Anda di halaman 1dari 113

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII


SEMESTER GENAP SMP NEGERI 3 BANJAR BARU
TAHUN PELAJARAN 2020/2021

(SKRIPSI)

Oleh:

THITRA PADMA RANI


17130069

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA
BANDAR LAMPUNG
2020/2021

i
ABSTRAK

PENGARUH MODEL DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN


PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SISWA KELAS VIII
SEMESTER GENAP SMP NEGERI 3 BANJAR BARU
TAHUN PELAJARAN 2020/2021

Oleh
Thitra Padma Rani
17130069

Penelitian mengkaji masalah yang berkaitan dengan kemampuan


pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banjar Baru
yang masih belum maksimal. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh
model Discovery Learning terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banjar Baru tahun pelajaran
2020/2021. Penelitian merupakan penelitian eksperimen dengan populasi
seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banjar Baru tahun pelajaran
2020/2021 dan sampel sebanyak dua kelas yaitu kelas VIII A yang berjumlah
30 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII C yang berjumlah 29 siswa
sebagai kelas kontrol. Sampel tersebut diambil menggunakan teknik Cluster
Random Sampling dengan prosedur undian. Pengukuran variabel
menggunakan tes yang berbentuk essay sebanyak 5 butir soal yang terlebih
dahulu diuji validitas dan reliabilitasnya, Analisis data digunakan untuk
menguji hipotesis menggunakan uji-t. Dari hasil pengujian hipotesis dengan
menggunakan rumus t hit diperoleh nilai t hit =3,77 . Dari tabel distribusi t pada
taraf signifikan 5% diketahui t daf =1,67 artinya t hit > t daf yaitu 3,77>1,67, sehingga
dapat disimpulkan bahwa “rata-rata kemampuan pemecahan masalah
matematika yang menerapkan model Discovery Learning lebih tinggi dari
yang menerapkan model Konvensional pada Kelas VIII Semester Genap
SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran 2020/2021”.
Kata kunci: discovery learning, masalah matematika

ii
PERNYATAAN

Dengan ini saya sekripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepengetahuan

saya tidak terdapat karya yang sama yang pernah dituis dan diterbitkan oleh

orang lain, kecuali pendapat yang tertulis sebagai acuan dan tercantum

dalam daftar pustaka. Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan

dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku

dalam masyarakat ilmiah. Atas pernyataan ini, saya siap menerima sanksi

jika ternyata ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan dari pihak lain

terhadap keaslian karya saya ini.

Bandar Lampung, Juli 2021


Yang menyatakan,

Penulis

iii
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kahuripan Jaya pada tangga 16 Oktober 1998. Penulis

merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan bapak Triyono

dan ibu Sudarsih Kisowo.

Riwayat pendidikan:

1. Pendidikan Taman Kanak-kanak pada tahun 2003 di TK Gopala dan

berijazah tahun 2005.

2. Pendidikan Sekolah Dasar pada tahun 2005 di SD Negeri 01 Pancakarsa

Purnajaya dan berijazah tahun 2011.

3. Pendidikan Sekolah Menegah Pertama pada tahun 2011 di SMP Negeri

3 Banjar Baru dan berijazah tahun 2014.

4. Pendidikan Sekolah Menengah Atas pada tahun 2014 di SMA Negeri 2

Menggala dan berijazah tahun 2017.

5. Pada tahun 2017, penulis menjadi Mahasiswa Sekolah Tinggi Keguruan

dan Ilmu Pendidikan (STKIP – PGRI) Bandar Lampung Jurusan

Pendidikan MIPA Program Studi Pendidikan Matematika.

iv
PERSEMBAHAN

Dengan mengucap rasa syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha

Esa atas berkat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan sekripsi ini

dengan tepat waktu dan akan saya persembahkan kerya tulis ini kepada:

1. Kedua orang tua tercinta saya, bapak (Triyono) dan mamah (Sudarsih

Kisowo) yang senantiasa dengan tulus selalu memberikan doa dan

dukungan yang tiada henti-hentinya serta pengorbanan yang tiada

taranya untuk keberhasilan saya.

2. Adik tersayang (Vamana Deva) yang selalu memberikan semangat untuk

menyelesaikan kuliah tepat waktu.

3. Ibu cantik yang selalu membimbing saya dengan penuh kesabaran dan

penuh kasih sayang.

4. Teman-teman seperjuangan program studi pendidikan matematika

STKIP-PGRI Bandar Lampung angkatan yang tidak dapat saya tuliskan

satu persatu, yang telah mendorong dan memotivasi saya untuk

menyelesaikan skripsi ini.

5. Almamaterku tercinta STKIP-PGRI Bandar Lampung yang telah mendidik

dan mendewasakan saya dalam berfikir dan mengambil suatu rindakan.

v
MOTO

“Kesalahan terbesar yang dibuat manusia dalam kehidupannya adalah terus

menerus merasakan takut bahwa mereka akan melakukan kesalahan”

Elbert Hubbard

“Follow your dreams, believe in yourself, and don’t give up”

Penulis

vi
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat

waktu. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Model Discovery Learning terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII Semester

Genap SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran 2020/2021”.

Skripsi ini berisi tentang bagaimana model Discovery Learning mampu

mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas

VIII Semester Genap SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran 2020/2021.

Model Discovery Learning merupakan model pembelajaran yang menuntut

keaktifan peserta didik untuk menemukan secara mandiri konsep, prinsip

ataupun solusi dari sebuah permasalahan didalam materi pembelajaran

melalui pengerjaan LKPD dan bimbingan oleh guru. Kemudian kemampuan

pemecahan masalah matematika adalah kemampuan siswa menyelesaikan

soal matematika yang tidak rutin dengan menggunakan langkah-langkah

penyelesaian yang jelas dan benar. Dengan melakukan penemuan sendiri

diharapkan siswa dapat melatih kemampuan dan daya ingat dalam

menguasai pelajaran. Proses pembelajaran dengan menggunakan model

Discovery Learning mengajarkan siswa untuk dapat memecahkan soal dalam

bentuk masalah.

vii
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan dan

bimbingan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah

selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Bapak Dr. Wayan Satria Jaya, M.Si., selaku ketua STKIP PGRI

Bandar Lampung.

2. Bapak Supriyono, M.M., M.Pd., selaku wakil ketua I STKIP PGRI

Bandar Lampung.

3. Bapak Dr. Joko Sutrisno AB. M.Pd selaku wakil ketua II STKIP PGRI

Bandar Lampung.

4. Bapak Drs. Buang Saryantono, M.M., M.Pd., selaku wakil ketua III

STKIP PGRI Bandar Lampung.

5. Ibu Dra. Hj. Aty Nurdiana, M.Pd., selaku ketua Jurusan Pendidikan

Matematika.

6. Bapak Elvandri Yogi Pratama,S.Pd., M.Pd., selaku pembimbing II

yang telah menbimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh

kesabaran.

7. Bapak/Ibu para Dosen dan staf Tata Usaha STKIP PGRI Bandar

Lampung yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

proposal ini.

8. Bapak Kepala SMP Negeri 3 Banjar Baru, Guru Matematika dan

segenap dewan guru beserta jajarannya, yang telah memberikan izin

viii
dan membantu kelancaran dalam proses pengumpulan data

dilapangan.

9. Kedua orang tuaku tersayang yang senantiasa memberi semagat dan

selalu berdoa untuk keberhasilan dalam menyelesaikan skripsi di

STKIP PGRI Bandar Lampung.

10. Rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang tidak dapat

disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan, baik moral

maupun material, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Semoga bantuan dan amal baik yang mereka berikan kepada penulis akan

memperoleh pahala yang berlipat ganda dari Tuhan Yang Maha Esa. Akhir

kata penulis ucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

banyak membantu dan mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini, semoga

skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.

Bandar Lampung, Juli 2021

Penulis,

Thitra Padma Rani

ix
DAFTAR ISI

COVER
ABSTRAK..........................................................................................................ii
PERNYATAAN..................................................................................................iii
RIWAYAT HIDUP.............................................................................................iv
PERSEMBAHAN...............................................................................................v
MOTO...............................................................................................................vi
KATA PENGANTAR........................................................................................vii
DAFTAR ISI.......................................................................................................x
DAFTAR TABEL.............................................................................................xiii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang Masalah..........................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah.................................................................................6
1.3 Pembatasan Masalah..............................................................................7
1.4 Rumusan Masalah...................................................................................7
1.5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian............................................................7
1.5.1 Tujuan Penelitian...............................................................................7
1.5.2 Kegunaan Penelitian.........................................................................8
1.6.1 Objek Penelitian................................................................................9
1.6.2 Subjek Penelitian...............................................................................9
1.6.3 Waktu Penelitian................................................................................9
1.6.4 Tempat Penelitian.............................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS............10


2.1 Tinjauan Pustaka...................................................................................10
2.1.1 Kemampuan Pemecahan Masalah.................................................10
2.1.2 Model Pembelajaran Discovery Learning.......................................18
2.1.3 Model Konvensional........................................................................32
2.2 Kajian Penelitian Relevan......................................................................35
2.3 Kerangka Pikir........................................................................................37

x
2.4 Hipotesis................................................................................................40

BAB III METODE PENELITIAN......................................................................41


3.1 Metode Penelitian..................................................................................41
3.2 Variabel Penelitian.................................................................................41
3.3 Definisi Operasional Variabel................................................................42
3.4 Pengukuran Variabel.............................................................................43
3.5 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling...............................................45
3.5.1 Populasi..........................................................................................45
3.5.2 Sampel...........................................................................................46
3.5.3 Teknik Sampling.............................................................................46
3.6 Teknik Pengumpulan Data....................................................................47
3.7 Instrumen Penelitian..............................................................................47
3.7.1 Uji Validitas Alat Ukur......................................................................47
3.7.2 Uji Reliabilitas Alat Ukur..................................................................49
3.8 Teknik Analisis Data..............................................................................50
3.8.1 Uji Normalitas Data.........................................................................50
3.8.2 Uji Homogenitas Varians.................................................................51
3.9 Pengujian Hipotesis...............................................................................52

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN........................................54


4.1 Deskripsi Data.......................................................................................54
4.1.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dengan Model
Pembelajaran Discovery Learning...........................................................56
4.1.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dengan Penerapan
Model konvensional..................................................................................58
4.1.3 Pengujian Persyaratan Analisis......................................................60
4.1.3.1 Uji Normalitas Data Kelas Eksperimen.......................................60
4.1.3.2 Uji Normalitas Data Kelas Kontrol...............................................61
4.1.3.3 Uji Homogenitas Varians.............................................................61
4.1.4 Pengujian Hipotesis.........................................................................62
4.2 Pembahasan......................................................................................64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................71

xi
5.1 Kesimpulan........................................................................................71
5.2 Saran..................................................................................................71

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................73

LAMPIRAN......................................................................................................76

xii
DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Tabel Peduaman Pensekoran Kemampuan Pemecahan Masalah


Matematika...............................................................................................45
2. Tabel Interpretasi Kemampuan Pemecahan Masalah............................46
3. Tabel Jumlah Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 3
Banjar Baru Tahun Pelajaran 2020/2021................................................46
4. Tabel Interpretasi Validitas soal...............................................................49
5. Tabel Rekapitulasi Hasil Analisis Validitas Tes.......................................49
6. Tabel Perbedaan Capaian Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika Siswa Kelas Eksperimen Dan Kontrol.................................59
7. Tabel Interpretasi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas
Eksperimen..............................................................................................61
8. Tabel Interpretasi Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa Kelas
Kontrol......................................................................................................62
9. Tabel Analisis Validitas Dan Reliabilitas..................................................82
10. Tabel Daftar Nilai Tes Matematika Kelas Eksperimen dan Kontrol........89
11. Tabel Uji Liliefors Kelas Eksperimen.......................................................92
12. Tabel Uji Liliefors Kelas Kontrol...............................................................96

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Harapan pendidikan belakangan ini mengarah pada revolusi industry 4.0

yang mengarahkan pada peningkatan mutu pada setiap jenis dan jenjang

pendidikan berorientasi pada pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Pedidikan merupakan suatu proses yang dapat mengubah pola

pikir seseorang untuk selalu melakukan perubahan dan perbaikan dalam

segala aspek kehidupan. Terutama pendidikan pada siswa bertujuan untuk

memberikan bekal untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peran

penting dalam pendidikan, hal ini dapat dilihat dari matematika sebagai

bidang studi yang dipelajari oleh semua siswa dari Sekolah Dasar (SD)

hingga Sekolah Menengah Atas (SMA) dan bahkan juga hingga perguruan

tinggi. Matematika merupakan ilmu yang universal yang mendasari

perkembangan teknologi modern saat ini yang mempunyai peran penting

dalam berbagai disiplin ilmu. Dengan belajar matematika dapat memajukan

pola pikir manusia menjadi lebih baik. Matematika juga dikenal sebagai ilmu

dasar yang membekali peserta didik dengan kemampuan berfikir logis,

1
analitis, sistematis, kritis dan kreatif dari taraf yang sederhana hingga taraf

yang kompleks.

Dalam kaitanya dengan belajar matematika, Bruner (Yayuk, dkk, 2018)

mengemukakan bahwa belajar matematika ialah belajar mengenai konsep-

konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam materi yang

dipelajari, serta mencari hubungan antara keduanya. Selain itu Bruner (Ardat,

2014) juga berpendapat cara belajar yang paling baik bagi siswa untuk

memahami konsep, dalil, atau prinsip dalam matematika adalah dengan

melakukan sendiri penyusunan representasi dari konsep, prinsip, atau dalil

tersebut. Penyusunan konsep siswa dilakukan secara mandiri melalui

kegiatan penemuan. Mata pelajaran matematika mengasah banyak

kemampuan diantaranya kemampuan pemahaman konsep, daya berfikir

kritis, pemecahan masalah dan lain sebagainya (Jana, dkk, 2020).

Pembelajaran matematika di sekolah dimaksudkan untuk melatih

kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Hal ini menunjukan bahwa

kemampuan pemecahan masalah merupakan kopetensi yang sangat penting

untuk dikembengkan untuk diri siswa. Seperti yang diketahui bersama salah

satu tujuan pembelajaran metematika pada kurikulum saat ini adalah agar

siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan pemecahan

masalah sebagai bekal dalam kehidupannya. Inilah mengapa penting untuk

membekali siswa dengan kemampuan pemecahan masalah.

2
Kenyataan yang ada, justru berlawanan dengan pentingnya kemampuan

pemecahan masalah. Fakta di lapangan menunjukan bahwa kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kurang maksimal. Seperti yang

terjadi di kelas VIII SMP Negeri 3 Banjar Baru. Bukti rendahnya kemampuan

ini, diperoleh dari hasil pra penelitian yang dilakukan ditambah informasi dari

guru mata pelajaran matematika di kelas VIII yang menunjukan bahwa masih

dijumpai beberapa permasalahan pembelajaran yang berkaitan dengan

kemampuan pemecahan masalah siswa. Permasalahan yang dihadapi

diantaranya siswa masih kesulitan untuk menyelesaikan soal-soal yang

diberikan. Jika diberikan soal yang berbeda dengan contoh, siswa

menganggap proses penyelesaiannya sama. Siswa cenderung hanya

mengingat atau menghafal rumus-rumus yang diberikan guru, sehingga jika

diberi soal lain yang berbeda, siswa binggung untuk mengaplikasikan rumus

yang dihafalkan.

Selain itu, jika diberikan soal yang memerlukan pemodelan seperti soal

cerita, siswa masih bingung untuk menafsirkan maksud soal. Terlebih untuk

menemukan penyelesaian soal tersebut. Siswa lebih menyukai soal-soal rutin

yang sudah jelas penyelesainnya. Akibanya jika diberikan soal-soal yang

menantang sebagian besar siswa kurang aktif. Pembelajaran pada akhirnya

belum mengaktifkan siswa seluruhnya. Siswa juga cenderung tergantung

dengan semua informasi yang diberikan oleh guru yang berakibat pada

kurangnya kemandirian belajar dan pemengembangkan ide-ide dan

3
kemampuan mandiri siswa. Tujuan pembelajaran matematika berupa

kemampuan pemecahan masalah matematika pada akhirnya belum tercapai.

Kurang maksimalnya kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

terbukti dari gambaran hasil pretest yang diberikan pada siswa kelas VIII.

Hasil pretest menunjukan bahwa dari keseluruhan siswa kelas VIII yang

diberikan tes yaitu bejumlah 93 siswa hanya 28% atau sekitar 26 siswa yang

mampu melawati KKM, sedangkan sisanya 72% (67 siswa) belum mampu

melewati batas KKM yang ditentukan. KKM yang ditetapkan adalah 66. Batas

KKM digunakan sebagai kriteria ketuntasan di sekolah, standar ini juga yang

digunakan mengingat kemampuan pemecahan masalah sebagai salah satu

tujuan pembelajaran matematika yang ditekankan. Hasil ini tentunya

menggambarkan capaian tujuan pembelajaran matematika di kelas VIII SMP

Negeri 3 banjar baru belum sesuai harapan dan perlu untuk ditanggulangi.

Untuk menanggulangi masalah di atas, memerlukan suatu model

pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berperan aktif dalam belajar serta dapat menemukan sendiri ide-ide atau

gagasan yang mereka dapatkan, sehingga mereka tidak hanya menghafal

tetapi lebih kepada menemukan dan memahami konsep pembelajaran. Salah

satu model yang dirasa tepat adalah model Discovery Learning. Model ini

menekankan proses yang tidak memberikan materi kepada siswa secara

final, melainkan siswa diharapkan menemukan sendiri matari yang dipelajari

melalui aktivitas pemecahan masalah. Dalam penerapan model Discovery

4
Learning siswa harus menyelidiki dan menemukan sendiri konsep dari materi

yang dipelajari sehingga dapat melatih kemampuan serta daya ingat dalam

menguasai materi pembelajaran.

Model Discovery Learning merupakan cara mengembangkan kegiatan belajar

siswa aktif yang menggunakan proses mental untuk menemukan suatu

konsep atau prinsip. Pembelajaran akan berpindah dari situasi teacher

dominated learning ke situasi student dominated learning. Artinya model ini

mangaktifkan siswa dalam sebuah proses bermakna (Victor, dkk dalam

Arohman, dkk, 2020). Model Discovery Learning memfasilitasi peserta didik

untuk mengidentifikasi permasalahan yang diberikan, sehingga dapat

merencanakan dan memilih strategi untuk menyelesaikan masalah secara

tepat serta melaksanakan rencana tersebut sehingga peserta didik dapat

menyelesaikan masalah dan menafsirkan jawaban yang diperoleh untuk

memecahkan masalah (Arili & Jazwinarti, 2018). Model Discovery Learning

lebih menekankan pada ditemukannya sebab akibat yang mengajarkan

keterampilan memecahkan masalah dan meminta siswa untuk

menganalisisnya, sehingga siswa lebih mandiri dalam belajar dan tidak hanya

mengandalkan guru dalam mencari informasi-informasi yang diperlukan

untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Kegiatan pemecahan masalah

yang dilakukan diarahkan untuk membangun konsep matematika siswa.

Langkah-langkah dalam penerapan model Discovery Learning sangat cocok

dalam mendukung indikator pencapaian kemampuan masalah matematika.

5
Berdasarkan uraian di atas, dugaan kuat jika model Discovery Learning

mampu mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematika. Inilah

yang menjadi alasan untuk melakukan penelitian dengan model Discovery

Learning, dengan judul “Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII Semester

Genap SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran 2020/2021”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi

beberapa masalah diantaranya:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP

Negeri 3 Banjar Baru masih belum maksimal.

2. Siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banjar Baru sulit untuk menyelesaikan

soal-soal yang berbeda dengan contoh guru.

3. Siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banjar Baru kesulitan jika diberikan soal

yang memerlukan pemodelan seperti soal cerita.

4. Sebagian siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banjar Baru kurang aktif dalam

pembelajaran.

5. Siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banjar Baru cenderung tergantung dengan

semua informasi yang diberikan oleh guru.

6. Kurangnya kemandirian belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banjar

Baru.

7. Capaian tujuan pembelajaran matematika belum tercapai.

6
1.3 Pembatasan Masalah

Mengingat keterbatasan yang ada, maka dirasa perlu membatasi

permasalahan dalam penelitian ini pada hal yang berkaitan dengan:

1. Penerapan model Discovery Learning pada kelas VIII SMP Negeri 3

Banjar Baru.

2. Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas VIII SMP

Negeri 3 Banjar Baru semester genap tahun pelajaran 2020/2021.

1.4 Rumusan Masalah

Mengacu pada permasalahan yang diidentifikasi serta batasan yang

dilakukan, penulis merumuskan masalah pada penelitian ini yaitu “Apakah

rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

menerapkan model Discovery Learning lebih tinggi dari yang menerapkan

model Konvensional pada Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 3 Banjar

Baru Tahun Pelajaran 2020/2021?”.

1.5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan kegiatan penilitian ini

adalah untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan rata-rata kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa yang menerapkan model Discovery

Learning dengan yang menerapkan model Konvensional pada Kelas VIII

Semester Genap SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran 2020/2021.

7
1.5.2 Kegunaan Penelitian

1. Bagi Siswa

Dapat meningkatkan rasa percaya diri dari siswa terhadap

kemampuanya sendiri, menumbuhkan sifat kritis siswa dalam belajar

matematika dan lebih aktif dalam proses pembelajaran matematika

melalui penerapan model Discovery Learning. Selain itu siswa juga

dapat menumbuhkan kemampuan analisis siswa terhadap soal-soal

yang berbentuk pemecahan masalah.

2. Bagi Peneliti (Calon Guru)

Sebagai tambahan pengalaman bagi penulis sebagai calon guru

dalam menerapkan model pembelajaran serta sebagi upaya

memperbaiki dan meningkatkan system pembelajaran dikelas

sehingga permasalahan-permasalahan yang dihadapi guru, siswa dan

lainya dapat diminimalisir dan pembelajaran dapat berjalan secara

efektif.

3. Bagi Sekolah

Dapat memberikan dampak yang positif yaitu memberikan informasi

pengembangan pembelajaran matematika yang lebih efektif.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian

Berikut ruang lingkup pada penelitian ini.

8
1.6.1 Objek Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi objeknya yaitu yang berkaitan dengan

penerapan Model Discovery Learning dan Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 3 Banjar Baru

Tahun Pelajaran 2020/2021.

1.6.2 Subjek Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi subjek adalah siswa kelas VIII semester

genap SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran 2020/2021.

1.6.3 Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran

2020/2021.

1.6.4 Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 3 Banjar Baru.

9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Kemampuan Pemecahan Masalah
Sutrisno AB (2019: 1-2) menyatakan aktivitas pemecahan masalah bagi

manusia merupakan suatu aktivitas dasar. Oleh karena itu, kemampuan

pemecahan masalah perlu mendapat perhatian dalam pembelajaran

matematika di sekolah. Kemampuan pemecahan masalah dituntut dan

dipertegas secara eksplisit dalam kurikulum 2013. Kemampuan tersebut

sebagai kemampuan dasar yang harus dapat dikembangkan dan dapat

diintegrasikan pada sejumlah materi yang bersesuaiaan.

Menurut Arohman, dkk (2020: 4) kemampuan pemecahan masalah amat

penting bagi matematika, bukan saja bagi mereka yang dikemudian hari akan

mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang

akan menerapkan dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari.

Mengingat pemecahan masalah sebagai suatu aktivitas intelektual yang

sangat tinggi. Kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan

kemampuan siswa menyelesaikan soal matematika yang tidak rutin dengan

menggunakan langkah-langkah penyelesaian yang jelas dan benar.

10
Masalah dalam matematika adalah persoalan yang tidak rutin, artinya cara

metode solusinya belum diketahui. Jadi pemecahan masalah adalah mencari

cara metode/pendekatan melalui kegiatan mengamati, memahami, mencoba,

menduga, menemukan dan meninjau kembali (Hendriana, dkk, 2016: 33).

Pemecahan masalah mengandung tiga pengertian, yaitu pemecahan

masalah sebagai tujuan, sebagai proses dan terakhir sebagai keterampilan.

Hal ini sesuai dengan pendapat Branca (Hendriana, dkk, 2016: 34) bahwa

terdapat tiga interpretasi umum mengenai pemecahan masalah:

1. Pemecahan masalah sebagai tujuan (goal) yang menekankan pada aspek

mengapa matematika dianjurkan. Hal ini berarti pemecahan masalah

bebas dari soal prosedur, metode, atau materi khusus, sedangkan

sasaran utama yang ingin dicapai adalah bagaimana cara menyelesaikan

masalah untuk menjawab soal atau pertanyaan.

2. Pemecahan masalah sebagai suatu proses (process) diartikan sebagai

suatu kegiatan yang aktif. Dalam hal ini penekanan utamanya terletak

pada metode, strategi, prosedur, dan heuristik yang digunakan oleh siswa

dalam menyelesaikan masalah hingga menemukan jawaban.

3. Pemecahan masalah sebagai suatu keterampilan (basic skill) menyangkut

dua hal yaitu, (a) keterampilan umum yang harus dimiliki siswa untuk

keperluan evaluasi di tingkat lokal dan (b) keterampilan minimum yang

diperlukan siswa agar dapat menjalankan fungsi dalam masyarakat.

11
Lestari dan Yudanegara (2015: 84) mengungkapkan bahwa kemampuan

penyelesaian masalah (problem solving) adalah kemampuan menyelesaikan

masalah rutin, non-rutin, rutin terapan, rutin non-terapan, non-rutin terapan,

dan masalah non-rutin non-terapan dalam bidang matematika. Pemecahan

masalah merupakan proses dimana individu menggunakan pengetahuan,

keterampilan, dan pemahaman yang telah diperoleh untuk menyelesaikan

masalah pada situasi yang belum dikenal (Kurlik & Rudnik, dalam

Nurhasanah, dkk, 2018: 25). Selanjutnya Tarmudi (Nurhasanah, dkk, 2018:

25) menambahkan bahwa problem solving atau pemecahan masalah dalam

matematika dilibatkan metode dan cara penyelesaianya yang tidak standar

dan tidak diketahui terlebih dahulu, sehingga pemecahan masalah

merupakan suatu proses kegiatan yang lebih mengutamakan prosedur-

prosedur yang harus ditempuh dan langkah-langkah strategi yang harus

ditempuh siswa dalam meneyelesaikan masalah, dan pada akhirnya siswa

mengerti tujuan utama bukan hanya menemukan jawaban dari soal tetapi

lebih dari itu yaitu terhadap proses yang harus dijalankan.

Menurut Mayer (Sutrisno AB, 2019: 16) pemecahan masalah merupakan

aktifitas atau proses kognitif yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang

memerlukan metode dalam penyelesaiannya, sedangkan menurut Halmika

dalam Sutrisno AB (2019: 17) pemecahan masalah adalah proses mental

dan intelektual dalam menemukan dan memecahkan suatu masalah

12
berdasarkan informasi dan data yang akurat, sehingga dapat diambil

kesimpulan yang tepat dan cermat.

Dalam pemecahan masalah yang diuraikan di atas, beberapa pakar

mengemukakan langkah atau tahapan penerapan pemecahan masalah.

Polya (Arohman, dkk, 2020: 4) mengungkapkan indikator kemampuan

pemecahan masalah matematika adalah sebagai berikut.

1. Memahami masalah, kegiatan yang dapat dilakukan dalam langkah ini

adalah:

a) Apa data yang diketahui.

b) Apa yang tidak diketahui (ditanya).

c) Apakah informasi cukup.

d) Kondisi (syarat) apa yang harus dipenuhi.

e) Menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih oprasional

(dapat dipecahkan).

2. Merencanakan pemecahan masalah, kegiatan yang dapat dilakukan

dalam langkah ini adalah:

a) Mencoba mencari atau mengingat masalah yang pernah diselesaikan

yang memiliki kemiripan dengan masalah yang akan dipecahkan.

b) Mencari pola atau aturan.

c) Menyusun prosedur penyelesaian (membuat konjektur).

13
3. Menyelesaikan masalah sesuai rencana, kegiatan yang dapat dilakukan

dalam langkah ini adalah menjalankan prosedur yang telah dibuat dalam

langkah sebelumnya untuk mendapat peneyelesaian.

4. Memeriksa kembalai hasil penyelesaian, kegiatan yang dapat dilakukan

dalam langkah ini adalah:

a) Menganalisis dan mengevaluasi apakah prosedur yang diterapkan dan

hasil yang diperoleh benar.

b) Apakah ada prosedur lain yang lebih efektif.

c) Apakah prosedur yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan

masalah yang sejenis.

d) Apakah prosedur dapat di buat generasisasinya.

Selain itu, indikator kemampuan pemecahan masalah matematika menurut

Lestari dan Yudhanegara (2015: 85) yaitu:

1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanya, dan cakupan unsur

yang diperlukan.

2. Merumuskan masalah matematis atau menyusun model model

matematis.

3. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan masalah.

4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil penyelesaian masalah.

14
Hendriana, dkk (2016: 38) berpendapat bahwa indikator pemecahan masalah

adalah sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanya dan kecukupan

unsur yang diperlukan.

2. Merumuskan masalah matematik atau menyusun model matematik.

3. Menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan

masalah baru) dalam atau di luar matematika.

4. Menjelaskan atau menginterpretasikan hasil sesuai pembahasan awal.

5. Menggunakan matematika secara bermakna.

Menurut Sutrisno AB (2019, 25-26) tahapan langkah-langkah pemecahan

masalah sebagi berikut.

1. Perumusan masalah

Pada tahap ini dimulai dengan memahami apa yang ditanya. Melakukan

identifikasi terhadap situasi yang dikatakan sebagai suatu masalah.

Kemudian merumuskan atau menformulasikan masalah dalam bentuk

yang lebih jelas.

2. Pengumpulan data/informasi

Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data atau informasi yang

diperlukan. Mengemukakan data-data dan informasi-informasi yang

relevan dengan masalah yang akan diselesaikan.

15
3. Analisis/perhitungan

Pada tahap ini, melakukan perhitungan dan analisis menggunakan

konsep, prinsip, dan operasi matematika dalam mengumpulkan dan

memadukan data-data, serta perhitungan dan analisis penyelesaian

untuk memecahkan masalah yang telah dirumuskan.

4. Menarik kesimpulan

Memeriksa kembali dari seluruh proses jawaban yang telah dilakukan,

menuliskan kesimpulan atau jawaban berdasarkan analisis data yang

telah dilakukan.

Selanjutnya Indikator dalam pemecahan masalah matematika menurut

Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dalam Nurhasanah, dkk (2018:

25) adalah sebagai berikut.

1. Menunjukan pemahaman masalah.

2. Mengorganisasikan data dan menulis informasi yang relevan dalam

pemecahan masalah.

3. Menyajikan masalah secara matematika dalam berbagai bentuk.

4. Memilih pendekatan dan metode pemecahan masalah secara tepat.

5. Mengembangkan strategi pemecahan masalah.

6. Membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah.

7. Menyelesaikan masalah matematika yang tidak rutin.

16
Menurut Kusmawati & Khir (Jana, dkk, 2020: 215) kemampuan pemecahan

masalah dapat diukur dalam empat tahapan berikut.

1. Memahami masalah, dimana siswa mengamati kemudian menulis apa

yang diketahui, apa yang ditanya, apakah semua data sudah diperoleh,

karena kegiatan tersebuat tahapan awal agar dapat menyusun rencana

penyelesaian.

2. Menyusun rencana pemecahan masalah, siswa memikirkan apa yang

harus dilakukan setelah menulis data pada tahap sebelumnya, apakah

ada teorema yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah,

kemudian menuliskan teorema yang sesuai.

3. Malaksanakan rencana, siswa melakukan perhitungan dengan teorema

pada rencana pemecahan masalah dengan selalu mengecek kebenaran

pada setiap langkahnya.

4. Menguji kembali atau verifikasi, siswa menguji kembali hasil yang

diperoleh apakah hasil berbeda atau sama, kemudian menulis

kesimpulan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa

kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan

menyelesaikan masalah rutin, non-rutin, rutin terapan, rutin non-terapan, non-

rutin terapan, dan masalah non-rutin non-terapan dalam bidang matematika

dengan tujuan memberikan peserta didik pengalaman dalam menggunakan

17
pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya untuk diterapkan pada proses

pemecahan masalah yang diberikan.

Indikator kemampuan pemecahan masalah matematika yang akan diukur

dalam penelitian ini merajuk pendapat Polya (Arohman, dkk, 2020: 4) dengan

indikator kemampuan yang pertama yaitu memahami masalah dalam hal ini

siswa melakukan kegiatan menulis apa yang diketahui, apa yang ditanya,

apakah semua data sudah diperoleh, karena kegiatan tersebuat tahapan

awal agar dapat menyusun rencana penyelesaian, yang ke dua menyusun

rencana pemecahan masalah, dalam tahap ini siswa memikirkan apa yang

harus dilakukan setelah menulis data pada tahap sebelumnya, apakah ada

teorema yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah, kemudian

menuliskan teorema yang sesuai, tahap yang ke tiga yaitu malaksanakan

rencana, pada tahap ini siswa melakukan perhitungan dengan teorema pada

rencana pemecahan masalah dengan selalu mengecek kebenaran pada

setiap langkahnya, dan tahap yang ke empat adalah melakukan pengecekan

kembali atau verifikasi, dalam tahap ini siswa menguji kembali hasil yang

diperoleh apakah hasil berbeda atau sama, kemudian menulis kesimpulan

(dalam artian proses pengecekan kembali telah dilakukan).

2.1.2 Model Pembelajaran Discovery Learning

Menurut Burton (Hosnan, 2014: 3) belajar merupakan suatu proses

perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara

individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya, sehingga

18
mereka dapat berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Kata kunci

pendapat Burton ini adalah “interaksi” atau yang bermakna proses.

Seseorang yang sedang belajar melakukan kegiatan secara sadar untuk

mencapai tujuan perubahan tertentu, maka orang tersebut dikatakan sedang

belajar.

Nurdyansyah & Fahyuni (2016: 1-2) berpendapat bahwa belajar pada

dasarnya merupakan peristiwa yang bersifat individual yakni peristiwa

terjadinya perubahan tingkah laku sebagai dampak dari pengalaman individu,

sedangkan belajar menurut Rusman (2018: 134) adalah proses perubahan

tingkah laku individu sebagai hasil dari pengelamanya dalam berinteraksi

dengan lingkunganya. Belajar bukan hanya sekedar menghapal, melainkan

suatu proses mental yang terjadi dalam diri seseorang. Seseorang dalam

belajar melibatkan suatu proses yang disebut pembelajaran. Pembelajaran

merupakan proses dasar dari pendidikan, dari sanalah lingkup kecil suatu

formal yang menentukan dunia pendidikan berjalan baik dan tidak. Menurut

Hosnan (2014: 18) pembelajaran merupakan suatu proses menciptakan

kondisi yang konduktif agar terjadi interaksi komunikasi belajar mengajar

antara guru, peserta didik, dan komponen pembelajaran lainya untuk

mencapai tujuan pembelajaran.

Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru

dan siswa, baik secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupaun

secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbegai media

19
pembelajaran (Rusman, 2018: 134). Pembelajaran sebagai proses

membelajarkan siswa atau membuat siswa belajar (make student learn).

Tujuannya ialah membantu siswa belajar dengan memanipulasi lingkungan

dan merekayasa kegiatan serta menciptakan pengalaman belajar yang

memungkinkan siswa untuk melalui, mengalami dan melakukan itulah pada

akhirnya siswa akan memperoleh pengetahuan, pemahaman, pembentukan

sikap dan keterampilan. Dalam konteks ini, siswalah yang aktif melakukan

aktivitas belajar. Aktivitas belajar siswa yang dimaksud disini adalah aktivitas

jasmaniah maupun aktivitas mental (Helmiati, 2012: 5).

Pembelajaran menuntut terjadinya komunikasi dua arah atau dua pihak yaitu

pihak yang mengejar (guru) sebagai pendidik dengan pihak yang belajar

(siswa) sebagai peserta didik. Pembelajaran melibakan interaksi belajar

mengajar dalam suasana interaktif yang terarah pada tujuan pembelajaran

yang telah ditentukan (Sudirwo, dalam Helmiati, 2012: 9). Pembelajaran

dimaknai sebagai proses perubahan atau pencapaian kualitas anak didik

yang relative permanan melalui pengembangan potensi dan kemampuanya,

baik perubahan secara kognitif, afektif maupun psikomotorik.

Dari sudut pandang behavioristik, pembelajaran sebagai proses pengubahan

tingkah laku siswa melalui pengoptimalan lingkungan sebagai sumber

stimulus belajar. pembelajaran ditafsirkan sebagai upaya pemahiran

ketrampilan melalui pembiasaan siswa secara bertahap dan terperinci dalam

memberikan respon atau stimulus yang diterimanya yang diperkuat oleh

20
tingkah laku yang patut dari para pengajar (Yunus dalam Nurdyansyah &

Fahyuni, 2016: 1).

Langkah-langkah pembelajaran berdasarkan teori kondisioning operan

(Dimyati & Mujiono, 2009: 9-10) sebagai berikut.

1. Mempelajari keadaan kelas. Guru mencari dan menemukan perilaku

siswa yang positif atau negative. Perilaku positif akan diperkuat dan

perilaku negative diperlemah atau dikurangi.

2. Membuat daftar penguatan positif. Guru mencari perilaku yang lebih

disukai oleh siswa, perilaku yang kena hukuman, dan kegiatan luar

sekolah, yang dapat dijadikan penguat.

3. Memilih dan mementukan urutan tingkah laku yang dipelajari serta jenis

penguatanya.

4. Membuat program pembelajaran. Program pembelajaran ini berisi

perilaku yang dikehendaki, penguatan, waktu mempelajari perilaku, dan

evaluasi. Dalam melaksanakan program pembelajaran, guru mencatat

perilaku dan penguat yang berhasil dan tidak berhasil. Ketidak berhasilan

tersebut menjadi catatan penting bagi modifikasi selanjutnya.

Kegiatan pembelajaran dalam implementasinya mengenal banyak istilah

untuk mengambarkan cara mengajar yang akan dilakukan oleh guru. Model

merupakan kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam

melakukan suatu kegiatan. Model dapat dipahami juga sebagai suatu

gambaran tentang keadaan sesungguhnya. Berangkat dari pemahaman

21
tersebut, maka model pembelajaran dapat dipahami sebagai kerangka

konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dan terencana dalam

mengorganisasikan proses pembelajaran peserta didik sehingga tujuan

pembelajaran dapat dicapai secara efektif (Setiani & Priansyah, 2014: 150).

Joyce & Weil (Rusman, 2018: 133) berpendapat bahwa model pembelajaran

adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk

kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan

pembelajaran, dan membimbing pembelajaran dikelas atau yang lain. Model

pembelajaran dapat dijadiikan pola pilihan. Artinya para guru boleh memilih

model pembelajaran yang sesui dan efesien untuk mencapai tujuan

pendidikan. Menurut Suherman, dkk (Nurhasanah, dkk, 2018: 23) model

pembelajaran adalah sebagai pola interaksi siswa dengan guru didalam kelas

yang menyengkut strategi, pendekatan, metode dan teknik pembelajaran

yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas.

Rusman (2018: 145) menambahkan bahwa ciri-ciri model pembelajaran

adalah sebagai berikut.

1. Berdasarkan teori pendidikan atau teori belajar dari para ahli tertentu.

2. Mempunyai misi atau tujuan pembelajaran tertentu.

3. Dapat dijadikan pedoman untuk perbaikan kegiatan belajar mengejar di

kelas.

22
4. Memiliki bagian-bagian model yang dinamakan: (a) urutan langkah-

langkah pembelajaran (syintx), (b) adanya prinsisp-prinsip reaksi, (c)

system social, dan (d) system dukungan.

5. Memiliki dampak sebagi akibat terhadap model pembelajaran.

6. Membuat persiapan mengejar (desain intruksional) dengan pedoman

model pembelajaran yang dipilih.

Model pembelajaran sebagai suatu desain yang menggambarkan proses

rincian dan penciptaan situasi lingkungan yang memungkinkan siswa

berinteraksi sehingga terjadi perubahan atau perkembangan pada diri siswa.

Menurut Imail (Amir, 2013: 4-5) istilah model pembelajaran mempunyai

empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode tertentu

yaitu:

1. Rasional teoritik yang logis disusun oleh perencananya.

2. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai.

3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dilaksanakan

secara berhasil.

4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat

dicapai.

Model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal

sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain model

pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu

pendekatan, metode, strategi, dan teknik pembelajaran (Helmiati, 2012: 19).

23
Dalam penelitian ini, mengeksperimenkan salah satu model pembelajaran

yaitu Discovery Learning. Salah satu tokoh penting yang mempopulerkan

Discovery Learning adalah Jerome S Bruner. Bruner (Setiani & Priansa,

2014: 213) menyatakan bahwa pembelajaran dengan penemuan (Discovery)

mendorong peserta didik untuk mengajukan pertanyaan dan menarik

simpulan dari prinsip-prinsip umum berdasarkan pengalaman dan kegiatan

praktis. Model pembelajaran penemuan mendorong peserta didik untuk

terlibat aktif dalam proses pembelajaran, baik itu mengenai konsep-konsep

maupun prinsip-prinsip. Bell (Setiani & Priansa, 2014: 214) menyatakan

bahwa pembelajaran dengan model penemuan terjadi sebagai hasil kegiatan

peserta didik dalam memanipulasi, membuat struktur, dan

mentrasformasikan informasi sedemikian sehingga ia menemukan informasi

baru.

Model pembelajaran Discovery Learning adalah suatu model untuk

mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri,

menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama

dalam ingatan, tidak mudah dilupakan siswa. Dengan belajar penemuan,

anak juga belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri

problem yang dihadapi. Kebiasaan ini ditrasfer pada kehidupan masyarakat

(Hosnan, 2014: 282). Model pembelajaran Discovery Learning mendorong

siswa untuk melakukan pengajuan pertanyaan dan penarikan kesimpulan

dari prinsip-prinsip umum. Menurut Arohman, dkk (2020: 3) model penemuan

24
merupakan suatu cara untuk menyampaikan ide/gagasan lewat proses

menemukan. Proses penemuan terjadi apabila siswa mampu terlibat dalam

proses mental yang dimaksud yakni, mengamati memahami, menejelaskan,

mengukur dan membuat kesimpulan dalam menemukan materi dan prinsip

guna melakukan prosedur penyelesaian masalah.

Lestari dan Yudhanegara (2015: 63) menyatakan bahwa Discovery Learning

adalah model pembelajaran yang dirancang sedemikian sehingga siswa

dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses

mentalnya sendiri. Model ini melibatkan peserta didik secara aktif dalam

mengerahkan seluruh kemampuanya untuk mencari dan menyelidiki secara

sistematis, kritis, dan logis sehingga peserta didik dapat menemukan sendiri

konsep dari suatu materi. Model Discovery Learning mengembangkan cara

belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelesaikan sendiri, maka

hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan. Model ini

dikembangkan berdasarkan kontruksivisme. Menurut Sund (Nurhasanah,

dkk, 2018: 26) Discovery adalah proses mental dimana siswa mampu

mengasaimilasikan suatu konsep atau prinsip, yang dimaksud dengan proses

mental tersebut antara lain adalah: mengamati, mencerna, mengerti,

mengolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan mengukur, membuat

kesimpulan dan sebagainya.

Discovery Learning melibatkan peserta didik secara aktif dalam mengerahkan

seluruh kemampuanya untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis,

25
kritis, dan logis sehingga peserta didik dapat menemukan sendiri konsep dari

suatu materi (Hapsari & Munandar, 2019: 430). Model ini mengacu pada

penguasaan pengetahuan untuk diri sendiri. Belajar penemuan melibatkan

arahan guru untuk mengatur aktifitas-aktifitas yang dilakukan siswa seperti

mencari, mengelola, menelusuri, dan menyelidiki. Siswa mempelajari

pengetahuan baru yang relevan dengan bidang studi dan keterampilan-

keterampilan masalah umum seperti memformulasikan aturan, menguji

hipotesis dan mengumpulkan data. Selain itu Robert B. Sund (Nurdin &

Andriantoni, 2016: 214) menambahkan bahwa model Discovery adalah

proses mental dimana siswa mengasimilasikan suatu konsep atau prinsip.

Proses mental tersebut misalnya: mengamati, menggolong-golongkan,

membuat dugaan, menjelaskan, mengukur, dan membuat kesimpulan.

Artinya model ini menuntut keaktifan siswa.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model

Discovery Learning adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan

kegiatan konstruktivisme dan berbagai proses mental siswa untuk

menemukan suatu pengetahuan (konsep dan prinsip) dengan cara

mengasimilasi berbagai pengetahuan (konsep dan prinsip) yang dimiliki

siswa. Proses mental tersebut antara lain adalah: mengamati, mencerna,

mengerti, mengolong-golongkan, membuat dugaan, menjelaskan mengukur,

membuat kesimpulan dan sebagainya.

26
2.1.2.1 Langkah-Langkah Model Discovery Learning

Menurut Syah (Setiani & Priansa, 2014: 216-217) langkah-langkah model

Discovery Learning sebagai berikut.

1. Stimulasi/pemberian rangsangan (Stimulatiaon)

Pada tahap ini, guru bertanya dengan menyajikan masalah atau meminta

peserta didik untuk membaca dan mendengar uraian yang memuat

permasalahan.

2. Pernyataan masalah (Problem statemen)

Setelah dilakukan stimulasi pada langkah pertama langkah selanjutnya

adalah guru memberi kesempatan kepada peserta didik untuk

mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-agenda masalah yang

relevan dengan bahan pelejaran, kemudian salah satunya dipilih dan

dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atau pertanyaan

masalah).

3. Pengumpulan data (Data collection)

Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberikan kesempatan kepada

peserta didik untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang

relevan untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis.

4. Pemrosesan data (Data processing)

Pemrosesan data merupakan kegiatan mengolah data dari informasi yang

telah diperoleh peserta didik, baik melalui wawancara, observasi maupun

cara-cara lainya.

27
5. Verifikasi (verification)

Verifikasi bertujuan agar proses belajar mampu berjalan dengan baik dan

kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk

menemukan konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-

contoh yang ia jumpai dalam kehidupan sehari-hari.

6. Generalisasi/menarik kesimpulan (Generalization)

Tahap Generalisasi atau menarik kesimpulan merupakan proses menarik

sebuah simpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk

semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memeperhatikan hasil

verifikasi.

Selanjutnya menurut Lestari dan Yudhanegara (2015: 64) langkah-langkah

model Discovery Learning adalah sebagai berikut.

1. Data Collection (kegiatan mengumpulan data atau informasi)

2. Data Processing (kegiatan pengolahan data/informasi)

3. Verification (Verifikaasi data)

4. Generalization (Membuat kesimpulan berdasarkan hasil dari kegiatan

yang telah dilaksanakan)

Tahapan model Discovery Learning menurut Depdiknas (Arohman, dkk,

2020: 3) yaitu:

1. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)

Pada tahap ini, siswa diberikan suatu permasalahan yang dapat

menimbulkan rasa ingin tahu dan keinginan untuk menyelidiki sendiri.

28
2. Problem statemen (pernyataan/identifikasi masalah)

Setelah dilaksanakan stimulasi, langkah selanjutnya adalah memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah yang diberikan

kemudian dirumuskan suatu hipotesis yang umumnya berupa pernyataan.

3. Data collection (pengumpulan data)

Pada tahap ini, siswa diberi kesempatan untuk mengumpulkan informasi

sebanyak-banyaknya yang relevan sebagai bahan menganalisis dalam

rangka menjawab pertanyaan atau hipotesis.

4. Data processing (pengolahan data)

Data yang sudah dikumpulkan, kemudian diolah melalui proses

penafsiran atau penalaran.

5. Verification (pembuktian)

Siswa dalam kelompok melakukan pembuktian secara cermat untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan

sebelumnya dan dihubungkan dengan hasil pengolahan data.

6. Generalization (menarik kesimpulan)

Guru membimbing siswa menarik kesimpulan serta memberi konfirmasi

terhadap pernyataan siswa.

Selain pendapat di atas, Burais, dkk (Jana, dkk, 2020: 215) menyatakan

bahwa model Discovery Learning dapat diterapkan dengan tahapan yaitu.

1. Stimulatiaon, memberikan sesuatu hal yang membuat siswa berfikir dan

berkeinginan untuk dapat menelaah sendiri.

29
2. Problem statemen, memberikan waktu atau peluang siswa untuk

menentukan atau menetapkan dan memberikan pendapat atau dugaan

sementara.

3. Data collection, mencari dan menyatukan data guna menyatakan

kebenaran dugaan sementara yang telah dibuat.

4. Data processing, hasil pengumpulan data yang didapat siswa dilakukan

pengolahan untuk menemukan hasil sebenarnya.

5. Verification, pemeriksaan kembali dengan teliti guna menyatakan

kebenaran dugaan dikaitkan pada hasil pengolahan data.

6. Generalization, menyimpulkan dari hasil pengolahan dan verifikasi yang

sudah dijadikan prinsip umum

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dalam penelitian ini penulis

menggunakan langkah-langkah model pembelajaran Discovery Learning

merujuk pendapat menurut Depdiknas (Arohman, dkk, 2020: 3), mengingat

langkah ini jelas dan mudah dipahami.

2.1.2.2 Kelebihan dan Kelemahan Discovery Learning

Kemendikbud (Arohman, dkk, 2020: 3) menyatakan kelebihan penerapan

model Discovery Learning yaitu:

1. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh

karena menguatkan pengertian, ingatan, dan transfer.

2. Model ini memungkinkan siswa untuk berkembang dengan cepat dan

sesuai dengan kecepatanya sendiri.

30
3. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan

melibatkan akalnya dan memotivasinya sendiri.

4. Model ini membantu siswa untuk memperkuat konsep dirinya, karena

memperoleh kepercayaan bekerjasama dengan yang lain.

5. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif dalam

mengeluarkan gagasan-gagasan.

6. Siswa akan mengeti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.

7. Mendorong siswa berpikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.

Roestiyah (Nurhasanah, dkk, 2018: 26) mengemukakan kelebihan model

Discovery Learning yaitu:

1. Model ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan;

memperbanyak kesiapan; serta penguasaan keterampilan dalam proses

kognitif atau pengenalan siswa.

2. Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadai/individual

sehingga sangat kokoh/mendalam dalam jiwa siswa tersebut.

3. Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa.

4. Model ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk

berkembang dan maju sesuai dengan kemampuanya masing-masing.

5. Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi

yang kuat untuk belajar lebih giat.

6. Membantu siswa untuk memperkuat dalam menambah kepercayaan diri

sendiri dengan proses penemuan sendiri.

31
7. Berpusat pada siswa tidak pada guru. Guru hanya sebagai teman belajar

saja; memperbaiki bila diperlukan.

Selain kelebihan, model ini juga memiliki kelemahan. Menurut Hosnan (2014:

288) kekurangan model Discovery Learning yaitu:

1. Menyita waktu yang banyak.

2. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan.

3. Tidak berlaku untuk semua topik.

Dari beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, kelebihan model

pembelajaran Discovery Learning dimanfaatkan penulis guna mendukung

pelaksaan penelitian dan kelemahan yang ada akan ditanggulangi dengan

menyusun rencana pembelajaran dengan baik, menentukan materi yang

tepat untuk dilakukan penemuan oleh siswa, hingga membimbing siswa

dalam proses penemuan di kelas.

2.1.3 Model Konvensional

Model pembelajaran konvensional merupakan model pembelajaran yang

hingga saat ini masih digunakan dalam proses pembelajaran, hanya saja

model pembelajaran konvensional saat ini sudah mengalami berbagai

perubahan-perubahan karena tuntutan zaman. Meskipun demikian tidak

meninggalkan keaslianya. Sanjaya (Ibrahim, 2017: 202) menyatakan bahwa

pada pembelajaran konvensional siswa ditempatkan sebagai obyek belajar

yang berperan sebagai penerima informasi. Jadi pada umumnya

32
penyampaian pelajaran menggunakan metode tanya jawab dan penugasan.

Dalam pembelajaran ini peserta didik sekaligus mengerjakan dua kegiatan

yaitu mendengarkan dan mencatat, yang berarti penerapan pembelajaran

konvensional dilakukan dengan satu arah (Djafar dalam Ibrahim, 2017: 202).

Ruseffendi (Ibrahim, 2017: 202) menambahkan bahwa pembelajaran

Konvensional pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih

mengutamakan hafalan dari pada pengertian, menekankan pada

keterampilan berhitung, mengutamakan hasil dari pada proses, dan

pengajaran berpusat pada guru. Ciri-ciri model pembelajaran konvensional

menurut Nasution (Zulyadaini, 2016: 156) adalah sebagai berikut.

1. Tujuan tidak dirumuskan secara spesifik dalam bentuk kelakuan yang

dapat diamati dan diukur.

2. Bahan pelajaran disajikan kepada kelompok kelas sebagai keseluruhan

tanpa memperhatikan murid-murid secara individual. Pelajaran diberikan

pada jam-jam tertentu menurut jadwal.

3. Bahan pelajaran kebanyakan berbentuk tugas tertulis dan media lain

menurut pertimbangan guru.

4. Berorientasi pada kegiatan guru dengan mengutamakan proses

mengajar.

5. Murid-murid kebanyakan bersikap “pasif”, karena terutama harus

mendengarkan uraian guru.

33
6. Murid semuanya harus belajar menurut kecepatan yang kebanyakan

ditentukan oleh kecepatan guru mengajar.

7. Penguatan biasanya baru diberikan setelah diadakannya ulangan atau

ujian.

8. Keberhasilan belajar kebanyakan dinilai oleh guru secara subyektif.

9. Pengajar terutama berfungsi sebagai penyebar atau penyalur

pengetahuan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa

model pembelajaran Konvensional merupakan model pembelajaran yang

cenderung terpusat pada guru, mengutamakan hasil bukan proses, siswa

ditempatkan sebagai objek dan bukan subjek pembelajaran sehingga

keaktifan siswa belum sepenuhnya terbentuk.

Model konvensional dalam penelitian daring yang akan dilaksanakan adalah

model pembelajaran yang saat ini digunakan oleh guru di kelas VIII SMP

Negeri 3 Banjar Baru. Langkah-langkah pembelajaran yang saat ini

digunakan oleh guru di SMP Negeri 3 Banjar Baru adalah:

1. Guru membuka pelajaran melalui grup whatsapp. Kegiatan ini diawali

dengan memeriksa kehadiran siswa dan menyampaikan tujuan

pembelajaran.

2. Guru memberikan materi pembelajaran melalui grup whatsapp baik

dalam bentuk video atau bentuk lainnya.

34
3. Guru memberikan evaluasi melalui pemberian soal melaui grup

whatsapp.

4. Siswa mengumpulkan jawaban melalui grup whatsapp.

2.2 Kajian Penelitian Relevan

Berikut penulis lampirkan beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian

ini:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Arili dan Jazwinarti (2018) yang berjudul

“Pengaruh Model Discovery Learning terhadap Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Peserta Didik Kelas VIII”. Penelitian dilakukaan

dikelas VIII SMPN 2 Panti tahun pelajaran 2017/2018 pada pokok

bahasan pola, barisan, dan deret bilangan dengan tujuan mengetahui

apakah kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik

dengan penerapan model Discovery Learning lebih baik dari pada

kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik dengan

pembelajaran konvensional. Jenis penelitian yang dilakukan adalah kuasi

eksperimen dengan rancangan penelitian yaiti randomized control

grouponly design. Instrument penilaian yang digunakan adalah tes akhir

kemampuan pemecahan masalah matematis dalam bentuk essay.

Pengujian hipotesis menggunakan uji-t diperoleh P-velue = 0,001 lebih

kecil dari α =0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kemampuan

pemecahan masalah matematis peserta didik yang menggunakan model

Discovery Learning lebih baik dibandingkan peserta didik yang

35
menggunakan model konvensionl di kelas VIII SMPN 2 Panti tahun ajaran

2018/2019.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Arohman, dkk (2020) yang berjudul

“Pengaruh Model Discovery Learning terhadap Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis Siswa kelas VII SMP Negeri 15 Kendari”. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model Discovery Learning

terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa kelas VII

SMP Negeri 15 Kendari pada materi Himpunan. Jenis penelitian yang

dilakukan yaitu eksperimen semu dengan rancangan posttest only control

design. Instrument penilaian yang digunakan ada dua yaitu lembar

observasi dan dan tes kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

dalam bentuk uraian untuk tes akhir. Pengujian hipotesis menggunakan

uji-t menggunakan IBM SPSS Statistics 21 dengan hasil analisis uji-t

sig(2−tailend )
diperoleh t hitung =1,701>t tabel =1,680 atau nilai =0,048<0,05,
2

sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan

model Discovery Learning terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa kelas VII SMP Negeri 15 Kendari.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Nurdiana (2019) yang berjudul “Pengaruh

Model Discovery Learning terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematika Pada Siswa Kelas X IPA”. Penelitian ini dilaksanakan di kelas

X IPA semester genap SMA Negeri 3 Bandar Lampunag pada materi

36
Sistem Persamaan Linier Tiga Variabel. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahuai pengaruh model Discovery Learning terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematika pada siswa kelas X IPA Semester

Genap SMA Negeri 3 Bandar Lampung. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode eksperimen. Pengujian hipotesis

menggunakan uji-t diperoleh t hitung =5,24 dan dari table distribusi pada taraf

1
5% dengan t daf =t 1−( 2α)=1,67, sehingga diketahuai 5,24>1,67yang

berarti h0 di tolak dan h a diterima atau bahwa kegiatan belajar siswa yang

menerapkan model Discovery Learning menghasilkan kemampuan

pemecahan masalah matematika yang lebih baik daripada siswa yang

menerapkan pembelajaran konvensional. Jadi dapat disimpulkan bahwa

ada pengaruh model Discovery Learning terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa kelas X IPA semester genap SMA

Negeri 3 Bandar Lampung.

Ketiga penelitian relevan di atas, digunakan guna memperkuat kegiatan

penelitian mengguankan model Discovery Learning untuk mempengaruhi

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa pada siswa kelas VIII

SMP Negeri 3 Banjar Baru.

37
2.3 Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan hubungan kausal antara variabel bebas dengan

variabel terikat. Hubungan kausal dapat diartikan sebagai hubungan sebab

akibat. Pada penelitian ini terdapat dua variabel yaitu model Discovery

Learning (variabel bebas) dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

(variabel terikat).

Kemampuan pemecahan masalah matematika kelas VIII SMP Negeri 3

Banjar Baru menunjukan hasil yang belum optimal. Belum optimalnya

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa disebabkan oleh

beberapa faktor salah satunya penggunaan model pembelajaran yang belum

memfasilitasi pemaksimalan kemampuan pemecahan masalah matematika

siswa. Berdasarkan hasil studi pendahuluan oleh penulis, diperoleh bahwa

siswa masih kesulitan untuk memecahkan persoalan matematika yang

didalamnya menuntut kemampuan analisis siswa. Ditambah kurangnya

keaktifan dan pemahaman siswa akan materi pembelajaran yang tentunya

sangat diperlukan dalam proses pemecahan masalah. Terlebih saat

pembelajaran daring seperti sekarang ini.

Model Discovery Learning dirasa mampu mengatasi belum optimalnya

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, karena kegiatannya

berorientasi pada pemecahan masalah dan penemuan. Model ini sangat

mementingkan pengalaman belajar secara langsung dan menyenangkan

bagi siswa, melatih keterampilan dan pengetahuan siswa dalam belajar,

38
sehingga mempermudah siswa untuk mengingat materi-materi yang telah

dipelajarai dengan permasalahan yang dihadapi. Mengingat konsep

ditemukan berdasarkan masalah yang dipecahkan. Dengan menerapkan

model ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk

menemukan konsep melalui proses mengidentifikasi masalah dan

menemukan solusi masalah matematika. Dapat dikatakan model ini

menguatkan pemahaman konsep siswa dengan proses penemuan mandiri.

Model Discovery Learning merupakan suatu cara penyampaian topik-topik

matematika, sedemikian sehingga proses belajar memungkinkan siswa

menemukan sendiri pola-pola atau struktur matematika melalui serangkaian

pengalaman-pengalaman belajar. Selama proses pembelajaran Discovery

Learning siswa akan melalui beberapa tahapan yang mendukung

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa, seperti

mengembangkan pola pikir siswa dalam mengidentifikasi masalah,

mengumpulkan data, mengolah data, melakukan pembuktian dan menarik

kesimpulan. Dengan demikian siswa dapat menemukan sendiri konsep-

konsep baru dalam pembelajaran, mengekpresikan temuannya dan

mempresentasikan di depan kelas melalui model pembelajaran yang

diterapkan.

Hal ini didukung oleh pendapat yang dikemukakan Handajani (2020: 19)

bahwa model Discovery Learning atau penemuan adalah teori belajar yang

didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi apabila materi

39
pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan

peserta didik itu sendiri yang mengorganisasi sendiri. Dengan melakukan

penemuan sendiri siswa diharapkan dapat melatih kemampuan dan daya

ingat dalam menguasai pembelajaran (Nurdiana, 2019: 10).

Berdasarkan pernyataan di atas, penulis merasa model Discovery Learning

cocok digunakan untuk mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri 3 Banjar Baru

Tahun Pelajaran 2020/2021. Untuk lebih jelasnya mengenai hubungan antara

penerapan model Discovery Learning dan kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa digambarkan kerangka pikir penelitian yang penulis

lakukan dapat dilihat pada gambar diagram 1 berikut ini:

Pengaruh Model Kemampuan


Discovery Learning Pemecahan Masalah
Matematika
(Variabel Bebas) (Variabel Terikat)

Diagram 1
Kerangka Pikir

2.4 Hipotesis

Berdasarakan kajian teori dan uraian kerangka pikir di atas, maka hipotesis

yang diajukan dalam penelitian ini adalah “rata-rata kemampuan pemecahan

masalah matematika yang menerapkan model Discovery Learning lebih tinggi

40
dari yang menerapkan model Konvensional pada Kelas VIII Semester Genap

SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran 2020/2021”.

41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimen yaitu menerapkan

pembelajaran dengan menggunakan model Discovery Learning kemudian

dianalisis bagaimana pengaruhnya terhadap kemampuan Pemecahan

Masalah Matematika siswa. Dalam penelitian ini menggunakan dua kelas

yaitu satu kelas sebagai kelas eksperimen yang menerapkan model

Discovery Learning dan satu kelas sebagai kelas kontrol yang menerapkan

model Konvensional.

3.2 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu:

1. Variabel bebas (independent variabel) yaitu variabel yang mempengaruhi

variabel lain. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah “Model Discovery

Learning”.

2. Variabel terikat (dependent variabel) yaitu variabel yang dipengaruhi oleh

variabel lain. Variabel terikat dari penelitian ini adalah “Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematika”.

42
3.3 Definisi Operasional Variabel

Berikut definisi operasional variabel dalam penelitian.

1. Variabel Bebas

Model Discovery Learning adalah model pembelajaran yang melibatkan

berbagai proses mental siswa untuk menemukan suatu pengetahuan (konsep

dan prinsip) dengan cara mengasimilasi berbagai pengetahuan yang dimiliki

siswa. Dengan tahapan-tahapan pembelajaran yaitu: (1) Stimulation, pada

tahap ini siswa diberikan suatu permasalahan yang dapat menimbulkan rasa

ingin tahu dan keinginan untuk menyelidiki sendiri; (2) Problem statemen,

setelah dilaksanakan stimulasi langkah selanjutnya adalah memberi

kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah yang diberikan

kemudian dirumuskan suatu hipotesis yang umumnya berupa pernyataan; (3)

Data collection, pada tahap ini siswa diberi kesempatan untuk

mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan sebagai bahan

menganalisis dalam rangka menjawab pertanyaan atau hipotesis; (4) Data

processing, dalam tahap ini data yang sudah dikumpulkan kemudian diolah

melalui proses penafsiran atau penalaran; (5) Verification dalam tahap ini

siswa dalam kelompok melakukan pembuktian secara cermat untuk

membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan

sebelumnya dan dihubungkan dengan hasil pengolahan data; (6)

Generalization dalam tahap ini guru membimbing siswa menarik kesimpulan

serta memberi konfirmasi terhadap pernyataan siswa.

43
2. Variabel Terikat

Kemampuan pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan

siswa untuk menyelesaikan permasalah dalam bidang matematika. Skor atau

nilai siswa dapat menggambarkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan

soal pemecahan masalah. Tahapan yang ditempuh dalam pelaksanaan

kemampuan pemecahan masalah yaitu: 1) Memahami masalah; 2)

Menyusun rencana pemecahan masalah; 3) Menyelesaikan masalah sesui

rencana; dan 4) Memeriksa kembali hasil penyelesaian. Kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa dalam penelitian ini akan diukur

dalam bentuk tes yang terdiri dari 5 soal yang berbentuk essay.

3.4 Pengukuran Variabel

Pengukuran variabel dalam penelitian ini menggunakan tes dalam bentuk tes

essay dengan jumlah soal yang diberikan sebanyak 5 butir soal. Untuk

mempermudah dalam proses pemberian skor hasil pekerjaan siswa maka

pensekoran mengacu pada rubrik penskoran kemampuan pemecahan

masalah matematika, dapat dilihat pada tabel 1 halaman 45. Untuk

mendapatkan nilai akhir, digunakan sistem pengkonversian sebagai berikut.

( Nilai akhir= Skor perolehan


Skormaksimal
x 100)

Jadi nilai akhir siswa bergerak dalam interval 0 ≤ x ≤ 100. Nilai siswa sebagai

hasil dari penskoran yang diperoleh dari rubric penskoran untuk masing-

masing indicator kemampuan.

44
Tabel 1
Rubrik Pensekoran Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Tahapan polya Skor Indikator pensekoran
Siswa mampu menuliskan (mengungkapkan) apa
3 yang diketahui dan ditanyakan dari masalah yang
diajukan dengan jelas.
Siswa hanya menuliskan (mengungkapkan) apa
2
yang diketahui atau apa yang ditanyakan saja.
Memahami
siswa menuliskan data/konsep/pengetahuan yang
Masalah
tidak berhubungan dengan masalah yang diajukan
1
sehingga siswa tidak memahami masalah yang
diajukan.
siswa tidak menuliskan apapun sehingga siswa tidak
0
memahami makna dari masalah yang diajukan.
Siswa menuliskan syarat cukup dan syarat perlu
(rumus) dari masalah yang diajukan serta
2
menggunakan semua informasi yang telah
Merencanakan dikumpulkan.
Masalah siswa menceritakan/menuliskan langkah langkah
1
untuk menyelesaikan masalah tetapi tidak runtun.
siswa tidak menceritakan/menulis langkah-langkah
0
untuk menyelesaikan masalah.
Siswa melaskanakan rencana yang telah dibuat,
menggunakan langkah-langkah menyelesaikan
4 masalah secara benar, tidak terjadi kesalahan
prosedur, dan tidak terjadi kesalahan
algoritma/perhitungan.
Siswa melaskanakan rencana yang telah dibuat,
menggunakan langkah-langkah menyelesaikan
3 masalah secara benar, dan tidak terjadi kesalahan
Melaksanakan
prosedur, tetapi terjadi kesalahan
Rencana
algoritma/perhitungan.
Siswa melaksanakan rencana yang telah dibuat,
2
tetapi terjadi kesalahan prosedur
Siswa melaksanakan rencana yang telah dibuat,
1 tetapi terjadi kesalahan prosedur dan kesalahan
algoritma/perhitungan.
Siswa tidak mampu melaksanakan rencana yang
0
telah dibut.
1 Siswa melakukan pemeriksaan kembali jawaban
Memeriksa
Siswa tidak melakukan pemeriksanaan kembali
Kembali 0
jawaban

45
Sumber: Pardimin, dkk (2007: 71-
72)
Hasil kemampuan pemecahan masalah matematika siswa selanjutnya

diinterpretasikan mengacu pada pendapat berikut.

Tabel 2
Interpretasi Kemampuan Pemecahan Masalah
Nilai Kualifikasi
80,0 – 100 Baik Sekali
65 – 79,9 Baik
55 – 64,9 Cukup
40 – 54,9 Kurang
0 – 39,9 Kurang Sekali
Sumber: Hadi & Radiyatul (2014: 58)

3.5 Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling


3.5.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII semester genap

SMP Negeri 3 Banjar Baru tahun ajaran 2020/2021. Populasi tersebut

berjumlah 93 siswa yang tersebar dalam 3 kelas. Untuk lebih jelas populasi

penelitian ini dapat dilihat pada tabel 2 berikut.

Tabel 3
Siswa Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 3
Banjar Baru Tahun Pelajaran 2020/2021

Jenis kelamin
No Kelas Total
Laki-Laki Perempuan
1. VIII A 15 15 30
2. VIII B 12 19 31
3. VIII C 21 8 29
Jumlah 48 42 90
Sumber: Data TU SMP Negeri 3 Banjar Baru 2020

46
3.5.2 Sampel

Dengan demikian dari populasi siswa kelas VIII semester genap SMP Negeri

3 Banjar Baru tahun pelajaran 2020/2021, peneliti menentukan sampel

sebanyak dua kelas, yaitu satu kelas dijadikan sebagai kelas eksperimen dan

satu kelas lainnya sebagai kelas kontrol sebagai pembanding. Adapun kelas

eksperimen yang terpilih yaitu kelas VIII A dan kelas kontrol yang terpilih

yaitu kelas VIII C.

3.5.3 Teknik Sampling

Pengambilan sampel penelitian menggunakan teknik cluster random

sampling, dikarenakan populasi dalam keadaan homogen. Dari populasi yang

terdiri dari 3 kelas diambil 2 kelas yang dianggap dapat mewakili kelompok

tersebut secara undian. Satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas

sebagai kelas kontrol. Adapun langkah-langkah dalam menentukan

pengambilan sampel adalah sebagai berikut: (1) Penulis menuliskan semua

kelas VIII yang menjadi populasi dalam lembar kertas kecil dan di gulung; (2)

Setelah itu kertas dimasukkan kedalam kotak kecil; (3) Pada undian pertama

kotak dikocok kemudian dikeluarkan sebanyak dua gulungan kertas secara

bersama untuk dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol; (4) Kemudian

kedua gulungan kertas itu dimasukan kembali ke dalam kotak yang lain; dan

(5) Pada undian kedua kotak yang berisi dua gulungan kertas kemudian

dikocok lagi untuk menentukan kelas eksperimen dan kontrol. Pada kocokan

yang pertama keluar sebagai kelas eksperimen dan sisanya sebagai kelas

kontrol.

47
3.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes. Tes yang

digunakan adalah tes tertulis yang berbentuk uraian (essay) dengan jumlah

soal yang penulis berikan sebanyak 5 butir soal. Tes tertulis ini berfungsi

untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

setelah mengikuti pembelajaran dengan model Discovery Learning.

3.7 Instrumen Penelitian


3.7.1 Uji Validitas Alat Ukur
Tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam

arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium. Adapun

teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah teknik korelasi

product moment yang dikemukakan oleh Pearson sebagai berikut:

Ν ( Σ XY )−( ΣX ) ( ΣY )
r xy = 2 2
2 2
√ {Ν ΣX −( ΣΧ ) }{ Ν ΣY −( ΣY ) }

Keterangan:

r xy = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y

X = Skor butir soal

Y = Skor total

N = Banyaknya subjek (test)

(Arikunto, 2016: 87)

Pedoman untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi dalam

menghitung validitas adalah sebagai berikut:

48
Tabel 4
Interpretasi Validitas Soal Tes

No. Nilai Keterangan


1. 0,800 - 1,000 sangat tinggi
2. 0,600 - 0,800 Tingg
3. 0,400 - 0,600 Cukup
4. 0,200 - 0,400 Rendah
5. 0,00 - 0,200 sangat rendah
(Arikunto, 2016 : 89)

Untuk menentukan keberartian dari koefisien validitas, digunakan uji t dengan rumus

n−2
sebagai berikut : thit = 𝑟𝑥𝑦
√ 1−(r xy )2

Jika nilai t dari perhitungan lebih besar dari nilai t tabel pada taraf signifikan

0,05 (t hitung > t tabel ) maka butir soal tersebut dikatakan valid.

Tabel 5
Hasil Validitas Tes

No. Soal Nilai r xy t hitung t tabel Keterangan


Valid/sangat
1 0,91 7,59 2,18
tinggi
Valid/sangat
2 0,97 14,86 2,18
tinggi
Valid/sangat
3 0,95 10,92 2,18
tinggi
Valid/sangat
4 0,96 11,69 2,18
tinggi
Valid/sangat
5 0,81 4,86 2,18
tinggi

Dari tabel 3 diatas, jelas bahwa lima item dalam penelitian ini valid dan dapat

digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian.

49
3.7.2 Uji Reliabilitas Alat Ukur

Untuk keperluan mencari reliabilitas soal keseluruhan perlu juga dilakukan

analisis butir soal seperti halnya soal bentuk objektif. Skor untuk masing-

masing butir soal dicantumkan pada kolom item menurut apa adanya. Rumus

yang digunakan adalah rumus Alpha sebagai berikut.

2
∑ σi
r 11 = ( )(
n
n−1
1−
σ t2 )
Keterangan:

r 11 : Reliabilitas yang dicari

∑ σi : Jumlah varians skor tiap-tiap butir soal

σ 2t : Varians skor total

(Arikunto, 2016:122)

selanjutnya untuk mencari jumlah varians tiap butir soal dapat dicari dengan

menggunakan rumus:

σ 2=∑ X 2−¿ ¿¿ ¿ ¿

Keterangan:

∑ X2 : Jumlah kuadrat skor total

∑X : Jumlah skor total yang dijumlahkan

N : Jumlah subjek

(Arikunto, 2016:123)

50
Dari hasil perhitungan didapat r 11 =0,93 jika dikonsultasikan reliabilitas maka

dapat disimpulkan bahwa alat ukur penelitian ini memiliki reliabilitas tinggi

dengan demikian instrumen tes ini dapat digunakan dan dipakai sebagai alat

ukur karena memiliki tingkat reliabilitas yang tinggi.

Dengan demikian instrumen tes tersebut dapat digunakan untuk memperoleh

data dalam pelaksanaan penelitian.

3.8 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data digunakan untuk menguji hipotesis. Sebelum pengujian

hipotesis dilakukan, perlu dilakukan uji normalitas data dan uji homogenitas

varians dengan urutan berikut.

3.8.1 Uji Normalitas Data

Dalam pengujian normalitas digunakan rumusan hipotesis berikut:

Ho = sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

Ha = sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Dalam uji normalitas tersebut, dilakukan dengan langkah-langkah uji lilliefors

menurut Sudjana (2005 : 466-467), yaitu untuk pengujian hipotesis nol

tersebut kita tempuh prosedur berikut:

a) Pengamatan x1, x2, …, xn dijadikan bilangan baku z1, z2, …, zn dengan

xi− x́
menggunakan rumus zi = (x́ dan s masing-masing merupakan rata-
s

rata dan simpangan baku sampel).

51
b) Untuk tiap bilangan baku ini dan menggunakan daftar distribusi normal

baku, kemudian dihitung peluang F(z i) = P( z≤ zi ).

c) Selanjutnya dihitung proporsii z 1, z2, …, zn yang lebih kecil atau sama

dengan zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(zi), maka S(zi) =

banyaknya z1 , z 2 , … , z n yang ≤ z i
n

d) Hitung selisih F(zi) – S(zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.

e) Ambil harga yang paling besar diantara harga-harga mutlak selisih

tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L o.

Untuk menerima atau menolak hipotesis nol kita bandingkan L o ini dengan

nilai kritis L yang diambil dari Daftar (nila i kritis L untuk uji lilliefors) untuk

taraf nyata α yang dipilih. Kriterianya adalah: tolak hipotesis nol bahwa

populasi berdistribusi normal jika Lo yang diperoleh dari data pengamatan

melebihi L dari daftar. Dalam hal lainnya hipotesis nol diterima.

3.8.2 Uji Homogenitas Varians

Uji kesamaan dua varians dilakukan untuk mengetahui apakah data ini

mempunyai varians yang sama atau mempunyai varians yang berbeda.

Dengan uji hipotesisnya adalah:

Ho :σ 12 = σ 22 (Kedua sampel mempunyai varians yang sama)

Ha : σ 12 ≠ σ 22 (Kedua sampel mempunyai varians yang berbeda)

Statistik uji yang dilakukan adalah:

52
Varians Terbesar
F hit =
Varians Terkecil

Kriteria pengujian:

Tolak H0 jika F hit ≥ Fdaftar dimana, F daftar adalah F 1 a ( v 1


v 2) didapat distribusi F
2

1
dengan peluang a, sedangkan derajat kebebasan v1 =n1−1 dan v 2=n2−1
2

serta mengambil taraf nyata 0,05 dan 0,01. Untuk selanjutnya diadakan

pengujian hipotesis untuk data yang berdistribusi normal.

(Sudjana, 2005: 250)

3.9 Pengujian Hipotesis

Selanjutnya untuk menguji hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini,

penulis menggunakan uji pihak kanan yang pasangan hipotesisnya sebagai

berikut:

H0 : μ1 = μ2 (rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika yang

menerapkan model Discovery Learning sama dengan yang

menerapkan model Konvensional pada siswa kelas VIII

semester genap SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran

2020/2021).

Ha : μ1 ¿ μ2 (rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika yang

menerapkan model Discovery Learning lebih tinggi dari yang

menerapkan model Konvensional pada siswa kelas VIII

53
semester genap SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran

2020/2021).

Pengujian hipotesis dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

1) Apabila data berdistribusi normal dan homogen, maka pengujian hipotesis

dapat dihitung dengan menggunakan rumus t tes sebagai berikut:

x́ 1− x́ 2
t=
1 1
S
√ +
n1 n2

Dengan:

( n1 −1 ) S 21+(n2−1) S 22
S2 =
n1 +n2 −2

Kriteria uji:

Terima H0 jika −t (1−α ) <t hit < t (1−α ), selain itu H0 ditolak.

Dimana t (1−α ) didapat dari daftar distribusi t dengan peluang ( 1−α )dan derajat

kebebasan dk = n1 +n 2−2 .

(Sudjana, 2005 : 239).

54
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data

Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk melihat dan menganalisis

pengaruh model Discovery Learning pada kelas VIII semester genap SMP

Negeri 3 Banjar Baru. Data mengenai kemampuan pemecahan masalah

matematika diperoleh dari sampel peneitian. Pembelajaran dilakukan

terhadap dua kelas sebagai sampel penelitian. Satu kelas sebagai kelas

eksperimen yang menerapkan model Discovery Learning dan satu kelas

sebagai kelas kontrol yang menerapkan model Konvensional. Setelah akhir

program pembelajaran dilaksanakan tes untuk mendapatkan data

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Penelitian ini pada

pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Datar.

Data mengenai kemampuan pemecahan masalah matematika diperoleh dari

masing-masing siswa baik dari kelas eksperimen yaitu kelas VIII A berjumlah

30 siswa maupun kelas kontrol yaitu kelas VIII C berjumlah 29 siswa. Nilai

siswa selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2 halaman 89-90. Nilai

tersebut sebagai proses konversi menggunakan rubrik skoring. Adapun

gambaran hasil tes yang berkenaan dengan data nilai rata-rata (mean), nilai

55
maksimal, nilai minimal, angka yang sering muncul (modus), nilai tengah

(median), dan standar deviasi dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.

Tabel 6
Perbedaan Capaian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Kelas Eksperimen & Kelas Kontrol

Model Pembelajaran Model


Sebaran Data
Discovery Learning Konvensional
Nilai Minimal 50 40
Nilai Maksimal 100 100
Mean 75,47 61,31
Median 80 58
Modus 86 46
Standar Deviasi 13,46 15,36
Jumlah Siswa 30 29

Berdasarkan sebaran data yang diperoleh untuk masing-masing kelas

sebagaimana terlihat dalam tabel di atas, memberikan gambaran kepada kita

bahwa diantara kedua Model (model Discovery Learning dan model

konvensioanal) tersebut terdapat perbedaan kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa.

Perolehan kemampuan pemecahan masalah matematika dari kelas yang

menggunakan model Discovery Learning (kelas eksperimen) memiliki nilai

rata-rata atau mean lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang

menggunakan model kovensional (kelas kontrol). Kelas yang diajarkan

dengan menggunakan model Discovery Learning memiliki nilai mean 75,47

sedangkan kelas yang diajarkan dengan model konvensioanal memiliki rata-

rata sebesar 61,31; Untuk modus kelas yang diajarkan dengan menggunakan

56
model Discovery Learning sebesar 86 sedangkan yang diajarkan dengan

model konvensional sebesar 46; Untuk median kelas yang diajarkan dengan

menggunakan model Discovery Learning sebesar 80 sedangkan yang

diajarkan dengan model konvensional sebesar 46; Untuk nilai maksimal kelas

yang diajarkan dengan menggunakan model Discovery Learning sebesar 100

sedangkan yang diajarkan dengan model konvensional sebesar 100; Untuk

nilai minimal kelas yang diajarkan dengan menggunakan model Discovery

Learning sebesar 50 sedangkan yang diajarkan dengan model konvensional

sebesar 40; Untuk nilai standar deviasi yang diajarkan dengan

menggunakan model Discovery Learning sebesar 13,46, sedangkan yang

diajarkan dengan model konvensional sebesar 15,36.

Berdasarkan penjelasan yang diperoleh dari hasil tes setelah dikonversi

menjadi skala seratus, menunjukan ada perbedaan kemampuan pemecahan

masalah matematika antara siswa yang diajar menggunakan model

Discovery Learning dengan kelas kontrol yang menggunakan model

Konvensional.

4.1.1 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dengan Model


Pembelajaran Discovery Learning

Kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan

model Discovery Learning menunjukkan rata-rata siswa memperoleh nilai di

atas nilai KKM yang telah ditetapkan. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata

sebesar 75,47 berada di atas nilai KKM matematika sebesar 66. Jika melihat

57
data dari 30 orang sampel siswa terdapat 20 siswa (66,67%) telah berada

diatas standar KKM. Sebaran perolehan nilai siswa selengkapnya dapat

dilihat pada lampiran 2 halaman 89-90. Kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa selanjutnya diinterpretasikan menggunakan acuan pada

bab sebelumnya, dengan hasil sebagai berikut.

Tabel 7
Interpretasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Kelas Eksperimen

Nilai Kualifikasi Frekuensi Persentase


80,0 – 100 Baik Sekali 16 54%
65 – 79,9 Baik 4 13%
55 – 64,9 Cukup 9 30%
40 – 54,9 Kurang 1 3%
0 – 39,9 Kurang Sekali 0 0,00%
Total 30 100%

Dari tabel di atas, terlihat bahwa kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas eksperimen sebagian besar berada pada kulifikasi

baik dan baik sekali dengan capaian 67% dari jumlah siswa. Selanjutnya

capaian dari tiap indikator kemampuan dapat dilihat pada diagram berikut.

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Memahami Masalah Merencanakan Masalah Melaksanakan Rencana Memeriksa Kembali

Diagram 2
Capaian Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

58
Diagram kemampuan pemecahan masalah pada masing-masing indikator

kemampuan menunjukan bahwa perencanaan memperoleh jumlah tertinggi

karena sebagian siswa langsung menuliskan rumus tanpa menuliskan yang

diketahui dan ditanyakan sebelumnya seperti yang diinginkan oleh rubrik

pensekoran. Selain itu, capaian indikator terendah ada proses pembuatan

kesimpulan sebagai akibat dari penyelesain rencana yang kurang lengkap.

Gambaran hasil kemampuan pemecahan masalah matematika pada kelas

eksperimen selengkapnya pada kelas lampiran 2 halaman 89-90.

4.1.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dengan Penerapan


Model konvensional

Perolehan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang

diajarkan dengan model konvensional menunjukan rata-rata siswa

memperoleh nilai di bawah nilai KKM yang telah ditetapkan. Hal ini dapat

dilihat dari nilai rata-rata sebesar 61,31, berada di bawah nilai KKM

Matematika sebesar 66. Artinya tingkat kemampuan pemecahan masalah

matematika pada siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Banjar Baru belum

mencapai batas minimal yang telah ditetapkan sekolah. Jika melihat data dari

29 sampel, siswa hanya 10 siswa (34,48%) yang mengalami ketuntasan atau

berada di atas standar KKM sisanya masih belum mencapai target yang telah

ditetapkan. Capaian nilai siswa kelas kontrol jika dibuat interpretasinya

seperti pada tabel berikut.

59
Tabel 8
Interpretasi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Kelas Kontrol

Nilai Kualifikasi Frekuensi Persentase


80,0 – 100 Baik Sekali 2 7%
65 – 79,9 Baik 8 28%
55 – 64,9 Cukup 9 31%
40 – 54,9 Kurang 10 34%
0 – 39,9 Kurang Sekali 0 0,00%
Total 29 100%

Dari tabel di atas, terlihat bahwa kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas kontrol sebagian besar berada pada kulifikasi kurang

dan cukup dengan capaian 65% dari jumlah siswa. Selanjutnya capaian dari

tiap indikator kemampuan dapat dilihat pada diagram berikut.

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Memahami Masalah Merencanakan MasalahMelaksanakan Rencana Memeriksa Kembali

Diagram 3
Capaian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas
Kontrol

Diagram kemampuan pemecahan masalah pada masing-masing indikator

kemampuan menunjukan bahwa perencanaan memperoleh jumlah tertinggi

namun siswa tidak mampu menyelesaikan rencana yang telah dibuat hingga

menemukan solusi masalah. Selain itu, capaian indikator terendah pada

indikator pembuatan kesimpulan yang mana sebagian besar siswa tidak

60
menemukan solusi masalah hingga akhirnya sulit mneuliskan kespimpulan.

Gambaran hasil kemampuan pemecahan masalah matematika pada kelas

eksperimen selengkapnya pada kelas lampiran 2 halaman 89-90.

4.1.3 Pengujian Persyaratan Analisis

Pengujian prasyarat analisis meliputi uji normalitas data dan uji homogenitas

varians, sebelum dilakukan uji hipotesis. Rangkuman uji normalitas dan

homogenitas sebagai berikut.

4.1.3.1 Uji Normalitas Data Kelas Eksperimen

Pengujian normalitas menggunakan lilliefors dengan rumusan hipotesis

yang digunakan yaitu:

H 0 = sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H a = sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Kriteria pengujian: tolak hipotesis nol bahwa populasi berdistribusi normal

jika Lo yang diperoleh dari data pengamatan melebihi L dari daftar. Dalam

hal lainnya hipotesis nol diterima.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji Lilifors diperoleh

L0=¿ 0,1580 dengan nilai kritis Ltabel =0,161 yang diambil dari daftar untuk

taraf nyata α =5 %. Dengan demikian terlihat L0 < Ltabel, maka H 0 diterima

yang berarti sampel berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas kelas

eksperimen selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 91-96.

61
4.1.3.2 Uji Normalitas Data Kelas Kontrol

Rumusan hipotesis yang digunakan dalam uji ini yaitu:

H 0 = sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

H a = sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal

Kriteria pengujian: tolak hipotesis nol bahwa populasi berdistribusi normal

jika Lo yang diperoleh dari data pengamatan melebihi L dari daftar. Dalam

hal lainnya hipotesis nol diterima.

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji Lilifors maka

diperoleh L0=¿ 0,1233 dengan nilai kritis Ltabel =0,173 yang diambil dari daftar

untuk taraf nyata α =5 % . Dengan demikian terlihat L0 < Ltabel , maka H 0

diterima yang berarti sampel berdistribusi normal. Perhitungan uji normalitas

kelas kontrol selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 91-96.

4.1.3.3 Uji Homogenitas Varians

Berdasarkan pengujian dua populasi yang telah terbukti berdistribusi normal

langkah selanjutnya adalah pengujian homogenitas varians sampel tersebut

dengan rumusan hipotesisnya yaitu:

H 0 :σ 21=σ 22kedua sampel memiliki varians yang sama.

H a :σ 21 ≠ σ 22 kedua sampel memiliki varians yang berbeda.

Kriteria pengujian: Tolak H0 jika F hit ≥ Fdaftar dimana, F daftar adalah F 1 a ( v 1


v 2)
2

1
didapat distribusi F dengan peluang a, sedangkan derajat kebebasan
2

62
v1 =n1−1 dan v 2=n2−1 serta mengambil taraf nyata 0,05 dan 0,01. Untuk

selanjutnya diadakan pengujian hipotesis untuk data yang berdistribusi

normal.

Dari perhitunganyang terdapat pada lampiran diperoleh:

F hit =1,30

Untuk α =5 % dari tabel didapat:

F daf =1,88

Ternyata F hit ≤ Fdaf sehingga hipotesis H 0 diterima yang berarti kedua data

mempunyai varians yang sama (homogen). Perhitungan selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran 4 halaman 97-98.

4.1.4 Pengujian Hipotesis

Setelah melalui uji prasyarat analisis, terbukti normal dan homogen

dilakukan pengujian hipotesis yaitu “rata-rata kemampuan pemecahan

masalah matematika yang menerapkan model Discovery Learning lebih

tinggi dari yang menerapkan model Konvensional pada Kelas VIII Semester

Genap SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran 2020/2021”, dengan

rumusan hipotesisnya sebagai berikut:

H0 : μ1 = μ2 (rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika yang

menerapkan model Discovery Learning sama dengan yang

menerapkan model Konvensional pada siswa kelas VIII

63
semester genap SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran

2020/2021).

Ha : μ1 ¿ μ2 (rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika yang

menerapkan model Discovery Learning lebih tinggi dari yang

menerapkan model Konvensional pada siswa kelas VIII

semester genap SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran

2020/2021).

Berdasarkan perhitungan sebelumnya kedua data berdistribusi normal dan

homogen, maka dengan menggunakan t tes dari perhitungan pada lampiran 5

halaman 99-102 didapat:

S= √208,0293649

S=14,42322311

t hit =3,77

Kriteria uji:

Terima H0 jika −t (1−α ) <t hit < t (1−α ), selain itu H0 ditolak.

Dimana t (1−α ) didapat dari daftar distribusi t dengan peluang ( 1−α )dan derajat

kebebasan dk = n1 +n 2−2 .

Untuk taraf signifikan 5% (α =0,05) didapat:

t daf =1,67

Dengan demikian t hit > t daf maka H 0ditolak, berarti H a diterima atau

dapat dikatakan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah

64
matematika siswa dengan menggunakan model Discovery Learning lebih

tinggi dari rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

yang menggunakan model Konvensional. Dengan demikian karena t hit > t daf

maka penerapan model Discovery Learning berpengaruh positif terhadap

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa.

4.2 Pembahasan

Hasil penelitian menunjukan capaian kemampuan pemecahan masalah

matematika yang menerapkan model Discovery Learning sebagai kelas

eksperimen yaitu kelas VIII A mempunyai rata-rata lebih tinggi dari kelas

kontrol yang menerapkan model konvensioanal yaitu kelas VIII C yang

dijadikan sebagai perbandinganya. Perbedaan capaian kemampuan ini

disebabkan adanya pelaksanaan pembelajaran dengan dua model yang

berbeda. Pelaksanaan pembelajaran pada kelas kontrol yaitu kelas VIII C

yang dilaksanakan secara Konvensional terlaksana sebagaimana biasanya

yang mana guru memberikan pembelajaran menggunakan buku siswa untuk

selanjutnya diskusi terkait materi ajar. Guru juga menjelaskan materi bangun

ruang sisi datar dan memberikan latihan kepada siswa dalam setiap

pertemuan menggunakan buku siswa, hal tersebut lebih mendominasi

dibanding diskusi mandiri siswa.

Keadaan pembelajaran pada kelas kontrol menjadikan siswa kelas VIII C

terlihat kurang aktif dalam proses pembelajaran. Suasana didalam grup kelas

65
menjadi kurang mengeksplorasi kemampuan siswa secara keseluruhan

terlebih saat pembelajaran daring seperti ini. Komunikasi pembelajaran yang

terbentuk cenderung satu arah dan lebih mengandalkan guru dalam setiap

aktivitas pemecahan masalah yang dilakukan di kelas kontrol. Akibatnya

siswa sulit untuk menyelesaikan masalah yang ditemui pada pembelajaran.

Keadaan berlainan dengan yang terjadi pada kelas VIII A yang menjadi kelas

eksperimen. Kelas yang menerapkan model Discovery Learning pada

pelaksanaan pembelajaranya menunjukan pembelajaran yang mengaitkan

pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya dengan pengetahuan

baru yang akan dipelajari dengan bantuan Lembar Kerja Peserta Didik

(LKPD). Penerapan model Discovery Learning dilakukan dengan pemusatan

pembelajaran matematika dan penekananan kepada siswa untuk

memecahan masalah melalui teknik yang sistematik. Kebiasaan seperti ini

yang menjadikan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas

eksperimen menjadi lebih maksimal dari kelas kontrol.

Pada awal pembelajaran siswa diberi pertanyaan yang menimbulkan rasa

ingin tahu siswa tentang materi bangun ruang sisi datar, sehingga

membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa terhadap materi tersebut.

Selanjutnya, guru tidak menyajikan meteri pelajaran secara keseluruhan

kepada siswa melaikan siswa sendiri yang akan menemukan dan memahami

pengetahuan yang didapatkan dengan belajar menggunakan LKPD. Dalam

penyelesaian LKPD tersebut terdapat permasalahan yang akan diselesaikan

66
oleh siswa, hal ini dimaksudkan untuk menghubungkan pengetahuan yang

telah dimiliki siswa sebelumnya dengan materi bangun ruang sisi datar yang

dipelajari dengan cara mengikuti petunjuk pengerjaan yang telah tersedia di

dalam LKPD yang diberikan. Siswa kelas eksperimen sangat terbantu

dengan pertanyaan-pertanyaan penuntun yang diberikan guru melalui LKPD,

sehingga memunculkan ide-ide siswa untuk menjawab masalah secara

mandiri dan menemukan konsep pembelajaran matematika melalui proses

pemecahan masalah matematika.

Pengetahuan siswa yang diperoleh dengan cara menemukan sendiri melalui

proses penyelesaian masalah yang diberikan melatih siswa untuk

menemukan prinsip secara mandiri. Selian itu siswa juga dilatih untuk berfikir

lebih dalam menyelesaikan permasalahan ataupun menjawab soal. Hal ini

dapat mengembangkan cara berfikir siswa aktif dalam mengidentifikasi

masalah, menganalisis masalah, merencanakan penyelesaian masalah, dan

menemukan solusi yang tepat dalam proses penyelesaian masalah.

Kegiatan pada model Discovery Learning ini dapat mengembangkan

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Hal ini sesuai dengan

yang dinyatakan oleh Refanji dan Musdi (2018: 12) bahwa tahapan dalam

model Discovery Learning dapat memfasilitasi dan membimbing peserta didik

dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematis untuk

setiap indikator kemampuan pemecahan masalah matematis. Arohman, dkk

(2020: 13) juga menyatakan model Discovery Learning mendorong siswa

67
untuk berfikir secara kelompok maupun individu, berperan aktif dalam

pembelajaran dan dapat menemukan suatu pemahaman yang kuat sehingga

mampu memecahkan masalah serta dapat menarik sebuah

kesimpulan/solusi yang tepat dari suatu masalah berdasarkan pengetahuan

yang dipelajari, dengan demikian siswa lebih terlatih lagi dalam memecahkan

suatu masalah ataupun menarik suatu kesimpulan/solusi yang tepat melalui

pengalaman yang dilaksanakan.

Pada kelas eksperimen untuk mengetahui apakah siswa memahami materi

yang dipelajari, guru menunjuk secara acak siswa untuk menyampaikan

jawaban dari permasalahan yang telah diselesaikan. Kemudian guru meminta

siswa lain untuk menaggapi dari apa yang disampaikan. Apabila siswa

tersebut menjawab dengan jawaban yang dirasa kurang tepat, maka siswa

lain dapat memberikan pertanyaan lain yang menuntut siswa tersebut untuk

berfikir lebih tinggi dan mengarahkan siswa tersebut untuk lebih memahami

materi yang dipelajari. Kegiatan ini bertujuan untuk melatih siswa agar dapat

menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui proses mentalnya

sendiri, sehingga membuat siswa berusaha untuk memecahkan masalah,

menumbuhkan rasa ingin tahu, dan memupuk keberanian dalam

mengemukakan pendapat. Untuk evaluasi siswa kelas eksperimen diberikan

latihan soal berupa masalah matematika pada LKPD yang disediakan. Pada

saat pengerjaan soal latihan siswa dilatih untuk menyelesaikan

permasalahan matematika sesuai dengan indikator kemampuan pemecahan

68
masalah matematika yang akan diukur. Artinya siswa dibiasakan untuk

menyelesaikan masalah secara sistematis mulai dari memahami masalah,

merencanakan pemecahan masalah, menyelesaikan masalah sesuai

rencana dan memeriksa kembali hasil penyelesaian.

Keunggunan model Discovery Learning adalah siswa dapat berfikir analitis

dalam menemukan maupun menyelesaikan suatu masalah dan mencari

kesimpulan dari pembelajaran yang dilakukan untuk mengidentifikasi

masalah dengan jelas serta menemukan solusi yang tepat. Pada kelas

eksperimen tercipta suasana belajar yang menyenangkan yang menjadikan

siswa termotivasi dalam belajar serta berpengaruh terhadap kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa. Selain mampu memaksimalkan

kemampuan pemecahan masalah matematika siswa model ini juga dapat

meningkatkan keaktifan siswa selama kegiatan belajar mengajar. Model

pembelajaran ini juga memberikan bekal kemandirian dan keberanian dalam

belajar yang sangat diperlukan bagi siswa SMP.

Penelitian terdahulu memberikan hasil bahwa model Discovery Learning

berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa

kelas VIII, seperti penelitian yang dilakukan oleh Arili dan Jazwinarti pada

tahun 2018 dengan judul “Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik Kelas VIII” dari

penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan

masalah peserta didik yang pembelajaranya menerapkan model Discovery

69
Learning lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematis

peserta didik yang pembelajaranya menggunakan model konvensional di

kelas VIII SMPN 2 Panti Tahun Pelajaran 2018/2019 dan yang kedua

penelitian yang dilakukan oleh Refanji dan Musdi pada tahun 2019 dengan

judul “Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik Kelas VIII SMPN 1 Batang

Anai” dari penelitian tersebuat dapat disimpulkan bahwa kemampuan

pemecahan masalah peserta didik yang menerapkan model Discovery

Learning lebih baik dari pada kemampuan pemecahan masalah matematis

peserta didik kelas kontrol yang menerapkan model pembelajaran

konvensional pada kelas VIII SMPN 1 Batang Anai Tahun Pelajaran

2019/2020. Penelitian terdahulu di atas menguatkan kesimpulan penelitian

bahwa model Discovery Learning mampu mempengaruhi kemampuan

pemecahan masalah matematika siswa. Hal ini juga didukung dengan

capaian kelas kontrol yang berbeda. Berikut perbandingan capaian pada

kedua kelas.

90
60
30
0
h h a li Kelas Eksperimen
sala sala can ba
a a n em Kelas Kontrol
iM M Re ak
m an an ki s
ah
a ak ak er
m can san em
e en k
M er ela M
M M
Diagram 4
Perbandingan Capaian Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika
Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

70
Terihat dari diagram di atas, bahwa capaian kelas ekseprimen dan kelas

kontrol mempunyai perbedaan yang signifikan pada setiap indikator. Hasil

penelitian menunjukan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa kelas eksperimen yang menerapkan model Discovery

Learning lebih tinggi dengan rata-rata kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa yaitu 75,47, sedangkan siswa yang menerapkan model

konvensional lebih rendah dengan rata-rata kemampuan pemecahan

masalah matematika siswa yaitu 61,31. Didukung juga dengan hasil

perhitungan statistik juga yang didapat t hit =3,77 dengan melihat kriteria uji

dengan taraf signifikan 5% didapat t daf =1,67 ,dimana dengan kriteria uji

t hit > t daf tidak terpenuhi sehingga H o ditolak, berarti H a diterima. sehingga

dapat disimpulkan bahwa “rata-rata kemampuan pemecahan masalah

matematika yang menerapkan model Discovery Learning lebih tinggi dari

yang menerapkan model Konvensional pada Kelas VIII Semester Genap

SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran 2020/2021”.

71
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan yaitu “rata-rata

kemampuan pemecahan masalah matematika yang menerapkan model

Discovery Learning lebih tinggi dari yang menerapkan model Konvensional

pada Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran

2020/2021”. Perolehan rata-rata kemampuan pemecahan masalah

matematika siswa yang menerapkan model Discovery Learning yaitu 75,47,

dan yang menerapkan model Konvensional yaitu 61,31.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah diuraikan di atas, juga untuk perbaikan

penelitian berikutnya, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Penggunaan LKPD pada penerapan model Discovery Learning

sebaiknya memberikan petunjuk pelaksanaan dengan jelas sehingga

tidak menimbulkan banyak persepsi dari siswa yang membuat siswa

binggung dalam menyelesaikan masalah yang diberikan.

2. Guru diharapkan dapat membiasakan siswa untuk mengerjakan soal-

soal non rutin dalam kegiatan pembelajaran dengan tujuan untuk lebih

72
mengembangkan kemampuan pemecahan masalah matematika yang

dimiliki siswa.

3. Dalam penerapan model Discovery Learning sebaiknya guru

memperhatikan tingkat kesulitan masalah yang diberikan kepada

siswa, sehingga siswa dapat menemukan strategi penyelesaian

masalah dengan baik dan benar.

4. Alokasi waktu dalam penerapan model Discovery Learning sebaiknya

direncanakan terlebih dahulu agar waktu yang digunakan menjadi

lebih efektif dan efisien.

Demikian kesimpulan dan saran yang dapat penulis kemukakan dari hasil

penelitian yang telah dilaksanakan di SMP Negeri 3 Banjar Baru tahun

pelajaran 2020/2021. Semoga penelitian ini berguna bagi penulis sebagai

peneliti pemula dan semoga bermanfaat bagi yang membaca.

73
DAFTAR PUSTAKA

Amir. S. (2013). Pengembangan & Model Pembelajaran dalam Kurikulum


2013. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.

Ardat. (2014). Penerapan Teori Bruner Dan Peta Konsep Dalam


Meningkatkan Penalaran Dan Pemahaman Konsep Matematika.
Jurnal tarbiyah UIN Sumatra utara. 2, (1), 203-211.

Arikunto, S. (2016). Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran , edisi 2. Jakarta:


Bumi Aksara.

Arili, N. Z., dan Jazwinarti. (2018). Pengaruh Model Discovery Learning


Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta
Didik Kelas VIII. Jurnal Edukasi dan Penelitian Matematika FMIPA
UPN. 7, (4), 88-95.

Arohman, B., Anggo, M., dan Zamsir. (2020). Pengaruh Model Discovery
Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Siswa Kelas VII SMP Negeri 15 Kendari. Jurnal Penelitian
Pendidikan Matematika. 8, (1), 1-14.

Damiati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka


Cipta.

Hadi, S., dan Radiyatul. (2014). Metode Pemecahan Masalah Menurut Polya
Untuk Mengembangkan Kemampuan Siswa Dalam Pemecahan
Masalah Matematis Di Sekolah Menengah Pertama. EDU-MAT
Jurnal Pendidikan Matematika. 2, (1), 53-61.

Handajani, B. (2020). Model Discovery Learning Dalam Pembelajaran


Matematika Di SMP. Indramayu: Penerbit Adab.

Hapsari, B. P., dan Munandar, D. R. (2019). Pengaruh Model Pembelajaran


Discovery Learning Terhadap Kemampuan Represantasi Matematis
Peserta Didik. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika Sosiomedika 2019, Universitas
Singaperbangsaa Karawang. 2, (1), 427-437.

74
Helmiati. (2012). Model Pembelajaran. Yogyakarta: Aswajaya Pressindo.

Hendriana, H., Roharti, E. E., dan Sumarno, U. (2016). Hard Skills Dan Soft
Skills Matematika Siswa. Cimahi: STKIP Siliwangi Press.

Hosman. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran


Abad 21. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.

Ibrahim. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Aktif Konvensional


(Ceramah) Dengan Cooperatif (Make - A Match) Untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Pendidikan Kewarganegaraan. Jurnal
Pendidikan Social, Sains, dan Humaniora. 3, (2), 199-211.

Jana, P., Anisa, A., dan Fahmawati, N. (2020). Model Discovery Learning
Untuk Maningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah. Jurnal
Program studi pendidikan matematika, Universitas PGRI Yogyakarta.
9, (1), 213-220.

Lestari, K. E., dan Yudhanegara, M. R. (2015). Penelitian Pendidikan


Matematika. Bandung: Refika Aditama.

Nurdiana, A. (2019). Pengaruh Model Discovery Learning Terhadap


Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Siswa Kelas X
IPA. STKIP PGRI Bandar Lampung. 1, (2), 8-13.

Nurdin dan Andriantoni. (2016). Kurikulum dan Pembelajaran, Edisi 1.


Jakarta: Rajawali Pres.

Nurdyansyah dan Fahyuni. E. F. (2016). Inovasi Model Pembelajaran,


cetakan ke-1. Sidoarjo: Nizamial Learning Center.

Nurhasanah, D. E., Kania, N., dan Sunindar, A. (2018). Pengaruh Model


Pembelejaran Discovery Learning Untuk Mengingkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Siswa SMP. Jurnal
Datactucal Mathematics, FKIP Universitas Majalengka. 1, (1), 21-32.

Pardimin., Widodo, S. A., dan Purwaningsih, I. E. (2007). Analisis Butir Soal


Tes Pemecahan Masalah Matematika. Wacana akademika UST. 1,
(1), 69-76.

Refanji, A., dan Musdi, E. (2019). Pengaruh Penerapan Model Discovery


Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Peserta Didik Kelas VIII SMPN 1 Batang Anai. Jurnal Edukasi dan
Penelitian Matematika. 8, (4), 7-12.

75
Rusman. (2018). Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan
Profesionalisme Guru, Edisi 2. Depok: Rajawali Pres.

Setiani, A., dan Priansa, D. J. (2018). Menejemen Peserta Didik Dan Model
Pembelajaran. Bandung: ALFABETA.

Siregar, S. (2015). Staristika Terapan Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:


Kencana.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: Tersito.

Sutrisno AB, J. (2019). Kemampuan Pemecahan Masalah Geometri.


Tanggerang: Penerbit Lembaga Literasi Dayak.

Yayuk, E., Ekowati, D.W., Suwandayani, B. I., dan Ulum, B. (2018).


Pembelajaran Matematika Yang Menyenagkan. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang.

Zulyadaini. (2016). Perbandingan Hasil Pembelajaran Matematika Model


Pembelajaran Kooperatif Tipe Coop-Coop Dengan Konvensional.
Jurnal Ilmiah Batanghari Jambi. 16, (1), 153-158.

76
LAMPIRAN

77
LAMPIRAN 1
UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

1. Uji Validitas Alat Ukur

Sebelum soal-soal diujikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, terlebih

dahulu soal diujikan kepada 14 orang siswa di luar kelas sampel untuk

mengetahui kevalidan dari soal tersebut.

Adapun data yang diperoleh sebagai berikut :

Tabel 9
Analisis Validitas Alat Ukur

Nomor Soal Skor Skor


No Total Total²
1 2 3 4 5
1 7 7 6 6 6 32 1024
2 7 7 6 6 6 32 1024
3 9 9 9 9 9 45 2025
4 10 10 10 10 10 50 2500
5 10 10 10 10 10 50 2500
6 3 3 4 0 2 12 144
7 9 9 9 8 9 44 1936
8 10 10 10 9 10 49 2401
9 7 10 10 10 10 47 2209
10 9 9 9 9 9 45 2025
11 10 10 10 10 10 50 2500
12 10 10 10 10 10 50 2500
13 10 9 9 9 9 46 2116
14 9 9 9 9 0 36 1296
∑x 120 122 121 115 110 588 26200

∑ x2 1080 1112 1093 1041 1000 26200


∑ xy 5293 5388 5336 5195 4988
r xy 0,91 0,97 0,95 0,96 0,81
t hit 7,59 14,86 10,92 11,69 4,86

78
Dari data-data di atas, disubtitusikan ke dalam rumus product moment untuk

mengetahui nilai koefisien korelasi setiap butir soal, yaitu :

N ∑ XY −( ∑ X )( ∑ Y )
r xy =
2 2
√ {N ∑ X −(∑ X) }{N ∑ Y −(∑ Y ) }
2 2

14 (5293)−(120)(588)
r xy (1)= 2 2
√ {14 ( 1080 )−( 120) }{14 ( 26200 )−(588) }
74102−70560
¿
√ {15120−14400 } {366800−345744 }

3542
¿
√( 720 ) ( 21056)

3542
¿
√15160320

3542
¿
3893,62556

¿ 0,9096919941

¿ 0,91

14−2
t 1=0,91
√ 1−(0,91)2
=7,59

14 (5388)−( 122)(588)
r xy (2)= 2 2
√ {14 ( 1112) −(122) }{14 ( 26200 )−(588) }

79
75432−71736
¿
√ {15568−14884 } { 366800−345744 }

3696
¿
√( 684 ) (21056)

3696
¿
√14402304

36962
¿
3795,03676

¿ 0,9739036098

¿ 0,97

14−2
t 2=0,97
√ 1−(0,97)2
=14,86

14 (5336)−(121)(588)
r xy (3)= 2 2
√ {14 ( 1093 )−(121) }{14 (26200 )−(588) }
74704−71148
¿
√ {15302−14641 }{ 366800−345744 }

3556
¿
√( 616 ) (21056)

3556
¿
√13918016

3556
¿
3730,68573

80
¿ 0,9531759728

¿ 0,95

14−2
t 3=0,95
√ 1−(0.95)2
=10,92

14(5195)−(115)(588)
r xy (4 )= 2 2
√ {14 ( 1041 )−(115) } {14 ( 26200 )−(588) }
72730−67620
¿
√ {14574−13225 } { 366800−345744 }

5110
¿
√( 1346 )(21056)

5110
¿
√28404544

5110
¿
5329,59135

¿ 0,9587977134

¿ 0,96

14−2
t 4=0,96
√ 1−(0,96)2
=11,69

14 (4988)−(110)(588)
r xy (5)= 2 2
√ {14 ( 1000 )−(110) }{14 ( 26200 )−(588) }

81
69832−64680
¿
√ {14000−12100 } {366800−345744 }

5152
¿
√( 1900 ) (21056)

5152
¿
√ 40006400

5152
¿
6325,06126

¿ 0,8145375654

¿ 0,81

14−2
t 5=0,81
√ 1−¿ ¿
¿

2. Reliabilitas Alat Ukur

Dari data di atas (tabel 1), untuk memperoleh jumlah varians total soal

terlebih dahulu di cari varians di setiap butir soal dengan menggunakan

rumus Alpha , yaitu :

σ i2=∑ X 2−¿ ¿¿ ¿

σ i2(1)=1080−¿ ¿ ¿

σ i2 ( 2 )=1112−¿ ¿ ¿

82
( 121 )2
1093−
2 14 47,21428
σ i ( 3 )= = =3,37245
14 14

σ i2 ( 4 )=1041−¿ ¿ ¿

σ i2 ( 5 )=1000−¿ ¿ ¿

Jumlah varians butir soal :

σ 2b=3,67347+3,48979+3,37245+6,88265+ 9,69399=27,1123

Varians total :

(588)2
26200−
14 1504
σ 2t = = =107,42857
14 14

Dari perhitungan di atas, maka di substitusikan ke dalam rumus Alpha

Crombach’s sebagai berikut :

2
n ∑σ
r 11 = ( )(
n−1
1− 2 i
σi )
5 27,1123
¿ ( 5−1 )(1− 107,42857 )
¿ ( 54 ) ( 1−0,252375136 )
¿ ( 1,25 ) ( 0,747624863 )

¿ 0,9345310788

83
¿ 0,93

Harga r 11 =0,93 maka tes reliabilitas tersebut kuat.

84
LAMPIRAN 2
DAFTAR NILAI SISWA

Dalam penelitian ini, diperoleh data dengan memberikan tes. Soal tes yang

diberikan kepada siswa kelas eksperimen yang menerapkan model

pembelajaran Discovery Learning dan kelas kontrol yang menerapkan model

pembelajaran Konvensional. Tes yang diberikan berupa post-test dalam

bentuk essay sebanyak 5 butir soal pada materi Bangun Ruang Sisi Datar.

Adapun rincian nilai hasil tes dari setiap kelas adalah sebagai berikut:

Tabel
Daftar Nilai Tes Matematika Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

No. Nilai Siswa Nilai Siswa


Responden Menggunakan Model Menggunakan Model
Pemebelajaran Pembelajaran
Discovery Learning Konvensional
(1) (2) (3)
1 50 40
2 56 42
3 58 42
4 62 46
5 62 46
6 62 46
7 64 50
8 64 50
9 64 50
10 64 54
11 66 56
12 66 56
13 70 56
14 76 58
15 80 58
16 80 60
17 80 60
18 80 62

85
19 82 64
20 82 68
21 82 70
22 84 70
23 86 70
24 86 74
25 86 74
26 86 78
27 86 78
28 100 100
29 100 100
30 100

86
LAMPIRAN 3
UJI NORMALITAS DATA

1. Uji Normalitas Data pada Kelas Eksperimen

Berdasarkan data pada kelas eksperimen yang berjumlah 30 orang diperoleh

dara sebagai berikut: 50, 56, 58, 62, 62, 62, 64, 64, 64, 64, 66, 66, 70, 76, 80,

80, 80, 80, 82, 82, 82, 84, 86, 86, 86, 86,86, 100, 100, 100.

Dari data di atas didapat nilai rata-rata:

x́=
∑ xi
n

50+56+58+3 ( 62 ) + 4 ( 64 ) +2 ( 66 ) +70+76 +4 ( 80 )+ 3 ( 82 )+ 84+5 ( 86 )+3 (100)


x́=
30

2264
x́=
30

x́=75,46667

x́=75,47

Sedangkan nilai simpangan baku:

2 ∑ f i ( x i− x́ )2
S=
n−1

( 50−75,47 )2+ (56−75,47 )2 + ( 58−75,47 )2 +3 ( 62−75,47 )2 + 4 ( 64−75,47 )2 +¿ 2 (66−75,47 )2 + ( 70−75,4


2 + ( 84−75,47 )2 +5 ( 86−75,47 )2 +3(100−75,47)2
S=
30−1

87
5255,467
S2 =
29

S2=181,223

S= √ 181,223

S=13,46191

S=13,46

Berdasarkan data di atas dapat disusun seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 11
Uji Lilliefors

NO Xi F kum Zi F (Z i ) S(z ¿¿ i)¿ ¿


1 50 1 -1,89 0,0294 0,0333 0,0039
2 56 2 -1,45 0,0735 0,0667 0,0068
3 58 3 -1,30 0,0968 0,1000 0,0032
4 62 6 -1,00 0,1587 0,2000 0,0413
5 62 6 -1,00 0,1587 0,2000 0,0413
6 62 6 -1,00 0,1587 0,2000 0,0413
7 64 10 -0,85 0,1977 0,3333 0,1356
8 64 10 -0,85 0,1977 0,3333 0,1356
9 64 10 -0,85 0,1977 0,3333 0,1356
10 64 10 -0,85 0,1977 0,3333 0,1356
11 66 12 -0,70 0,2420 0,4000 0,1580
12 66 12 -0,70 0,2420 0,4000 0,1580
13 70 13 -0,41 0,3409 0,4333 0,0924
14 76 14 0,04 0,5160 0,4667 0,0493
15 80 18 0,34 0,6331 0,6000 0,0331
16 80 18 0,34 0,6331 0,6000 0,0331
17 80 18 0,34 0,6331 0,6000 0,0331
18 80 18 0,34 0,6331 0,6000 0,0331
19 82 21 0,49 0,6879 0,7000 0,0121
20 82 21 0,49 0,6879 0,7000 0,0121
21 82 21 0,49 0,6879 0,7000 0,0121
22 84 22 0,63 0,7357 0,7333 0,0024

88
23 86 23 0,78 0,7823 0,7667 0,0156
24 86 27 0,78 0,7823 0,9000 0,1177
25 86 27 0,78 0,7823 0,9000 0,1177
26 86 27 0,78 0,7823 0,9000 0,1177
27 86 27 0,78 0,7823 0,9000 0,1177
28 100 30 1,82 0,9656 1,0000 0,0344
29 100 30 1,82 0,9656 1,0000 0,0344
30 100 30 1,82 0,9656 1,0000 0,0344

Dari hasil perhitungan di atas didapat L0=¿ 0,1580 L0=0,0945 . Dengan n = 30

dan pada taraf nyata 5% diperoleh Ltabel =¿0,161. Berdasarkan kriteria uji

dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi

normal, karena L0 < Ltabel.

2. Uji Normalitas Data pada Kelas Kontrol

Berdasarkan data pada kelas kontrol yang berjumlah 29 orang diperoleh dara

sebagai berikut: 40, 42, 42, 46, 46, 46, 50, 50, 50, 54, 56, 56, 56, 58, 58, 60,

60, 62, 64, 68, 70, 70, 70, 74, 74, 78, 78, 100, 100.

Dari data di atas didapat nilai rata-rata:

x́=
∑ xi
n

40+2 ( 42 )+3 ( 46 ) +3 ( 50 ) +54+3 ( 56 )+2 ( 58 ) +2 ( 60 ) +62+64+ 68


+ 3 (70 )+ 2 ( 74 )+ 2 ( 78 ) +2 ( 100 )
x́=
29

1778
x́=
29

x́=61,31034

89
x́=61,31

Sedangkan nilai simpangan baku:

2 ∑ f i ( x i− x́ )2
S=
n−1

( 40−61,31 )2 +2 ( 42−61,31 )2 +3 ( 46−61,31 )2 + ( 54−61,31 )2+3 ( 56−61,31 )2


+ 2 ( 58−61,31 )2+ 2 ( 60−61,31 )2+ ( 62−61,31 )2 + ( 64−61,31 )2+ ( 68−61,31 )2
2 2 2 2
2 +3 ( 70−61,31 ) +2 (74−61,31 ) +2 ( 78−61,31 ) +2 ( 100−61,31 )
S=
29−1

6602,207
S2=
28

S2=235,7931

S= √ 235,7931

S=15,35556

S=15,36

Berdasarkan data di atas dapat disusun seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 12
Uji Lilliefors

90
NO Xi F kum Zi F (Z i ) S(z ¿¿ i)¿ ¿
1 40 1 -1,39 0,0823 0,0345 0,0478
2 42 3 -1,26 0,1038 0,1034 0,0004
3 42 3 -1,26 0,1038 0,1034 0,0004
4 46 6 -1,00 0,1587 0,2069 0,0482
5 46 6 -1,00 0,1587 0,2069 0,0482
6 46 6 -1,00 0,1587 0,2069 0,0482
7 50 9 -0,74 0,2296 0,3103 0,0807
8 50 9 -0,74 0,2296 0,3103 0,0807
9 50 9 -0,74 0,2296 0,3103 0,0807
10 54 10 -0,48 0,3156 0,3448 0,0292
11 56 13 -0,35 0,3632 0,4483 0,0851
12 56 13 -0,35 0,3632 0,4483 0,0851
13 56 13 -0,35 0,3632 0,4483 0,0851
14 58 15 -0,22 0,4129 0,5172 0,1043
15 58 15 -0,22 0,4129 0,5172 0,1043
16 60 17 -0,09 0,4641 0,5862 0,1221
17 60 17 -0,09 0,4641 0,5862 0,1221
18 62 18 0,04 0,5160 0,6207 0,1047
19 64 19 0,18 0,5714 0,6552 0,0838
20 68 20 0,44 0,6700 0,6897 0,0197
21 70 23 0,57 0,7157 0,7931 0,0774
22 70 23 0,57 0,7157 0,7931 0,0774
23 70 23 0,57 0,7157 0,7931 0,0774
24 74 25 0,83 0,7967 0,8621 0,0654
25 74 25 0,83 0,7967 0,8621 0,0654
26 78 27 1,09 0,8621 0,9310 0,0689
27 78 27 1,09 0,8621 0,9310 0,0689
28 100 29 2,52 0,9941 1,0000 0,0059
29 100 29 2,52 0,9941 1,0000 0,0059

Dari hasil perhitungan di atas didapat L0=¿ 0,1221 L0=0,0945 . Dengan n = 29

dan pada taraf nyata 5% diperoleh Ltabel =¿0,173. Berdasarkan kriteria uji

dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi

normal, karena L0 < Ltabel.

91
92
LAMPIRAN 4
UJI HOMOGENITAS VARIANS

Berdasarkan pengujian dua populasi yang telah terbukti berdistribusi normal

langkah selanjutnya adalah pengujian homogenitas varian kedua sampel

tersebut :

Ho :σ 12 = σ 22 (Kedua sampel mempunyai varians yang sama)

Ha : σ 12 ≠ σ 22 (Kedua sampel mempunyai varians yang berbeda)

Statistik uji yang dilakukan adalah:

Varians Terbesar
F hit =
Varians Terkecil

Kriteria pengujian:

Tolak H0 jika F hit ≥ Fdaftar dimana, F daftar adalah F 1 a ( v 1


v 2) didapat distribusi F
2

1
dengan peluang a, dengan v1 =n1−1 dan v 2=n2−1 serta mengambil taraf
2

nyata 0,05 dan 0,01 dari perhitungan sebelumnya:

Varians terbesar = 235,7931

Varians terkecil = 181,223

Maka :

235,7931
F hit =
181,223

93
F hit =1,30

Untuk α =5 % dapat dari table:

F daf =F (1−0,025) (30−1,29−1 )

F daf =F (0,975) (29,28)

F daf =1,88

Ternyata F hit < F daf untuk taraf signifikan 5% didapat 1,30<1,88, sehingga dapat

disimpulkan kedua data mempunyai varians yang sama.

94
LAMPIRAN 5
UJI HIPOTESIS

Uji Pihak Kanan

Untuk menguji hipotesis “rata-rata kemampuan pemecahan masalah

matematika yang menerapkan model Discovery Learning lebih tinggi dari

yang menerapkan model Konvensional pada Kelas VIII Semester Genap

SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran 2020/2021”.

Rumus hipotesisnya:

H0 : μ1 = μ2 (rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika yang

menerapkan model Discovery Learning sama dengan yang

menerapkan model Konvensional pada siswa kelas VIII

semester genap SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran

2020/2021).

Ha : μ1 ¿ μ2 (rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika yang

menerapkan model Discovery Learning lebih tinggi dari yang

menerapkan model Konvensional pada siswa kelas VIII

semester genap SMP Negeri 3 Banjar Baru Tahun Pelajaran

2020/2021).

Rumus statistik yang digunakan:

95
x́ 1− x́ 2
t hit =
1 1
S
√ +
n1 n2

Dari perhitungan sebelumnya :

n1 =30

x́ 1=75,46667

S21=181,223

n2 =29

x́ 2=61,31034

S22=235,7931

Dimana :

2 ( n1 −1 ) S 21+ ( n2−1 ) S22


S=
n1 +n2−2

( 30−1 )( 181,223 ) + ( 29−1 )( 235,7931 )


S2 =
30+29−2

5255,467+6602,2068
S2 =
57

11857,6738
S2 =
57

S2=208,0293649

S= √208,0293649

S=14,42322311

Harga S dimasukan ke dalam rumus t tes:

96
x́ 1− x́ 2
t hit =
1 1
S
√ +
n1 n2

75,46667−61,31034
t hit =
1 1
14,42322311 +
30 29√
14,15633
t hit =
14,42322311 √ 0,033333+0,034483

14,15633
t hit =
14,42322311 √ 0,067815758

14,15633
t hit =
(14,42322311)(0,260414589)

14,15633
t hit =
3,756017731

t hit =3,768973156

t hit =3,77

Berdasarkan hasil yang didapat t hit =3,77 dengan melibatkan kriteria uji

dengan taraf signifikan 5% maka:

Kriteria uji:

Terima H0 jika −t (1−α ) <t hit < t (1−α ), selain itu H0 ditolak.

Dimana t (1−α ) didapat dari daftar distribusi t dengan peluang ( 1−α )dan derajat

kebebasan dk = n1 +n 2−2 .

t daf =t (1−0,05) (30+ 29−2 )

t daf =t (0,95 )(57 )

t daf =1,67

97
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari perhitungan di atas t hit =3,77 dengan

melihat kriteria uji untuk taraf 5% diperoleh t daf =1,67 , dimana kriteria uji

t hit > t daf sehingga H o ditolak, dan berarti H a diterima.

“rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematika yang menerapkan

model Discovery Learning lebih tinggi dari yang menerapkan model

Konvensional pada Kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 3 Banjar Baru

Tahun Pelajaran 2020/2021”.

98
DOKUMENTASI

Kelas Eksperimen

99
Kelas kontrol

100

Anda mungkin juga menyukai