Anda di halaman 1dari 43

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/334559782

DIMENSI FRAUD TRIANGLE SEBAGAI DETERMINAN KECENDERUNGAN


KECURANGAN AKUNTANSI

Conference Paper · April 2019

CITATIONS READS

0 1,578

1 author:

Rafli Alvaro Lingga


Universitas Gadjah Mada
4 PUBLICATIONS   2 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Call for Papers Jurnal Tata Kelola & Akuntabilitas Keuangan Negara 2017 View project

All content following this page was uploaded by Rafli Alvaro Lingga on 19 July 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KECURANGAN (FRAUD) PADA PROSES AKUNTANSI

DIMENSI FRAUD TRIANGLE SEBAGAI DETERMINAN


KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI

Disusun Untuk Mengikuti Call For Papers Yang Diselenggarakan


Oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Akuntansi (HMJA) STIE YKPN
Yogyakarta.

Oleh:
Rafli Alvaro Lingga

PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI


UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2019

i
IDENTITAS PEMAKALAH

Nama : Rafli Alvaro Lingga


E-mail : rafli.alvaro.@mail.ugm.ac.id
Institusi : Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Gadjah Mada
Alamat Institusi : Jalan Sosio Humaniora 1, Bulaksumur,
Yogyakarta, Indonesia

Kategori Paper : Hasil Penelitian


Kategori Topik : Kecurangan Proses Akuntansi pada Tindak Kosupsi
di Organisasi

ii
DIMENSI FRAUD TRIANGLE SEBAGAI DETERMINAN
KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI
Rafli Alvaro Lingga
ABSTRAK
Kata Kunci: Kecurangan Akuntansi, Tekanan, Kesempatan, Rasionalisasi
Peningkatan praktik kecurangan akuntansi merupakan akibat dari lemahnya
sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi, masalah keuangan yang
dihadapi individu, dan adanya tindakan pembenaran atas tindakan kecurangan
tersebut. Angka kerugian yang diakibatkan pun meningkat sejalan dengan
peningkatan praktik kecurangan. ACFE (2018) menjelaskan bahwa kerugian yang
diakibatkan perbuatan kecurangan (fraud) mencapai $1,164,000. Cressey (1953)
dalam teori Fraud Triangle menyatakan bahwa motivasi individu untuk
melakukan kecurangan (fraud) disebabkan oleh tiga unsur utama yaitu tekanan
(pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi (rationalization).
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh tekanan, kesempatan, dan
rasionalisasi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Teknik pengumpulan
data dilakukan melalui metode kuesioner yang disebarkan ke mahasiswa
Akuntansi S1 UGM. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan smartPLS.
Hasil penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa tekanan berpengaruh
terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Selain itu, kesempatan juga
dibuktikan berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Akan
tetapi, hasil penelitian ini tidak mendukung adanya pengaruh antara rasionalisasi
terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.
Kata kunci: Tekanan, Kesempatan, Rasionalisasi, Kecenderungan
Kecurangan Akuntansi,

iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan anugerahNya paper berjudul: “DIMENSI FRAUD TRIANGLE
SEBAGAI DETERMINAN KECENDERUNGAN KECURANGAN
AKUNTANSI” dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Paper ini ditulis dalam
rangka mengikuti Call For Papers 2019 HMJA STIE YKPN. Saya mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu proses penyelesaian paper
ini sehingga selesai pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa dalam paper ini terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, masukan berupa kritik dan saran yang membangun sangat penulis
harapkan. Akhir kata penulis berharap semoga paper ini dapat memberikan
manfaat bagi pembaca dan semua pihak.

Yogyakarta, April 2019

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
IDENTITAS PEMAKALAH ........................................................................... ii
ABSTRAK ....................................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 5


2.1 Landasan Teori .................................................................... 5
2.1.1 Teori Fraud Triangle ...................................................... 5
2.1.2 Kecurangan Akuntansi ................................................... 6
2.2 Review Penelitian .................................................................... 8
2.3 Pengembangan Hipotesis ........................................................ 9
2.3.1 Tekanan dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi .... 9
2.3.2 Kesempatan dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi 9
2.3.3 Rasionalisasi dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi 9
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 11
3.1 Subyek Penelitian ..................................................................... 11
3.2 Desain penelitian ...................................................................... 11
3.3 Variabel Penelitian ................................................................... 13
3.3.1 Kecenderungan Kecurangan Akuntansi ...................... 13
3.3.2 Tekanan ........................................................................ 13
3.3.3 Kesempatan ................................................................. 14
3.3.3 Rasionalisasi................................................................. 14
3.4. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran ........ 15

v
3.4.1 Uji Validitas Konvergen ............................................. 15
3.4.2 Uji Validitas Diskriminan ............................................ 15
3.4.2 Uji Reliabilitas ............................................................. 16
3.5 Pengujian Hipotesis .................................................................. 16
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 17
4.1 Analisis Data dan Pembahasan ................................................ 17
4.1.1 Satistik Deskriptif ........................................................ 17
4.1.2 Pengujian Model Pengukuran ...................................... 17
4.1.3 Pengujian Model Struktural ........................................ 21
BAB V PENUTUP.......................................................................................... 26
5.1 Kesimpulan............................................................................... 26
5.2 Keterbatasan Penelitian ........................................................... 27
5.3 Saran ........................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 26
LAMPIRAN-LAMPIRAN…. ....................................................................... 30

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Peningkatan praktik kecurangan akuntansi merupakan akibat dari
lemahnya sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi. Di sisi lain,
masalah pribadi individu seperti masalah keuangan menimbulkan niat untuk
melakukan kecurangan pada organisasi tempat ia bekerja. Tidak sampai di situ,
individu cenderung membenarkan perilaku curang yang ia lakukan terhadap
organisasinya. Angka kerugian yang disebabkan praktik kecurangan (fraud) yang
dilakukan individu dalam organisasi tidak sedikit dan meningkat sejalan dengan
lemahnya sistem pengendalian internal, meningkatnya beban keuangan individu,
dan semakin wajarnya perilaku berbuat curang bagi individu tersebut.
ACFE (2018:10) dalam Report to The Nation menjelaskan bahwa
kerugian yang diakibatkan perbuatan kecurangan (fraud) mencapai $1,164,000.
Kerugian tersebut dapat dibagi menjadi tiga berdasarkan cara fraud dilakukan yaitu
melalui kecurangan laporan keuangan (financial statement fraud) mencapai
$800,000, melalui praktik korupsi sebesar $250,000, dan kecurangan melalui
praktik penyalahgunaan aset mencapai $114,000. Dari ketiga metode melakukan
fraud tersebut, penyalahgunaan aset adalah yang paling sering dilakukan yaitu
sebanyak 89% dari kasus kecurangan yang terjadi. Selanjutnya, sebanyak 38% dari
kasus kecurangan adalah praktik korupsi dan 10% kecurangan dilakukan dengan
manipulasi laporan keuangan.
Praktik kecurangan laporan keuangan tergolong sangat sedikit apabila
dibandingkan dengan penyalahgunaan aset. Namun, kerugian yang disebabkan oleh
praktik financial statement fraud jauh lebih besar daripada kerugian akibat
penyalahgunaan aset. ACFE (2018:33) selanjutnya menjelaskan bahwa karyawan
adalah pelaku dari praktik kecurangan paling besar yaitu mencapai 44% dengan
kerugian $50,000. Manajer yang melakukan kecurangan mencapai 34% dan
menyebabkan kerugian $150,000. Kerugian terbesar akibat kecurangan dilakukan
oleh pemilik atau eksekutif (19%) yang $850,000. Sedangkan kerugian akibat
kecurangan yang dilakukan oleh pihak lain-lain (3%) adalah $189,000.

