), jika sesuai

4 Resiko infeksi Keparahan infeksi (0703) Kontrol Infeksi (6540)


berhubungan dengan a. Kemerahan (070301) a. Alokasi kesesuaian luas ruangan
trauma, imunitas tubuh b. Cairan [luka] yang berbau buskuk per pasien
primer menurun, prosedur (070303) b. Pastikan tehnik perawatan luka
invasive (pemasangan c. Demam (070307) yang benar
intraksi) d. Hipotermia (070329) c. Ajarkan pasien dan naggota
e. Ketidak stabilan suhu (070330) keluarga mengenai bagaimana
f. Hilang nafsu makan menghindari infeksi
g. Nyeri d. Berikan terapi antibiotic yang sesuai
e. Dorong untuk beristirahat
Perlindungan Infeksi (6550)
a. Monitor adanya tanda dan gejala
infeksi sistematik dan local
b. monitor kerentanan terhadap infeksi
c. Tingjktakan asupan nutrisi yang
cukup
d. Anjurkan asupan cairan, dengan
tepar
e. Ajarkan pasien dan keluarga
mengenai tanda dan gejala infeksi
dan kapn harius melapor kepada
pemberi layanan kesehatan
Perawatan Luka (3660)
a. Angkat balutan dan plester pekag
b. Ukur luas luka yang susai
c. Bersihkan dengan saline atau
pembersih yang tidak beracun,
dengan tepat
d. Berikan rawatan insisi pada luka,
yang diperlukan
e. Oleskan salep yang sesuai dengan
kulit/lesi
f. Berikan balutan yang sesuai
dengan jenis luka
g. Perkuat balutan [luka], sesuai
kebutuhan
h. Pertahankan tehnik balutan steril
ketika melakukan perawatan luka,
dengan tepat
i. Posisikan untuk menghindari
menempatkan ketegangan pada
luka, dengan tepat
j. Anjurkan pasien dan keluarga untuk
mengenal tanda dan gejalah infeksi
k. Dokumentasikan lokasi luka, dan
tampilan.
Manajemen Nitrisi (1100)
a. Identifikasi [adanya] alergi atau
intoleransi makanan yang dimiliki
pasien
b. Ciptakan lingkungan yang optimal
pada saat mengkomsumsi makanan
(misalnya, bersih, berventilasi,
santai, dan bebas dari bau yang
menyengat
c. Pastikan makanan yang disajiakan
dengan cara yang menarik dan
pada suhu yang paling cocok untuk
konsumsi secara optimal
5. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan dengan tujuan

untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pada tahap ini perawat

menerapkan pengetahuan intelektual, kemampuan hubungan antar

manusia (komunikasi) dan kemampuan teknis keperawatan, penemuan

perubahan pada pertahanan daya tahan tubuh, pencegahan komplikasi,

penemuan perubahan sistem tubuh, pemantapan hubungan klien dengan

lingkungan, implementasi pesan tim medis serta mengupayakan rasa

aman, nyaman dan keselamatan klien.

6. Evaluasi

Evaluasi merupakan perbandingan yang sistemik dan terencana

mengenai kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan

dilakukan secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga

kesehatan lainnya. Penilaian dalam keperawatan bertujuan untuk

mengatasi pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur

hasil dari proses keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai