Anda di halaman 1dari 27

5.5.

1 Antimalaria
PENGOBATAN MALARIA
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan membunuh semua stadium
parasit yang ada di dalam tubuh manusia. Tujuan dari pengobatan radikal adalah untuk mendapat
kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan. Semua obat antimalaria
tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena menyebabkan iritasi lambung.

PENGOBATAN MALARIA FALSIPARUM


Malaria falsiparum (malaria ganas) disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Di sebagian besar
wilayah dunia, Plasmodium falciparum telah resisten terhadap klorokuin, sehingga obat ini tidak
boleh digunakan untuk malaria falsiparum.

Di Indonesia, pengobatan lini pertama malaria falsiparum adalah kombinasi artesunat,


amodiakuin dan primakuin. Pemakaian artesunat dan amodiakuin bertujuan untuk membunuh
parasit stadium aseksual, sedangkan primakuin bertujuan membunuh gametosit yang berada di
dalam darah. Obat kombinasi diberikan per oral selama tiga hari dengan dosis tunggal harian.

Primakuin (basa) diberikan per oral dengan dosis tunggal 0,75 mg/kg bb yang diberikan pada
hari pertama. Primakuin tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi < 1 tahun dan penderita
defisiensi G6-PD. Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan
penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur seperti tertera pada tabel
5.9.

Dosis dewasa maksimal artesunat dan amodiakuin masing-masing 4 tablet, primakuin 3 tablet.

Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke-28 setelah pemberian obat, ditemukan keadaan
sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari ke-4) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual
sejak hari ke-7. Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat, gejala
klinis memburuk dan parasit aseksual positif atau gejala klinis memburuk tetapi parasit aseksual
tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).
Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan lini pertama tidak efektif di
mana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten)
atau timbul kembali (rekrudesensi).

Pengobatan lini kedua adalah kombinasi kina, doksisiklin/tetrasiklin dan primakuin. Kina
diberikan per oral, 3 kali sehari dengan dosis sekali minum 10 mg/kgbb selama 7 hari.
Doksisiklin diberikan 2 kali per hari selama 7 hari, dengan dosis dewasa adalah 4 mg/kg bb/hari,
sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kg bb/hari. Bila tidak ada doksisiklin, dapat
digunakan tetrasiklin yang diberikan 4 kali sehari selama 7 hari, dengan dosis 4-5 mg/kg bb.
Doksisiklin maupun tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak dengan umur di bawah 8 tahun
dan ibu hamil. Primakuin diberikan dengan dosis seperti pada pengobatan lini pertama.

Jika pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan, pemberian obat dapat
diberikan berdasarkan golongan umur seperti pada tabel 5.10.

Tabel 5.9 Pengobatan lini pertama malaria falsiparum berdasarkan kelompok umur

Hari Jenis obat Jumlah tablet per hari berdasarkan kelompok umur
0-1 bulan 2-11 bulan 1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun ≥ 15 tahun
1 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2-3
2 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
3 Artesunat ¼ ½ 1 2 3 4
Amodiakuin ¼ ½ 1 2 3 4
Tabel 5.10 Pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum berdasarkan kelompok umur

Jumlah tablet per hari berdasarkan kelompok umur


0-11 bulan 1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun ≥ 15 tahun
Hari Jenis obat
1 Kina Dosis per kg 3 x ½ 3x1 3x1 ½ 3 x (2-3)
bb
Doksisiklin - - - 2x50 mg 2x100mg
- - - *) 4 x 250 mg
Atau jika diganti
tetrasiklin,
Primakuin - ¾ 1½ 2 2-3
2-7 Kina Dosis per kg 3 x ½ 3x1 3x1 ½ 3 x (2-3)
bb
Doksisiklin - - - 2x50 mg 2x100mg

Parenteral: Jika pasien sakit berat, kina harus diberikan secara infus intravena Regimen dosis
pada dewasa untuk infus kina:dosis muatan 20 mg/kg bb (sebagai garam kina) (maks. 1,4 g)
diberikan selama 4 jam. Setelah 8 jam dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 10 mg/kg bb
(maksimal 700 mg) sebagai garam kina, infus selama 4 jam dan diulangi tiap 8 jam (sampai
pasien dapat menelan tablet untuk melengkapi pengobatan selama 7 hari), diikuti dengan
sulfadoksin + pirimetamin atau doksisiklin seperti keterangan diatas. Dosis kina secara infus
intravena untuk anak dihitung berdasarkan berat badan dewasa. KEHAMILAN. Malaria
falsiparum malignan sangat berbahaya untuk wanita hamil, terutama pada trimester terakhir.
Pada keadaan ini kina oral atau intravena dengan dosis dewasa dapat diberikan (termasuk dosis
muatan). Doksisiklin sebaiknya dihindari pada wanita hamil (mempengaruhi perkembangan gigi
dan skelet). Sulfadoksin + pirimetamin sebaiknya juga dihindari sampai adanya data yang lebih
lengkap.
PENGOBATAN MALARIA VIVAKS, MALARIA OVALE, MALARIA MALARIAE
Malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax dan lebih jarang oleh Plasmodium ovale dan
Plasmodium malariae umumnya termasuk kategori malaria ringan.

Di Indonesia, lini pertama pengobatan malaria vivaks dan malaria ovalea adalah kombinasi
klorokuin dan primakuin. Pemakaian klorokuin bertujuan untuk membunuh parasit stadium
aseksual dan seksual, sedangkan primakuin bertujuan untuk membunuh hipnozoit di sel hati,
juga dapat membunuh parasit aseksual di eritrosit.

Dosis: oral, DEWASA, Klorokuin tablet yang beredar di Indonesia mengandung 250 mg garam
difosfat yang setara dengan 150 mg basa. Klorokuin diberikan sekali sehari selama 3 hari,
dengan dosis total 25 mg basa/ kg bb. Dosis primakuin adalah 0,25 mg/kg bb per hari yang
diberikan selama 14 hari dan diberikan bersama klorokuin.
ANAK dan KEHAMILAN. Seperti pada pengobatan malaria falsiparum, primakuin tidak boleh
diberikan kepada ibu hamil, bayi < 1 tahun, dan penderita defisiensi G-6-PD. Apabila pemberian
dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan pasien, pemberian obat dapat diberikan
berdasarkan golongan umur seperti pada tabel. 5.11.

Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke-28 setelah pemberian obat, ditemukan
keadaaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari ke-4) dan tidak ditemukan parasit stadium
aseksual sejak hari ke-7. Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat:
a. Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif atau
b. Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul
kembali sebelum hari ke 14 (kemungkinan resisten)
c. Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke 15 sampai hari ke-
28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).
Tabel 5.11 Pengobatan malaria vivaks dan malaria ovale berdasarkan golongan umur

Hari Jenis obat Jumlah tablet berdasarkan kelompok umur


0-1 bulan 2-11 bulan 1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 ≥ 15
tahun
Tahun
H1 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3–4
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
H2 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3–4
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
H3 Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2
Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1
H4-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

PENGOBATAN MALARIA VIVAKS resisten klorokuin Pilihan terapi yang dipakai di


Indonesia adalah kombinasi kina dan primakuin. Tablet kina yang beredar di Indonesia adalah
tablet yang mengandung 200 mg kina fosfat atau sulfat. Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari
dengan dosis 10 mg/kg bb/kali selama 7 hari. Dosis primakuin adalah 0,25 mg/kg bb per hari
yang diberikan selama 14 hari. Seperti pengobatan malaria pada umumnya, primakuin tidak
boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi < 1 tahun, dan penderita defisiensi G-6-PD. Dosis obat
juga dapat diberikan berdasarkan tabel dosis berdasarkan golongan umur, seperti pada tabel 5.12

PENGOBATAN MALARIA VIVAKS yang mengalami kekambuhan. Pengobatan malaria


vivaks kambuhan sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin ditingkatkan.
Klorokuin diberikan sekali sehari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kg bb dan
primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kg bb/ hari. Dosis obat juga dapat
diberikan dengan menggunakan tabel dosis berdasarkan golongan umur pada tabel 5.13.
Tabel 5.12 Pengobatan malaria vivaks resisten klorokuin

Jumlah tablet per hari berdasarkan kelompok umur


0-1 bulan 2-11 bulan 1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 ≥ 15
Hari Jenis obat
tahun
tahun
H 1-7 Kina *) *) 3x½ 3x1 3x1½ 3x3
H 1-14 Primakuin - - ¼ ½ ¾ 1

Tabel 5.13 Pengobatan malaria vivaks yang relaps berdasarkan golongan umur

Jumlah tablet berdasarkan kelompok umur


≥ 15
Hari Jenis obat 2-11 10-14
0-1 bulan 1-4 tahun 5-9 tahun
bulan tahun
tahun
Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
H1
Primakuin - - ½ 1 1½ 2
Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
H2
Primakuin - - ½ 1 1½ 2
Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2
H3
Primakuin - - ½ 1 1½ 2
H4-14 Primakuin - - ½ 1 1½ 2

Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui melalui anamnesis ada
keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat (golongan sulfa,
primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), pengobatan diberikan secara mingguan.

Klorokuin diberikan sekali seminggu selama 8-12 minggu, dengan dosis 10 mg basa/kg bb/kali.
Primakuin juga diberikan bersamaan dengan klorokuin setiap minggu dengan dosis 0,75 mg/kg
bb/kali. Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan umur penderita seperti dapat
dilihat pada tabel 5.14.
PENGOBATAN MALARIA MALARIAE
Pengobatan malaria malariae cukup diberikan dengan klorokuin sekali sehari selama 3 hari,
dengan dosis total 25 mg basa/kg bb. Klorokuin dapat membunuh Plasmodium malariae bentuk
aseksual dan seksual. Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan umur penderita
yang dapat dilihat di tabel 5.15

PENGOBATAN MALARIA FALSIPARUM DI SARANA KESEHATAN YANG TIDAK


TERSEDIA OBAT ARTESUNAT-AMODIAKUIN
Di fasilitas pelayanan kesehatan dengan sarana diagnostik malaria dan belum tesedia obat
kombinasi artesunat dan amodiakuin, infeksi Plasmodium falciparum diobati dengan
sulfadoksin-pirimetamin (SP) untuk membunuh parasit stadium aseksual. Obat ini diberikan
dengan dosis tunggal sulfadoksin 25 mg/kgbb atau berdasarkan dosis pirimetamin 1,25 mg/kg
bb. Primakuin juga diberikan untuk membunuh parasit stadium seksual dengan dosis tunggal
0,75 mg/kg bb. Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan umur, seperti pada tabel
5.16.

Pengobatan tidak efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat:


1. Gejala klinik memburuk dan parasitaseksual positit atau
2. Gejala klinik tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul
kembali (rekrudesensi).

Tabel 5.14 Pengobatan malaria vivaks penderita defisiensi G6PD

Jumlah tablet perminggu berdasarkan kelompok umur


Lama
Jenis obat 0-1 2-11 1-4 5-9 10-14
minggu ≥ 15 tahun
bulan bulan tahun tahun tahun
8 s/d12 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
8 s/d12 Primakuin - - ¾ 1½ 2¼ 3
Tabel 5.15 Pengobatan malaria malariae berdasarkan kelompok umur

Jumlah tablet berdasarkan kelompok umur (dosis tunggal)


0-1 bulan 2-11 1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 ≥ 15 tahun
Hari Jenis obat
bulan tahun
H1 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
H2 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
H3 Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2

Tabel 5.16 Pengobatan malaria falsiparum di sarana kesehatan tanpa tersedia obat
artesunat-amodiakuin

Jumlah tablet berdasarkan kelompok umur (dosis tunggal)


< 1 tahun 1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 tahun ≥ 15 tahun
Hari Jenis obat
H1 sulfadoksin- - ¾ 1½ 2 3
pirimetamin
Primakuin - ¾ 1½ 2 2-3
PENGOBATAN MALARIA FALSIPARUM GAGAL ATAU ALERGI SULFADOKSIN -
PIRIMETAMIN (SP)
Jika pengobatan dengan SP tidak efektif (gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual
tidak berkurang atau timbul kembali) atau penderita mempunyai riwayat alergi terhadap SP atau
golongan sulfa lainnya penderita diberi regimen kombinasi kina, doksisiklin/tetrasiklin dan
primakuin.

Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10mg/kg bb/kali selama 7 hari. Doksisiklin
diberikan 2 kali per-hari selama 7 hari dengan dosis orang dewasa adalah 4 mg/kg bb/hari,
sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kg bb/hari. Dosis maksimal dewasa yang
diberikan untuk kina adalah 9 tablet.

Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8 tahun. Bila tidak ada doksisiklin,
dapat digunakan tetrasiklin. Tetrasiklin diberikan 4 kali per hari selama 7 hari, dengan dosis 4-5
mg/kg bb/kali. Seperti halnya doksisiklin, tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak dengan
umur di bawah 8 tahun dan ibu hamil.

Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Dosis maksimal dewasa untuk
primakuin adalah 3 tablet. Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat
badan penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur, sebagaimana telah
tercantum pada tabel 5.5.1.2 yaitu tabel pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum
berdasarkan kelompok umur.

PENGOBATAN MALARIA DI FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN TANPA SARANA


DIAGNOSTIK MALARIA
Penderita dengan gejala klinis malaria dapat diobati sementara dengan regimen klorokuin dan
prima kuin. Pemberian kloroin 1 kali per hari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kg bb.
Primakuin diberikan bersamaan dengan klorokuin pada hari pertama dengan dosis 0,75 mg/kg
bb. Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan umur penderita seperti pada tabel
5.17.

Tabel 5.17 Pengobatan terhadap penderita suspek malaria

Hari Jenis obat Jumlah tablet berdasarkan kelompok umur (dosis tungal)
0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 > 15

bulan bulan tahun tahun tahun tahun


H1 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
Primakuin - - ¾ 1½ 2 2-3
H2 Klorokuin ¼ ½ 1 2 3 3-4
H3 Klorokuin 1/8 ¼ ½ 1 1½ 2

Apabila pengobatan tidak efektif (secara klinis tidak membaik bahkan memburuk) penderita
harus segera dirujuk untuk kepastian diagnostik dan mendapatkan pengobatan yang cukup.
PENGOBATAN MALARIA DENGAN KOMPLIKASI
Penatalaksanaan kasus malaria berat pada prinsipnya meliputi tindakan umum, pengobatan
simptomatik, pemberian obat antimalaria dan penanganan komplikasi.

Derivat artemisinin parenteral yaitu artesunat intravena/intramuskular atau artemeter


intramuskular merupakan pilihan utama obat antimalaria untuk pengobatan kasus malaria berat.
Artesunat parenteral direkomendasikan untuk digunakan di rumah sakit atau puskesmas
perawatan, sedangkan artemeter intramuskular direkomendasikan untuk di lapangan atau
puskesmas tanpa fasilitas perawatan. Obat ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester
pertama yang menderita malaria berat.

Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan
pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 mL natrium bikarbonat 5%. Untuk membuat larutan
artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering artesunik dengan larutan 0,6 mL natrium
bikarbonat 5%. Kemudian ditambah larutan dekstrose 5% sebanyak 3-5 mL. Artensunat
intravena diberikan dengan dosis muatan secara bolus: 2,4 mg/kg bb selama ± 2 menit dan
diulang setelah 12 jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kg bb
secara intravena satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Larutan artesunat ini juga
bisa diberikan secara intramuskular pada dosis yang sama. Bila pasien sudah dapat minum obat,
pengobatan dilanjutkan dengan regimen kombinasi artesunat, amodiakuin dan primakuin (lihat
pengobatan malaria falsiparum tanpa komplikasi).

Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg artemeter dalam larutan
minyak. Artemeter diberikan dengan dosis muatan 3,2 mg/kg bb intramuskular. Selanjutnya
artemeter diberikan 1,6 mg/kg bb secara intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu
minum obat. Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan
regimen kombinasi artesunat, amodiakuin dan primakuin (lihat pengobatan malaria falsiparum
tanpa komplikasi).

Alternatif pengobatan malaria berat adalah kina dihidroklorida parenteral, jika tidak tersedia
derivat artemisinin parenteral dan pengobatan pada ibu hamil trimester pertama. Obat ini
dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%. Satu ampul berisi 500 mg/2 mL.
Pada orang dewasa termasuk untuk ibu hamil, kina diberikan dengan dosis muatan 20 mg
garam/kg bb dilarutkan dalam 500 mL dekstrose 5% atau NaCl 0,9% diberikan selama 4 jam
pertama. Selanjutnya selama 4 jam kedua, hanya diberikan cairan dekstrose 5% atau NaCl 0,9%.
Setelah itu, diberikan kina dengan dosis pemeliharaan 10 mg/kg bb dalam larutan 500 mL
dekstrose 5% atau NaCl selama 4 jam. Empat jam selanjutnya, hanya diberikan lagi cairan
dekstrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu diberikan lagi dosis pemeliharaan seperti di atas
sampai penderita dapat minum kina per oral. Bila pasien sudah sadar atau dapat minum obat,
pemberian kina intravena diganti dengan kina tablet per oral dengan dosis 10 mg/kg bb/kali,
pemberian 3 kali sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus kina yang
pertama). Jika tidak memungkinkan pemberian infus kina, maka dapat diberikan kina
dihidroklorida 10 mg/kg bb secara intramuskular dengan masing-masing setengah dosis pada
paha depan kiri-kanan (jangan diberikan pada pantat). Untuk pemakaian intramuskular, kina
diencerkan dengan 5-8 mL NaCl 0,9% untuk mendapatkan kadar 60-100 mg/mL.

Pada anak, infus kina HCl 25% diberikan dengan dosis 10 mg/kg bb (bila umur < 2 bulan: 6-8
mg/kg bb) diencerkan dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% sebanyak 5-10 mL/kg bb diberikan
selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita sadar dan dapat minum obat.

Catatan. Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena karena toksik bagi jantung dan dapat
menimbulkan kematian. Pada penderita gagal ginjal, dosis muatan tidak diberikan dan dosis
pemeliharaan diturunkan hingga setengahnya Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan
primakuin denga dosis 0,75 mg/kg bb. Dosis maksimum kina pada orang dewasa adalah 2000
mg/hari.

TERAPI PROFILAKSIS TERHADAP MALARIA


PERLINDUNGAN TERHADAP GIGITAN NYAMUK
Hal yang terpenting untuk diingat adalah profilaksis bersifat relatif dan tidak mutlak dan infeksi
baru dapat saja terjadi walaupun sudah menggunakan obat-obat yang direkomendasikan.
Perlindungan pribadi terhadap gigitan nyamuk sangat penting. Kelambu yang telah diimpregnasi
dengan permetrin dapat mencegah berbagai gigitan nyamuk. Selain itu, dapat juga digunakan
antinyamuk bakar, antinyamuk listrik dan antinyamuk semprot. Formula Dietiltoluamid (DEET)
dalam lotion, obat semprot atau roll on sangat efektif dan tidak berbahaya jika digunakan pada
kulit, tetapi efek perlindungannya hanya beberapa jam. Gunakan baju lengan panjang dan celana
panjang setelah senja untuk melindungi terhadap gigitan nyamuk.

LAMANYA PROFILAKSIS
Profilaksis sebaiknya diberikan satu minggu (sebaiknya dua setengah minggu bila menggunakan
meflokuin) sebelum berkunjung ke daerah endemis. Bila tidak memungkinkan, maka diberikan
sesegera mungkin 1 atau 2 hari sebelum masuk daerah endemis. Pemberian profilaksis
dilanjutkan sampai 4 minggu setelah keluar dari daerah endemis. Oleh karena Plasmodium
falciparum merupakan spesies yang virulensinya tinggi maka profilaksis terutama ditujukan pada
infeksi spesies ini.

Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium falciparum terhadap


klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis. Doksisiklin diberikan setiap
hari dengan dosis 2 mg/kg bb selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh
diberikan kepada anak umur < 8 tahun dan ibu hamil.

Profilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kg bb setiap
minggu. Obat tersebut diminum satu minggu sebelum masuk ke daerah endemis sampai 4
minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak menggunakan klorokuin tidak lebih dari 3-6 bulan.
Namun, pada mereka yang memerlukan profilaksis jangka panjang, klorokuin dapat digunakan
selama 5 tahun. Meflokuin dapat digunakan sampai 1 tahun. Doksisiklin dapat digunakan sampai
2 tahun. Pertimbangan spesialis sebaiknya diperhatikan pada profilaksis jangka panjang.

KEMBALI DARI DAERAH MALARIA


Penyakit yang timbul dalam satu tahun, terutama dalam 3 bulan setelah kembali dari daerah
malaria, sangat mungkin merupakan malaria walaupun semua cara pencegahan telah
dilaksanakan. Orang tersebut sebaiknya diingatkan terutama bila sakit dalam tiga bulan setelah
perjalanan, agar segera mengunjungi dokter dan melaporkan kemungkinan paparan dengan
malaria.

ANAK
Usia kurang dari 1 tahun: ¼ tablet mengandung 150 mg klorokuin basa setara fosfat/sulfat; usia
1-4 tahun: ½ tablet klorokuin; usia 5-9 tahun: 1 tablet; usia10-14 tahun: 1 ½ tablet klorokuin;
usia >15 tahun: 2 tablet klorokuin sebagai dosis tunggal klorokuin dengan frekuensi 1 kali
seminggu.

Catatan: walaupun obat antimalaria diekskresi ke air susu, jumlahnya sangat bervariasi,
sehingga pemberian profilaksis untuk bayi yang masih menyusui tetap diperlukan.

EPILEPSI
Klorokuin dan meflokuin tidak dianjurkan untuk pasien epilepsi. Bila ada resistensi klorokuin,
dapat dipertimbangkan pemberian doksisiklin tapi metabolismenya dapat dipengaruhi oleh obat-
obat anti epilepsi. (Interaksi: lampiran 1).

ASPLENIA
Individu dengan kondisi asplenik (atau orang yang mengalami disfungsi splenik berat)
mempunyai risiko yang besar untuk mengalami penyakit malaria yang parah. Jika perjalanan ke
daerah endemik malaria tidak terhindarkan, individu tersebut sebaiknya sangat berhati-hati dan
melakukan tindakan pencegahan yang tepat agar terhindar dari penyakit malaria.

GANGGUAN FUNGSI GINJAL


Klorokuin hanya diekskresi secara parsial melalui urin sehingga pengurangan dosis untuk
profilaksis tidak diperlukan kecuali pada pasien dengan gangguan fungsi berat. Meflokuin lebih
tepat digunakan pada gangguan fungsi ginjal dan tidak memerlukan pengurangan dosis.
Doksisiklin juga merupakan pilihan yang tepat. KEHAMILAN. Perjalanan menuju daerah
endemik malaria sebaiknya dihindari selama kehamilan. Jika perjalanan tersebut tak
terhindarkan, harus dilakukan profilaksis yang efektif. Klorokuin pada dosis lazim dapat
diberikan di daerah dimana Plasmodium falciparum masih sensitif. Pada daerah dimana
resistensi pada klorokuin sudah terjadi, penggunaan meflokuin dapat dipertimbangkan walau
sebenarnya tidak dianjurkan. Doksisiklin dikontraindikasikan pada kehamilan.

Obat malaria dan antibiotik yang dipakai dalam program pemberantasan malaria adalah

1. Amodiakuin. Tablet amodiakuin 200 mg dari basa setara hidroklorid atau 153,1 mg dari
basa setara klorohidrat.
2. Artesunat. Tablet natrium artesunat 50 mg atau injeksi intramuskular/intravena 60 mg
natrium artesunat dalam 1 mL larutan injeksi.
3. Primakuin. Tablet 15 mg primakuin basa.
4. Klorokuin. Tablet 150 mg klorokuin basa setara fosfat atau sulfat.
5. Kina. Tablet 200 mg kina basa setara 20 mg bentuk garam atau injeksi kina HCl 25%
berisi 500 mg basa dalam ampul 2 mL (250 mg basa/mL).
6. Doksisiklin. Kapsul dan tablet mengandung 100 m g doksisiklin garam setara
hidroklorid.
7. Tetrasiklin. Kapsul dan tablet 250 mg tetrahidroklorid setara dengan 231 mg tetrasiklin
basa.

Monografi:

ARTEMETER

Indikasi:

pengobatan malaria berat termasuk malaria Plasmodium falciparum yang resisten terhadap
klorokuin.

Peringatan:

jangan melebihi dosis yang direkomendasikan, pemberian intramuskular dianjurkan pada


pengobatan darurat pasien dengan malaria parah.

Interaksi:

hindari pemberian bersama dengan obat yang memperpanjang interval QT seperti eritromisin,
terfenadin, astemizol, probukol, antiaritmia kelas 1a (kuinidin, prokainamid, disopiramid),
antiaritmia kelas III (amiodaron, bretilium), bepridil, sotalol, antidepresan trisiklik, neuroleptik
tertentu dan fenotiazin.
Kontraindikasi:

hipersensitivitas, trimester pertama kehamilan, kecuali manfaat lebih besar daripada risikonya
dan tidak ada alternatif antimalaria lain; riwayat aritmia, bradikardia yang secara bermakna
klinis, dan gagal jantung kongestif yang diikuti dengan penurunan fraksi pemompaan ventrikular
kiri; riwayat keluarga meninggal tiba-tiba atau perpanjangan interval QT kongenital; menyusui.

Efek Samping:

demam (transient low fever), retikulositopenia, peningkatan SGOT, aritmia, nyeri perut,
anoreksia, diare, mual, muntah, palpitasi, batuk, sakit kepala, pusing, gangguan tidur, asthenia,
arthralgia, myalgia, ruam, pruritus.

Dosis:

Injeksi intramuskular selama 5 hari. Dosis awal 3,2 mg/kg bb diikuti dengan 1,6 mg/kg bb
selama 4 hari.Dosis untuk anak-anak atau pasien kelebihan berat badan harus diturunkan atau
dinaikkan berdasarkan berat ideal di bawah pengawasan dokter.

ARTEMETER + LUMEFANTRIN

Indikasi:

pengobatan malaria Plasmodium falciparum akut tanpa komplikasi pada orang dewasa, anak dan
bayi dengan berat badan 5 kg atau lebih.

Peringatan:

tidak diindikasikan untuk pencegahan,gangguan fungsi hati dan ginjal yang berat; monitor pasien
yang tidak dapat makan (resiko kambuh lebih besar); menyebabkan pusing sehingga perlu hati-
hati saat mengemudi.
Interaksi:

lihat kontra indikasi; tidak disarankan diberikan bersama dengan antimalaria lain karena data
khasiat dan keamanan belum memadai. Jika diberikan setelah pemberian kina atau meflokuin,
lakukan monitoring asupan makanan (untuk meflokuin) atau monitoring EKG (untuk kina). Pada
pasien yang sebelumnya mendapat halofantrin, obat tidak boleh diberikan lebih cepat dari 1
bulan setelah dosis halofantrin; pemberian bersama ketokonazol dan inhibitor CYP3A4 lain
memerlukan penyesuaian dosis, mengurangi efektivitas kontrasepsi bila diberikan bersamaan.

Kontraindikasi:

hipersensitivitas; malaria berat; kehamilan trimester pertama; riwayat keluarga mengalami


kematian mendadak atau perpanjangan interval QTc; gangguan keseimbangan elektrolit
(hipokalemia, hipomagnesia); riwayat aritmia jantung; pasien mengkonsumsi obat yang
dimetabolisme oleh enzim sitokrom CYP2D6 (flekainid, metoprolol, imipramin, amitriptilin,
klomipramin); pasien mengkonsumsi obat yang dapat memperpanjang interval QTc (antiaritmia
kelas IA dan III, neuroleptik, antidepresan, antibiotik (makrolida, flurokinolon, imidazol, dan
antifungi triazol), antihistamin nonsedatif (terfenadin, astemizol, cisaprid); riwayat bradikardi,
riwayat gagal jantung kongestif yang disertai pengurangan left ventricular ejection fraction;
menyusui.

Efek Samping:

sangat umum: sakit kepala, pusing, sakit perut, anoreksia; umum: gangguan tidur, palpitasi,
perpanjangan interval QT, batuk, diare, mual, muntah, pruritus, ruam kulit, artralgia, mialgia,
asthenia, kelelahan; sangat jarang: hipersensitivitas, ataksia, hipoestesia, clonus.

Dosis:

Oral. Untuk meningkatkan absorpsi, diminum bersama makanan atau susu. Jika pasien muntah
dalam waktu 1 jam, dosis harus diulang. Cara pemberian pada anak dan bayi: tablet dapat
digerus. Dosis diberikan selama 3 hari berdasarkan berat badan: ≥ 35 kg (Dewasa dan Anak
diatas 12 tahun), 4 tablet 2 kali sehari; 25 kg - < 35 kg, 3 tablet 2 kali sehari; 15 kg - < 25 kg, 2
tablet 2 kali sehari; ≥ 5 kg - <15 kg, 1 tablet 2 kali sehari.

ARTESUNAT

Indikasi:

pengobatan malaria berat termasuk malaria Plasmodium falciparum yang resisten terhadap
klorokuin.

Peringatan:

suntikkan setelah melarut, jangan digunakan jika terbentuk kekeruhan, tidak boleh diberikan
sebagai infus. Lakukan pengobatan selama 5 hari pada malaria falciparum yang resisten terhadap
klorokuin. Tidak direkomendasikan untuk diberikan pada wanita hamil, selama menggunakan
obat ini tidak diperbolehkan mengendarai atau menjalankan mesin.

Interaksi:

Pemberian bersama dengan meflokuin dapat meningkatkan efek kuratif.

Kontraindikasi:

pasien dengan riwayat hipersensitivitas.

Efek Samping:

mual, muntah diare, pankreatitis, pusing, berkunang-kunang, sakit kepala, insomnia, tinnitus,
ruam, batuk, arthralgia.

Dosis:

oral: DEWASA dosis total 600-800 mg/hari harus diberikan selama 5-7 hari. ANAK dosis total
12 mg/kg BB harus diberikan selama 5-7 hari. Injeksi: dosis awal 2,4 mg/kg BB per i.v,
selanjutnya dengan dosis yang sama diberikan pada jam ke-12 dan jam ke-24. Pada hari ke 2
sampai dengan ke 5 diberikan 2,4 mg/kg BB per 24 jam.

ARTESUNAT + AMODIAQUIN

Indikasi:

Pengobatan malaria falsiparum pada daerah di mana Plasmodium falciparum telah dinyatakan
resisten dengan pengobatan kloroquin.

Interaksi:

Tidak direkomendasikan untuk diberikan bersama obat penghambat sitokrom CYP2A6 (seperti
metoksalen, pilokarpin, tranilcipromin) dan/atau CYP2C8 (seperti trimetoprim, ketokonazol,
ritonavir, sakuinavir, lopinavir, gemfibrozil, montelukast). Bersama magnesium trisilikat dan
kaolin dapat menurunkan absorbsi amodiakuin pada saluran pencernaan.

Kontraindikasi:

hipersensitivitas, riwayat gangguan hati dan/atau darah selama pengobatan dengan amodiakuin,
retinopati (kasus pengobatan berulang).

Efek Samping:

Artesunat: efek samping yang dilaporkan dalam uji klinik adalah penurunan eritrosit retikuler,
peningkatan SGPT dan BUN, mual, sakit kepala, sinus bradikardi (>50 denyut/menit), efek
diuretik yang reversibel, hemolobulinuri makroskopik, jaundice, oligouri, penurunan kadar gula
darah, kejang, perdarahan, sepsis, edema, paru-paru, penurunan kadar laktat plasma,
cardiorespiratory arrest, irrectable hypotension, pendarahan saluran cerna, black water fever,
ulnar/median palsy, infeksi saluran urin oleh Klebsiella sp., pneumoni, herpes zoster dan
erythematous urticarial rash.
Amodiaquin: efek samping ringan sampai sedang adalah nyeri abdomen, mual, muntah, sakit
kepala, pusing, penglihatan kabur, kelemahan mental dan fisik serta kelelahan. Efek samping
berat berupa gatal, abnormalitas kardiovaskular, diskinesia, kerusakan okuler, gangguan syaraf,
dan kehilangan pendengaran. Juga dilaporkan terjadinya agranulositosis, hepatitis, dan neuropati
periferal.

Dosis:

Oral, Artesunat 50 mg adalah 4mg/kgBB sehari sehingga dosis total selama 3 hari adalah 12
mg/kgBB. Oral, Amodiaquin 200 mg adalah 10 mg/kg BB sehari sehingga dosis total selama 3
hari adalah 25-35 mg/kgBB. Dosis per hari berdasarkan kelompok umur: 1-4 tahun, masing-
masing 1 tablet artesunat dan amodiakuin; 5-9 tahun, masing-masing 2 tablet artesunat dan
amodiakuin; 10-14 tahun: masing-masing 3 tablet artesunat dan amodiakuin; dewasa dan anak (>
15 tahun), masing-masing 3 tablet artesunat dan amodiakuin.

DIHIDROARTEMISININ + PIPERAKUIN (DHP)

Indikasi:

Pengobatan malaria P. falciparum dan/atau P. vivax tanpa komplikasi.

Peringatan:

hamil dan menyusui, penyakit hati dan ginjal, penggunaan obat malaria lainnya, wanita lansia
atau muntah.

Interaksi:

hindari pemberian bersama obat yang dapat memperpanjang interval QTc (misal: meflokuin,
halofantrin, lumefantrin, klorokuin, atau kina).

Kontraindikasi:

hipersensitivitas, malaria berat, riwayat aritmia atau bradikardia (penyakit jantung), riwayat
keluarga meninggal tiba-tiba, risiko perpanjangan interval QT kongenital, ketidakseimbangan
elektrolit, mengkonsumsi obat yang mempengaruhi denyut jantung.
Efek Samping:

umum: anemia, sakit kepala, perpanjangan interval QTc, takikardia, astenia, pireksia,
konjungtivitas, tidak umum: anoreksia, pusing, kejang, gangguan konduksi jantung, sinus
aritmia, bradikardia, batuk, mual,muntah, nyeri lambung, diare, hepatitis, hepatomegali, uji
fungsi hati yang abnormal, pruritus, ruam kulit, artalgia, mialgia.

Dosis:

Dosis selama 3 hari, berdasarkan berat badan: 5 kg (0-1 bulan): ¼ tablet/hari; 6-10 kg (2-11
bulan): ½ tablet/hari; 11-17 kg (1-4 tahun): 1 tablet/hari; 18-30 kg (5-9 tahun): 1 ½ tablet/hari;
31-40 kg (10-14 tahun): 2 tablet/hari; 41-59 kg (≥ 15 tahun): 3 tablet/hari; ≥ 60 kg (≥ 15 tahun):
3 tablet/hari. Jangan hentikan pengobatan sebelum 3 hari, meskipun gejala telah hilang.

HIDROKSIKLOROKUIN FOSFAT

Indikasi:

Lupus eritematosus sistemik.

Peringatan:

Retinopati, kelainan pigmen, gangguan penglihatan, penyakit akibat kekeruhan kornea,


hipoglikemia, riwayat penyakit kardiovaskular, penyakit hati, penyakit ginjal, obat-obatan yang
mempengaruhi fungsi hati dan jantung, kelainan gastrointestinal, kelainan syaraf, kelainan darah,
alergi kinin, defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase, porfiria kutanea tarda, intoleransi
galaktosa, defisiensi Lapp lactase/malabsorpsi galaktosa, pemeriksaan fungsi otot skelet dan
refleks tendon sebelum terapi, risiko karsinogenik, mengemudi, mengoperasikan mesin.

Interaksi:

Penggunaan bersama digoksin meningkatkan level serum digoksin; penggunaan bersama insulin
atau obat antidiabetes memicu hipoglikemia dan dibutuhkan penyesuaian dosis antidiabetes;
pemberian bersama obat aritmia jantung memperpanjang interval QT dan meningkatkan risiko
aritmia ventrikel, pemberian bersama Metflokuin meningkatkan risiko konvulsi; pemberian
bersama antimalaria lain meningkatkan risiko kejang; menurunkan aktivitas obat antiepilepsi;
pemberian bersama metotreksat meningkatkan efek samping; meningkatkan level siklosporin;
mengurangi bioavailabilitas praziquantel; antasida dan kaolin menurunkan absorpsi klorokuin;
simetidin menghambat metabolisme klorokuin sehingga konsentrasi dalam darah meningkat;
menurunkan bioavailabilitas ampisilin.

Kontraindikasi:

Hipersensitivitas, pasien makulopata mata, kehamilan, anak usia < 6 tahun.

Efek Samping:

Gangguan mata: retinopati; gangguan jarak pandang; gangguan penglihatan; penurunan adaptasi
pada gelap; warna penglihatan abnormal; penglihatan kabur; perubahan kornea seperti edema
dan penglihatan tidak jelas; makulopati dan degenerasi macular yang bersifat ireversibel.
Gangguan jantung: kardiomiopati; toksisitas kronis pada gangguan konduksi dan hipertrofi
biventricular; perpanjangan interval QT; aritmia ventrikel dan torsade de pointes. Gangguan
sistem imun: urtikaria; angioedema; bronkospasme. Gangguan kulit dan subkutan: ruam;
pruritus; kelainan pigmentasi kulit dan selaput lendir; pemutihan rambut; alopesia; letusan bulosa
termasuk eritema multiformis, sindrom Stevens-Johnon, nekrolisis epidermal toksik, ruam
dengan esinofilia dan gejala sistemik (sindrom DRESS), fotosensitivitas, dermatitis eksfoliatif,
pustulosis eksantematosa akut (AGEP). Gangguan saluran cerna: nyeri perut; mual; diare;
muntah. Gangguan sistem saraf: sakit kepala; pusing; kejang-kejang; kelainan ekstrapiramidal
seperti distonia, diskinesia, tremor. Gangguan kejiwaan: kelabilan; gelisah; psikosis; mimpi
buruk; iritabilitas; bunuh diri. Gangguan telinga dan labirin: vertigo, tinnitus, gangguan
pendengaran. Gangguan jaringan ikat dan muskuloskeletal: gangguan sensorimotor; miopati otot
rangka atau neuromiopati; depresi refleks tendon. Kelainan sistem darah dan limfatik: depresi
sumsum tulang; anemia; anemia aplastik agranulositosis; leukopenia; trombositopenia; hemolisis
pada pasien defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase. Gangguan metabolisme dan
gizi: anoreksia; hipoglikemia; perburukan porfiria; penurunan selera makan; penurunan berat
badan. Gangguan hepatobiliari: hasil abnormal pada uji fungsi hati; gagal hati fulminan.
Dosis:

Dewasa dan lansia: tidak lebih dari 6,5 mg/kg/hari berdasarkan berat badan ideal, antara 200 mg
atau 400 mg/hari, tidak direkomendasikan pemberian lebih dari 400 mg; pasien yang menerima
400 mg/hari, dosis awal diberikan dalam dosis terbagi yang dapat diturunkan menjadi 200 mg
jika tidak ada perbaikan, atau ditingkatkan menjadi 400 mg/hari jika respon berkurang. Anak-
anak: tidak lebih dari 6,5 mg/kg/hari berdasarkan berat badan ideal, BB ideal >31 kg dapat
menggunakan dosis 200 mg. Obat harus diminum bersama dengan makanan atau segelas susu.

KINA

Indikasi:

malaria falsiparum; nocturnal leg cramp.

Peringatan:

fibrilasi atrium, gangguan konduksi, blokade jantung, kehamilan. Periksa kadar gula darah
selama pemberian parenteral; defisiensi G6PD; hindarkan penggunaan bersama halofantrin.

Interaksi:

lihat Lampiran 1 (kina).

Kontraindikasi:

hemoglobinuria, neuritis optic, miastenia gravis.

Efek Samping:

sinkonisme, termasuk tinitus, sakit kepala, rasa panas di kulit, mual, sakit perut, gangguan
penglihatan (termasuk buta sementara), bingung; reaksi alergi, termasuk angio udem, gangguan
darah (termasuk trombositopenia dan koagulasi intravaskuler), gagal ginjal akut, hipoglikemia
(terutama sesudah pemberian parenteral), gangguan kardiovaskuler; sangat toksik pada
overdosis.
Dosis:

lihat keterangan di atas.

Catatan:

kina (basa anhidrida) 100 mg= kina bisulfat 169 mg=kina dihidroklorida 122 mg=kina sulfat 121
mg. Tersedia juga tablet kina bisulfat 300 mg, tapi memberikan jumlah kina yang lebih sedikit
dibanding kina dihidroklorida, hidroklorida atau sulfat.

MEFLOKUIN

Indikasi:

profilaksis dan pengobatan malaria akut ringan sampai sedang P. Falcifarum atau P. vivax,
temasuk profilaksis P. Falcifarum yang resisten klorokuin.

Peringatan:

kehamilan terutama trimester pertama (lihat keterangan mengenai Profilaksis malaria; Lampiran
2. Disarankan untuk menunda kehamilan selama penggunaan meflokuin sampai 3 bulan
sesudahnya), menyusui, profilaksis pada gangguan fungsi hati yang serius, gangguan konduksi
jantung; epilepsi (hindari untuk profilaksis), bayi di bawah 3 bulan (berat badan 5 kg),
PERHATIAN BAGI PENGENDARA. Selama minum obat ini tidak boleh mengendarai
kendaraan bermotor atau menjalankan mesin (efek dapat berlangsung sampai 3 minggu),
gangguan fungsi ginjal.

Interaksi:

Lampiran 1 (meflokuin).

Kontraindikasi:

hipersensitif, profilaksis malaria pada riwayat gangguan neuropsikiatri termasuk depresi,


konvulsi, gangguan skizofrenia atau gangguan kejiwaan lainnya.
Efek Samping:

mual, muntah, diare, sakit perut; pusing, vertigo, hilang keseimbangan, sakit kepala, gangguan
tidur (insomnia, mengantuk, mimpi buruk); kecemasan, reaksi neuropsikiatri (termasuk neuropati
sensoris dan motoris, tremor, ansietas, depresi, panik, halusinasi, agitasi, kejang, psikosis,
paranoid); tinitus, gangguan vestibuler; gangguan penglihatan, gangguan sirkulasi (hipotensi dan
hipertensi), flushing; takikardi, bradikardi, palpitasi, gangguan konduksi jantung, kelemahan
otot, mialgia, artralgia, udem, ruam, gatal, urtikaria, pruritus, alopesia, gangguan fungsi hati,
astenia, malaise, demam, nafsu makan hilang, leukopenia dan leukositosis, anemia aplastik,
trombositopenia; jarang terjadi sindrom Stevens-Johnson, blok AV, ensefalopati dan anafilaksis.

Dosis:

profilaksis malaria: dimulai 2 ½ minggu sebelum memasuki dan dilanjutkan sampai 4 minggu
sesudah meninggalkan daerah endemis malaria. DEWASA dan ANAK di atas 45 kg, 250 mg
tiap minggu. BB 6-16 kg, 62,5 mg tiap minggu; BB 16-25 kg, 125 mg tiap minggu; BB 25-45
kg, 187,5 mg tiap minggu. Pengobatan malaria: DEWASA: 5 tablet (1250mg) meflokuin dalam
dosis tunggal oral. ANAK: >15 kg atau diatas 2 tahun: 20-25 mg/kg dalam dosis tunggal atau
dua dosis dibagi 6-8 jam terpisah.

PIRIMETAMIN

Indikasi:

malaria (tapi hanya digunakan dalam kombinasi dengan sulfadoksin atau dapson).

Peringatan:

gangguan fungsi hati atau ginjal; kehamilan (lampiran 4); menyusui (lampiran 5). Untuk
penggunaan jangka panjang perlu hitung jenis sel darah; hindari loading dose yang tinggi jika
punya riwayat kejang.
Interaksi:

Lampiran 1 (pirimetamin).

Efek Samping:

depresi sistem hematopoesis pada dosis besar; ruam, insomnia.

Dosis:

untuk malaria, tidak disebutkan karena tidak direkomendasikan untuk diberikan tunggal.

SULFADOKSIN + PIRIMETAMIN

Indikasi:

terapi tambahan untuk kina untuk pengobatan malaria Plasmodium falsiparum; tidak dianjurkan
untuk profilaksis.

Peringatan:

lihat Pirimetamin dan Kotrimoksazol (lihat 5.1.7); kehamilan (Lampiran 4) dan menyusui
(Lampiran 5); tidak direkomendasikan untuk profilaksis (efek samping yang parah pada
penggunaan jangka panjang).

Interaksi:

Lampiran 1 (pirimetamin, sulfonamid).

Kontraindikasi:

lihat Pirimetamin dan Kotrimoksazol (lihat 5.1.7); alergi sulfonamid.

Efek Samping:
lihat Pirimetamin dan Kotrimoksazol (lihat 5.1.7); infiltrat paru (misalnya alveolitis alergi atau
eosinofilik). Hentikan obat bila timbul batuk atau napas berat.

Dosis:

Terapi, lihat keterangan di atas; Profilaksis, tidak direkomendasikan.

PRIMAKUIN

Indikasi:

tambahan untuk terapi Plasmodium vivax dan P. ovale, dan gametosidal pada malaria
falciparum,eradikasi stadium hepar.

Peringatan:

anemia, methemoglobinemia, leukopenia, lansia.

Interaksi:

lampiran 1 (primakuin).

Kontraindikasi:

hipersensitif, reumatoid artritis dan lupus eritematosus, terapi obat yang dapat menyebabkan
hemolisis dan depresi sumsum tulang, anak <4 tahun, defisiensi G6PD dan NADH, penggunaan
kuinakrin.

Efek Samping:

mual, muntah, anoreksi, sakit perut, methemoglobinemia, anemia hemolitik terutama pada
defisiensi G6PD, leukopenia.
Dosis:

pencegahan kambuh dan menularnya malaria vivax dan ovale : 0,25 mg/kgBB untuk 14 hari.
Sebagai efek gametosidal pada malaria falciparum : dosis tunggal 0,75 mg/kgBB (dewasa 45
mg), dosis yang sama diulang 1 minggu terakhir

Anda mungkin juga menyukai