1
ACFE (2018:20) juga mengategorikan organisasi yang menjadi korban
praktik kecurangan. Lebih dari 42% praktik kecurangan terjadi pada perusahaan
perusahaan swasta dan kerugiannya mencapai $164,000. Sebanyak 29%
kecurangan terjadi di perusahaan publik dengan kerugian yang ditimbulkan sebesar
$117,000. Selain itu, kecurangan juga terjadi di organisasi pemerintahan sebanyak
16% dengan kerugian $118,000. Sedangkan sisanya terjadi di perusahaan nirlaba
(9%) dengan kerugian $75,000 dan organisasi lainnya (45) dengan kerugian
$120,000. Tingginya angka kerugian tersebut tidak terlepas dari motivasi di balik
perilaku curang yang dilakukan oleh karyawan, manajer, dan eksekutif.
Pada umumnya, perilaku curang terjadi akibat adanya kesempatan yang
dimiliki oleh pelaku. Najahningrum (2013:7) menjelaskan bahwa kondisi adanya
kesempatan untuk melakukan kecurangan ini dapat dikendalikan perusahaan
melalui ketatnya peraturan dan efektifnya sistem pengendalian internal dalam
perusahaan. Hal ini berarti bahwa ketika peraturan yang berlaku dalam perusahaan
tidak berjalan secara ketat dan sistem pengendalian internal perusahaan tidak
berjalan dengan efektif maka kesempatan untuk melakukan kecurangan akan
semakin tinggi.
Selain kesempatan, tekanan (pressure) merupakan faktor lain yang
menjadi motivasi individu untuk melakukan kecurangan. Abdullahi dan Mansor
(2015:320) menjelaskan bahwa setiap pelaku kecurangan menghadapi berbagai
tekanan sehingga mereka melakukan perbuatan tidak etis. Tekanan yang dihadapi
pelaku kecurangan tersebut dapat berbentuk tekanan finansial yang dihadapi oleh
pelaku kecurangan. Selain itu, (Singleton dan Singleton, 2010:62) menjelaskan
bahwa kecurangan pelaporan keuangan dipicu oleh dorongan untuk mendapatkan
insentif, bonus, atau untuk meningkatkan harga saham.

Faktor ketiga yang menjadi motivasi individu untuk melakukan kecurangan


adalah rasionalisasi. Lukman dan Harun (2018:256) menjelaskan bahwa individu
melakukan kecurangan karena individu tersebut membenarkan bahwa praktik
kecurangan yang ia lakukan adalah wajar dan perilaku curang dari orang-orang di
sekitarnya menyebabkan individu tersebut melakukan perbuatan yang sama. Ketika
seorang individu menganggap bahwa praktik fraud adalah hal yang wajar dan benar,
maka akan sulit untuk mencegah timbulnya praktik kecurangan dari waktu ke waktu.

2
Berbagai penelitian yang menguji pengaruh tekanan, kesempatan, dan
rasionalisasi terhadap kecurangan akuntansi telah banyak dilakukan. Akan tetapi
terdapat inkonsistensi dari hasil penelitian-penelitian tersebut. Hasil penelitian
Wilopo (2006:36) memberikan bukti empiris bahwa kesempatan merupakan faktor
yang menjadi motivasi individu untuk melakukan kecurangan akuntansi. Akan
tetapi hasil penelitian Kusumastuti dan Meiranto (2012:12) tidak konsisten dengan
hasil penelitian Wilopo (2006:36). Selain itu, hasil penelitian Marliani dan Jogi
(2015:28) menunjukkan bahwa rasionalisasi berpengaruh terhadap kecurangan
akuntansi. Akan tetapi, hasil penelitian Rahmawati dkk. (2017) tidak mendukung
bahwa rasionalisasi berpengaruh terhadap kecurangan akuntansi.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya maka


penelitian ini menggunakan tiga faktor yang menjadi penyebab terjadinya praktik
kecurangan dalam Fraud Triangle yaitu tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi.
Oleh karena itu penelitian ini menguji dan menganalisis pengaruh tekanan,
kesempatan, dan rasionalisasi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.
Dengan demikian, judul penelitian ini adalah “DIMENSI FRAUD TRIANGLE
SEBAGAI DETERMINAN KECENDERUNGAN KECURANGAN
AKUNTANSI”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka


rumusan masalah dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.

1. Apakah tekanan berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan


akuntansi?
2. Apakah kesempatan berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan
akuntansi?
3. Apakah rasionalisasi berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan
akuntansi?

3
1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan rumusan masalah yang telah


dijelaskan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini dijabarkan sebagai berikut.

1. Menguji dan menganalisis pengaruh tekanan terhadap kecenderungan


kecurangan akuntansi?
2. Menguji dan menganalisis pengaruh kesempatan terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi?
3. Menguji dan menganalisis pengaruh rasionalisasi berpengaruh terhadap
kecenderungan kecurangan akuntansi?

1.4 Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang, rumusan masalah, dan tujuan


penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini dijabarkan
sebagai berikut.

1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini menggunakan teori Fraud Triangle untuk menjelaskan
fenomena kecurangan akuntansi.
2. Manfaat Metodologi
Penelitian ini menggunakan SEM-PLS untuk menguji hipotesis yang
diajukan.
3. Manfaat Praktis
Kontribusi praktis bagi organisasi yaitu lebih efektif dalam mencegah
adanya praktik kecurangan dengan meminimalkan kesempatan, tekanan,
dan rasionalisasi anggota organisasi untuk berbuat curang. Hal ini dapat
dilakukan dengan memperketat peraturan dan sistem pengendalian internal
dalam organisasi, memberikan solusi untuk individu yang menghadapi
tekanan finansial, dan memberikan pelatihan untuk meminimalkan adanya
rasionalisasi pada individu bahwa kecurangan akuntansi adalah hal yang
wajar.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Fraud Triangle

Teori Fraud Triangle pertama kali dicetuskan oleh pada Cressey pada
tahun 1953 untuk mengeksplorasi faktor-faktor yang menjadi penyebab kecurangan.
Cressey (1953) menyatakan bahwa motivasi individu untuk melakukan kecurangan
(fraud) disebabkan oleh tiga unsur utama yaitu tekanan (pressure), kesempatan
(opportunity), dan rasionalisasi (rationalization). Sebagian besar tekanan
merupakan terkait dengan kebutuhan finansial dan tekanan non finansial, seperti
tekanan untuk membuat laporan keuangan lebih baik daripada yang sebenarnya,
adanya ketidakpuasan terhadap pekerjaan atau timbulnya tantangan dalam diri
individu untuk melanggar sistem (Albrecht et al, 2012:54). Tekanan pada
umumnya adalah masalah internal ekonomi individu seperti utang yang menumpuk.
Akan tetapi tekanan tersebut dapat berasal dari lingkungan kerja yang memaksa
individu untuk berbuat curang yaitu tekanan dari atasan. Kombinasi dari kedua
tekanan tersebut akan meningkatkan kemungkinan terjadinya kecurangan.

Wolfe dan Hermanson (2004:39) menjelaskan bahwa perilaku kecurangan


terjadi karena kesempatan timbul dari kelemahan dalam sistem sehingga
dieksploitasi oleh individu. Artinya, sistem yang efektif menyulitkan kesempatan
bagi individu untuk berbuat curang. Individu yang memiliki akses terhadap aset
atau memiliki wewenang untuk mengatur prosedur sistem pengendalian cenderung
mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam skema kecurangan akuntansi
(Suprajadi, 2009:54). Beberapa bentuk adanya kesempatan untuk melakukan
kecurangan adalah kurangnya kontrol yang mencegah dan/atau mendeteksi perilaku
kecurangan, ketidakmampuan untuk menilai kualitas kinerja, kegagalan untuk
mendisiplinkan pelaku kecurangan, kurangnya akses terhadap informasi,
ketidaktahuan, apatis, dan ketidakmampuan individu, serta kurangnya jejak audit
(Albrecht et al, 2012:39). Suprajadi (2009:54) menambahkan bahwa kesempatan
adalah faktor penyebab kecurangan yang dapat dikendalikan.

5
Rasionalisasi merupakan pemikiran individu yang membenarkan bahwa
tindakannya adalah tindakan yang wajar dan dapat diterima secara moral dalam
suatu masyarakat yang normal (Adinda, 2015:10). Rasionalisasi menyebabkan
individu memiliki kepercayaan diri yang kuat terhadap perbuatan curang yang ia
lakukan. Hal ini dapat berakibat buruk dalam suatu organisasi jika setiap anggota
organisasi memiliki pemikiran bahwa perilaku curang adalah hal yang wajar dan
benar. Tingginya toleransi seorang individu terhadap perilaku kecurangan
akuntansi menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki rasionalisasi yang tinggi
atas perilaku fraud. Menurut Wolfe dan Hermanson (2004:39) kesempatan
membuka jalan untuk melakukan kecurangan dan rasionalisasi berperan untuk
menarik individu masuk ke pintu kecurangan tersebut.

Ketiga faktor yang menjadi motivasi dan penyebab individu melakukan


kecurangan tersebut terkait satu sama lain. Ketika individu menghadapi tekanan
ekonomi yang sulit, maka ia akan menggunakan kesempatan untuk melakukan
kecurangan. Apabila hal ini terjadi secara berkelanjutan maka rasionalisasi individu
terhadap kecurangan akan meningkat. Keterkaitan ini dapat menjadi siklus yang
akan terus terjadi secara berulang apabila tidak diatasi. Suparjadi (2009:54)
menjelaskan bahwa faktor penyebab perilaku fraud yang dapat dikendalikan adalah
opportunity atau kesempatan. Menekan kesempatan individu untuk melakukan
kecurangan akan mengurangi praktik kecurangan yang merugikan organisasi.

2.1.2 Kecurangan Akuntansi

Ikatan Akuntan Indonesia (2001) dalam Wilopo (2008:23) mendefinisikan


kecurangan akuntansi menjadi dua. Pertama, kecurangan akuntansi adalah saji yang
timbul akibat kecurangan dalam pelaporan keuangan dengan cara menyalah sajikan
menghilangkan secara sengaja jumlah/angka atau pengungkapan dalam laporan
keuangan dengan tujuan menyesatkan pemakai laporan keuangan. Kedua,
kecurangan akuntansi adalah adalah salah saji yang timbul akibat adanya perlakuan
tidak seharusnya atau penyalahgunaan dan penggelapan aset seperti pencurian aset
entitas yang mengakibatkan laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan Prinsip
Akuntansi Berlaku Umum (PABU) di Indonesia.

6
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) (2018:10)
mengklasifikasikan kecurangan akuntansi menjadi tiga yaitu asset
misappropriation (penyalahgunaan aset), corruption (korupsi) dan financial
statement fraud (kecurangan laporan keuangan). Dari ketiga jenis kecurangan
akuntansi tersebut, penyalahgunaan aset adalah praktik kecurangan yang paling
sering terjadi (ACFE, 2018:10). Kecurangan laporan keuangan adalah sebuah
skema yang dilakukan oleh karyawan secara sengaja dan dapat menyebabkan salah
saji atau adanya penghilangan informasi yang material dalam laporan keuangan
organisasi (ACFE, 2014:71). Kecurangan laporan keuangan dapat dilakukan
individu dengan cara melakukan pencatatan pendapatan fiktif, mencatat beban yang
dikeluarkan lebih kecil, atau pun mencatat aset lebih tinggi daripada yang
seharusnya.

ACFE (2014:71) menjelaskan bahwa asset misappropriation atau


penyalahgunaan aset adalah sebuah skema kecurangan yang dilakukan oleh
karyawan dengan cara mencuri atau menyalah gunakan sumber daya yang dimiliki
oleh organisasi. Penyalahgunaan aset yang sering terjadi adalah pencurian uang kas
perusahaan, penggunaan fasilitas perusahaan untuk kepentingan pribadi, skema
pemalsuan tagihan, dan meningkatkan pengeluaran dalam laporan. Selain itu,
Albrecht dkk. (2012:4) menjelaskan bahwa penyalahgunaan aset non kas yang
dilakukan karyawan juga sering terjadi seperti mencuri atau menyalah gunakan aset
non tunai organisasi seperti inventaris atau peralatan demi keuntungan pribadi.

Dalam laporan Report to The Nations, ACFE (2014:71) mendefinisikan


korupsi sebagai skema yang dilakukan oleh karyawan untuk menyalah gunakan
posisi atau pengaruhnya dalam transaksi bisnis dengan cara yang melanggar
kewajibannya kepada organisasi demi memperoleh keuntungan langsung atau tidak
langsung. Praktik korupsi yang paling sering terjadi dan menyebabkan kerugian
uang negara adalah perilaku suap-menyuap, benturan kepentingan dalam
pengadaan barang dan jasa, penggelapan atau pencucian uang menggunakan
jabatan, pemerasan, serta praktik gratifikasi. Korupsi merupakan praktik
kecurangan yang paling sering terjadi di Indonesia dan pada umumnya terjadi di
pemerintahan yang sangat erat kaitannya dengan jabatan.

7
2.2 Review Penelitian

Marliani dan Jogi (2015:28) menguji pengaruh persepsi Fraud Triangle


terhadap pencurian kas dan menemukan bahwa tekanan, kesempatan, dan
rasionalisasi adalah faktor yang secara positif memengaruhi pencurian kas. Artinya,
semakin tinggi tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi individu maka
kecenderungan untuk melakukan kecurangan yaitu pencurian kas akan semakin
tinggi. Elemen tekanan penyebab individu kecurangan yang paling kuat adalah
utang yang menumpuk (Marliani dan Jogi, 2015:28). Masalah ekonomi akan
meningkatkan potensi terjadinya kecurangan semakin tinggi seperti pencurian kas.
Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Zahara (2017:17) yang menguji
pengaruh tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi terhadap tindakan kecurangan
(fraud). Akan tetapi faktor yang paling signifikan dalam memengaruhi motivasi
melakukan kecurangan adalah kesempatan dan peluang.

Wilopo (2006:36) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi


kecenderungan kecurangan akuntansi pada perusahaan dan BUMN dan
menjelaskan bahwa kecenderungan kecurangan akuntansi dan perilaku tidak etis
manajemen secara signifikan dipengaruhi oleh efektivitas pengendalian internal,
ketaatan aturan akuntansi, moralitas manajemen dan malasuai informasi. Hal ini
berarti bahwa kecenderungan praktik kecurangan akuntansi dapat dikurangi dengan
meningkatkan keefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi,
moralitas manajemen dan serta menghilangkan asimetri informasi. Namun, hasil
penelitian Kusumastuti dan Meiranto (2012:12) yang menganalisis faktor-faktor
yang memengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi menjelaskan bahwa
efektivitas pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi dan asimetri informasi
tidak memengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi. Hal ini menunjukkan
bahwa individu tidak mempertimbangkan adanya kesempatan atau tidak dalam
melakukan kecurangan akuntansi sebab individu dengan memiliki jabatan tinggi
dapat menggunakan kekuasaannya untuk bertindak curang.

8
Lestari dkk. (2017:9) melakukan pengaruh opportunity atau kesempatan,
pressure atau tekanan, rationalization atau rasionalisasi, dan perilaku tidak etis
terhadap kecenderungan terjadinya kecurangan. Hasil penelitian tersebut
menjelaskan bahwa tekanan, kesempatan, rasionalisasi dan perilaku tidak etis
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kecenderungan terjadinya kecurangan.
Oleh karena itu, kecenderungan terjadinya kecurangan akuntansi akan semakin
rendah dan karyawan dapat bekerja sesuai dengan peraturan yang berlaku apabila
kesempatan, tekanan, rasionalisasi, dan perilaku tidak etis dapat diminimalkan
(Lestari dkk., 2017:9).

Rusmita (2015:18) menguji persepsi mahasiswa akuntansi terhadap


korupsi dan menemukan bahwa faktor pengungkapan (exposure) secara signifikan
memicu terjadinya korupsi. Pengungkapan ini merupakan kesempatan yang dapat
mendorong individu melakukan praktik kecurangan. Kesempatan tersebut timbul
karena adanya ketidakjelasan hukum, peraturan dan perundang-undangan, adanya
keringanan sanksi yang diberikan kepada pelaku, adanya inkonsistensi penerapan
sanksi dan pandang bulu, dan transparansi yang semakin menurun pada organisasi
maupun lembaga-lembaga pengawas terkait (Rusmita, 2015:17).

2.3 Pengembangan Hipotesis

2.3.1 Tekanan dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Teori Fraud Triangle yang dikembangkan oleh Cressey (1953)


menjelaskan bahwa tekanan adalah faktor yang dapat memengaruhi individu dalam
melakukan kecurangan akuntansi. Semakin tinggi tekanan yang dihadapi oleh
individu baik tekanan finansial maupun non-finansial maka kecenderungan
individu tersebut untuk melakukan kecurangan akan semakin tinggi. Sebaliknya,
apabila tekanan yang dialami oleh individu berkurang, kecenderungan individu
tersebut untuk melakukan kecurangan akuntansi akan menurun. Hasil penelitian
Marliani dan Jogi (2015:28), Lestari dkk. (2017), dan (Rusmita, 2015:17)
membuktikan bahwa tekanan memengaruhi individu dalam melakukan kecurangan
akuntansi. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah
sebagai berikut. H1: Tekanan berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan
akuntansi

9
2.3.2 Kesempatan dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Dalam teori Fraud Triangle, Cressey menyatakan bahwa individu dalam


melakukan kecurangan (fraud) dipengaruhi oleh adanya kesempatan. Tingginya
kesempatan yang dimiliki individu akan meningkatkan kecenderungan kecurangan
akuntansi. Sebaliknya, apabila kesempatan individu untuk melakukan kecurangan
dapat diminimalkan maka kecenderungan kecurangan akuntansi akan berkurang.
Zahara (2017:17) membuktikan bahwa kesempatan dan peluang adalah faktor yang
paling signifikan memengaruhi kecurangan akuntansi. Selain itu, Wilopo (2006:36)
menjelaskan bahwa semakin tinggi kesempatan, yang direpresentasikan oleh
pengendalian internal, maka akan dapat meningkatkan kecenderungan kecurangan
akuntansi. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan adalah
sebagai berikut.

H2: Kesempatan berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi

2.3.3 Rasionalisasi dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Cressey (1953) dalam teorinya yaitu Fraud Triangle Theory menjelaskan


bahwa rasionalisasi akan membuat individu membenarkan tindakan kecurangan
yang dilakukan. Artinya, semakin tinggi rasionalisasi yang dimiliki oleh individu
atas perilaku curang, maka kecenderungan kecurangan akuntansi akan meningkat.
Sebaliknya, apabila rasionalisasi individu terhadap kecurangan akuntansi rendah,
maka kecenderungan kecurangan akuntansi akan menurun. Hasil penelitian Zahara
(2017:17) serta Marliani dan Jogi (2015:28) membuktikan bahwa semakin tinggi
rasionalisasi terhadap kecurangan akuntansi maka kemungkinan terjadinya praktik
kecurangan akuntansi akan meningkat. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis
yang diajukan adalah sebagai berikut.

H3: Rasionalisasi berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi

10
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Sampel Penelitian

Penelitian dilakukan di Universitas Gadjah Mada. Sampel yang dipilih


adalah mahasiswa sarjana akuntansi Universitas Gadjah Mada. Metode pemilihan
sampel menggunakan purposive sampling, yaitu mahasiswa akuntansi semester
delapan dan telah menyelesaikan mata kuliah pengauditan 2. Alasan pemilihan
sampel ini adalah karena mahasiswa telah dilengkapi dengan pemahaman
mendalam terkait kecurangan akuntansi dan auditing. Alasan lainnya adalah
mahasiswa akan menjawab sesuai dengan pernyataan adanya tekanan sehingga
mencerminkan jawaban yang sesuai dengan konteks sebenarnya Jenis dan sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa jawaban yang
diperoleh langsung melalui penyebaran kuesioner kepada responden. Kuesioner
penelitian disebarkan melalui formulir daring maupun disebarkan langsung kepada
responden yang dijumpai di sekitar kampus. Pernyataan kuesioner dalam penelitian
ini bersifat tertutup yaitu responden menjawab satu dari lima pilihan dalam skala
Likert. Ada lima klasifikasi jawaban yang terdapat dalam kuesioner penelitian ini
yaitu: sangat setuju poin 5, setuju poin 4, netral poin 3, tidak setuju poin 2, dan
sangat tidak setuju poin 1.

3.2 Desain penelitian

Penelitian ini menggunakan tiga dimensi dalam teori Fraud Triangle


sebagai faktor-faktor yang memengaruhi kecurangan (fraud). Faktor-faktor tersebut
terdiri dari tekanan (pressure), kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi
(rationalization). Berikut ini adalah model Fraud Triangle yang dikembangkan
oleh Cressey (1953) untuk menjelaskan faktor yang memengaruhi kecurangan
(fraud).

11
Gambar 1: The Fraud Triangle

Sumber: Cressey (1953)

Berdasarkan gambar tersebut maka penelitian ini menggunakan tiga


dimensi Fraud Triangle sebagai faktor-faktor yang memengaruhi kecenderungan
kecurangan akuntansi. Oleh karena itu, desain penelitian yang diajukan adalah
sebagai berikut.

Gambar 2: Desain Penelitian

Sumber: Adaptasi dimensi Fraud Triangle Cressey (1953) sebagai faktor-faktor


yang memengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi

12
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1. Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Penelitian ini menggunakan variabel kecenderungan kecurangan akuntansi


sebagai variabel dependen. Kecurangan akuntansi adalah adalah salah saji yang
timbul akibat adanya perlakuan tidak seharusnya atau penyalahgunaan dan
penggelapan aset seperti pencurian aset entitas yang mengakibatkan laporan
keuangan tidak disajikan sesuai dengan Prinsip Akuntansi Berlaku Umum (PABU)
di Indonesia (IAI, 2001). Variabel kecenderungan kecurangan akuntansi diukur
dengan indikator 8 pernyataan dalam skala Likert 5 poin. Pernyataan dalam
kuesioner yang dijawab oleh responden setelah membaca skenario atau kasus yang
merepresentasikan praktik kecurangan akuntansi yang terjadi dalam suatu
organisasi. Jawaban yang terdapat dalam kuesioner untuk kecenderungan
kecurangan akuntansi yaitu: sangat setuju poin 5, setuju poin 4, netral poin 3, tidak
setuju poin 2, dan sangat tidak setuju poin 1. Semakin tinggi poin yang dipilih oleh
responden maka semakin tinggi kecenderungan kecurangan akuntansi. Pernyataan
dalam kuesioner diadopsi dari penelitian Rudianto (2012) dan Albrecht (2012).

3.3.2 Tekanan

Penelitian ini menggunakan variabel tekanan sebagai variabel independen.


Albrecht et al, (2012:54) mendefinisikan tekanan terkait dengan adanya kebutuhan
finansial dan tekanan non finansial, seperti tekanan untuk membuat laporan
keuangan lebih baik daripada yang sebenarnya, adanya ketidakpuasan terhadap
pekerjaan atau timbulnya tantangan dalam diri individu untuk melanggar sistem.
Variabel tekanan diukur dengan menggunakan dengan indikator 7 pernyataan
dalam skala Likert 5 poin. Responden menjawab pernyataan setelah membaca
skenario yang merepresentasikan adanya tekanan yang dihadapi individu dalam
suatu organisasi. Jawaban dalam kuesioner untuk variabel tekanan yaitu: sangat
setuju poin 5, setuju poin 4, netral poin 3, tidak setuju poin 2, dan sangat tidak setuju
poin 1. Semakin tinggi poin yang dipilih responden maka semakin tinggi tekanan
yang dihadapi. Sebaliknya, semakin rendah poin yang dipilih responden maka
semakin rendah pula tekanan yang dihadapi. Pernyataan dalam kuesioner diadopsi
dari penelitian Zahara (2017), dan Dellaportas (2012).

13
3.3.3. Kesempatan

Penelitian ini menggunakan variabel kesempatan sebagai variabel


independen. Wolfe dan Hermanson (2004:39) mendefinisikan kesempatan timbul
karena adanya kelemahan sistem sehingga dieksploitasi oleh individu untuk
melakukan fraud. Variabel kesempatan diukur dengan menggunakan indikator 7
pernyataan dalam skala Likert 5 poin. Pernyataan dalam kuesioner yang dijawab
oleh responden setelah membaca skenario atau kasus yang merepresentasikan
adanya kesempatan yang dimiliki individu untuk melakukan kecurangan. Jawaban
yang terdapat dalam kuesioner untuk variabel kesempatan yaitu: sangat setuju poin
5, setuju poin 4, netral poin 3, tidak setuju poin 2, dan sangat tidak setuju poin 1.
Semakin tinggi poin yang dipilih oleh responden untuk menjawab pernyataan maka
semakin tinggi kesempatan yang dimiliki. Pernyataan dalam kuesioner diadopsi
dari penelitian Zahara (2017), Wilopo (2006), dan Ayuningtiyas (2015).

3.3.4 Rasionalisasi

Penelitian ini menggunakan variabel rasionalisasi sebagai variabel


independen. Adinda (2015:10) mendefinisikan rasionalisasi sebagai pemikiran
individu yang membenarkan bahwa tindakannya adalah tindakan yang wajar dan
dapat diterima secara moral dalam suatu masyarakat yang normal. Variabel
rasionalisasi diukur dengan menggunakan indikator 6 pernyataan dalam skala
Likert 5 poin. Pernyataan dalam kuesioner yang dijawab oleh responden
berdasarkan rasionalisasi yang dimiliki individu untuk melakukan kecurangan.
Jawaban yang terdapat dalam kuesioner untuk variabel rasionalisasi yaitu: sangat
setuju poin 5, setuju poin 4, netral poin 3, tidak setuju poin 2, dan sangat tidak setuju
poin 1. Semakin tinggi poin yang dipilih oleh responden maka semakin tinggi
rasionalisasi yang dimiliki responden. Pernyataan dalam kuesioner diadopsi dari
penelitian Dellaportas (2012), Zahara (2017), dan Ayuningtiyas (2015)

14
3.4 Pengujian Validitas dan Reliabilitas Model Pengukuran

Sebelum hipotesis diuji menggunakan PLS, maka pengujian validitas dan


reliabilitas terhadap konstruk dilakukan terlebih dahulu. Menurut Hartono
(2011:72), validitas merupakan kemampuan instrumen penelitian untuk mengukur
yang seharusnya diukur dari suatu konsep. Oleh sebab itu, butir-butir pernyataan
yang digunakan untuk menjelaskan masing-masing variabel harus mampu untuk
mengukur masing-masing variabel yang diukur. Validitas dari konstruk atau
variabel terbagi menjadi dua yaitu validitas konvergen dan validitas discriminant.

3.4.1 Uji Validitas Konvergen

Hartono (2011:70) menjelaskan bahwa pengukur-pengukur dari suatu


konstruk harus memiliki korelasi yang tinggi agar memenuhi validitas konvergen.
Oleh karena itu butir-butir pernyataan yang digunakan untuk mengukur variabel
harus memiliki korelasi yang tinggi dengan variabel yang diukur agar memenuhi
validitas konvergen. Rule of thumb yang digunakan dalam pengujian validitas
konvergen adalah outer loading > 0.7, communality > 0.5 dan average variance
extracted (AVE) > 0.5 (Chin:1995, dalam Hartono, 2011:71). Penelitian ini
menggunakan outer loading yang lebih besar dari 0,7 dan average variance
extracted (AVE) yang lebih besar dari 0.5 untuk menguji validitas konvergen.

3.4.2 Uji Validitas Diskriminan

Hartono (2011:70) menjelaskan bahwa untuk mencapai validitas


diskriminan, pengukur-pengukur konstruk yang berbeda seharusnya tidak saling
berkorelasi. Dalam hal ini, indikator yang digunakan untuk mengukur suatu
variabel seharusnya tidak memiliki korelasi dengan indikator yang digunakan untuk
mengukur variabel lain. Validitas diskriminan diuji berdasarkan nilai cross loading
pengukur dengan konstruknya. Model dapat dikatakan memiliki validitas
diskriminan cukup apabila nilai cross loading dalam satu variabel lebih dari 0,7
(Hartono, 2011:71) dan nilai tersebut harus lebih besar ketika dibandingkan dengan
cross loading dari variabel lainnya dalam model. Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan cross loading yang lebih besar dari 0,7 dalam menguji validitas
diskriminan.

15
3.4.3 Uji Reliabilitas

Hartono (2011:72) menjelaskan bahwa pengujian reliabilitas dilakukan


untuk mengukur konsistensi internal dari alat ukur. Reliabilitas suatu konstruk
dapat diuji menggunakan PLS dengan melihat nilai cronbach’s alpha dan nilai
composite reliability. Hair et al (2006) dalam Hartono (2011:72) menyatakan
bahwa sebuah konstruk dapat dikatakan sudah memiliki reliabilitas jika nilai
cronbach’s alpha dan nilai composite reliability lebih besar dari 0,7 walaupun 0,6
masih dapat diterima.

3.5 Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dilakukan dengan mengevaluasi model struktural


dengan menggunakan nilai R2 koefisien path atau t-values setiap path untuk
menguji signifikansi antar konstruk dalam model struktural. Semakin tinggi nilai
R-square maka semakin baik model prediksi dari model penelitian yang diajukan
(Hartono, 2011:72). Artinya, variabel independen dapat memengaruhi variabel
dependen sebesar nilai R-square sedangkan sisanya dapat dipengaruhi oleh faktor
di luar model. Hair et al (2008) dalam Hartono (2011:73) menyatakan bahwa nilai
koefisiensi path atau inner model yang dapat dilihat dari nilai T-statistic, harus lebih
besar dari 1,96 untuk hipotesis dua ekor (two tailed) untuk pengujian hipotesis pada
alpha 5 persen dan power 80 persen. Dalam penelitian ini, keputusan untuk
terdukung atau tidak terdukungnya hipotesis ditentukan oleh nilai koefisiensi path
atau inner model yang dapat dilihat dari nilai T-statistic lebih besar dari 1,96.

16
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Data dan Pembahasan

4.1.1 Satistik Deskriptif


Total responden yang telah mengisi kuesioner secara lengkap sebanyak 48
responden. Tabel 1 meringkas statistik deskriptif responden. Tabel 1 menunjukkan
bahwa responden dengan jenis kelamin wanita lebih banyak apabila dibandingkan
dengan responden dengan jenis kelamin pria. Data demografi responden
menunjukkan bahwa 68,8% responden adalah wanita dan 31,3% pria. Selain itu,
umur responden antara 20-21 adalah yang paling dominan. Umur responden antara
18-19 tahun sebanyak 1%, umur antara 0-21 tahun sebanyak 56%, dan umur antara
22-23 tahun sebanyak 42%. Data responden terkait dengan pendidikan adalah
semester delapan.
Tabel 1. Profil Responden
Karakteristik Jumlah Persentase
Jenis Kelamin:
1. Pria 15 31,3%
2. Wanita 33 68,8%
Umur:
1. 18-19 1 2%
2. 20-21 27 56%
3. 22-23 20 42%
Sumber: data primer diolah

4.1.2 Pengujian Model Pengukuran


Gambar 1 menunjukkan bahwa terdapat dua butir pernyataan yang memiliki
nilai outer loadings kurang dari 0,7 yaitu butir pernyataan RS4 dan RS2 yang
merupakan indikator untuk menjelaskan variabel Rasionalisasi memiliki outer
loadings berturut-turut sebesar -0,050 dan 0,555. Oleh karena itu, butir pernyataan
tersebut akan dikeluarkan dari indikator variabel Rasionalisasi dan dilakukan uji
revisi pengukuran.

17
Gambar 1. Diagram Analisis Jalur (Iterasi Algoritma PLS)
Sumber: hasil analisis data dengan PLS

Setelah butir pernyataan RS4 dan RS2 dikeluarkan dari indikator variabel
Rasionalisasi, maka uji pengukuran revisi dapat dilakukan. Gambar 2 adalah hasil
uji revisi diagram jalur iterasi algoritma setelah indikator RS4 dan RS2 dieliminasi
dari model. Gambar 2 hasil uji revisi pengukuran menunjukkan bahwa semua butir-
butir pernyataan yang digunakan sebagai indikator untuk menjelaskan variabel
sudah memiliki outer loadings lebih dari 0,7.

18
Gambar 2. Diagram Analisis Jalur (Iterasi Algoritma PLS)
Sumber: hasil analisis data dengan PLS

Berdasarkan model revisi diagram analisis jalur melalui iterasi algoritma


PLS, maka peneliti menyimpulkan bahwa butir-butir yang digunakan untuk
menjelaskan variabel penelitian telah memenuhi uji validitas konvergen dan uji
reliabilitas. Hal ini dibuktikan melalui nilai outer loadings sudah lebih dari 0.7.
Selain itu, pada tabel 2 menunjukkan bahwa nilai Average Varians Extracted
(AVE) lebih dari 0,5, nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6, dan nilai
Composite Reliability lebih besar dari 0,6.

19
Tabel 2. Overview Iterasi Algoritma PLS

Cronbach Composite
Variabel AVE R-square
Alpha Realibility
Kecenderungan
0,977 0,981 0,865 0,884
Kecurangan Akuntansi
Kesempatan 0,949 0,959 0,772 0,000
Rasionalisasi 0,873 0,919 0,724 0,000
Tekanan 0,924 0,932 0,689 0,000
Sumber: data primer diolah

Validitas Diskriminan

Uji validitas diskriminan dapat dilihat pada tabel cross loading berikut ini.

Tabel 3. Tampilan Output Cross loading dalam Pengujian Model Pengukuran

KECENDERUNGAN
INDIKATOR KECURANGAN KESEMPATAN RASIONALISASI TEKANAN
AKUNTANSI
KKA1 0,955 0,873 -0,389 0,879
KKA2 0,944 0,851 -0,468 0,858
KKA3 0,956 0,865 -0,499 0,888
KKA4 0,900 0,848 -0,302 0,817
KKA5 0,902 0,790 -0,290 0,806
KKA6 0,961 0,900 -0,360 0,902
KKA7 0,965 0,927 -0,369 0,918
KKA8 0,852 0,808 -0,405 0,764
KS1 0,852 0,916 -0,354 0,831
KS2 0,864 0,824 -0,276 0,752
KS3 0,723 0,943 -0,366 0,872
KS4 0,906 0,718 -0,180 0,665
KS5 0,651 0,902 -0,344 0,855
KS6 0,835 0,929 -0,342 0,878
KS7 0,838 0,896 -0,319 0,836
RS1 -0,194 -0,225 0,709 -0,182
RS3 -0,422 -0,386 0,924 -0,403
RS5 -0,388 -0,301 0,896 -0314

20
RS6 -0,347 -0,284 0,857 -0,291
TK1 0,860 0,839 -0,241 0,874
TK2 0,765 0,759 -0,385 0,850
TK3 0,879 0,877 -0,400 0,945
TK4 0,780 0,782 -0,323 0,806
TK5 0,675 0,707 -0,218 0,781
TK6 0,616 0,621 -0,194 0,755
TK7 0,725 0,777 -0,334 0,783
Sumber: data primer diolah

Berdasarkan tabel cross loading di atas dapat disimpulkan bahwa masing-


masing indikator yang ada dalam suatu variabel laten memiliki skor cross loading
yang lebih tinggi dibandingkan pada variabel lain.

4.1.3 Pengujian Model Struktural

Gambar 3. Pengujian Hipotesis


Sumber: hasil analisis data dengan PLS

21
Tabel 4. Koefisien Jalur

Original Sample Standard T-


Hipotesis P values
Sampel Mean Deviation statistics

KS  KKA 0,490 0,484 0,217 2,254 0,025


RS  KKA -0,080 -0,089 0,067 1,192 0,234
TK  KKA 0,436 0,437 0,216 2,013 0,045
Sumber: data primer diolah

Keterangan:

KS : Kesempatan

RS : Rasionalisasi

TK : Tekanan

KKA : Kecenderungan Kecurangan Akuntansi

Hasil pengujian H1

Hipotesis H1 menyatakan bahwa tekanan berpengaruh terhadap


kecenderungan kecurangan akuntansi. Hasil pengujian hipotesis menggunakan PLS
menunjukkan bahwa nilai koefisiensi path atau inner model yang dapat dilihat dari
nilai T-statistic pada tabel koefisiensi jalur adalah 2,013 dan membuktikan bahwa
hipotesis H1 terdukung. Artinya, semakin tinggi tekanan yang dihadapi individu
maka kecenderungan kecurangan akuntansi akan semakin tinggi dan terjadi
sebaliknya. Fraud Triangle Theory menyatakan bahwa salah satu faktor individu
melakukan kecurangan adalah adanya tekanan. Albrecht (2012:34) menyatakan
tekanan keuangan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan memicu terjadinya
kecurangan. Lou dan Wang (2009) yang menjelaskan bahwa kecurangan dilakukan
oleh individu karena tekanan yang diperoleh dari perusahaan atau atasan di
perusahaan.

22
Kebijakan untuk meminimalkan tekanan yang dihadapi oleh individu
dibutuhkan dalam rangka mencegah terjadinya praktik kecurangan di organisasi.
Albrecht (2012:103) meminimalkan bahwa tekanan dalam organisasi dapat
diminimalkan dengan menciptakan suasana lingkungan kerja yang positif misalnya
dengan menyediakan program employee assistance program (EAP) untuk
membantu karyawan menyelesaikan tekanan personal. Hasil penelitian ini
konsisten dengan hasil penelitian Marliani dan Jogi (2015:28), Lestari dkk. (2017),
(Rusmita, 2015:17), dan Lou dan Wang (2009).

Hasil pengujian H2

Hipotesis H2 menyatakan bahwa kesempatan berpengaruh terhadap


kecenderungan kecurangan akuntansi. Hasil pengujian hipotesis menggunakan PLS
menunjukkan bahwa nilai koefisiensi path atau inner model yang dapat dilihat dari
nilai T-statistic pada tabel koefisiensi jalur adalah 2,254 dan membuktikan bahwa
hipotesis H2 terdukung. Artinya, semakin tinggi kesempatan yang dimiliki oleh
individu maka kecenderungan kecurangan akuntansi akan semakin tinggi dan
terjadi sebaliknya. Fraud Triangle Theory menyatakan bahwa kesempatan adalah
salah satu motivasi individu untuk melakukan kecurangan. Tanpa adanya
kesempatan, maka praktik kecurangan akan sulit untuk dilakukan. Tingginya
kesempatan untuk melakukan kecurangan dapat dilihat dari lemahnya sistem
pengendalian internal yang dimiliki oleh organisasi (Wilopo, 2006:36).

Suprajadi (2009:54) menjelaskan bahwa kesempatan adalah faktor


penyebab kecurangan yang dapat dikendalikan. Oleh karena itu, langkah terbaik
untuk mengeliminasi kesempatan melakukan kecurangan adalah dengan cara
mengefektifkan sistem pengendalian internal organisasi. Albrecht (2012 :113)
mendukung bahwa metode yang paling sering digunakan untuk menghalangi atau
mencegah terjadinya fraud adalah dengan memiliki sistem pengendalian yang baik.
Committee of Sponsoring Organizations (COSO) (2013) menyarankan agar
perusahaan meterapakan pengendalian internal yang efektif dengan menetapkan
lingkungan pengendalian yang baik, sistem akuntansi yang baik, pengendalian
aktivitas yang baik, monitoring, serta informasi dan komunikasi yang baik.

23
Elemen pengendalian internal yang layak untuk disoroti adalah
pengendalian aktivitas. Pengendalian aktivitas yang efektif dalam perusahaan dapat
dilakukan dengan menjaga atau mengontrol aset fisik perusahaan, otorisasi yang
tepat, adanya pemisahan tugas bagi masing-masing karyawan, pemeriksaan secara
independen atas kinerja, dokumentasi yang tepat. Pengendalian tersebut
dikelompokkan oleh Albrecht (2012 :114) menjadi dua yaitu pengendalian atau
kontrol preventif dan kontrol detektif. Pengendalian fisik aset perusahaan, otorisasi
yang tepat, dan pemisahan tugas adalah kontrol preventif untuk mencegah fraud.
Sedangkan pemeriksaan secara independen dokumen dan catatan adalah termasuk
kontrol kontrol detektif untuk mendeteksi apakah telah terjadi kecurangan. Hasil
penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zahara
(2017:17) dan Wilopo (2006:36).

Hasil pengujian H3

Hipotesis H3 menyatakan bahwa rasionalisasi berpengaruh terhadap


kecenderungan kecurangan akuntansi. Hasil pengujian hipotesis menggunakan PLS
menunjukkan bahwa nilai koefisiensi path atau inner model yang dapat dilihat dari
nilai T-statistic pada tabel koefisiensi jalur adalah 1,192 dan membuktikan bahwa
hipotesis H3 tidak terdukung. Artinya, rasionalisasi individu tidak berpengaruh
terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Menurut Fraud Triangle Theory
rasionalisasi adalah elemen yang memengaruhi individu untuk melakukan
kecurangan akuntansi. Rasionalisasi merupakan sebuah mekanisme yang
digunakan oleh individu baik itu yang etis maupun tidak untuk membenarkan
perilaku yang tidak etis (Albrecht et al., 2012:56).

Rasionalisasi membuat individu berusaha untuk menghilangkan adanya


ketidaksesuaian antara yang telah dilakukan dan yang seharusnya dilakukan.
Rasionalisasi tersebut memicu adanya pembenaran terhadap praktik kecurangan
oleh individu. Hasil penelitian ini tidak mendukung adanya pengaruh rasionalisasi
terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Individu dalam penelitian ini
adalah mahasiswa semester delapan dan telah mengambil mata kuliah etika bisnis
dan pengauditan sehingga individu memiliki pemahaman terhadap praktik
kecurangan akuntansi yang dijelaskan dalam kasus.

24
Tidak terdukungnya hipotesis H3 dalam penelitian ini disebabkan oleh
posisi mahasiswa yang belum terlibat dalam dunia kerja secara langsung.
Mekanisme pemikiran mahasiswa terhadap praktik kecurangan akan berbeda
dengan individu yang telah bekerja pada organisasi. Mahasiswa dalam hal ini masih
memiliki pemikiran yang idealis terhadap situasi dan proses nyata dalam organisasi.
Mahasiswa tidak membenarkan adanya praktik kecurangan akuntansi walaupun
terdapat kesempatan maupun tekanan yang dialami menuntut individu untuk
bertindak curang.

Zaini dkk. (2015:14) menyatakan bahwa mahasiswa memiliki kesadaran


yang tinggi terhadap praktik kecurangan akuntansi. Kesadaran dan pemahaman ini
mengakibatkan rasionalisasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi pada individ. Selain itu, hal ini merupakan indikasi bahwa
mahasiswa memiliki tingkat integritas yang tinggi serta tidak memiliki toleransi
atas praktik kecurangan akuntansi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian
Rahmawati dkk. (2017), Fatimah (2017), Zaini dkk (2015:14) dan Zamzam dkk.
(2017).

25
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Penelitian ini merupakan penelitian yang dikembangkan berdasarkan


fenomena praktik kecurangan akuntansi menimbulkan kerugian yang besar. ACFE
(2018:10) menjelaskan bahwa kerugian yang diakibatkan perbuatan kecurangan
(fraud) mencapai $1,164,000 yang terdiri dari kecurangan laporan keuangan
(financial statement fraud) mencapai $800,000, melalui praktik korupsi sebesar
$250,000, dan kecurangan melalui praktik penyalahgunaan aset mencapai $114,000.
Dari ketiga metode melakukan fraud tersebut, penyalahgunaan aset adalah yang
paling sering dilakukan yaitu sebanyak 89% , sebanyak 38% dari praktik korupsi
dan 10% kecurangan laporan keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun
praktik kecurangan laporan keuangan tergolong sangat sedikit kerugian yang
disebabkan oleh financial statement fraud jauh lebih besar daripada kerugian akibat
penyalahgunaan aset.

