Anda di halaman 1dari 2

NAMA : M.

REZA FAHLEFi

NIM : 190701072

MK : ILMU AHKLAK

BENTUK CINTA KITA KEPADA ALLAH


Mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabatan artinya secara harfiah mencintai secara
mendalam. Al-Mahabbah dapat pula berbentuk al-wadud, yakni sangat kasih dan penyayang. Al-
Mahabbah, kecenderungan kepada sesuatu yang sedang berjalan, dengan tujuan untuk memperoleh
kebutuhan yang bersifat material maupun spiritual. Dapat pula berarti suatu usaha sungguh-sungguh dari
seseorang untuk mencapai tingkat rohaniah tertinggi dengan tercapainya gambaran yang Mutlak
ayitu cinta kepada Tuhan.
Mahabbah dapat berupa bentuk selalu mengingat Allah dengan zikir, suka menyebut nama-nama
Allah dan memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan Tuhan. Allah SWT merupakan tujuan
tertinggi dan paling hakiki dalam kehidupan manusia di dunia ini. Karena itu, apa pun yang dilakukan
haruslah berujung kepada tujuan tersebut. Salah satu caranya, yaitu dengan memahami konsep mahabbah
(cinta) kepada Allah. Perasaan cinta tersebut harus diikuti dengan ketulusan untuk mengorbankan apa saja
kepada-Nya.
Cinta kepada Allah juga akan melahirkan bentuk kasih sayang kepada sesama, bahkan kepada
seluruh alam semesta. Hal ini didasarkan pada dalil-dalil syara', baik dalam Alquran maupun hadis yang
menunjukkan tentang persoalan mahabbah. Mahabbah juga dapat dijumpai di dalam sumber agama Islam,
yaitu Alquran. Dalam surah Ali Imran ayat 31, Allah berfirman, "Katakanlah: jika kamu benar-benar
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang."
Dalam surah al-Maidah ayat 54, Allah juga berfirman, "Allah akan mendatangkan suatu umat
yang dicintai-Nya dan yang mencintai-Nya dan yang mencintai-Nya."Namun, untuk menemukan cinta
sejati Allah tersebut, kita mungkin perlu terlebih dahulu mulai belajar membaca Alquran dengan benar
dan memahami kandungan dan maksudnya. Selain itu, tekun melakukan shalat fardhu beserta shalat
sunahnya. Sebab, hal ini nantinya juga dapat mengantarkan kita ke tingkatan cinta yang lebih tinggi
kepada Allah.
Selain itu, kita harus lebih mendahulukan apa yang dicintai Allah dari pada cinta hawa nafsu kita
walau hal ini berat. Karena itu, kita harus selalu komitmen dan selalu konsisten dengan aturan Allah.
Allah mengingatkan dalam firman-Nya.
"Katakanlah jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluarga kamu, harta
kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan untung ruginya, dan rumah-rumah
yang kamu senangi lebih kamu cintai dari Allah dan rasul-Nya dan daripada berjihad di jalan-Nya maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan putusan-Nya. Dan, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-
orang yang fasik. (QS at-Taubah : 24) .

Ketika di hati telah tumbuh rasa mahabbah dan menghamba, maka


manisnya iman akan semakin nikmat untuk dirasa. Karena hati adalah
singgasana, siapa yang mengisinya maka dialah yang akan menjadi raja.
Ketika dunia yang bertahta di sana, maka siap-siaplah menjadi hamba
dunia yang dipenuhi rasa hampa dan nestapa.
Layaknya seorang yang tengah di relung dahaga. Yang mana untuk menghilangkan
dahaganya, seseorang itu meneguk air laut untuk menghilangkan rasa dahaganya. Bukannya
mensirnakan rasa dahaga, namun yang didapatkan adalah rasa dahaga yang tak kunjung berhenti.
Begitulah perumpamaan ketika menjadi hamba dunia, kepuasan yang didapatkan takkan pernah
memberikan rasa yang benar-benar memuaskan.

Namun jika yang bertahta adalah rasa mahabbah dan menghamba, maka rasa gembira yang
menggembirakan yang akan selalu membersamainya. Karena sejatinya, hidup yang tengah dijalani
seorang insan adalah bak tukang parkir. Walaupun memiliki banyak kendaraan, tetapi si tukang
parkir tak pernah ada rasa memiliki. Begitu juga dengan bergantiannya kendaraan yang singgah,
tidak membuat si tukang parkir kecewa ataupun jumawa. Hal ini karena dia menyadari betul esensi
kehadiran dan kepergian dari setiap kendaraan yang ada itu, sudah ada yang menentukan
keberadaannya.

Anda mungkin juga menyukai