Selain itu, Cressey (1953) dalam teorinya yaitu Fraud Triangle Theory
menjelaskan bahwa terdapat tiga elemen yang menjadi motivasi individu untuk
melakukan kecurangan yaitu tekanan, kesempatan dan rasionalisasi. Tekanan
ekonomi merupakan tekanan yang paling sering menjadi motivasi individu
melakukan fraud. Dengan sistem pengendalian internal yang tidak efektif, maka
kesempatan individu untuk melakukan kecurangan semakin tinggi. Individu yang
melakukan praktik kecurangan tersebut memiliki rasionalisasi untuk membenarkan
tindakan kecurangan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji ketiga
faktor tersebut yaitu tekanan, kesempatan dan rasionalisasi terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kecenderungan
kecurangan akuntansi dipengaruhi oleh faktor tekanan. Selain itu, kesempatan juga
berkontribusi untuk memengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi. Namun
dalam penelitian ini faktor rasionalisasi tidak terbukti menjadi salah satu faktor
yang memengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi.

26
Besarnya kerugian yang diakibatkan kecurangan akuntansi
mengindikasikan pentingnya kebijakan untuk meminimalkan faktor-faktor yang
menjadi penyebab kecurangan akuntansi. Memperbaiki sistem pengendalian
internal organisasi adalah metode yang paling efektif untuk mengurangi
kesempatan individu untuk melakukan kecurangan. Elemen-elemen sistem
pengendalian internal akan mencegah adanya praktik kecurangan seperti pencurian
aset atau penggunaan aset organisasi untuk kepentingan pribadi. Selain itu dengan
efektivitas sistem pengendalian internal, kecurangan akuntansi yang diakibatkan
oleh adanya individu yang menangani tugas lebih dari satu akan dapat
diminimalkan dengan mengetatkan kebijakan segregation of duties atau pemisahan
tugas. Di sisi lain, tekanan yang dihadapi oleh individu dapat diminimalkan dengan
cara menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi karyawan dan menerapkan
sistem EAP untuk membantu karyawan menyelesaikan masalah personal yang
dapat memicu praktik kecurangan.

5.2 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu tingkat respons pengisian


kuesioner penelitian masih belum mencapai target yang ditetapkan sebelumnya
yaitu hanya mencapai 80%. Selain itu, pembahasan lebih lanjut terkait dengan tidak
terdukungnya hipotesis H3 yang menyatakan bahwa rasionalisasi berpengaruh
terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi tidak dapat peneliti lakukan karena
kendala waktu untuk melakukan wawancara dengan responden penelitian.

5.3 Saran

Penelitian selanjutnya diharapkan untuk menggunakan metode eksperimen


dalam menguji pengaruh tekanan, kesempatan, dan rasionalisasi terhadap
kecenderungan kecurangan akuntansi apabila sampel yang digunakan dalam
penelitian adalah bukan individu yang sedang bekerja dalam organisasi akan tetapi
menggunakan mahasiswa akuntansi sebagai responden. Selain itu, penelitian
selanjutnya diharapkan untuk meningkatkan jumlah sampel agar lebih
merepresentasikan kondisi yang terjadi di lapangan.

27
DAFTAR PUSTAKA

Abdullahi, Rabi’u. 2015. “Concomitant Debacle of Fraud Incidences in the Nigeria


Public Sector: Understanding the power of Fraud Triangle Theory”.
International Journal of Academic Research in Business and Social Sciences
May 2015, Vol. 5, No. 5, pp. 312-326.
Adinda, Yanita Maya. 2015. Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kecurangan
(Fraud) di Sektor Pemerintahan Kabupaten Klaten. Skripsi. Universitas
Negeri Semarang.
Albrecht W. Steve, Chad O. Albrecht, Conan C. Albrecht dan Mark F. Zimbelman.
2012. Fraud Examination 4th Ed. Cengage Learning.
Association of Certified Fraud Examiners. 2014. Report to the Nations on
Occupational Fraud and Abuse: 2014 Global Fraud Study. Diakses Dari:
https://https://www.acfe.com/rttn/docs/2014-report-to-nations.pdfwww.acfe.
com / rttn /docs/2014-report-to-nations.pdf
Association of Certified Fraud Examiners. 2018. Report to the Nations: 2018
Global Study on Occupational Fraud and Abuse. Diakses Dari:
https://www.acfe.com/report-to-the-nations/2018/
Ayuningtiyas, Ajeng Astari. 2013. Perbedaan Persepsi Mahasiswa Akuntansi dan
Alumni Terhadap Praktik-Praktik Fraud. Skripsi. Sekolah Tinggi Ilmu
Ekonomi Perbanas.
Committee of Sponsoring Organization. COSO Internal Control — Integrated
Framework Principles. Diakses Dari: https://www.coso.org/Pages/ic.aspx
Dellaportas, Steven. 2013. “Conversations with inmate accountants: Motivation,
opportunity and the fraud triangle”. Accounting Forum 2019, Vol. 37, No. 1,
pp. 29–39.
Fatimah, Raja Siti. 2017. Pengaruh Fraud Triangle Terhadap Kecurangan
Laporan Keuangan. Skripsi. Politeknik Negeri Batam.
Marliani, Mery dan Jogi, Yulius. “Persepsi Pengaruh Fraud Triangle Terhadap
Pencurian Kas”. Business Accounting Review Agustus 2015, Vol. 3, No. 2, pp
21-30.
Kusumastuti, Nur Ratri dan Meiranto, Wahyu. 2012. “Analisis Faktor-Faktor Yang
Berpengaruh Terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi Dengan
Perilaku Tidak Etis Sebagai Variabel Intervening”. Diponegoro Journal Of
Accouunting Tahun 2012, Vol. 1, No. 1, pp. 1-15.
Lestari, Cyntia Dwi Andari , Edy Sujana, dan I Putu Julianto. 2017. “Pengaruh
Opportunity, Pressure, Rationalization, Dan Perilaku Tidak Etis Terhadap
Kecenderungan Terjadinya Kecurangan (Studi Empiris Pada Hotel ABC
Denpasar). e-journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Tahun 2017,
Vol. 8, No. 2, pp. 1-10.

28
Lou, Yung-I dan Wang, Ming-Long. 2009. “Fraud Risk Factor Of The Fraud
Triangle Assessing The Likelihood Of Fraudulent Financial Reporting”.
Journal of Business & Economics Research – February, 2009, Vol. 7, No. 2,
pp. 61-78.
Lukman, Hendro dan Harun, Viviani. 2018. “Faktor Yang Mempengaruhi Deteksi
Kecurangan Dalam Persepsi Auditor Eksternal Dan Auditor Internal”. Jurnal
Akuntansi Mei 2018, Vol. 22, No. 2, pp. 255-265.
Najahningrum, Anik Fatun. 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kecenderungan Kecurangan (Fraud): Persepsi Pegawai Dinas Provinsi DIY.
Skripsi. Universitas Negeri Semarang.
Rusmita, Sari. 2015. Persepsi Mahasiswa Akuntansi Terhadap Korupsi. Jurnal
Audit dan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Tanjungpura
Desember 2015, Vol. 4, No. 2, pp. 1-22.
Singleton, Tommie W. dan Singleton, Aaron J. 2010. Fraud Auditing And Forensic
Accounting 4th Edition. Wiley Corporate F&A.
Suprajadi, Lusy. 2009. “Teori Kecurangan, Fraud Awareness, dan Metodologi
Untuk Mendeteksi Kecurangan Pelaporan Keuangan. Bina Ekonomi Majalah
llmiah Fakultas Ekonomi Unpar. Volume 13, Nomor 2, Agustus 2009. pp.
52-58.
Wilopo. 2006. “Analisis Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap
Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi Pada Perusahaan Publik Dan
Badan Usaha Milik Negara di Indonesia.” The Indonesian Journal of
Accounting Research (IJAR) Tahun 2006, Vol. 9, No. 3, pp. 21-69.
Wolfe, David T., dan Dana R. Hermanson. “The Fraud Diamond: Considering the
Four Elements of Fraud.” CPA Journal, Vol. 74, No. 12, pp. 38-42.
Zahara, Ami. 2017. Pengaruh Tekanan, Kesempatan, dan Rasionalisasi Terhadap
Tindakan Kecurangan (Fraud): (Survei pada Narapidana Tipikor di
Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Pekanbaru. Skripsi. Universitas
Negeri Padang.
Zaini, Mohammad, Anita Carolina, dan Achdiar Redy Setiawan. “Analisis
Pengaruh Fraud Diamond dan Gone Theory Terhadap Academic Fraud
(Studi Kasus Mahasiswa Akuntansi Se-Madura)”. Jurnal SNA ke-18
Mataram. 16 – 19 September.
Zamzam, Irfan, Suriana AR. Mahdi, dan Resmiyati Ansar. “Pengaruh Diamond
Fraud Dan Tingkat Religiuitas Terhadap Kecurangan Akademik (Studi Pada
Mahasiswa S-1 Di Lingkungan Perguruan Tinggi Se-Kota Ternate)”. Jurnal
Ilmiah Akuntansi Peradaban Desember 2017, Vol. 3, No. 2, pp. 1-24.

29
LAMPIRAN KUESIONER
1. VARIABEL TEKANAN
KASUS:
Andi adalah pegawai bagian keuangan pada perusahaan retail. Andi memiliki gaji yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi ia belum puas terhadap yang ia miliki sekarang. Andi
memiliki gaya hidup yang mewah, namun gaji yang ia peroleh tidak dapat mencukupi gaya hidup
tersebut. Andi memiliki kegemaran untuk berjudi dan mengonsumsi alkohol. Hal ini menyebabkan
Andi memiliki utang yang besar. Selain itu, Andi selalu menerima tekanan dari atasannya di kantor.
Usaha yang telah dilakukan Andi jarang mendapat apresiasi seperti bonus pada akhir bulan.

Jawablah pernyataan di bawah ini terkait dengan instansi tempat Rudi bekerja dengan memilih STS
(Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), N (Netral), S (Setuju), atau SS (Sangat Setuju)
Pernyataan di bawah ini berkenaan dengan variabel KESEMPATAN
No Pernyataan STS TS N S SS
Andi ingin memiliki lebih dari apa yang saya
1 1 2 3 4 5
miliki saat ini
Andi memiliki gaya hidup melebihi kemampuan
2 1 2 3 4 5
finansialnya
3 Andi memiliki utang yang besar 1 2 3 4 5
Andi mengalokasikan sebagian uangnya untuk
4 1 2 3 4 5
berjudi dan mengkonsumsi minuman beralkohol
Andi merasa tidak dihargai di lingkungan kantor
5 atas pekerjaan yang sudah ia lakukan dengan 1 2 3 4 5
baik
Andi tidak puas dengan pekerjaan yang ia jalani
6 1 2 3 4 5
saat ini
7 Andi dikendalikan oleh atasannya 1 2 3 4 5
Sumber: Zahara (2017), Dellaportas (2012)

2. VARIABEL KESEMPATAN
KASUS
Budi adalah kepala bagian keuangan di perusahaan dagang Meriah. Rudi adalah orang yang akan
melakukan apa saja untuk mempertahankan masa jabatannya. Rudi tahu cara memanfaatkan peluang
untuk mendapatkan hal-hal yang ia inginkan karena sudah bekerja cukup lama. Di perusahaan tempat
Rudi bekerja, penerapan wewenang dan tanggung jawab tidak terlalu dipentingkan. Akibatnya, tidak
ada orang yang menghitung persediaan sehingga kerugian tidak dapat diketahui. Kotak kas kecil
perusahaan juga sering ditinggalkan. Pada masa tutup buku Auditor eksternal tidak dapat
mengungkapkan semua kecurangan yang terjadi di tempat Andi bekerja

Jawablah pernyataan di bawah ini terkait dengan instansi tempat Rudi bekerja dengan memilih STS
(Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), N (Netral), S (Setuju), atau SS (Sangat Setuju)
Pernyataan di bawah ini berkenaan dengan variabel KESEMPATAN
No Pernyataan STS TS N S SS
Budi melakukan apa saja untuk
1 1 2 3 4 5
mempertahankan jabatannya.
Perusahaan tempat Budi bekerja tidak memilki
2
aturan yang tegas

30
Budi menduduki jabatannya cukup lama
sehingga ia saya tahu bagaimana memanfaatkan
3
peluang tersebut untuk mendapatkan hal-hal
yang ia inginkan
Di perusahaan tempat Budi bekerja, penerapan
wewenang dan tanggung jawab tidak terlalu
4 1 2 3 4 5
dipentingkan sehingga Budi dapat memegang
jabatan lebih dari satu
Auditor eksternal tidak dapat mengungkapkan
5 semua kecurangan yang terjadi di tempat Andi
bekerja
Tidak ada orang yang menghitung persediaan,
6 1 2 3 4 5
akibatnya kerugian tidak dapat diketahui.
7 Kotak kas kecil perusahaan sering ditinggalkan.
Sumber: Zahara (2017), Wilopo (2006), dan Ayuningtiyas (2015)
3. VARIABEL RASIONALISASI
KASUS
Jawablah pernyataan di bawah ini terkait dengan instansi tempat Rudi bekerja dengan memilih STS
(Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), N (Netral), S (Setuju), atau SS (Sangat Setuju)
Pernyataan di bawah ini berkenaan dengan variabel RASIONALISASI
No Pernyataan STS TS N S SS
Mendapatkan keuntungan finansial dengan
memanfaatkan celah aturan adalah hal yang
1 1 2 3 4 5
wajar untuk dilakukan karena setiap orang
melakukannya
Dalam melakukan suatu tindakan maka nilai etis
2 dari tindakan tersebut tidak perlu 1 2 3 4 5
dipertimbangkan
Saya mengambil uang yang bukan hak saya, saya
3 gunakan untuk tujuan kebaikan yaitu membayar 1 2 3 4 5
utang saya
Saya layak mendapatkan imbalan yang lebih
4 karena apa yang saya dapatkan tidak setimpal 1 2 3 4 5
dengan apa yang sudah saya kerjakan
Uang yang saya ambil dari kas perusahaan akan
5 saya kembalikan, saya hanya meminjamnya 1 2 3 4 5
untuk membayar tagihan kartu kredit
Tidak ada orang lain yang dirugikan apabila saya
6 menggunakan mobil perusahaan untuk 1 2 3 4 5
menjenguk nenek saya yang sakit
Sumber: Stevan Dellaportas (2012), Zahara (2017), Ayuningtiyas (2015)

4. VARIABEL KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI


KASUS:

Rudi adalah karyawan bagian keuangan di perusahaan retail. Rudi bekerja di bagian keuangan. Dalam
tugas pencatatan transaksi sehari-hari, Rudi selalu mencatat biaya lebih besar dari yang sebenarnya.
Selain itu, Rudi diperbolehkan untuk mencatat transaksi tanpa otorisasi dari atasan. Dalam mencatat
pembelian peralatan atau perlengkapan Rudi mencatat harga beli lebih tinggi dari yang sebenarnya.
31
Rudi pernah menggunakan uang perusahaan untuk membayar cicilan mobil pribadinya kemudian
mencatatnya sebagai pembelian perlengkapan perusahaan. Agar laba perusahaan tampak lebih besar,
bagian akuntansi perusahaan memperkecil biaya-biaya yang tercatat dalam pembukuan perusahaan.
Tidak jarang pula Rudi menggunakan kas perusahaan untuk membeli kebutuhan pribadi sebelum
gajian, Rudi selalu mencatat jam kerja lebih lama dari yang sebenarnya. Sebelum memiliki mobil
sendiri, Rudi pernah menggunakan mobil perusahaan untuk liburan.

Jawablah pernyataan di bawah ini terkait dengan instansi tempat Rudi bekerja dengan memilih STS
(Sangat Tidak Setuju), TS (Tidak Setuju), N (Netral), S (Setuju), atau SS (Sangat Setuju)
Pernyataan di bawah ini berkenaan dengan variabel KECENDERUNGAN
KECURANGAN AKUNTANSI
No Pernyataan STS TS N S SS
Rudi mencatat biaya lebih besar dari yang
1 1 2 3 4 5
sebenarnya
Rudi mencatat bukti transaksi tanpa otorisasi
2 1 2 3 4 5
dari pihak yang berwenang
Rudi mencatat harga beli peralatan atau
3 1 2 3 4 5
perlengkapan kantor dengan lebih tinggi
Rudi mencatat kuitansi suatu transaki yang
4 bukan pembelian perlengkapan sebagai 1 2 3 4 5
pembelian perlengkapan
Bagian akuntansi di perusahaan Rudi
memperkecil biaya-biaya yang tercatat dalam
5 1 2 3 4 5
pembukuan perusahaa agar laba perusahaan ini
tampak lebih besar
Rudi menggunakan kas perusahaan untuk
6 1 2 3 4 5
membeli kebutuhan pribadi
Rudi mencatat jam kerja lebih lama dari yang
7 1 2 3 4 5
seharusnya
Rudi menggunakan mobil perusahaan untuk
8 1 2 3 4 5
kepentingan pribadi (misalnya untuk liburan)
Sumber: Rudianto (2012), Albrecht (2012)

32
LAMPIRAN PENGOLAHAN PLS

33
LAMPIRAN PENGOLAHAN PLS

34
LAMPIRAN PENGOLAHAN PLS

35
LAMPIRAN PENGOLAHAN PLS

36

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai